Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195328 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akhmal Dzaky Baskara Gunawan
"Salah satu sektor yang paling banyak menghasilkan emisi adalah sektor transportasi sebanyak 23%. Pada abad ke-21. Kendaraan Bermotor listrik (KBL) mulai bermunculan di jalanan terutama yang menggunakan Lithium Ion Batteries (LIBs). KBL merupakan salah satu solusi dalam mengurangi polusi udara. KBL lebih unggul dibandingkan kendaraan yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya. Indonesia menyambut hal ini dengan membuat instrumen hukum untuk mendorong program percepatan KBL melalui Peraturan Presiden No. 55/2019 yang diubah dengan Peraturan Presiden No. 79/2023. Instrumen ini hadir sebagai suatu upaya untuk mendorong penggunaan KBL oleh masyarakat Indonesia dalam mengurangi polusi udara. Namun, inovasi terhadap mobil listrik yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca tidak lepas dari timbulnya suatu permasalahan baru. Permasalahan tersebut adalah potensi limbah baterai mobil listrik yang telah terpakai, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Atas hal tersebut, penulis meninjau permasalahan pengelolaan limbah baterai KBL melalui konsep tanggung jawab produsen. Konsep tanggung jawab produsen pertama kali diperkenalkan dalam UU No. 18/2008. Konsep tanggung jawab produsen atau biasa disebut Extended Producer Responsibility (EPR), merupakan konsep yang menitikberatkan tanggung jawab produsen dalam pengelolaan barang yang mereka produksi. Hal ini penting, karena baterai KBL masuk kedalam kategori limbah B3, yang membutuhkan penanganan khusus dalam pengelolaannya. Penelitian ini menggunakan metode penulisan yuridis-normatif, yaitu melihat kesesuaian kebijakan pengelolaan limbah B3 dengan berbagai bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Selain itu, penulis utamanya akan mengaitkan kebijakan tersebut dengan konsep pengelolaan limbah B3 terutama konsep EPR. Berdasarkan penelitian ini, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan pengelolaan limbah baterai KBL dengan peraturan yang sudah ada saat ini. Hal ini penting, agar konsep EPR yang masih dilakukan secara sukarela oleh produsen, dapat berjalan secara sirkular.

One of the sectors that produces the most emissions is the transportation sector, which accounts for 23%. In the 21st century. Electric Vehicles (Evs) began to appear on the streets, especially those using Lithium Ion Batteries (LIBs). They are one of the solutions in reducing air pollution. They are superior to vehicles that use fossil fuels as their energy source. Indonesia welcomed this by creating a legal instrument to encourage the acceleration of the KBL program through Presidential Regulation No. 55/2019 which was amended by Presidential Regulation No. 79/2023. This instrument is present as an effort to encourage the use of KBL by the Indonesian people in reducing air pollution. However, innovation in electric cars that aims to reduce greenhouse gas emissions cannot be separated from the emergence of a new problem. This problem is the potential waste of used electric car batteries, which can cause environmental pollution. For this reason, the author reviews the problem of KBL battery waste management through the concept of producer responsibility. The concept of producer responsibility was first introduced in Law No. 18/2008. The concept of producer responsibility or commonly called Extended Producer Responsibility (EPR), is a concept that emphasizes the responsibility of producers in the management of the goods they produce. This is important, because KBL batteries fall into the category of hazardous waste, which requires special handling in its management. This research uses a juridical-normative writing method, which looks at the suitability of B3 waste management policies with various primary, secondary, and tertiary legal materials. In addition, the author will mainly relate the policy to the concept of hazardous waste management, especially the concept of EPR. Based on this research, the government needs to improve the supervision of KBL battery waste management with the current regulations. This is important, so that the concept of EPR, which Is still carried out voluntarily by producers, can run circularly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Melyna Virlya
