Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Siddiq
Banda Aceh: Aceh juctice resource centre, 2009
297.4 MUH p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Arief Setiawan
"Implementasi suatu peraturan perundang-undangan akan memiliki dampak penyesuaian terhadap beberapa aspek. Penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan boleh atau tidaknya suatu perbuatan hukum dilakukan. Dengan berlakunya Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah, hal tersebut menyebabkan Lembaga Keuangan yang bersifat konvensional tidak dapat beroperasi di Aceh, dengan demikian terdapat rencana konversi transaksi konvensional menjadi transaksi berdasarkan prinsip syariah dalam rangka perpindahan nasabah kredit bank konvensional menjadi nasabah pembiayaan bank syariah di Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis yang memberikan perspektif terhadap mekanisme yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Dalam penelitian ini disebutkan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia memberikan arahan kepada Ikatan Notaris Aceh, bahwa pengalihan utang berdasarkan transaksi non syariah menjadi transaksi syariah tidak dapat dilakukan dengan skema subrogasi. Pada dasarnya, subrogasi berdasarkan prinsip syariah untuk konversi nasabah kredit bank konvensional menjadi nasabah pembiayaan bank syariah dapat dilakukan dengan merujuk pada Fatwa DSN MUI Nomor 104/DSN-MUI/IX/2016 tentang Subrogasi Berdasarkan Prinsip Syariah melalui mekanime Subrogasi Tanpa Kompensasi. Terkait dengan pengalihan piutang hanya boleh dilakukan atas piutang yang sah berdasarkan syariah, pengalihan putang yang dimaksud adalah pengalihan piutang melalui jual beli yang mana dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 104/DSN-MUI/IX/2016 hal tersebut dilakukan dengan mekanisme Subrogasi dengan Kompensasi (‘iwadh) dan Tanpa Wakalah Pembelian Barang dan Subrogasi dengan Kompensasi (‘Iwadh) dan Wakalah Pembelian Barang. Selain itu, terdapat mekanisme lain yang dapat mempengaruhi notaris dalam membuat akta dalam rangka konversi transaksi konvensional menjadi transaksi berdasarkan prinsip syariah dalam rangka perpindahan nasabah kredit bank konvensional menjadi nasabah pembiayaan bank syariah di Aceh mekanisme lain dapat dilakukan dengan pengalihan utang dengan mempedomani Fatwa DSN-MUI Nomor 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Utang dan Fatwa DSN-MUI Nomor 58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawala Bil Ujrah.

The implementation of a statutory regulations will affect the adjustment for various aspects. The adjustment will be tightly related to legal or illegal of an act of law to be performed. With the enactment of Aceh Qanun Number 11 of 2018 concerning Sharia Financial Institutions, causing the conventional financial institution is not able to do its operation. This, there are plans to convert conventional transaction into shariah based transactions, in order to migrate conventional bank credit customers into sharia bank financing customers in Aceh. This research is normative juridical study with a type of descriptive analytical research that shows perspectives of the mechanism that can be used to solve the problems. In this research, it is stated that central committee Indonesian Notary Public Association provides directions to Indonesian Notary Public Association for Aceh region, that debt transfer based on non-sharia transactions to sharia transaction can’t be implemented with a subrogation scheme. Basically, subrogation based on sharia principle for convertion of conventional bank credit customer to sharia bank financing customer can be use according to Fatwa DSN MUI Number 104/DSN-MUI/IX/2016 concerning Subrogation based on Sharia Principle through Subrogation Principle without Compensation. In relation with account receivable’s diversion only can be use upon legitimate account receivable based on sharia principle, which is account receivable’s diversion through sell and buying according to Fatwa DSN-MUI Number 104/DSN-MUI/IX/2016 was doing by subrogation mechanism with Compensation (‘iwadh’) and without wakalah to buy something and subrogation with compensation (‘iwadh) and wakalah to buy something. Beside that, there is another mechanism that can influence notary in order to make deed for conversion the conventional transaction to be sharia principle transaction. The other mechanism can be guided by Fatwa DSN-MUI Number 31/DSN-MUI/VI/2002 concerning Debt Diversion and Fatwa DSN-MUI Number 58/DSN-MUI/V/2007 concerning Hawalah bil Ujrah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Hendra MR
"Pemerintah Aceh sesuai dengan amanat UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, membuat qanun-qanun di provinsi NAD dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus. Dengan diperbaharui oleh Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengamanatkan pemberlakuan syariat Islam di seluruh wilayah provinsi Aceh. Pemberlakukan syariat Islam secara konstitusional bidang jinayah di provinsi Aceh secara resmi diberlakukan pada tahun 2002 dengan menerbitkan Qanun No. 12 tahun 2002 tentang Minuman Khamar dan sejenisnya, Qanun No. 13 tahun 2002 tentang maisir, Qanun No. 14 tahun 2002 tentang khalwat. Qanun Jinayat mulai memberlakukan ancaman hukuman dalam bentuk hukuman cambuk dan denda.
