Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Setiawan
"Kondisi lapisan batuan bawah permukaan memiliki sifat fisis yang beragam. Tingkat kekerasan batuan bawah permukaan bumi merupakan salah satu sifat fisika yang dapat diketahui melalui pengukuran di permukaan bumi. Seismik refraksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan. Telah dilakukan pengukuran seismik refraksi di dua tempat yang berbeda, BW17 dan BW27. Di wilayah BW17 didapatkan empat lapisan batuan. Lapisan pertama dengan kecepatan 405 - 734 m/s memiliki tingkat kekerasan very soft soil hingga firm cohesive soil, lapisan kedua dengan kecepatan 1172 ? 1721 m/s memiliki tingkat kekerasan stiff cohesive soil hingga very soft rock. Lapisan ketiga dengan kecepatan 1721 - 1954 m/s memiliki tingkat kekerasan very soft rock - moderately soft rock dan lapisa keempat dengan kecepatan lebih dari 2764 m/s memiliki tingkat kekerasan hard rock. Sementara di wilayah BW27 didapatkan tiga lapisan batuan. Lapisan pertama dengan kecepatan 480 - 536 m/s memiliki tingkat kekerasan very soft soil hingga firm cohesive soil, lapisan kedua dengan kecepatan 647 - 924 m/s memiliki tingkat kekerasan stiff cohesive soil hingga very soft rock dan lapisan ketiga dengan kecepatan lebih dari 1258 m/s memiliki tingkat kekerasan very soft rock hingga moderately soft rock.

The subsurface rock layer has many physical properties. The hardness of the earth's subsurface rock is one of the physical properties that can be calculated from measuring on the earth surface. Seismic refraction is one of the geophysical methods that can be used for measurement. Seismic refraction measurement had been done in two different places, BW 17 region and BW 27 region. From the measurement, it is known that the BW 17 region has four rock layers. The first layer with velocity between 405-734 m/s has very soft soil to firm cohesive soil hardness. The second layer with velocity between 1172-1721 m/s has stiff cohesive soil to soft rock hardness. The third layer with velocity 1721-1954 m/s has very soft rock to moderate soft rock hardness. The other one with velocity more than 2764 m/s has hard rock hardness. Meanwhile, from the other measurement, the BW 27 region only has three layers. The first layer with velocity between 480-536 m/s has very soft soil to firm cohesive soil hardness. The second one with the velocity between 647-924 m/s has stiff cohesive soil to very soft rock hardness. The other one with velocity more than 1258 m/s has very soft rock to moderate soft rock hardness."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S28977
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Ariyanto
"Ada banyak attributattribut yang dapat diekstrak dari data seismik dan pemilihan attribut yang hanya dapat mempengaruhi distribusi litologi ini secara dominan bukan merupakan hal yang mudah karena pada kenyataannya beberapa attribut tidak memberikan kontribusi dalam pengelompokan litologi. Untuk mengurangi hal itu, penulis menggunakan Principal Component Analysis (PCA) pada data seismik dan generalized principal component analysis (GPCA) pada attribut seismik. Analisis GPCA terdiri dari dua langkah: Pertama, meningkatkan variasi data dengan menggunakan principal component analysis sehingga pemisahan data yang lebih baik bisa didapatkan, dan kedua, memilih attribut yang telah terotasi berdasarkan urutan nilai eigen valuenya yang dihitung sebelumnya. Tujuan analisis PCA adalah untuk menghilangkan komponen bising yang bersifat acak yang terdapat di dalam data seismik sedangkan tujuan analisis GPCA adalah untuk menghasilkan atribut seismik yang mampu memberikan kontribusi untuk clustering.
Cluster analisis dari attribut seismik merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengelompokkan litologi dari data seismic yang telah direkam dan diproses. Secara prinsip, cluster analisis memproyeksikan N attribut seismik ke sistem koordinat dengan N-dimensi yang menghasilkan K cluster yang merepresentasikan litologi yang berbeda. Penentuan pusat awan data (centroid) dapat dilakukan melalui proses yang iteratif (unsupervised). Algoritma clustering yang dipakai adalah Kmeans clustering. Hasil clustering yang didapat menunjukkan konsistensi dengan peta litologi yang sudah ada yang di intrepetasi dari korelasi data sumur.