"Jumlah penduduk meningkat setiap tahun di Provinsi DKI Jakarta mengakibatkan jumlah pasien dan limbah medis meningkat. Limbah medis padat rumah sakit dikategorikan LB3 dalam Permenlhk No.P.56/2015. Permasalahan, masih ditemukan limbah medis dibuang ke lingkungan dapat menimbulkan dampak di lingkungan dan makhluk hidup. Tujuan penelitian adalah menganalisis jumlah dan jenis LB3 medis padat RSPI Sulianti Saroso, RSUD Pasar Rebo, RS Medistra dan RS Husada, kinerja pelaksanaan pengelolaan limbah dan interaksi pemangku kepentingan dalam pengelolaan limbah Provinsi DKI Jakarta. Metode analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui pengelolaan LB3 medis padat dan data sekunder perhitungan jumlah limbah, wawancara mendalam dan analisis ANT untuk mengetahui interaksi pemangku kepentingan dalam pengelolaan limbah di Provinsi DKI Jakarta. Hasil penelitian, setelah dilakukan pendataan pengelolaan Limbah B3 medis padat pada 4 RS, untuk RSPI Sulianti Saroso dan RS Husada masih diperlukan perbaikan kinerja dalam aspek non teknis pengelolaan yaitu pendataan dan pencatatan, pelaksanaan perizinan dan pelaksanaan ketentuan dalam izin. Kesimpulan, atas status kinerja 4 RS di Jakarta tersebut diperlukan upaya sosialisasi pemenuhan peraturan dan penyiapan peraturan yang spesifik bagi RS dalam aspek non teknis pengelolaan limbah oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta.

The population increases every year in DKI Jakarta Province resulting in an increase in the number of patients and medical waste. Hospital solid medical waste is categorized as Hazardous adn Toxic Waste in the Minister of Environment and Forestry Regulation No.P.56/2015. Problems, still found medical waste disposed of into the environment can cause impacts on the environment and living things. The purpose of the study was to analyze the amount and type of Solid Hazardous Medical Waste (SHMW) of Sulianti Saroso Infectious Disease Hospital (RSPI), Pasar Rebo Regional General Hospital (RSUD), Medistra Hospital and Husada Hospital, the performance of waste management implementation and stakeholder interaction in waste management of DKI Jakarta Province. Descriptive analysis method was used to determine the management of SHMW and secondary data of waste amount calculation, in-depth interviews, and ANT analysis to determine stakeholder interactions in waste management in DKI Jakarta Province. Research results, after collecting data on solid medical hazardous waste management in 4 hospitals, for RSPI Sulianti Saroso and Husada Hospital, performance improvement is still needed in non-technical aspects of management, namely data collection and recording, licensing implementation and implementation of permit provisions. Conclusion, the performance status of the 4 hospitals in Jakarta requires efforts to socialize the fulfillment of regulations and the preparation of specific regulations for hospitals in non-technical aspects of waste management by the DKI Jakarta Provincial Government."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cholisa Amalia Putri Rinjani
"Adanya peningkatan jumlah kendaraan bermotor akan mengakibatkan timbulan limbah B3 dari bengkel juga akan meningkat. Hal ini membahayakan apabila pihak pengelola bengkel tidak melakukan pengelolaan dengan baik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komposisi dan jumlah, mengobservasi pengelolaan, serta memberikan rekomendasi pengelolaan limbah B3 untuk bengkel diler mobil yang berada di Jakarta Selatan. Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel, observasi, dan wawancara di tiga bengkel diler mobil yang ada di Jakarta Selatan. Hasil yang ditemukan adalah jenis dan komposisi limbah B3 yang ditimbulkan PT. X adalah 53,64% oli bekas, 29,37% onderdil bekas, 13,79% botol oli bekas, 2,84% kain majun bekas, dan 0,37% serbuk gergaji; Bengkel PT. Y adalah 71,22% oli bekas, 20,94% kain majun bekas, dan 7,84% botol oli bekas; Bengkel PT. Z adalah 90,67% oli bekas, 4,55% botol oli bekas, 3,17% kain majun bekas, 1,14% onderdil bekas, 0,25% serbuk gergaji, dan 0,22% botol pelarut bekas. Pengelolaan yang dilakukan oleh ketiga bengkel belum sepenuhnya memenuhi syarat dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 6 Tahun 2021. Beberapa rekomendasi pengelolaan yang diberikan adalah penggantian wadah, penambahan simbol dan label B3, memperbaiki tempat penyimpanan, dan membuat laporan pengelolaan limbah B3.

