Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135675 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alyssa Nadira Putri
"Skripsi ini membahas tentang tanggung jawab pengangkut angkutan udara terhadap konsumen penerbangan dan pihak ketiga terkait dengan pembentukan konsorsium asuransi penerbangan. Peraturan nasional terkait dengan hukum penerbangan hanya ada beberapa dan lemah. Kemudian, peraturan tersebut sering menyebabkan salah interpretasi dan pengertian, khususnya peraturan terkait dengan perlindungan hak konsumen penerbangan dan pihak ketiga. Oleh karena itu, diterbitkannya peraturan menteri perhubungan nomor 77 tahun 2011 tentang tanggung jawab pengangkut angkutan udara. Peraturan ini mewajibkan perusahaan asuransi untuk mengasuransikan tanggung jawab pengangkut dalam bentuk konsorsium. Namun, adanya perubahan peraturan tersebut yang menjadi peraturan menteri nomor 92 tahun 2011 yang tidak mewajibkan pengangkut dalam bentuk konsorsium. Walaupun, peraturan tersebut sudah diubah, pembentukan konsorsium asuransi penerbangan tetap berjalan dalam rangka mengikuti mandat yang dicantumkan dalam peraturan menteri nomor 77 tahun 2011 dan mendukung asuransi penerbangan tentang tanggung jawab pengangkut angkutan udara untuk mengatasi klaim asuransi. Setelah analisis mengenai tanggung jawab pengangkut angkutan udara berdasarkan peraturan penerbangan nasional dan perbandingan antara keuntungan dan kekurangan memiliki konsorsium dan tidak memiliki konsorsium, maka dapat disimpulkan bahwa asuransi dengan konsorsium lebih tepat untuk mengasuransikan risiko dari tanggung jawab pengangkut angkutan udara.

This thesis discusses the air carrier liability towards air transportation consumer and third party related to aviation insurance consortium establishment. As it can be seen, there are few national regulations related to aviation law that make misinterpretation of understanding the law. Hence a weak regulation, then there is weak coverage for air transportation consumer. Therefore, there is an issuance of Minister of Transport Regulation number 77 year 2011 about Air Carrier Liability. This regulation obliged the insurance company who insured the liability must be in consortium form. However, there is alteration of this regulation into Minister of Transport Regulation number 92 year 2011 that is not obliged the insurance company in consortium form. Even though the regulation of air carrier liability has been ratified, the form of insurance consortium is in process in order to do a mandate from ministry regulation no 77 year 2011 also support aviation insurance for air carrier liability company to cope the insurance claim. After the analysis of the liability of air carrier based on aviation national laws and comparison between advantage and disadvantage of having consortium against not having consortium, it can be conclude that the one with consortium is more appropriate in covering the liability risk of the carrier.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S57883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio
"ABSTRAK
UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mewajibkan setiap penyedia
jasa angkutan udara untuk menyediakan asuransi dalam bentuk Asuransi Jasa
Raharja. Di samping menerapkan Asuransi Jasa Raharja, Lion Air menyediakan
sistem pertanggungan yang disebut Asuransi Perjalanan Lion Air. Dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian ini mengkaji status Asuransi
Perjalanan Lion Air merujuk pada Asuransi Jasa Raharja sebagai asuransi wajib,
pemenuhan hak-hak konsumen pengguna jasa, serta perlindungan terhadap
konsumen yang tidak membayar Asuransi Perjalanan Lion Air. Pengumpulan data
melalui kuesioner menunjukkan sebagian besar responden tidak mengetahui
adanya Asuransi Jasa Raharja dalam jasa penerbangan dan tidak membaca
keterangan lebih lanjut mengenai Asuransi Perjalanan Lion Air sebelum
melakukan transaksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Asuransi Perjalanan
Lion Air merupakan asuransi tambahan; hak atas informasi serta hak untuk
mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen tidak dipenuhi; serta tersedianya
pertanggungjawaban dari pihak penyedia jasa penerbangan dan Jasa Raharga bagi
konsumen yang tidak membayar Asuransi Perjalanan Lion Air. Dengan demikian,
disarankan agar penyedia jasa pengangkutan memberikan informasi yang jelas
dan tidak rumit, di sisi lain mendorong konsumen memperlengkapi diri akan
informasi mengenai jasa yang ditawarkan.