Petunjuk teknis pelaksanaan hukum cambuk bagi pelanggar syariat Islam diatur dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 10 Tahun 2005. Hukuman cambuk yang dijatuhkan terhadap pelanggar qanun, hanya berlaku terhadap pelanggar qanun yang beragama Islam. Tesis ini membahas tentang Eksistensi Penerapan Pidana Cambuk Terhadap Pelanggar Qanun Syariat Islam di Provinsi Aceh. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Eksistensi Penerapan Pidana Cambuk terhadap Pelanggar Qanun Syariat Islam di Provinsi Aceh. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif.
Hasil penelitian berupa pengaturan tindak pidana syariat Islam di Provinsi Aceh yaitu di Bidang Maisir, Bidang Khamar, Bidang Khalwat, Bidang Pelaksanaan Syari?at Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syi?ar Islam, dan Bidang Pengelolaan Zakat. Selanjutnya dibahas tentang eksistensi penerapan qanun syariat Islam terhadap pelanggar tindak pidana qanun syari?at Islam di Provinsi Aceh mulai dari lembaga pembuat qanun jinayah yaitu eksekutif dan legislatif selanjutnya lembaga pelaksana qanun yaitu Dinas Syariat Islam, WH, Kepolisian, Kejaksaan serta Mahkamah Syar?iyah serta lembaga pendukung pelaksana syariat Islam lainnya yaitu MPU, MAA serta Lembaga Keagamaan dan Pendidikan. Kemudian juga dibahas tentang kendala dan hambatan dalam pelaksanaan hukuman cambuk serta kebijakan pemerintah Aceh dalam menyelesaikan persoalan tersebut yaitu masih dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara (KUHAP) dalam menjalankan qanun jinayah.
Disarankan agar segera dapat menerapkan hukum acara jinayah agar tidak terjadinya kekosongan pelaksanaan hukum jinayah. Di samping itu juga agar dapat diterapkan qanun jinayah terhadap perbuatan-perbuatan yang berdampak lebih besar terhadap masyarakat dan Negara seperti korupsi, penyuapan dan lainsebagainya serta dengan Pengembangan sumber-sumber hukum khususnya agama Islam di provinsi Aceh dengan membentuk lembaga pengkajian hukum Islam.

Aceh Government, in accordance with the mandate of Law No. 18 of 2001 about Special Autonomy for the Province of Daerah Istimewa Aceh as the province of Nanggroe Aceh Darussalam, contrived Qanuns in NAD province area in order to implement the special autonomy. Renewed by Act No. 11 of 2006 about government in Aceh, Aceh Government mandates the imposition of Islamic law across the province. The enforcement of Islamic Law constitutionally in jinayah sector in the province was officially introduced in 2002 by publishing Qanun. 12 of 2002 on Drinks Khamar and the like, the Qanun. 13 of 2002 on gambling, Qanun. 14 year 2002 about seclusion. Jinayat Qanun began imposing sentences in the form of lashing and fines.
Technical guidelines for the implementation of flashing for violators of Islamic law is regulated in Aceh Governor Regulation No. 10 of 2005. Lashing that subjected to the violators of Qanun is only applied to offenders who are Muslims. This thesis discusses the existence of application of Lashing Sentence to the Violators of Qanun Islamic Sharia in Aceh Province. The purpose of this paper is to figure out the existence of the application of lashing sentence to the offenders of Qanun Islamic Sharia in Aceh Province. The research is conducted using normative juridical methods.
