Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andika Pramatama
"Tanda tangan yang dibuat secara elektronik seharusnya dapat diterapkan dalam pembuatan akta autentik oleh notaris di Indonesia. Karena pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah dapat diterapkan pembuatan dokumen secara elektronik dengan ditanda tangani secara elektronik. Kewenangan dari notaris yang ditentukan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris tidak ada larangan untuk notaris apabila akta autentik dibuat dan ditanda tangani secara elektronik. Sementara di Perancis akta autentik elektronik sudah diterapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perancis Tahun 2016 dan tidak ada keraguan dari notaris untuk menerapkan akta autentik secara elektronik dengan ditanda tangani secara elektronik. Penelitian ini menggunakan metode studi komparatif. Hasil penelitian bahwa terdapat perbedaan penerapan dalam pembuatan akta autentik secara elektronik dengan ditanda tangani secara elektronik baik di Indonesia maupun di Perancis dan Notaris Indonesia harus tetap berhati-hati dalam proses pengesahan dan pembukuan tanda tangan elektronik oleh para pihak agar tidak dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dan menyebabkan perjanjian tersebut menjadi tidak sah.

Signatures made electronically should be applied in making authentic deeds by notaries in Indonesia. Because the Law on Electronic Information and Transactions can already be applied to make documents electronically signed electronically. The authority of the notary specified by the Notary Public Office Law does not prohibit the notary from making and signing authentic deeds electronically. While in France electronic authentic deeds have been applied in the French Civil Code of 2016 and there is no hesitation from notaries to apply electronic authentic deeds with electronic signatures. This research uses a comparative study method. The result of the research is that there are differences in the application in making authentic deeds electronically signed electronically both in Indonesia and in France and Indonesian Notaries must remain careful in the process of authorizing and recording electronic signatures by the parties so as not to be considered unlawful and cause the agreement to be invalid."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Melati
"Rencana Umum Tata Ruang merupakan suatu pedoman yang diciptakan guna memberikan arahan tentang wilayah-wilayah pembangunan yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Pedoman ini sangat penting untuk membagi suatu wilayah, dengan tujuan pemerataan pembangunan dengan tetap memperhatikan dampak sosial serta lingkungan yang terjadi di masyarakat. Rencana Umum Tata Ruang ini diperbaharui secara berkala oleh pemerintah guna mengikuti perkembangan, sehingga dapat terus menyesuaikan kebutuhan yang ada di masyarakat. Rencana Umum Tata Ruang, selain harus sesuai dengan hak atas tanah yang dimiliki, juga perlu penyesuaian dengan peruntukkan pemanfaatan tanah oleh subjek hukum pemilik tanah tersebut. Perubahan ini dapat dilakukan dengan tetap mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan agar tidak menimbulkan suatu ketidaksesuaian antara peraturan dengan fakta di masyarakat, dengan tujuan agar tetap mengedepankan kepastian hukum. Dalam proses pra-peralihan hak atas tanah, perlu kesesuian antara peruntukkan dalam Rencana Umum Tata Ruang dengan tujuan pemanfaatan lahan yang akan dilakukan. Perubahan peruntukkan ini tanpa memperhatikan kondisi lapangan dengan cermat dapat menimbulkan suatu inkonsistensi dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Inkonsistensi ini juga menimbulkan suatu ketidakpastian dalam hukum, sehingga tidak memberikan suatu pedoman yang dapat dijadikan acuan yang baik di masyarakat. Pentingnya penyesuaian ini untuk menentukan apakah suatu tanah dapat digunakan bagi tujuan yang dimaksudkan oleh subjek hukum yang bersangkutan.