The increase of car units is directly proportional to the hazardous and toxic wastes generated from car repair shops. This will endanger the environment and health if the wastes are not effectively managed. This research aims to identify the types and compositions, observe existing management, and recommend the proper management of hazardous wastes generated from the repair shops. The methods used are sampling, observing, and interviewing three car dealership repair shops located in Jakarta Selatan. The result shows that in Bengkel PT. X, the composition consists of 53,64%  used oil, 29,37% used spare parts, 13,79% used oil bottles, 2,84% used rags, and 0,37% sawdust; PT. Y consists of 71,22% used oil, 20,94% used rags, and 7,84% used oil bottles; PT. Z consists of 90,67% used oil, 4,55% used oil bottles, 3,17% used rags, 1,14% used spare parts, 0,25% sawdust, and 0,22% used solvent bottles. The hazardous waste management done by each repair shop is still not fully in accordance with Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 6 Tahun 2021. Some recommendations for these repair shops are to change the waste containers, add hazardous waste symbol and label, fix the storage room according to existing regulation, and write biannual waste management report."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziati Ridha Khairi
"Sampah merupakan masalah bagi setiap negara, termasuk Indonesia. Sampah plastik adalah tumpukan sampah terbesar kedua dengan persentase 15,07% setelah sampah makanan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan pada tahun 2021 total timbunan sampah nasional mencapai 24.516.771,89 ton/tahun. Pengelolaan sampah plastik merupakan bagian dari tanggung jawab produsen (Extended Producer Responsibility/EPR). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar produsen dan memberikan estimasi tarif yang dibebankan kepada produsen untuk tanggung jawab yang diperluas dalam pengelolaan sampah plastik. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan survei kuesioner yang diberikan kepada pakar, pemerintah, produsen, dan konsumen. Metode Partial Least Square (SEM-PLS) digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar. Hasil penelitian menunjukkan faktor yang mempengaruhi kesediaan produsen untuk membayar tanggung jawab dalam pengelolaan sampah secara signifikan yaitu intensi untuk melakukannya (INT), perilaku pro-lingkungan (PEB), kesadaran lingkungan (EA), efektivitas tarif (ET), kepercayaan politik perusahaan terhadap pemerintah (PC), dukungan terhadap kebijakan pemerintah (SG), dan utilitas dari tarif plastik (UPT). Kesediaan membayar produsen untuk tanggung jawab dalam pengelolaan sampah plastik berdasarkan jenis plastik PET didominasi dengan tarif Rp3.500 - Rp65.000, tarif PVC Rp20.000-Rp45.000, tarif PP, HDPE, LDPE, PS, dan OTHER didominasi tarif Rp10.000 - Rp65.000. Berdasarkan produksi/tahun produsen bersedia membayar untuk produksi 10 ton/tahun, 10 – 50 ton/tahun didominasi dengan tarif Rp3.500 - Rp65.000 dan mencapai 50 ton dengan tarif lebih besar dari Rp65.000.

