Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 226 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Moelyati
"Salah satu bentuk jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur guna menjamin pelunasan hutangnya adalah gadai atas saham. Gadai atas saham sebagai jaminan kebendaan memberikan beberapa kelebihan, antara lain karena mempunyai sifat droit de preference dan droit de suite. Selain itu, sebagai pemegang hak jaminan dan hak kebendaan, bila debitur wan prestasi, penerima gadai saham berhak dan berwenang untuk menerima pembayaran piutang mendahului dari kreditur konkuren lainnya (hak preferen) dan dapat menjual atas kekuasaannya sendiri saham yang digadaikan (hak parate eksekusi). Dengan dikeluarkannya PERPU Nomor 1/1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Kepailitan, yang ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4/1998 pada tanggal 9 September 1998 timbul permasalahan mengenai apa akibat hukum yang terjadi terhadap pemegang gadai saham apabila pemberi gadai pailit dan mengenai sejauh mama pelaksanaan hak dan kewenangan pemegang gadai saham bila si pemberi gadai pailit menurut prinsip umum jaminan dalam KUH Perdata, perjanjian gadai saham dan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitan. Dalam menjawab permasalahan tersebut penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut: pertama, putusan pailit terhadap pemberi gadai tidak berpengaruh terhadap kreditur pemegang gadai saham, pemegang gadai saham tetap dapat melaksanakan kewenangannya seolah-olah tidak terjadi kepailitan; kedua, pelaksanaan kewenangan pemegang gadai saham menurut KUH Perdata dapat dilaksankan kapan saja, pelaksanaan kewenangan tersebut di dalam perjanjian gadai saham mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan menurut UU Kepailitan pelaksanaan kewenangan tersebut diberi batasan-batasan dengan adanya pengaturan mengenai (i) masa penangguhan selama 90 hari; (ii) jangka waktu pelaksanaan eksekusi selama dua bulan; dan (iii) kewenangan kurator untuk meminta pemegang gadai untuk menyerahkan saham yang digadaikan untuk dijual oleh kurator. Tidak ada ketentuan yang jelas memberikan perlindungan kepada pemegang gadai saham untuk memperoleh hak preferen atas pelunasan piutangnya, bila saham yang digadaikan telah diserahkan kepada kurator dan dijual oleh kurator."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murdawati
"Perekonomian di Indonesia mengalami perubahan yang
drastis dengan terjadinya gejolak moneter pada
pertengahan tahun 1997 yang lalu. Hal tersebut juga
berakibat dan berpengaruh terhadap kemampuan dunia usaha
itu sendiri dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang
atau prestasi kepada kreditur. Kepailitan adalah
ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitur atas
utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Kewenangan
absolut bagi Arbitrase untuk menyelesaikan perselisihan
hanya sampai sejauh isi perjanjian saja dan bila terjadi
perselisihan dan dapat diperdamaikan maka yang berwenang
adalah Arbitrase itu sendiri, sedangkan apabila ada
permohonan pailit maka Arbitrase tidak berhak karena
yang berhak adalah pengadilan niaga sebagai peradilan
khusus yang sudah diatur sendiri dalam Undang-Undang
No.4 Tahun 1998 mengenai Kepailitan. Kewenangan
Pengadilan Niaga adalah kewenangan absolut dalam hal
menerima dan memeriksa serta memutuskan tentang
permohonan pailit, hal ini berbeda dengan kewenangan
absolut .Arbitrase dimana setiap perjanjian yang telah
mencantumkan klausula Arbitrase yang dibuat para pihak
menghapus kan kewenangan pengadilan negeri untuk
menyelesaikan setiap perselisihan."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16684
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiyanti Tjendera