The research consists of criminal Sharia Islamic law in the Aceh Province in Maisir, Khamar, Seclusion, implementation of Sharia Islamic of Islamic teaching, faith,and worship, and the management of Zakat. Furthermore, in this research is also discussed about the existence of the implementation of Qanun Islamic Sharia against violators of criminal Islamic Shari'a law in the province of Aceh including the institutions that conceive Jinayah Qanun which are the executive and legislative, the institutions that implement Jinayah Qanun, namely Department of Islamic law qanun, WH, Police, Prosecution and the Court Syar'iyah and other supporting institutions that implement Islamic Shari'a that are the MPU, MAA and Religious and Education Institutions. In this study is also figured out the constraints and obstacles in implementing the lashing sentence and the Aceh Government policy in solving the problem which is by using the National Criminal Proceedings in running qanun jinayah.
It is advised to immediately be able to apply the jinayah law to prevent the vacuum of jinayah law enforcement. It is also should be implemented the qanun jinayah against actions that have greater impact on society and the country such as corruption, bribery and so forth as well as the development of resources Islamic religious law, especially in the province by establishing an assessment institution of Islamic law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30237
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Husein
"Aceh menjadi salah satu daerah yang memiliki status otonomi khusus di Indonesia. Salah satu kekhususan yang dimiliki Aceh adalah diberlakukannya Qanun sebagai implementasi otonomi khusus berdasarkan Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan Pemerintah Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan Peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah. Namun, yang menjadi persoalan dalam pemberlakuan Qanun adalah mengenai batasan materi muatan dan juga kedudukan dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai bahan untuk memahami dan menganalisa persoalan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan Qanun merupakan perundang-undangan dengan derajat setingkat peraturan daerah yang berlaku di Provinsi/Kabupaten lain di Indonesia.

Aceh is one of the regions that has special autonomy status inIndonesia. One of Aceh’s specialties is the enactment of Qanun as the implementation of special autonomy based on article 18 paragraph (2) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. In addition, in article 18 paragraph (6) of The Constitution of the Republic of Indonesia 1945 stated that regional governments have the right to stipulate regional regulations and other regulations to carry out regional autonomy. However, what becomes a problem in enforcing the Qanun is regarding the limitations of content and also its position in the hierarchy of  laws and regulations in Indonesia. In this research, a normative juridical research method is used which makes law and regulations as material for understanding and analyzing problems. The results obtained in this study show that Qanun are law with a degree on the same level as regional regulations that apply in other provinces/regincies in Indoneisa."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wa Ode Norlita
"Pada tanggal 31 Desember 2018. Pemerintah Aceh menetapkan Qanun Aceh No.11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah di Aceh yang mewajibkan penyelenggaraannya berdasarkan prinsip Syariah. Peraturan ini berdampak pada industri perbankan di Aceh yang meliputi pembiayaan dan pendanaan. PT Bank BRI Tbk Aceh telah memutuskan untuk mengubah seluruh portofolionya menjadi anak perusahaan berdasarkan prinsip syariah, PT Bank BRIsyariah Tbk. Total potensi pembiayaan yang akan dikonversi sebesar Rp 11 triliun, segmen mikro memiliki porsi lebih besar dibandingkan segmen ritel, SME, dan konsumer, sekitar Rp 5,77 triliun. Ketika konversi pembiayaan mikro terjadi, risiko yang mempengaruhi proses bisnis harus dihindari. Penelitian ini menganalisis risiko bisnis konversi pembiayaan mikro PT Bank BRIsyariah Tbk di wilayah Aceh dengan mengembangkan analisis risiko berdasarkan ISO 31000 menggunakan metode risk and self control assessment. Hasil penelitian menunjukkan ada 20 risiko. Risiko dikategorikan ke dalam 5 kategori risiko utama, yaitu operasional, reputasi, strategis, kredit, dan kepatuhan. Hasil analisis risiko diketahui risiko tinggi dan memiliki prioritas utama dalam penanganannya adalah risiko operasional, perbedaan kapasitas data, server, sistem core banking, fitur aplikasi internal yang belum sempurna dan terbatas serta risiko strategis yang terkait pada perbedaan analisis keuangan, ketentuan jaminan, dan kebijakan.