Garbage is a problem for every country, including Indonesia. Plastic waste is the second largest pile of waste with a percentage of 15.07% after food waste. The Ministry of Environment and Forestry stated that in 2021 the total national waste stockpile will reach 24,516,771.89 tons/year. Plastic waste management is part of the producer's responsibility (Extended Producer Responsibility (EPR). The purpose of this study are to determine the factors that influence producers' willingness to pay and provide an estimate of the tariffs charged to producers for extended responsibilities in the management of plastic waste. Data was collected using a questionnaire survey given to experts, government, producers, and consumers. Partial Least Square (SEM-PLS) method is used to determine the factors that influence the willingness to pay. The results of the study indicate that the factors that significantly affect the willingness of producers to pay responsibility for waste management are the intention (INT), pro-environmental behavior (PEB), environmental awareness (EA), effectiveness of tariff (ET), the company's political trust in the government ( PC), support for government policies (SG), and the utilization of plastic tariffs (UPT). Willingness to pay producers for the responsibility for plastic waste management based on the type of PET plastic is dominated by a tariff of IDR3,500 - IDR65,000, PVC tariff of IDR20,000 - IDR45,000, the tariff for PP, HDPE, LDPE, PS, and OTHER is dominated by a tariff of IDR10,000-IDR65,000. Based on production/year, producers are willing to pay for production of 10 tons/year, 10 – 50 tons/year are dominated by tariffs of IDR3,500 - IDR65,000 and reach 50 tons with tariffs greater than IDR65,000"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifaldi Luthfi
"Seiring dengan meningkatnya jumlah masyarakat yang menggunakan kendaraan roda dua dimana menurut informasi dari Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Selatan bahwa Tahun 2018 jumlah kendaraan bermotor di Kota Jakarta Selatan berjumlah 8.136.410 motor dan hal ini terus bertambah hingga tahun 2020. Dengan perawatan yang dilakukan pengendara motor, akan menghasilkan jumlah limbah yang tinggi khususnya untuk jenis limbah B3. Oleh karena itu, maka perlu adanya penelitian yang berkaitan dengan pengelolaan limbah B3 pada aspek mengetahui komposisi, timbulan, evaluasi alur pengelolaan limbah B3 dari kegiatannya, pengetahuan pihak bengkel terkait pengelolaan limbah B3, serta memberikan rekomendasi dari hasil evaluasi dan pengamatan. Metode yang dilakukan adalah memberikan wawancara dan pengamatan secara langsung ke bengkel non resmi dan untuk pengambilan sampel dilakukan berdasarkan SNI 8529 : 2018 untuk pengambilan sampel, SNI 19 – 3964 – 1994 yakni metode pengukuran timbulan dan komposisi sampah perkotaan serta cara penilaian berdasarkan literatur. Jumlah komposisi limbah B3 yang dihasilkan dari tiga bengkel X, Y, dan Z yang paling banyak adalah pada oli bekas yaitu 48%, 49%, dan 73%, sedangkan timbulan tiga bengkel X, Y, dan Z yang dihasilkan rata – rata sejumlah 0,81 kg/motor, 0,83 kg/motor, dan 0,54 kg/motor. Secara keseluruhan, pengelolaan limbah B3 untuk ketiga bengkel ini tergolong buruk dari hasil penilaian. Adanya rekomendasi terkait alur pengelolaan yang belum sesuai dari berbagai jenis limbah B3 yang dihasilkan.

According to Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Selatan, the number of motorcycles in Jakarta has increased to 8.136.410 motors in 2018 and keep increasing until 2020. This affects the waste generation from the maintenance and repairs of motorcycle users, especially the hazardous and toxic waste. Therefore, this research aims to identify the activities that generate hazardous and toxic waste, analyze the existing hazardous and toxic waste management and its facilities, analyze composition and amount of hazardous and toxic waste generated, and give recommendations according to existing regulations. The method used in this research is interview and direct observation. Sampling is done according to SNI 85:2018, while the measurement of waste generation and its composition is done according to SNI 19-3964-1994. The result shows that used engine oil takes up the most part of hazardous and toxic generation in each repair shop, which are 48% for repair shop X, 49% of repair shop Y, and 73% for repair shop Z. The average hazardous and toxic waste generated from repair shop X is 0,81 kg/motor, Y is 0,83 kg/motor, and Z is 0,54 kg/motor. Overall, the hazardous and toxic waste management classified as bad from the result of the assessment. The recommendations for these repair shops are for container, storage, and transportaion aspects.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Kamila Chairunisa