"Syarat-syarat yuridis, agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit, adalah adanya utang, yang minimal salah satunya sudah jatuh tempo dan bisa ditagih, adanya Debitur, adanya Kreditur yang jumlahnya lebih dari 1 (satu), pernyataan pailitnya diputuskan oleh Pengadilan Niaga, putusan mana dilaksanakan atas dasar permohonan dari Debitur, 1 (satu) atau lebih Kreditur, Jaksa untuk kepentingan umum, Bank Indonesia jika Debiturnya Bank atau Bapepam jika Debiturnya adalah perusahaan Effek. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan memperoleh kesimpulan bahwa ternyata Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998, tentang Kepailitan tersebut telah memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan Kreditur, Debitur dan Masyarakat luas, tetapi Undang-Undang tersebut masih perlu disempurnakan dan dilengkapi lebih lanjut, antara lain, karena dalam Undang-Undang tersebut belum ada ketentuan yang bersifat preventif disertai pengenaan sanksi-sanksi terhadap Kreditur, agar tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, begitu pula perlu diterapkan azas preseden tehadap kasus-kasus yang serupa, berdasarkan yurisprudensi terdahulu, agar Undang-Undang Kepailitan tersebut dapat dijadikan Sarana Hukum untuk menyelesaikan masalah utang piutang secara adil dan berimbang."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T16658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dirin Hadikoeswoyo
"RUPS merupakan salah satu organ perseroan yang berfungsi sebagai tempat penyaluran kepentingan para pemegang saham, dalam menyalurkan kepentingan tersebut dilakukan melalui mekanisme rapat dan hasil rapat dijelmakan dalam suatu keputusan, untuk mendapatkan suatu keputusan rapat, salah satu mekanisme rapat yaitu yang diatur dalam anggaran dasar atau UUPT harus terpenuhi, namun demikian adakalanya untuk memenuhi hal tersebut sulit dilaksanakan, oleh karena itu penulis mengambil masalah utama yaitu : 1) Apakah ketentuan korum RUPS yang telah diatur dalam UUPT mutlak harus diikuti oleh suatu perseroan yang akan merubah anggaran dasarnya guna menyesuaikan dengan ketentuan UUPT? 2) Bagaimana peranan peradilan terhadap keputusan RUPS PT. Sindikat Pembangunan Ekonomi yang korumnya menyimpang dari ketentuan UUPT dan sejauh mana kekuatan hukum keputusan RUPS yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri? Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif, jenis penelitian normatif dan empiris sedang untuk analisa data menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh : 1) Untuk menyelenggarakan RUPS ketentuan UUPT mutlak harus diikuti, namun demikian dalam penelitian terbukti ada perseroan yang menyelenggarakan rapat tidak mencapai korum tetap melanjutkan rapat. 2) Pengadilan Negeri mengesahkan keputusan RUPS PT. Sindikat Pembangunan Ekonomi, dampak Penetapan Pengadilan Negeri secara umum menghemat waktu dan biaya sedangkan kekuatan hukum keputusan RUPS yang ditetapkan Pengadilan Negeri adalah sama dengan kekuatan hukum keputusan RUPS yang korumnya terpenuhi. Kesimpulan utama, kekuatan hukum keputusan RUPS yang ditetapkan Pengadilan Negeri adalah sama dengan kekuatan hukum keputusan RUPS yang korumnya terpenuhi."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Gunawan Sudibyo
"Tulisan mengenai pengamatan dan evaluasi kedudukan Kurator dalam perkara kepailitan yaitu aktifitas Kurator yang ketentuannya telah diatur pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang tentang Kepailitan menjadi Undang-Undang (UUK). Permasalahannya adalah kedudukan Kurator yang mana yang berperan dalam perkara kepailitan, dikarenakan pada UUK yang baru dinyatakan bahwa Kurator tidak hanya Balai Harta Peninggalan (BHP) tetapi juga Kurator swasta lainnya yang mempunyai keahlian khusus dan terdaftar pada Departemen Kehakiman, dan apakah UUK baru tersebut sudah efektif mengatur tugas, kewenangan dan tanggung jawab Kurator. Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), sebagai salah satunya asosiasi Kurator dan Pengurus yang direkomendasi oleh Menteri Kehakiman, sebagai mediator untuk pendaftaran di Departemen Kehakiman apakah sudah optimal aktivitasnya bagi kepentingan Kurator. Dalam membuat tulisan ini digunakan aturan penulisan secara umum yang disebut dengan Metode Penelitian, dimana metode penelitian yang digunakan bersifat Explanatoris untuk menguji pasal-pasal yang mengatur ketentuan tentang kedudukan Kurator pada UUK, namun penelitian ini bisa termasuk penelitian yang Preskriptif yang ditujukan untuk mendapatkan saran atas aktifitas Kurator yang didapat atas hasil wawancara. Kesimpulan dari analisa ini adalah Kedudukan Kurator yang lebih berperan dalam hukum pailit adalah Kurator swasta, dalam tugas, kewenangan dan tanggung jawabnya lebih banyak memakai pasal-pasal dari UUK yang lama, dengan kata lain UUK yang baru (UU No. 4/1998) belum efektif mengatur tugas, kewenangan dan tanggung jawab Kurator, juga AKPI sebagai satu-satunya asosiasi Kurator dan Pengurus belum optimal aktifitasnya untuk kepentingan Kurator, sedangkan tugas kurator adalah sangat berat bahkan di dalam praktek lebih berat dibandingkan secara teori, karena masih diperlukan penegakan hukum/law enforcement yang merata dalam masyarakat untuk melaksanakan tugas dan kewenangan Kurator sesuai ketentuan Undang-Undang Kepailitan."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T16699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Susani Dengah
"Penulisan tesis ini untuk memperoleh gambaran yang lebih mendalam atas beberapa catatan yang muncul berkaitan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan terhadap pemberian kredit kepada yayasan. Untuk meneliti hal dalam penulisan ini, dilakukan penelitian yang bersifat yuridis normatif dan hasilnya bersifat deskriptif, analisis dan tehnik pengumpulan data dari studi dokumen. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan status yayasan telah diakui sebagai badan hukum. Mengingat yayasan diakui sebagai badan hukum, sebagai subyek hukum yayasan dapat menerima fasilitas kredit dari bank. Namun, yayasan sebagai suatu organisasi nirlaba merupakan badan hukum yang diperuntukkan mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Oleh karena tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan suatu yayasan dan adanya beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan yang peruinusannya menimbulkan penafsiran yang kontradiktif antara satu pasal dan yang lainnya, berkaitan dengan pemberian kredit kepada yayasan menimbulkan catatan atau pertanyaan setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan. Kalangan perbankan merasa perlu adanya kepastian hukum untuk mencegah kemungkinan terjadi pemberian kredit kepada yayasan menjadi melanggar hukum."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T17690
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yousfrita
"Pemilihan judul ini untuk memperoleh gambaran dari permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul sehubungan dengan pembubaran perseroan dan likuidasi, yang dibatasi yaitu pembubaran perseroan dan likuidasi yang dilakukan atas inisiatif perseroan sendiri. Bahwa pembubaran perseroan dan likuidasi diatur dalam Undang Undang Nomor I tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Namun dalam prakteknya pada proses pembubaran perseroan dan likuidasi banyak terdapat permasalahanpermasalahan yang tidak tertampung dalam peraturanperaturan dimaksud di atas.
Permasalahan-permasalahan dimaksud antara lain (i) tidak adanya kepastian kapan bubarnya badan perseroan, hal mana penting diatur karena pada kenyataannya masih terjadi tindakan (-tindakan) hokum pada proses pembubaran perseroan dan likuidasi,(ii) masalah likuidator, yaitu siapakah yang dapat menjadi likuidator, apakah perseroan terbatas dapat menjadi likuidator, bagaimana bila likuidator mengundurkan diri, (iii) bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak ketiga yang mempunyai tagihan kepada perseroan, dan (iv) masalah pajak dan tagihan pajak.