On December 31, 2018. Aceh government stipulated Qanun Aceh No.11 of 2018 concerning Sharia Financial Institutions in Aceh which required its operations to be based on Sharia principles. This regulation has an impact on banking industry in Aceh which includes financing and funding. PT Bank BRI Tbk Aceh has decided to convert its entire portfolio to subsidiary based on sharia principles, PT Bank BRIsyariah Tbk. Total potential financing to be converted is IDR 11 trillion, micro segment has a larger portion than the retail, SME, and consumer segments, about IDR 5.77 trillion. When the conversion of microfinance takes place, risks that affect business processes must be avoided. This study analyzes business risk of converting microfinance of PT Bank BRIsyariah Tbk in Aceh region to developing a risk analysis based on ISO 31000 using risk and self control assessment method. The results showed there were 20 risks. Risk is categorized into 5 main risk categories,operational,reputation,strategic,credit, and compliance. The results of the risk analysis show that risk is high and the main priority in handling it is operational risk,differences in data capacity,servers,core banking systems,imperfect and limited internal application features and strategic risks related to differences in financial analysis, guarantee provisions, and policies."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Genta Rizkie La Musa
"Hadirnya Qanun Aceh No. 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah merupakan hak khusus bagi Aceh dan telah membawa angin segar bagi perkembangan industri perbankan syariah di Aceh. Sejumlah bank konvensional di Aceh diwajibkan beralih ke Bank Syariah. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaturan Perbankan Syariah menurut Qanun Aceh No.11 Tahun 2018 dan menganalisis perlindungan hukum bagi nasabah bank akibat gangguan sistem teknologi informasi bank dalam implementasi Qanun Aceh No.11 Tahun 2018. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal yaitu didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan juga dengan melakukan wawancara dengan narasumber dari perbankan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan perbankan syariah menurut Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah, secara tegas mewajibkan lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh wajib menjalankan prinsip syariah. Perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah Bank Syariah masih lemah dalam artian masih ada beberapa kontroversi dari masyarakat terkait pelayanannya, misalnya sistemnya sering memiliki kesalahan yang menyulitkan/menghambat pelanggan untuk bertransaksi. Namun, bank syariah berdasarkan Qanun Aceh telah berupaya maksimal dalam memberikan perlindungan kepada nasabahnya baik dalam hal kepercayaan, pengelolaan dana, dan juga memberikan edukasi kepada para nasabahnya.

The presence of Aceh Qanun Number 11 of 2018 on Sharia Financial Institutions is a special right for Aceh and has brought fresh air to the development of the Islamic banking industry in Aceh. Several conventional banks in Aceh are required to switch to Islamic Banks. Therefore, the purpose of this study is to analyze the regulation of Islamic Banking according to Aceh Qanun No.11 of 2018 and analyze the legal protection for bank customers due to disruption of bank information technology systems in the implementation of Aceh Qanun No.11 of 2018. The research method used in this study uses doctrinal research methods, which are based on laws and regulations and by conducting interviews with sources from banks. The results of this study indicate that the regulation of Islamic banking according to Aceh Qanun Number 11 of 2018 concerning Sharia Financial Institutions, expressly requires financial institutions operating in Aceh to carry out sharia principles. The legal protection provided to Islamic Bank customers is still weak in the sense that there is still some controversy from the community regarding its services, for example, the system often has errors that make it difficult / hamper customers to transact. However, Islamic banks based on Qanun Aceh have made maximum efforts in providing protection to their customers both in terms of trust, fund management, and providing education to their customers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Andriani
"Terjadinya peningkatan jumlah kematian Ibu di Aceh Timur pada Tahun 2015 sebanyak 14 ibu menjadi 21 pada Tahun 2016, dan penurunan cakupan Standar Pelayanan Minimal pada Tahun 2016, juga merupakan masalah kesehatan yang harus dihadapi Kabupaten Aceh Timur. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang Analisis Implementasi Kebijakan Penurunan Angka Kematian Ibu Menurut Qanun No. 4 Tahun 2010 Tentang Kesehatan Di Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Rapid Assessment Procedure (RAP), pengumpulan data dengan melalui wawancara mendalam dan dokumentasi, jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 5 orang. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa logical framework sebagai kerangka berpikir logis dalam penelitian ini masih belum seluruhnya terlaksana ada beberapa kegiatan yang belum dapat dilakukan seperti pendampingan ibu hamil, penempatan bidan desa dan masih ada desa yang belum memiliki polindes/poskesdes. Untuk implementasi kebijakan Qanun No. 4 Tahun 2010 Tentang Kesehatan masih didapati kendala dalam Komunikasi, Sumber Daya dan Struktur Birokrasi. Beberapa saran direkomendasikan pada penelitian ini antara lain melakukan sosialisasi Qanun No. 4 Tahun 2010, meningkatkan kerjasama lintas sektoral dan tercapainya tujuan logframe dalam upaya penurunan angka kematian ibu.