"Penyerapan energi surya melalui pemasangan modul surya merupakan salah satu target transisi energi yang saat ini dikerahkan oleh pemerintah Indonesia. Sejak ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional pada tahun 2017, penyerapan energi surya pada skala komersial dan non komersial mulai berkembang. Sayangnya, ambisi pemerintah tersebut belum sepenuhnya mempertimbangkan potensi limbah modul surya yang rusak atau habis masa pakainya yang muncul saat ini dan masa depan. Maka dari itu, dibutuhkan pengaturan pengelolaan limbah modul surya yang tepat. Extended producer responsibility merupakan salah satu prinsip yang dapat diterapkan dalam instrumen pengelolaan limbah modul surya. Beberapa negara yang telah mengadopsi konsep ini adalah negara anggota Uni Eropa, salah satunya Jerman dan negara bagian Amerika Serikat seperti Washington, California, dan New York. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Tulisan ini berupaya untuk meninjau prospek penerapan instrumen extended producer responsibility pada pengelolaan limbah modul surya di Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah extended producer responsibility merupakan prinsip lingkungan yang dapat diterapkan dalam instrumen untuk mengelola limbah modul surya di Indonesia. Saat ini pengelolaan limbah modul surya merujuk pada peraturan pengelolaan limbah B3 bagi modul surya bersumber dari PLTS bersifat komersial dan pengaturan pengelolaan sampah spesifik bagi modul surya bersumber dari PLTS bersifat non komersial. Walaupun telah diatur, ketentuan tanggung jawab produsen masih minim ditemukan, khususnya pada skema pengelolaan limbah B3. Penerapan extended producer responsibility dapat diterapkan dengan menetapkan ketentuan tanggung jawab pengumpulan kembali modul surya, pendauran ulang, pembiayaan, pelabelan, dan pelaporan oleh produsen.

Solar energy uptake through the installation of solar modules is one of the energy transition targets currently being put forward by the Indonesian government. Since its enactment in the National Energy Policy in 2017, the uptake of solar energy at commercial and non-commercial scales has begun to grow. Despite the government's ambition to implement the policy, however, it has not completely considered the potential waste of end-of-life solar modules that arise now and in the future. Hence, an appropriate solar module waste management regulation is needed. Extended producer responsibility is one of the principles that can be applied in solar module waste instrument. Some countries that have adopted this concept are European Union member states, one of which is Germany and some state countries of United States such as Washington, California, and New York. This research uses doctrinal method. This research aims to review the prospect of applying extended producer responsibility instruments to the management of solar module waste in Indonesia. The result of this research is that extended producer responsibility is a principle that can be applied in an instrument to manage solar module waste in Indonesia. Currently, solar module waste management refers to hazardous waste management regulations for solar modules sourced from commercial solar power plants and specific waste management regulations for solar modules sourced from non-commercial solar power plants. Although regulated, the provisions of producer responsibility are still lacking, especially in the hazardous waste management scheme. The implementation of extended producer responsibility can be implemented by regulating the provisions of responsibility for solar module take-back, recycling, financing, labeling, and reporting by producers. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Febraldo
"Kendaraan listrik memerlukan energi listrik untuk beroperasi yang disimpan didalam baterai. Kendaraan listrik menghasilkan panas pada baterai yang digunakan. Panas baterai yang berlebih dapat mengurangi masa pakai dan menyebabkan terjadinya ledakan. Penggunaan pipa kalor sebagai sistem pendingin memiliki potensi menjadi solusi masalah panas berlebih pada kendaraan listrik. Tujuan penelitian adalah menyusun konsep keberlanjutan penerapan pipa kalor pada baterai kendaraan listrik. Pengujian dilakukan dengan membangun prototipe, analisis ekonomi melalui cost comparison serta analisis persepsi sosial melalui kuisioner. Hasil menunjukkan penggunaan pipa kalor mampu menjaga temperatur baterai dibawah 40 °C. Penggunaan pipa kalor dalam jangka panjang dapat memberikan keuntungan dan teknologi ini diterima secara sosial oleh peneliti dan para ahli. Saran untuk penelitian adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penerapan pipa kalor pada baterai, perlu adanya pengembangan kebijakan terkait lokasi pembuangan, mekanisme pengelolaan dan penyuluhan kepada masyarakat.