Permasalahan-permasalahan mana merupakan hal yang menarik dibahas dan dicari upaya-upaya penyelesaiannya. Karena dengan melihat apa yang diuraikan di atas, pembubaran perseroan dan likuidasi tidak hanya melibatkan perseroan dimaksud saja akan tetapi kreditur dan atau pihak ketiga amat berkepentingan. Diharapkan dengan penulisan tesis ini permasalahan-permasalahan tersebut dapat dicari upaya-upaya penyelesaiannya"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T18972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Salman Al-Faris
"Persekongkolan usaha untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 23 Undang-undang Persaingan Usaha. Pasal 23 melarang pelaku usaha untuk bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan. Rahasia perusahaan adalah properti dari perusahaan yang tidak boleh dicuri, dibuka atau dipergunakan oleh orang lain tanpa seizin pihak perusahaan yang bersangkutan.Di dalam industri musik label secara umum, kontrak antara artis dengan perusahaan rekaman adalah private dan confidential (bersifat rahasia) yang tidak dapat diberitahukan kepada kompetitor. Kontrak antara perusahaan rekaman dan artis ini bersifat rahasia yang berarti bahwa informasi yang ada dalam kontrak tersebut tidak boleh diberitahukan kepada pihak lain.
Conspiracy to obtain business information business activities of competitors is a violation of Article 23 legislation business competition. Article 23 prohibits the business to conspire with others to obtain information of business competitors of the company is classified as secret. Confidential company is the property of companies that can not be stolen, opened or used by others without the permission of the company. In the music labels in the industry in general, contracts between a recording artist with the company is private and confidental that can not be notified to the competitors. Contract between the company and a recording artist this is confidential, which means that the information contained in the contract should not be notified to the other party."
2009
S26218
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Ratnasari H.
"Konsumsi kedelai di Indonesia saat ini mencapai 2-2,2 juta ton per tahun dimana pemenuhan kebutuhan akan kedelai tersebut dilakukan dengan mengimpor kedelai dari Amerika Serikat sebesar 1,4 juta ton sedangkan sisanya dipenuhi dengan produksi kedelai domestik. Ketergantungan ini mulai berdampak ketika pasokan kedelai impor terutama dari Amerika Serikat berkurang. Dampak ketergantungan kedelai impor mulai dirasakan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 2007 setelah merosotnya kedelai impor dari Amerika Serikat yang mengakibatkan sepanjang tahun 2007 harga kedelai telah naik lebih dari 100%. Hal ini diperkeruh dengan adanya dugaan praktek kartel yang dilakukan oleh importir kedelai di Indonesia. Masalah yang timbul adalah bagaimana struktur pasar kedelai impor di Indonesia dan apakah ada praktek anti persaingan usaha pada impor kedelai saat ini. Pokok permasalahan tersebut dijawab dengan penelitian yang sifatnya yuridis normatif. Setelah dilakukan penelitian, ternyata struktur pasar kedelai impor Indonesia adalah oligopoli dimana dalam satu pasar hanya terdapat 4 (empat) importir yang menguasai pasar sebesar lebih dari 92%. Keempat importir tersebut adalah PT Gerbang Cahaya Utama, PT Cargill Indonesia, PT Teluk Intan, dan PT Alam Agri Perkasa. Pengusaan pasar sebesar lebih dari 92% oleh keempat importir tersebut tidak melanggar ketentuan pasal 4 ayat 2 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 karena pengusaan pasar sebesar lebih dari 92% tersebut tidak menimbulkan anti persaingan usaha.