Abstract
Law No. 1 Year 2009 on Aviation stipulated that carriers shall be obligated
to insure their liabilities towards passengers in the form of Jasa Raharja Insurance.
Aside from providing Jasa Raharja Insurance, Lion Air provides Lion Air Travel
Insurance. Based on qualitative research method, this study examines the status of
Lion Air Travel Insurance related to Jasa Raharja Insurance; the fulfillment of
consumer rights as well as the protection of consumers who do not pay for Lion
Air Travel Insurance. The questionnaires showed that most of the respondents
were not aware of the existence of Jasa Raharja Insurance in aviation service and
did not read further details about Lion Air Travel Insurance before transaction.
The study showed that Lion Air Travel Insurance is an additional insurance;
consumer?s rights on information and education are not fulfilled; and the vested
liability on Jasa Raharja along with the carrier to provide insuance for consumer
who does not pay for Lion Air Travel Insurance. Therefore, carrier should give a
clear information for the consumers. On the other hand, consumers are
encouraged to equip themselves with the information on the services offered.
"
2012
S42452
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Regina
"Angkutan udara yang mempunyai karakteristik bertekhnologi tinggi dan memerlukan tingkat keselamatan tinggi, perlu lebih dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung wilayah baik nasional maupun internasional, sebagai penunjang, pendorong dan penggerak pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Banyaknya masyarakat yang menggunakan jasa transportasi udara, ditandai dengan meningkatnya jumlah arus pengguna jasa angkutan udara di berbagai kota di wilayah Indonesia. Dalam penyelenggaraan penerbangan ternyata banyak hak-hak penumpang yang tidak dipenuhi sebagai mana mestinya. Sehubungan dengan itu diperlukan adanya pengaturan-pengaturan secara hukum untuk menentukan tanggung jawab perusahaan penerbangan sehingga kepentingan penumpang terlindungi. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan PT Pelita Air Service sebagai pengangkut untuk kerugian yang timbul terhadap penumpang dan bagasi dalam pengangkutan udara dengan charter pesawat udara, serta apakah peraturan perundang-undangan saat ini sudah cukup untuk menjawab permasalahan apabila terjadi kerugian yang diderita oleh pengguna jasa angkutan udara. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi udara niaga tidak berjadwal.Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa dalam tatanan hukum positif di Indonesia terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi penumpang transportasi udara, yaitu antara lain : Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) 1939, Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan Hukum yang diberikan dan paling banyak dibahas dalam Undang-Undang No 1 Tahun 2009 adalah tentang keselamatan baik untuk perusahaan penerbangan, awak pesawat, penumpang dan bagasi. Selain itu peraturan perundang-undangan juga menentukan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penumpang yang mengalami kerugian, yaitu upaya hukum melalui jalur pengadilan dan upaya hukum di luar pengadilan.

Air transportation has high technology and high safety requirement as its characteristic. In regards to this benefit, air transportation should have been developed for its potential and its role in connecting the national and international area in enhancing the national development for the prosperity of the people. The number of society that is using air transportation has been increased which indicated by the higher number of airline passenger across Indonesia. In its practice, many of passenger rights are not fulfilled as it should be. Given to this circumstance, it is necessary to establish regulation which defines the legal liability of air transportation companies for the protection of passenger rights. The objective of this study is to explore the legal liability of PT Pelita Air Service as an air transportation company concerning to the damages or losses of the passenger and baggage in the air transportation which are using chartered aircraft, and to review the sufficiency of the current regulatory law in protecting air transportation customer. This study is a normative legal study which performed by research of regulation and law that related to the legal protection for non-scheduled air transport passenger. This study revealed that in the positive legal order in Indonesia there are some regulations which related to the legal protection for air transportation passengers such as Air Transport Act Year 1939, Law No. 1 Year 2009 on Aviation and Law No. 8 Year 1999 concerning on Consumer Protection. The legal protection which defined in Law No. 1 Year 2009 is mostly regarding the safety of airline, air crew, passenger and baggage. In addition, this law has regulated the legal action for passenger who is suffering for any losses for an in court or out court settlement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28764
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fardy Laksana Bambang Tutuka