There are a lot of seismic attributes that can be generated from seismic data and choosing attributes that mainly affect the distribution of the lithology clouds is not a simple task to do due to the fact that some attributes may not contribute to the separation of the clusters. To reduce that difficulty, the authors implemented a principal component analysis (PCA) of seismic data and a generalized principal components analysis (GPCA) of seismic attributes. This GPCA analyisis consists of two steps : First, increasing the variation of data points using the principal component method such that better cluster separation can be obtained, and second, selecting contributing rotated attributes based on the rank of previously calculated eigen values. The aim of PCA analysis is to reduce noise effect which random in seismic data while the aim of GPCA analysis is to result seismic attributes which give contribution to clustering.
Cluster analysis of seismic attributes is a tool to classify lithologies brought by recorded and processed seismic data. In principal, cluster analysis projects N seismic attributes into Ndimension coordinate system resulting with K groups of clouds representing different lithologies. Identification of the center of the clouds and its related samples can be done differently by iterative process (unsupervised). Clustering algorithm is Kmeans clustering. The results of clustering show consistency with existing lithology map interpreted from well correlation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S28860
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isfan Hany Yaman
"Cluster analisis dari atribut seismik merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengelompokkan litologi dari data seismik yang telah direkam dan diproses. Secara prinsip, cluster analisis memproyeksikan N atribut seismik ke sistem koordinat dengan N-dimensi yang menghasilkan K cluster yang merepresentasikan litologi yang berbeda. Penentuan center dari data dapat dilakukan melalui proses iterasi yang centernya tidak ditentukan (unsupervised), atau dengan menentukan posisi awal center dari informasi yang diketahui yang kemudian berubah-rubah karena proses iterasi (semi-supervised). Informasi yang diketahui ini misalnya dapat berasal dari atribut yang diekstrak pada posisi sumur.
Ada banyak atribut-atribut yang dapat diekstrak dari data seismik dan pemilihan atribut yang hanya dapat mempengaruhi distribusi litologi ini secara dominan bukan merupakan hal yang mudah karena pada kenyataannya beberapa atribut tidak memberikan kontribusi dalam pengelompokkan litologi. Untuk mengurangi hal itu, penulis menggunakan generalized principal component analysis pada atribut seismik. Metode ini terdiri dari dua langkah; Pertama, meningkatkan variasi data dengan menggunakan metode principal komponen sehingga pemisahan data yang lebih baik bisa didapatkan, dan kedua, memilih atribut yang telah terotasi yang memberikan kontribusi untuk clustering berdasarkan urutan nilai eigen valuenya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode semi-supervised.
Alasan penggunaan metode tersebut adalah posisi sumur-sumur yang di bor mungkin saja berada pada tepi reservoar yang tidak mencerminkan sifat fisis batuan secara ratarata pada daerah reservoir tersebut. Kemudian jika posisi center dibuat tetap dapat mengakibatkan distorsi informasi secara umum mengenai sifat fisis batuan. Data sesimik full stack dengan beberapa sumur yang ada diproses untuk menghasilkan litologi map dari area tersebut. Hasil yang didapatkan menunjukkan konsistensi dengan peta litologi yang sudah ada yang di intrepetasi dari korelasi data sumur.