The increase in the use of electric vehicles is increasing over time. Electric vehicles require electrical energy to operate which is stored in the battery. Electric vehicles generate heat in the batteries used. Excessive battery heat can reduce its life and cause an explosion. The use of heat pipes as a cooling system has the potential to be a solution to the problem of overheating in electric vehicles. The aim of the research is to develop the concept of sustainability applying heat pipes to electric vehicle batteries. Testing is done by building prototypes, economic analysis through cost comparison and analysis of social perceptions through questionnaires. The results show that the use of heat pipes is able to maintain the battery temperature below 40 °C. The use of heat pipes in the long term can provide benefits and this technology is socially accepted by researchers and experts. Suggestions for research are that further research is needed regarding the application of heat pipes to batteries, it is necessary to develop policies related to disposal locations, management mechanisms and outreach to the community."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Thareq Ramadhan
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas kemungkinan penerapan sistem take-back di
Indonesia dengan membandingkan regulasi dan tata cara pelaksanaan takeback
sistem di Jepang. Indonesia saat ini belum memiliki definisi dan tatanan
cara mantap tentang sampah elektronik, sehingga berdampak pada ketidakjelasan
pembagian peran pemerintah, pelaku usaha dan warga negara dalam regulasi
hukum yang mengatur pengelolaan limbah elektronik. Skripsi ini bersifat deskriptif dan ditulis untuk memberikan gambaran umum kepada pembaca mengenai penerapan sistem take-back yang baik mengacu pada regulasi di Jepang.
Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu bahan hukum primer berupa
undang-undang; bahan hukum sekunder berupa rancangan undang-undang,
laporan penelitian dan buku; dan bahan hukum tersier berupa sumber data
data primer, sekunder, dan referensi di bidang non-hukum. Diperlukan sistem pengembalian diterapkan guna menambah daya tampung sampah elektronik sehingga volumenya produksi limbah dan pencemaran lingkungan akibat limbah non elektronik daur ulang di Indonesia bisa diselesaikan. Untuk mencapai aplikasi ini, Indonesia harus siap dengan sistem regulasi yang stabil dan saling melengkapi.
ABSTRACT
This thesis discusses the possibility of implementing a take-back system in
Indonesia by comparing the regulations and procedures for implementing takeback system in Japan. Indonesia currently has no definition and structure
steady way about e-waste, resulting in obscurity division of the roles of government, business actors and citizens in regulation laws governing electronic waste management. This thesis is descriptive in nature and was written to provide an overview to the reader regarding the application of a good take-back system referring to regulations in Japan. The data used are secondary data, namely primary legal materials in the form of Constitution; secondary legal materials in the form of draft laws, research reports and books; and tertiary legal materials in the form of data sources primary, secondary, and reference data in non-legal fields. It is necessary to implement a return system to increase the capacity of electronic waste so that the volume of waste production and environmental pollution due to recycled non-electronic waste in Indonesia can be resolved. To achieve this application, Indonesia must be ready with a stable and complementary regulatory system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisa Shafira
"Laboratorium perguruan tinggi menghasilkan limbah padat bahan berbahaya dan beracun (B3) yang terus meningkat setiap waktu dan berpotensi melebihi kapasitas penampungan eksistingnya sehingga membutuhkan pendekatan sistem dinamis untuk menekan jumlah limbah di masa mendatang. Penelitian ini bertempat di Laboratorium FTUI dengan menggunakan data sekunder pencatatan timbulan limbah padat B3 selama tahun 2022. Data yang diperoleh dianalisis dan salah satu limbah yang paling berpengaruh terhadap timbulan secara keseluruhan diproyeksikan dengan software Vensim selama 5 (lima) tahun mendatang. Diusulkan 3 (tiga) skenario untuk menekan timbulan limbah, yaitu upaya yang melibatkan pengolahan, pemanfaatan, dan pengangkutan. Ditemukan bahwa departemen laboratorium penghasil limbah padat B3 terbanyak adalah Laboratorium DTSL (39,02%) dan Laboratorium DTK (29,74%). Limbah jenis sarung tangan, masker, dan tisu adalah limbah yang mendominasi sebesar 40,73% terhadap timbulan limbah padat B3 secara keseluruhan di Laboratorium FTUI tahun 2022. Hasil simulasi jumlah limbah jenis tersebut pada 2027 adalah sebesar 3.017,24 kg dari jumlah eksistingnya pada 2022 sebesar 105 kg di Laboratorium FTUI. Berdasarkan hasil simulasi ketiga skenario yang diusulkan, alternatif strategi terbaik untuk pengelolaan limbah padat B3 di Laboratorium FTUI adalah skenario peningkatan frekuensi pengangkutan karena dapat menekan jumlah timbulan limbah secara efektif dengan membutuhkan biaya yang relatif rendah.