"Industri penerbangan komersial merupakan salah satu moda jasa angkutan yang ideal dalam mobilisasi masyarakat Indonesia sebagai negara kepulauan. Secara yuridis, pelaksanaan jasa angkutan udara niaga merupakan ruang lingkup perjanjian pengangkutan. Hal ini melahirkan perikatan antara penumpang dengan maskapai udara, yang dalam peraturan penerbangan dikonkretisasi melalui tiket. Dalam perjalanannya, sengketa antara penumpang seperti kecelakaan pesawat, kerugian bagasi, dan keterlambatan penerbangan silih berganti mewarnai industri penerbangan komersial Indonesia. Teori tanggung jawab pelaku usaha atas kesalahan, atas wanprestasi, dan atas kemutlakan, dapat diterapkan dalam upaya pelindungan konsumen penerbangan. Hukum Indonesia telah menstandardisasi kewajiban kompensasi dan ganti rugi terhadap faktor di luar dasar pelepas tanggung jawab. Walaupun demikian, hukum penerbangan mengakomodasi hak gugatan yang tidak terbatas standardisasi kompensasi dan ganti rugi baik secara materiil dan imateriil. Sebaliknya, hukum penerbangan memberikan pembatasan tanggung jawab bagi maskapai udara atas pembatalan penerbangan atas keadaan kahar (alam maupun sosial). Oleh karena itu, inti gugatan yang diajukan berkaitan ada atau tidaknya kesalahan. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan terhadap pelaksanaan hak penumpang terdampak pembatalan, prinsip tanggung jawab maskapai terhadap kerugian penerbangan, dan dasar pelepas tanggung jawab terhadap keadaan kahar. Tinjauan teoretis kerugian perdata dalam UU Perlindungan Konsumen dan hukum penerbangan dikaitkan tinjauan praktis putusan gugatan kerugian dalam analisis Putusan No 176/PDT.G/2019/PN PTK yang dikuatkan Putusan No 80/PDT/2020/PT PTK. Pada akhirnya, penelitian ini mencapai penemuan bahwa pengecualian keadaan (alam/cuaca maupun sosial/teknis) merupakan dasar pertimbangan hakim dalam membenarkan maskapai udara dari kesalahan. Oleh karena itu, regulasi lebih detail diperlukan dalam mengatur faktor maskapai yang merupakan keadaan kahar sejauh diverifikasi jabatan badan yang berwenang. Selain itu, perjanjian penanggungan (asuransi penerbangan) dapat pula disepakati dalam mengatur nilai kerugian. Hal ini dapat memberikan keseimbangan upaya pelindungan kerugian penumpang dan kelangsungan usaha pelaku usaha.

The commercial aviation industry is one of the ideal modes of transportation services in mobilising societies, moreover in Indonesia, as an archipelagic country. Legally speaking, the commercial air transportation services is within the scope of the carriage agreement. This creates a binding agreement between passengers and airlines, which is concretised through a ticket. Nevertheless, passengers’ disputes, such as aircraft accident, baggage damages, and flight cancellation ripen after another on Indonesian commercial aviation industry. As a service industry, the producer’s liability such as negligence liability, contractual liability, and strict liability shall be applicable, for the consumer protection realization. With the adoption to the EU 261/2004 regulations, Indonesian provision has standardised the passengers’ damages and compensations to be compiled on top of the legal justification. However, aviation law also urges the passengers’ right on pledging damages in the extent of the aforementioned limitation. On the other hand, aviation law limits liability for air carriers for flight cancellations due to force majeure (both natural and social). Therefore, the negligence proof is required in claiming the material and immaterial damages through the torts. This research focuses on passenger’s right implementation, airline’s liability, and the particular flight’s extraordinary events exemption. The theoretical overview of civil damages sue under Consumer Protection Act is analysed on the practical overview on similar cases of flight cancellation indicments, to anaylse the verdict of Court Decission No 176/PDT.G/2019/PN PTK and No 80/PDT/2020/PT PTK (in appeal procedure). Eventuallys, there is an urgency in the regulation amendment that recognises aircraft issue as the liability with the verification of the official authority. Plus, airline might offer the aviation insurance to valuate its liability. Therefore, these two advices provide the equal protection to passengers’ losses and airlines’ business sustainability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Intan Permata Sari Palayukan
"Pengangkutan barang dalam kegiatan logistik pada umumnya menggunakan lebih dari satu moda angkutan, oleh karena itu angkutan multimoda merupakan bagian penting dari sistem logistik. Pengangkutan barang dengan menggunakan paling sedikit dua moda angkutan yang berbeda atas dasar satu kontrak sebagai dokumen
angkutan multimoda. Pihak (pengangkut) yang bertanggung jawab pada angkutan multimoda atas kerugian yang muncul akibat adanya kerusakan, kehilangan dan keterlambatan dalam pengiriman barang, diberlakukan tanggung jawab tunggal atau tanggung jawab yang berlaku bagi setiap moda angkutan. Dengan meninjau pula pengangkut dalam penyelenggaraan dan pengusahaan pengangkutan multimoda. Penelitian yang dilakukan merupakan bentuk penelitian jenis yuridisnormatif, bertujuan untuk menelaah norma hukum tertulis dari suatu peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan angkutan multimoda. Bahwa semua moda pengangkutan yaitu angkutan darat, laut dan udara telah mengatur mengenai keikutsertaannya dalam angkutan multimoda. Badan usaha angkutan multimoda bertanggung jawab terhadap barang yang diangkutnya setelah badan usaha angkutan multimoda menerima barang muatan dalam rangka menjalankan perintah pengguna jasa angkutan multimoda sesuai dengan ketentuan perjanjian dalam dokumen angkutan multimoda.