Cluster analysis of seismic attributes is a tool to classify lithologies brought by recorded and processed seismic data. In principal, cluster analysis projects N seismic attributes into N-dimension coordinate system resulting with K groups of clouds representing different lithologies. Identification of the center of the clouds and its related samples can be done differently by iterative process (unsupervised), or by defining initial centers from known information and then updating them through iterative process (semi-supervised). The information may come, for example, from attributes at well locations.
There are a lot of seismic attributes that can be generated from seismic data and choosing attributes that mainly affect the distribution of the lithology clouds is not a simple task to do due to the fact that some attributes may not contribute to the separation of the clusters. To reduce that difficulty, the authors implemented a generalized principal components analysis of seismic attributes. This method consists of two steps : First, increasing the variation of data points using the principal component method such that better cluster separation can be obtained, and second, selecting contributing rotated attributes based on the rank of previously calculated eigen values.
In this work, the authors using the semi-supervised methods. The reason to use those methods is that wells may be drilled at the edge of the reservoir where the rock property at that location shows deviation from the average rock property of the reservoir. Hence, fixing the center may distort the general information of rock property of the reservoir. Full stack seismic data from Boonsville area with some existing wells were processed to generate lithology map of that area. Results show consistency with existing lithology map interpreted from well correlation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S28859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ari Fauzi
"Potensi air bawah tanah di wilayah Kampus UI Depok dapat dihitung berdasarkan ketebalan akuifer, luas akuifer dan porositas lapisan akuifer di daerah tersebut. Untuk mendapatkan target di atas, dilakukan pengukuran Resistivitas DC Schlumberger. Sebelumnya dibuat disain pengukuran yang terdiri dari 3 lintasan dan 14 titik VES yang memanjang dari selatan ke arah utara.
Interpretasi data VES dengan menggunakan program computer RS1D menghasilkan bentuk kurva sounding yang lebih kompleks didasarkan pada bentuk kurva dasar pendekatan kuantitatif. Setelah itu, korelasi 2-dimensi dari beberapa titik sounding pada setiap lintasan menghasilkan model penampang hidrogeologi. Pada penampang tersebut terlihat bahwa wilayah Kampus UI Depok secara berurutan dari lapisan bawah ke atas terdiri dari Formasi Bojongmanik (ρ>100 ohm-meter), lapisan pasir yang merupakan akuifer (ρ=10-50 ohm-meter) dan lapisan tanah penutup (ρ=10-150 ohm-meter).
Selain itu, penampang hidrogeologi dapat menjelaskan arah aliran fluida dari setiap lintasan yang bergerak dari selatan ke arah utara. Model hidrogeologi secara 3-dimensi dapat mengetahui lebih jelas arah aliran fluida secara lokal di wilayah Kampus UI Depok. Model 3-dimensi ini dibuat dari bagian bawah lapisan akuifer yang berbatasan dengan Formasi Bojongmanik pada penampang hidrogeologi 2-dimensi.
Berdasarkan studi ini, perkiraan potensi air bawah tanah dengan ketebalan akuifer 55 m dan luas akuifer 3.610.000 m2 dengan asumsi porositas batuan 40% yaitu sebesar 79.420.000 m3. Dari potensi ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan pengambilan kebijakan pemanfaatan air bawah tanah di wilayah Kampus UI Depok.

The groundwater potential at the Universitas Indonesia (UI) campus, Depok can be assessed by measuring the aquifer thickness and width, and porosity of aquifer layer of the area. A DC Schlumberger Resistivity measurement is therefore conducted which is preceded by making a measurement design consisting of 3 tracks and 14 VES points that lie from south to north.
The VES data interpretation made by using RS1D computer program is illustrated in a more complex sounding curve compared to the quantitative approach basic curve. Then, the two-dimensional correlation of some sounding points on each track creates a hydrogeology section model. The section shows that the UI area is composed of, from the lower to upper layer, Bojongmanik Formation (ρ>100 ohm-meters), a sand layer which functions as aquifer (ρ=10-50 ohm-meters), and top soil layer (ρ=10-150 ohm-meters).
The hydrology section can also explain the direction of fluid of each track that flows from south to north. Three-dimensional, hydrological model can determine more clearly the direction of fluid flow locally at the UI area. This three-dimensional model is created in the lower part of the aquifer layer which is adjacent with Bojongmanik Formation on the two-dimensional hydrology section.
Based on the study, it is estimated that the groundwater potential with the aquifer thickness of 55 meters and width of 3,610,000 m2 and with the assumed rock porosity of 40% is 79,420,000 m3. This potential is expected to be a reference in the policy making of groundwater utilization at the UI area.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S28890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Irawan
"Transformasi Hartley (HT) telah diaplikasikan pada filter kontinuasi. HT mempunyai banyak sifat yang sama dengan transformasi Fourier (FT). Algoritma yang digunakan pada FT bisa dimodifikasi untuk digunakan pada HT. Akan tetapi, HT merupakan transformasi ke bilangan riil sehingga transformasi Hartley diskrit bisa lebih cepat dan menggunakan lebih sedikit memori komputer daripada transformasi Fourier diskrit (DFT), karena DFT menghasilkan bilangan kompleks. Penggunaan DHT pada filter kontinuasi untuk analisis data gravitasi dan magnetik memberikan beberapa keuntungan seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