The university laboratory faces an increasing generation of hazardous and toxic solid waste over time, which may surpass its current storage capacity. To address this issue, a system dynamics approach is employed to identify alternative waste management strategies for reducing future waste volume. This study focuses on the FTUI Laboratory and utilizes secondary data from 2022 to analyze waste generation patterns. Vensim software is used to project the impact of one of the major waste types on overall waste generation over the next five years. Three scenarios are proposed, involving treatment, utilization, and transportation measures, to mitigate waste generation. The findings highlight the DTSL Laboratory (39.02%) and the DTK Laboratory (29.74%) as the primary contributors to hazardous and toxic solid waste generation. Notably, waste items like gloves, masks, and tissues dominate the waste stream, accounting for 40.73% of the total waste generated at the FTUI Laboratory in 2022. Simulation results indicate that the quantity of these waste types will increase to 3,017.24 kg by 2027, compared to the current level of 105 kg in 2022. Among the proposed scenarios, increasing transportation frequency emerges as the most effective and cost-efficient waste management strategy for the FTUI Laboratory, enabling substantial waste reduction."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jesica Deviana
"Pertumbuhan sektor industri tekstil memunculkan fenomena pencemaran limbah tekstil yang dikualifikasi sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun limbah B3. Kondisi nyata pencemaran limbah tekstil terjadi di Jawa Barat, khususnya DAS Citarum beserta anak sungainya. Hingga saat ini masih banyak perusahaan tekstil yang belum melaksanakan kewajiban pengelolaan limbah B3. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum yuridis normatif. Permasalahan yang diteliti antara lain mengenai pengaturan tanggung jawab perusahaan tekstil dalam pengelolaan limbah B3 menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia, sistem pengelolaan limbah B3 di PT. Kahatex II dalam mencegah pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, serta kebutuhan pengaturan ke depan terkait pengelolaan limbah B3 cair yang dibuang ke sumber air.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa suatu perusahaan tektil bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban dan tidak melakukan larangan yang diatur dalam izin pengelolaan limbah B3 maupun peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan limbah B3. Selanjutnya PT. Kahatex II sebagai penanggungjawab usaha dan/kegiatan telah memenuhi tanggung jawab pengelolaan limbah B3 yang dibebankan terhadapnya. Kemudian terdapat kebutuhan pengaturan ke depan terkait pengelolaan limbah B3 cair perusahaan tekstil seperti pengaturan lebih lanjut mengenai kewajiban pengurangan limbah B3 dan sanksinya, standar kepekatan warna atau kekeruhan air limbah, penetapan baku mutu air sungai serta daya tampung beban pencemaran sumber air.

The growth of companies in textile industry raises the phenomenon of environmental pollution by textile waste pollution that is qualified as waste of hazardous and toxic materials waste of B3. The actual condition of environmental pollution by textile waste happened in Citarum River Basin and Citarum tributaries. Until now some of textile companies still throw out textile waste to the river without processing on installation of waste water treatment. The research method of this thesis is normative and juridical research. This thesis will examining the regulation in Indonesia about liability of textile industry in waste management of hazardous and toxic materials, the waste management system in PT. Kahatex II and future regulation that related to waste management of liquid hazardous and toxic materials.
This research concludes that a textile company has some responsibility to fulfill its obligations on secure license from the authority and any regulation that related to waste management of hazardous and toxic materials. Furthermore, PT. Kahatex II has fulfilled the responsibilities on waste management of hazardous and toxic materials. Through this research, Indonesia need develop the regulations for the waste management of liquid waste from textile company such as regulation about penalty for disobeying the obligation to reduction waste of B3, color standard of water waste from textile company, quality standard of water and carrying capability of the river."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>