Transportation of goods in logistics activities generally uses more than one mode of transportation, therefore multimodal transportation is an important part of the logistics system. Carriage of goods using at least two different modes of transport on the basis of one contract as a document multimodal transport. The party (carrier) who is responsible for multimodal transportation for losses that arise due to damage, loss and delay in the delivery of goods, is subject to sole responsibility or liability that applies to each mode of transportation. By also reviewing the carrier in the operation and operation of multimodal transportation. This research is a form of juridical-normative research, which aims to examine the written legal norms of a statutory regulation related to multimodal transportation. That all modes of transportation, namely land, sea and air transportation, have regulated their participation in multimodal transportation. The multimodal transport business entity is responsible for the goods it transports after the multimodal transport business entity receives the cargo in order to carry out the orders of the multimodal transport service user in accordance with the provisions of the agreement in the multimodal transport document."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Permata Sari Palayukan
"Pengangkutan barang dalam kegiatan logistik pada umumnya menggunakan lebih dari satu moda angkutan, oleh karena itu angkutan multimoda merupakan bagian
penting dari sistem logistik. Pengangkutan barang dengan menggunakan paling sedikit dua moda angkutan yang berbeda atas dasar satu kontrak sebagai dokumen angkutan multimoda. Pihak (pengangkut) yang bertanggung jawab pada angkutan multimoda atas kerugian yang muncul akibat adanya kerusakan, kehilangan dan keterlambatan dalam pengiriman barang, diberlakukan tanggung jawab tunggal atau tanggung jawab yang berlaku bagi setiap moda angkutan. Dengan meninjau pula pengangkut dalam penyelenggaraan dan pengusahaan pengangkutan
multimoda. Penelitian yang dilakukan merupakan bentuk penelitian jenis yuridisnormatif,
bertujuan untuk menelaah norma hukum tertulis dari suatu peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan angkutan multimoda. Bahwa semua moda pengangkutan yaitu angkutan darat, laut dan udara telah mengatur mengenai keikutsertaannya dalam angkutan multimoda. Badan usaha angkutan multimoda
bertanggung jawab terhadap barang yang diangkutnya setelah badan usaha angkutan multimoda menerima barang muatan dalam rangka menjalankan perintah
pengguna jasa angkutan multimoda sesuai dengan ketentuan perjanjian dalam dokumen angkutan multimoda.

The transportation of goods in logistics activities generally uses more than one
mode of transportation, therefore multimodal transportation is an important part of the logistics system. Transporting goods using at least two different modes of transportation on the basis of one contract as a multimodal transport document.