The Hartley transform (HT) has been used to continuation filter. The HT is similar to the Fourier transform (FT). It has most of the characteristics of the FT. An Algorithms can be constructed for the HT using the same structure as for the FT. However, the HT is real transform and for this reason, since one complex multiplication requires four real multiplications, the discrete HT (DHT) is computionally faster and need less memory space than the discrete FT (DFT). Using DHT in continuation filter for gravity and magnetic analysis gives some advantages like describe before."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S28944
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Kalam Henry
"Metode Ground Penetrating Radar (GPR) yang diaplikasikan untuk mendeteksi zona-zona endapan nikel laterit dan kedalamannya didasarkan pada perbedaan konstanta dielektrik pada batas lapisan. Data yang digunakan terdiri dari 4 line. Data ini diolah dengan menggunakan software radan. Dari hasil pengolahan data ini akan dilakukan interpretasi untuk menentukan zona-zona endapan nikel laterit. Zona tersebut adalah top soil, lapisan limonit, lapisan saprolit, dan bedrock. Data-data yang mendukung data GPR ini adalah data geologi regional dan data sumur bor. Data geologi regional menunjukkan bahwa daerah penelitian didominasi oleh batuan ultrabasa seperti basalt yang merupakan batuan dasar dari endapan nikel laterit. Data sumur bor digunakan sebagai pembanding data GPR untuk mengkorelasikan kedalaman lapisan-lapisan yang berhubungan dengan pembentukan endapan nikel laterit. Berdasarkan hasil interpretasi kedalaman masing-masing lapisan ini bervariasi pada tiap-tiap line.

The Ground Penetrating Radar (GPR) method has been applied to detect zones of laterite nickel deposit and it?s depth based on different of dielectric constant in reflector. The data that used consist of 4 line. The data was processed by using radan software. From the result of data processing, the interpretation has been done to define the zones of laterite nickel deposit. The zones are top soil, limonite layer, saprolite layer, and bedrock. The data that support GPR data are regional geology data and well log data. Regional geology data show that the research site is dominated by ultrabasa rock as basalt which is the bedrock of laterite nickel deposit. Well log data used as GPR data comparison to correlate the depth of layers related to forming laterite nickel deposit. Based on result of interpretation the depth of each layer is vary in each line."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S28983
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Ardilius
"Telah dikembangkan program transformasi anomali magnetik dan gravitasi dalam Matlab. Program transformasi ini di tes menggunakan data sintetik (dari program forward modeling) dan data lapangan (daerah Ujung Kulon) dengan hasil yang terbukti mampu mentransformasikan anomali data magnetik dan gravitasi secara reversible. Hubungan antara metode gravitasi dengan metode magnetik yang ditunjukkan pada perbandingan anomali suseptibitas magnetik dengan anomali densitas dari suatu objek bawah permukaan bumi. Pengaplikasian dari program ini khususnya untuk eksplorasi mineral sangat menguntungkan jika dilihat dari sisi ekonomis, hal praktis, dan juga alat kontrol diantara kedua metode tersebut di dalam geofisika.

A MATLAB software for the transformation of magnetic and gravity anomalies has been developed. The transformation program was tested using synthetic data (from forward-modeling software) and real data (From Ujung Kulon area) resulting conclusion that the transformation program was capable transform magnetic and gravity anomalies reversibility. The relationship between gravity method and magnetic method was showed at the ratio of the anomalous susceptibility to the anomalous density of an unknown body. The application of this program especially for mining exploration is very useful in economics price, practical utility, also as a controller between those in geophysics exploration."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S29190
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Syukur
"Metode Ground Penetrating Radar (GPR) telah diaplikasikan untuk memetakan batuan dasar sungai di Kalimantan. Prinsip kerja metode ini didasarkan pada perbedaan konstanta dielektrik pada batas lapisan. Data yang digunakan terdiri dari 4 line. Data ini diolah dengan menggunakan software radan. Hasil pengolahan data ini digunakan untuk interpretasi zona-zona yang berhubungan dengan dasar sungai, lapisan alluvial, dan bedrock. Didukung oleh data geologi regional, hasil pengukuran GPR menunjukkan bahwa daerah penelitian didominasi oleh batuan vulkanik yang merupakan batuan dasar sungai. Berdasarkan hasil interpretasi, kedalaman masing-masing lapisan ini bervariasi pada tiap-tiap line.

The Ground Penetrating Radar (GPR) method has been applied for river bedrock mapping. This method work principle is based on different of dielectric constant in reflector. The data that used consist of 4 line. The data was processed by using radan software. Data processing result is used for zones interpretation that relating with river floor, alluvial layer, and bedrock. Supported with regional geology data, result from GPR data show that the research site is dominated by volcanic rock which is river bedrock. Based on result of interpretation the depth of each layer is vary in each line."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S29368
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Alimah
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S29310
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>