The increasing of maternal deaths in East Aceh in 2015 by 14 mothers compared to 21 in 2016, and the decrease in coverage of Minimum Service Standards in 2016, is also a health problem faced by East Aceh District. This study aims to obtain in-depth information on Implementation Analysis of Mortality Rate Decrease Policy of Mother Based on Qanun No. 4/2010 concerning Health in East Aceh Regency Year 2017. This research uses qualitative method with Rapid Assessment Procedure (RAP) approach, data collecting conducted through in-dept interview and documentation, the number of informants in this study as many as 5 people. Result of logical framework analysis showed health logical thinking in this research is still not fully implemented there are some activities that can not be done such as maternal assistant, placement of village midwife and there are still villages that do not have polindes/poskesdes. For the implementation of Qanun policy No. 4 of 2010 on Health, there are still obstacles in Communication, Resources and Bureaucracy Structure. Some suggestions recommended in this study include socializing Qanun No. 4 of 2010, improving cross-sectoral cooperation and achieving logframe goals in an effort to reduce maternal mortality."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48871
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Aulia
"ABSTRAK
Tulisan ini berangkat dari hasil penelitian tentang adanya dugaan pelanggaran hakasasi manusia terkait penerapan Qanun Jinayat hukum pidana di Aceh yang telahberlangsung sejak tahun 2012 dan telah diformalkan sejak tahun 2014. Tesis inimenganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan jejaring advokasitransnasional yang dilakukan oleh NGO lokal, nasional dan internasional untukmenghapus praktik Qanun Jinayat di Aceh. Penelitian ini menggunakanpendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka serta wawancara dan observasilangsung di Banda Aceh dan Sabang. Analisis kajian tesis ini menggunakan konsepTAN; pola bumerang oleh Keck dan Sikkink 1998 . Berdasarkan kerangkaanalisis TAN, ada empat strategi yang diterapkan dalam kasus ini, yaitu strategipolitik informasi, strategi politik simbolis, strategi politik pengaruh, dan strategipolitik akuntabilitas. Berdasarkan hasil temuan menunjukkan bahwa strategistrategitersebut tidak efektif dalam kasus ini karena terhambat oleh berbagai faktorseperti kompleksitas hukum Indonesia, perbedaan tujuan akhir antar elemenelemenTAN, serta ketiadaan tokoh representatif yang menjadi ikon pada isu ini.Akibatnya, meskipun pola advokasi transnasional telah nampak di Aceh,keberadaan jejaring transnasional tersebut tidak berhasil mengadvokasikan prinsipHAM universal untuk menghapuskan praktik Qanun Jinayat. Jadi kesimpulan tesisini telah memberi kontribusi pada debat universalisme dan partikularisme bahwakekuatan faktor lokal mempengaruhi hasil akhir dari sebuah advokasi

ABSTRACT
This thesis explores the allegation of human rights violation regarding theimplementation of Islamic Criminal Law Qanun Jinayat in Aceh which has beenstarted in 2004 and formalized in 2014. This thesis analyzes the factors behind thefailure of transnational advocacy network done by local, national, and internationalNGOs in order to abolish the practices of Qanun Jinayat in Aceh. This qualitativeresearch combines literature research and field observation in Banda Aceh andSabang. Analysis in this research thesis is based on the concept of TAN boomerang pattern by Keck and Sikkink 1998 . According to the framework ofanalysis, there are four strategies in an advocacy, namely information politics,symbolic politics, leverage politics, and accountability politics. It is found that suchstrategies are ineffective due to multiple problems such as complexity ofIndonesian law, difference in final objective of the elements of TAN, and lack oficonic representative figure as the front of the advocacy. In all, it can be concludedthat although the pattern of transnational advocacy has emerged in Aceh, presenceof such transnational network has not successfully advocated against thelegalization of Qanun Jinayat. In conclusion, this thesis has contributed to thedebate between universalism and particlularism that local factors may affect thefinal outcome of an advocacy."