Carrier is liable for multimodal transportation for losses arising from damage, loss and delay in the delivery of goods, is it a sole responsibility or liability that applies to each mode of transportation. By also reviewing the carrier in the operation of multimodal transportation. The research conducted is a form of juridical-normative
research, aimed at examining the written legal norms of a statutory regulation related to multimodal transportation. Whereas all modes of transportation, namely land, sea and air transportation, have regulated the participation in multimodal transportation. The Multimodal Transport Operator is responsible for the goods it transports after it has received the cargo in order to carry out the order of the users of multimodal transport services in accordance with the provisions of the
agreement in the multimodal transport document.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surbakti, Samuel
"[Penelitian ini membahas mengenai prinsip tanggung jawab hukum maskapai
penerbangan dalam melakukan pengangkutan udara yang dikenal oleh masyarakat
internasional seperti yang diatur dalam Konvensi Warsawa, Konvensi Chicago,
Konvensi Roma, dan Konvensi Montreal. Pengaturan mengenai prinsip tanggung
jawab hukum dalam pemberian ganti kerugian kepada pihak penumpang dan/atau
pihak ketiga yang dikenal dalam konvensi tersebut akan dibandingkan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan di Indonesia. Skripsi yang
dibuat dengan metode yuridis normatif ini menganalisis mengenai perbandingan
pengaturan tanggung jawab maskapai penerbangan kepada pihak penumpang., This thesis discusses the legal liability concept of airlines in air transportation
known by the international community as set forth in the Warsaw Convention,
Chicago Convention, Rome Convention and Montreal Convention. Arrangements
regarding the legal liability concept in awarding damages to the passenger and/or
the third parties are known in the conventions will be compared to Indonesia
Aviation Law, which is Law No. 1 of 2009 about Aviation in Indonesia. This
thesis is made by the method of juridical normative study analyzes the
comparison of legal liability of airlines to passenger.]"
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S60504
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Feronika
"ABSTRAK
Seiring dengan peningkatan penggunaan jasa angkutan udara, muncul masalah
perihal keamanan, keselamatan, dan kenyamanan pengguna jasa penerbangan
sebagai konsumen yang merupakan akibat dari kurangnya perhatian perusahaan
penyedia jasa penerbangan terhadap kualitas dari pelayanannya khususnya pada
penerbangan internasional. Kelalaian tersebut, menyebabkan konsumen sebagai
pihak yang dirugikan berada diposisi yang lemah. Ketidaktahuan konsumen
mengenai pengaturan terhadap kerugian yang dialaminya, menyebabkan pelaku
usaha penerbangan internasional bertindak sewenang-wenang dalam memberikan
ganti rugi kepada konsumen. Kurangnya informasi mengenai tanggung jawab
perusahaan penerbangan internasional perihal ganti rugi terhadap konsumen
menyebabkan kerugian bagi konsumen. Pelaku usaha penerbangan internasional
seharusnya bertanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dan Konvensi Warsawa 1929.
ABSTRACT
Along with the increased use of air transport services, issues emerge concerning
security, safety, and convenience of aviation service consumers as a result of air
carriers’ lack of attention regarding services to the quality of its service, especially
on international flights. The negligence causes the consumer positioned as the
injured party and thus is in a weak position. Consumers’ unawareness about the
regulations concerning the losses they endure, causing air carriers acted arbitrarily
in providing compensation to consumers. Lack of information concerning the
responsibility of air carriers regarding compensation to the consumer caused harm
to consumers. Air carriers should be liable under the Consumer Protection Act
and the 1929 Warsaw Convention."
2014
S59962
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Chantya Safira
"Perjanjian Angkutan Kargo Udara Domestik, merupakan perjanjian antara pengirim barang dengan pengangkut udara dalam melaksanakan kegiatan pengangkutan udara domestik di Indonesia. Agar perjanjian ini terlaksana dengan baik, maka dibutuhkan pertanggung jawaban para pihak secara jelas dan bentuk penggantian kerugian apabila timbul suatu permasalahan. Peraturan perundang-undangan yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pengangkutan kargo udara ini adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, KUHPerdata, KUHD, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011. Berdasarkan hal-hal tersebut maka persamalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah Perjanjian Angkutan Kargo Udara Domestik, pertanggung jawaban para pihak serta ganti rugi yang diberikan apabila barang kargo musnah, hilang, atau rusak.

Domestic Air Freight Contract is the contract between sender and air carrier to conduct all air transportation activities in Indonesia. In order to achieve this aim properly, then it takes liability of the parties cleary and form of indemnity if promblem arises. Legislation guidance for domestic air freight are Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, KUHPerdata, KUHD, and Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011. Based on those matters, the problems that will be observed in this thesis are Domestic Air Freight Contract, the liability of the parties, and compensation provided if cargo disappeared, lost, or damaged."
2016
S62403
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>