Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Panut
"Turki, Suriah, dan Irak merupakan tiga negara yang dilintasi oleh sungai Efrat dan Tigris. Sejak dibangunnya bendungan-bendungan modern di Turki dan Suriah pada 1960-an, konflik ketegangan muncul di antara ketiga negara. Akan tetapi, munculnya Arab Spring di Tunisia kemudian memicu pemberontakan rakyat Suriah terhadap rezim yang dictator dan represif sehingga menyebabkan perang saudara di Suriah. Sedangkan di Irak, instabilitas politik telah terjadi sejak invasi Amerika Serikat tahun 2003. Instabilitas yang terjadi Suriah dan Irak kemudian memberikan celah kepada kelompok-kelompok Violent Non-state Actors untuk mengambil alih beberapa fasilitas air yang ada di Suriah dan Irak. Sehingga kelompok-kelompok tersebut menggunakan fasilitas air tersebut untuk mencapai kepentingan mereka baik ekonomi maupun politik, bahkan mereka juga menjadikan air sebagai alat penyerangan dan pertahanan. Di sisi lain, Turki harus menghadapi ancaman dari PKK, kelompok separatis Kurdi yang milisinya juga terdapat di Suriah dan Irak. Hal ini tentu menjadi babak baru dalam sejarah konflik air tawar di kawasan sungai Efrat dan Tigris. Tulisan ini membahas faktor penyebab konflik air tawar di kawasan sungai Efrat dan Tigris pasca-Arab Spring, serta dinamika konflik dan peleraiannya. Tulisan ini menggunakan teori hidropolitik dan Metodologi deskriptif kualitatif dengan mengumpulkan data dari Jurnal, buku dan website terkait.

Turkey, Syria, and Iraq are three countries where the Euphrates and Tigris rivers intersect. Tension conflicts have arisen between the three countries since the construction of modern dams in Turkey and Syria in the 1960s. However, the arrival of the Arab Spring in Tunisia subsequently triggered a rebellion of the Syrian people against a dictatorial and oppressive regime, causing a civil war in Syria. Meanwhile, political instability has surfaced in Iraq since the invasion of the United States in 2003. The instability experienced in Syria and Iraq provided an opportunity for violent non-state actor groups to hijack several water services in Syria and Iraq. These groups may even use water as a means of attack and defense to use water facilities to claim economic and political interests. Meanwhile, Turkey faces a threat from the  Kurdish separatist group PKK, which also has militias in Syria and Iraq. This is certainly a new chapter in the history of freshwater conflicts on the Euphrates and Tigris rivers. This paper discusses the causes of freshwater conflicts in the Euphrates and Tigris river basins after the Arab Spring,  the dynamics of the conflict, and its resolution. This treatise collects data from relevant journals, books, and websites using hydro political theory and qualitative description methods."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Khoirunnisa
"Kebudayaan Maroko merupakan percampuran antara budaya Berber, Arab, dan Eropa. Etnis asli Berber di Maroko terkenal dengan gaya hidup nomad atau berpindah-pindah dalam bermukim. Selain di Maroko, bangsa Berber banyak ditemukan di wilayah Afrika Utara seperti Aljazair, Tunisia, dan Mauritania. Sejak 1963, bangsa Berber mengadakan pertemuan tahunan bernama Festival Tan-Tan Moussem. Namun, festival ini sempat terhenti penyelenggaraannya selama 25 tahun hingga akhirnya kembali terselenggara pada 2004. Penelitian ini mengkaji permasalahan tentang apa yang dimaksud dengan festival Tan-Tan Moussem dan bagaimana revitalisasi festival Tan-Tan Moussem di Maroko. Dalam mewujudkan penelitian ini, penulis menggunakan teori kebudayaan dan revitalisasi. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa festival Tan-Tan Moussem adalah festival kebudayaan suku nomad Berber di Maroko. Festival ini menjadi sarana pertemuan tahunan masyarakat nomad Sahara yang menyatukan lebih dari tiga puluh suku dari Maroko barat daya dan sebagian Afrika barat laut. Revitalisasi Tan-Tan Moussem dapat terlaksana dengan upaya dari Kementerian Pariwisata Maroko dan UNESCO.

Moroccan culture is made up of a combination of the Berber, Arab, and Europe. The native Berbers in Morocco are known for their nomadic lifestyle, they don't have a settled home and never stay long in the same place. Apart from Morocco, Berbers are found in many areas of North Africa, namely Algeria, Tunisia, and Mauritania. Since 1963, the Berbers have held an annual meeting called the Tan-Tan Moussem Festival. At one point, however, the festival was put on hold for twenty-five years, and started to continued in 2004. This study aims to explain what exactly is Tan-Tan Moussem Festival and its revitalization in Morocco. The culture theory, together with revitalization theory are used to analyze this study. The method used are qualitative study with literature review approach. The result of this study shows that Tan-Tan Moussem Festival is a cultural festival of the Morocco's Saharan nomad tribe. This event becomes the place for annual gathering of the Saharan nomad tribe that includes more than thirty tribes from Southwest Morocco and a portion of Northwest Africa. The revitalization of Tan-Tan Moussem can be accomplished with the efforts of the Moroccan Ministry of Tourism and UNESCO.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif Salsabil Kusumaditya
"Restoran Ajwad merupakan salah satu restoran Arab yang berlokasi di daerah Condet, Jakarta Timur. Sebagai upaya menyebarkan budaya kuliner Arab di Indonesia, restoran Ajwad melakukan beberapa penyesuaian budaya kuliner yang dilakukan dengan teknik akulturasi. Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang apa yang dilakukan restoran Ajwad dalam menyesuaikan budaya kuliner Arab dan Indonesia? Bagaimana respon konsumen terhadap penyesuaian budaya yang dilakukan oleh restoran Ajwad? Penelitian ini bertujuan untuk memahami penyesuaian budaya yang dilakukan dan memahami respon konsumen terhadap penyesuaian budaya yang terjadi di restoran Ajwad. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan teknik kajian pustaka, analisis media sosial, obrservasi, dan wawancara dengan koki dan pemilik restoran. Hasil dari penelitian ini adalah akulturasi yang dilakukan restoran Ajwad mencakup berbagai aspek seperti menu makanan, rasa makanan, peralatan makan, dan suasana tempat makan. Selain itu, upaya akulturasi yang dilakukan mendapat banyak respon positif dengan kepuasan dari konsumen restoran Ajwad.

Ajwad Restaurant is an Arabic restaurant located in the Condet area, East Jakarta. To spread the Arab culinary culture in Indonesia, Ajwad restaurant made several adjustments to the culinary culture made with acculturation techniques. This research raise the problem of what Ajwad restaurant does in adjusting the Arab and Indonesian culinary culture? How do consumers respond to the cultural adjustments made by Ajwad restaurants? This research aims to understand the cultural adjustments made and to understand the response of consumers to cultural adjustments that occur at Ajwad restaurants. This research used qualitative methods with literature review techniques, social media analysis, observation, and interviews with chef and restaurant owner. The result of this research is the acculturation carried out by Ajwad restaurant covering various aspects such as food menu, food taste, tableware, and dining atmosphere. Also, the acculturation efforts carried out received a positive response with satisfaction from Ajwad restaurant consumers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library