2018
T51615
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hakim
"Provinsi Aceh adalah wilayah dengan otonomi khusus. Sesuai dengan aturan yang bersifat khusus yaitu Qanun Kehutanan Aceh, Pemerintah Aceh menerbitkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk PT Kamirzu. Namun, Pemerintah Aceh mendapat gugatan dari WALHI atas IPPKH yang telah dikeluarkan. Majelis Hakim akhirnya mengabulkan seluruh gugatan sehingga IPPKH yang diterbitkan Pemerintah Aceh harus dicabut. Majelis Hakim tidak mendasari putusannya pada Qanun Aceh selaku aturan khusus yang berlaku di Aceh, melainkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penelitian ini hendak menjelaskan bahwa Peraturan Menteri tidak sesuai dengan Qanun Aceh dan putusan hakim tidak sesuai dengan peraturan penanam modal pada sektor kehutanan. Dengan demikian, penelitian ini berupaya menjawab permasalahan dengan metode penelitian kualitatif yaitu meninjau peraturan perundang-undangan dan melibatkan studi literatur maupun wawancara. Hasil penelitian menyatakan bahwa Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2016 tentang Kehutanan tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sehingga Peraturan Menteri tidak dapat diterapkan dalam mengatur kewenangan Pemerintah Aceh. Pencabutan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT Kamirzu oleh PTUN Banda Aceh menyalahi aturan penanaman modal dan aturan khusus yang berlaku di Aceh. Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2018 adalah aturan yang mengatur penanaman modal asing, bukan peraturan pusat karena Aceh adalah wilayah otonomi khusus. Hal ini selaras dengan asas lex specialis derogate legi generali. Dengan demikian, Putusan Majelis Hakim mengabaikan kewenangan khusus Aceh. Pemerintah Aceh harus menegaskan bahwa Peraturan Pusat tidak bisa membatalkan Qanun Aceh. Dalam rangka menjaga kepastian hukum, pemerintah pusat harus menerima otonomi khusus Aceh.

Aceh province is a region with special autonomy. In accordance with specific rules, namely the Aceh Forestry Qanun, the Government of Aceh issued a Borrow-to-Use Forest Area Permit (IPPKH) for PT Kamirzu. However, the Government of Aceh received a lawsuit from WALHI over the IPPKH that had been issued. The Panel of Judges finally granted the entire lawsuit so that the IPPKH issued by the Government of Aceh had to be revoked. The Panel of Judges did not base their decision on the Aceh Qanun as a special rule that applies in Aceh, but rather the Regulation of the Minister of Environment and Forestry. This research wants to explain that Ministerial Regulations are not in accordance with the Aceh Qanun and judges' decisions are not in accordance with investment regulations in the forestry sector. Thus, this study seeks to answer the problem with qualitative research methods, namely reviewing laws and regulations and involving literature studies and interviews. The results of the study stated that the Aceh Qanun Number 7 of 2016 concerning Forestry was not in accordance with the Minister of Environment and Forestry Regulation so that the Ministerial Regulation could not be applied in regulating the authority of the Government of Aceh. The revocation of PT Kamirzu's Borrow-to-Use Forest Area Permit (IPPKH) by PTUN Banda Aceh violates investment regulations and special regulations that apply in Aceh. Aceh Qanun Number 5 of 2018 is a rule that regulates foreign investment, not a central regulation because Aceh is a special autonomous region. This is in line with the principle of ex specialis derogate legi generali. Thus, the Panel of Judges' Decision ignores Aceh's special authority. The Aceh government must emphasize that the Central Regulation cannot cancel the Aceh Qanun. In order to maintain legal certainty, the central government must accept Aceh's special autonomy."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anasthasia Gloria C.S.