Consumption of soybean in Indonesia today reaching 2-2,2 million tons per year which will meet the needs of soybean was conducted by importing soybeans from the United States by 1.4 million tons while the rest are filled with domestic soybean production. This dependence began affecting the supply of soybeans imported from the United States primarily reduced. Dependence on imported soybean impact began to be felt by people in Indonesia since 2007 after declining soybean imports from the United States during 2007 resulted in soybean prices have climbed more than 100%. This diperkeruh with the alleged cartel practices conducted by the importer of soybean in Indonesia. The problem that arises is how the structure of imported soybean markets in Indonesia and if there is anti-competitive business practices on soybean imports at this time. The issue is answered by research normative juridical nature. Having done the research, found the structure of Indonesia's import of soybean market is an oligopoly in a market where there are only 4 (four) importers who dominate the market for more than 92%. Fourth importers are PT Gate Light Utama, PT Cargill Indonesia, PT Teluk Intan, and PT Perkasa Alam Agri. Pengusaan market for more than 92% by the fourth importer does not violate the provisions of Article 4 paragraph 2 of Law No. 5 of 1999 due to market pengusaan for more than 92% will not cause anti-competition business."
2008
S25059
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sujarwo Handhika
"Taksi merupakan salah satu sarana transportasi yang cukup sering digunakan masyarakat Batam, terutama untuk tujuan-tujuan dalam kota. Sebagai sarana transportasi dalam mendukung aktivitas dan mobilitas penduduk sehari-hari di kota Batam, pelayanan angkutan taksi di Batam tidak menggunakan argometer dalam perhitungan tarifnya, sehingga kemudian membuat pelaku usaha taksi menerapkan besarnya tarif secara sepihak. Di tengah semakin ketatnya persaingan dalam jasa pelayanan taksi, pelaku usaha taksi di Batam kemudian melakukan pembagian wilayah operasional bekerjasama dengan pengelola bandara dan pelabuhan. Tindakan ini ternyata tidak sejalan dengan jiwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena menghambat perkembangan dunia usaha taksi di Batam.
Hal ini telah mendorong penulis untuk mengetahui lebih jauh dan mendalam tentang pengaturan jasa pelayanan taksi di Batam, yaitu mengenai perbuatan apa saja yang dilakukan oleh pelaku usaha taksi dan pengelola wilayah yang melanggar undang-undang tersebut serta upaya pemerintah dalam mengatur usaha pertaksian di Batam. Terhadap permasalahan diatas dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yang ditunjang dengan pendekatan yuridis empiris.
Dari hasil penelitian diidentifikasi bahwa ada 4 (empat) perbuatan yang melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu praktek penetapan tarif, pembagian wilayah operasional, upaya monopoli, dan diskriminasi bagi pelaku usaha baru yang akan masuk kedalam pasar. Persaingan merupakan suatu situasi yang sebenarnya diperlukan bagi tercapainya pemerataan usaha selama tidak melenceng dari koridor Hukum Persaingan.

Taxis are one of the most commonly used means of transportation in Batam, especially for trips within the city. As a transportation mean of supporting the daily activities and mobilization of people, most taxis in Batam do not use fare-meters, setting fixed-price fares instead. Amidst the tight competition in the field of taxi services, those running the business have been arranging operational area divisions, cooperating with the local airport and harbor management. This does not comply with the Indonesian Law Number 5 of 1999 on the Prohibition Against Monopolistic Practices and Unfair Business, since it is stalling the growth of the taxi business in Batam.
This condition has inspired the writer to explore furthermore on the regulations concerning the taxi business in Batam, namely about acts done by the taxi business owners and district administrators in breach of the law and measures taken by the Government in regulating the competition of the taxi business in Batam. Upon these problems, research has been done in the empirical-normative sense, supported by empirical-juridical approach.
From the research, the writer has identified 4 acts of breach on Indonesian Law Number 5 Of 1999, which is the practice of price-fixing, the dividing of territories, attempts of monopoly, and discriminations on the new business performers upon entering the market. Competition is substantively needed for the even distribution of market, as long as it does not grow out of the corridors of competition law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24963
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>