"Sebagai salah satu daerah di Indonesia yang memperoleh titel daerah spesial, Aceh diberikan kewenangan oleh Pemerintah Pusat untuk mengatur dan mengelola urusan daerahnya sendiri, sebagaimana diberikan melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Terkait dengan kewenangan untuk mengatur urusan daerahnya sendiri, terdapat kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah Aceh unuk membentuk dan mengesahkan peraturan daerahnya sendiri yang disebut sebagai Qanun Aceh. Terkait dengan hal ini, Pemerintah Daerah Aceh baru saja mengesahkan Qanun Aceh No. 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah. Melalui Qanun ini, Pemerintah Daerah Aceh memberikan pengaturan yang komprehensif mengenai implementasi Prinsip-Prinsip Syariah bagi seluruh Lembaga Keuangan yang beroperasi di wilayah Aceh. Pada dasarnya, Qanun ini menimbulkan kewajiban bagi seluruh Lemabga Keuangan di Aceh untuk beroperasi dengan menggunakan dasar Prinsip-Prinsip Syariah. Terkait dengan hal ini, implikasi serta konsekuensi hukum dari keberadaan Qanun ini akan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metodie penelitian hukum normatif dengan tipe analisis deskriptif, yang akan menggunakan data yang diambil dari hasil penelitian dokumen-dokumen terkait dan materi-materi kepustakaan, serta melalui beberapa wawancara terhadap narasumber terkait. Maka dari itu, seluruh Bank di Aceh wajib beroperasi berdasarkan Prinsip-Prinsip Syariah sebelum tanggal 4 Januari 2022, atau dengan kata lain, seluruh kegiatan finansial dan kegiatan perbankan secara konvensional tidak diperkenankan untuk beroperasi lagi di Aceh setelah tanggal 4 Januari 2022. Pada saat ini, terdapat beberapa Bank di Aceh yang masih melaksankan kegiatan perbankannya secara konvensional. Sebagai akibat dari adanya kewajiban bagi seluruh Bank untuk beroperasi berdasarkan Prinsip-Prinsip Syariah sebagaima tertera dalam Qanun Aceh No. 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah, maka seluruh Bank di Aceh wajib menyesuaikan dirinya dengan peraturan yang ada. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa saran dan gagasan yang dapat digunakan oleh masing-masing jenis kegiatan perbankan di Aceh dalam rangka memenuhi kewajiban yang diatur dalam Qanun Aceh No. 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah ini.

As one of the regions in Indonesia which obtain the title of special region, Aceh is given the authority by the central government to regulate and manage its own regional affairs as given through Law No. 11 Year 2006 regarding the Aceh Government. In regard to the management of its own regional affairs, there is an authority given for the Government of Aceh to promulgate and enact its own regional regulation called Qanun Aceh. In relation to this, the Government of Aceh has recently enacted Qanun Aceh No. 11 Year 2018 regarding Sharia Financial Institutions. Through this Qanun, the Government of Aceh provides comprehensive regulations on the implementation of Sharia Principles for all Financial Institutions operating in Aceh. In essence, the enactment of this Qanun gives rise to the obligation for all Financial Institutions in Aceh to operate in accordance with the Sharia Principles. In regard to this, the implications on the enactment of this Qanun, as well as the legal consequences for Banks operating in Aceh in fulfilling such obligation will be analysed further. This research will use the normative legal research method with a descriptive analysis type of research, which uses data taken from the examinations of relevant documents and library materials, as well as the conduct of several interviews.  In essence, all Banks in Aceh shall be operating based on the Sharia Principles by January 4, 2022, or in other words, no Conventional-Based financial or banking activities shall be operating in Aceh after January 4, 2022. At the moment, there are still several Conventional-Based banking activities conducted by Conventional Banks in Aceh. Due to the obligation set forth in Qanun Aceh No. 11 Year 2018 regarding Sharia Financial Institutions, then those Banks need to adjust themselves with the applicable regulation. In this research, there are several suggestions that might be conducted by each types of Banking activities existing in Aceh in implementing the obligation set forth in Qanun Aceh No. 11 Year 2018 regarding Sharia Financial Institutions.
Keywords: Qanun Aceh, Sharia Bank, Conventional Bank, Sharia Principles, Banking Law"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>