The General Spatial Plan is a guideline created by the government to provide direction regarding development areas that can be carried out by the community. These guidelines are very important for dividing an area, with the aim of equitable development while taking into account the social and environmental impacts that occur in the community. This General Spatial Plan is updated periodically by the government to keep abreast of developments, so that it can continue to adjust to the needs of the community. The General Spatial Plan, apart from having to be in accordance with the rights to the land owned, also needs to be adjusted to the allotment of land use by the legal subject of the land owner. This change can be made while taking into account the real conditions in the field so as not to cause a discrepancy between regulations and facts in society, with the aim of continuing to prioritize legal certainty. In the pre-transfer process of land rights, it is necessary to match the designations in the General Spatial Plan with the intended use of the land. Changes to this designation without careful attention to field conditions can lead to an inconsistency in carrying out a legal action. This inconsistency also creates an uncertainty in the law, so that it does not provide a guideline that can be used as a good reference in society. This needs to be given special attention to solve it, in order to provide the best solution for the interests of various parties by providing legal certainty as a basis for carrying out legal actions that will be carried out. The importance of this adjustment is to determine whether a land can be used for the purpose intended by the legal subject related. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Halida Saputri
"Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya terkadang ada yang melakukan tindak pidana penggelapan dan menjadi terdakwa sebagaimana kasus yang terjadi di Bandung ketika seorang Notaris menggelapkan uang titipan kliennya. Penelitian ini membahas mengenai penerapan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 374 KUHP yang digunakan majelis hakim dalam putusan Nomor 212/Pid.B/2021/PN Bdg dan tanggung jawab notaris yang melakukan tindak pidana penggelapan. Bentuk penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan tipologi penelitian deskriptif analitis yang menggunakan data hasil studi dokumen. Metode yang digunakan dalam menganalisis data berupa metode kualitatif. Simpulan dari penelitian ini adalah hakim tidak mempertimbangkan kedudukan Notaris sebagai pejabat umum, sehingga sanksi yang diberikan sama dengan tuntutan dari jaksa, yaitu berdasarkan Pasal 374 KUHP. Padahal sesungguhnya Pasal 415 KUHP yang sudah ditarik dan dirumuskan ulang oleh Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) lebih tepat untuk digunakan, karena merupakan ketentuan khusus bagi Notaris sebagai pejabat umum. Selain pertanggungjawaban secara pidana, Notaris juga dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata berdasarkan perbuatan melawan hukum yang dilakukannya. Klien yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti rugi baik secara material maupun imateril kepada Notaris. Pertanggungjawaban secara administrasi pun dapat dibebankan kepada Notaris berupa sanksi pemberhentian secara tidak hormat.

Notary, in carrying out their duties, sometimes commit embezzlement crimes and become defendants, as was the case in Bandung when a notary embezzled money entrusted by his client. This research discusses the application of Article 372 of the Criminal Code (KUHP) and Article 374 of the Criminal Code which was used by the panel of judges in decision Number 212/Pid.B/2021/PN Bdg and the responsibility of a notary who committed the crime of embezzlement. The form of research used is doctrinal with an analytical descriptive research typology that uses data from document studies. The method used in analyzing the data is a qualitative method. The conclusion of this study is that the judge does not consider the notary's position as a public official, so the sanctions given are the same as the demands of the prosecutor, which is based on Article 374 of the Criminal Code. In fact, Article 415 of the Criminal Code which has been withdrawn and reformulated by Article 8 of Law Number 31 of 1999 jo. Law Number 20 of 2001 concerning Corruption Eradication (Tipikor Law) is more appropriate to use, because it is a special provision for Notaries as public officials. In addition to criminal liability, a Notary can also be held civilly liable based on unlawful acts he has committed. Clients who are harmed can file a claim for compensation both materially and immaterially to the Notary. Administrative accountability can also be imposed on a notary in the form of dishonorable dismissal."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhimas Prabu Anggoro Putro
"Akses jalan pada bidang tanah merupakan hak yang diatur di UUPA dan KUHPerdata. Ketidakjelasan mengenai status akses jalan dapat menyebabkan potensi sengketa di kemudian hari. Tujuan penelitian tesis ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis pelaksanaan pemberian akses jalan pada Putusan Perkara Nomor 69/Pdt.G/2019/PN.Smn dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga untuk memberikan tindak lanjut atas pertimbangan hakim mengenai pelaksanaan pemberian akses jalan sebagaimana pada Putusan a quo. Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (kepustakaan) dengan analisis secara kualitatif terhadap data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pasal 6 UUPA tentang fungsi sosial menegaskan bahwa pemilik tanah harus memperhatikan kepentingan umum. Dalam Putusan a quo, Penggugat telah memberikan akses jalan kepada Tergugat, namun oleh Tergugat disalahgunakan untuk pembangunan garasi pribadi, yang mana bertentangan dengan permohonan semula untuk akses jalan. Tindak lanjut atas pertimbangan hakim yang dapat dilakukan adalah perlu dilakukan proses jual beli antara penggugat dan tergugat di hadapan PPAT, sehingga menjadi dasar pemberian akses jalan yang sah dan menciptakan kepastian hukum atas tanah. Saran dari penelitian ini adalah Pemerintah diharapkan dapat menyusun dan menerbitkan peraturan yang secara spesifik mengatur tentang mekanisme pemberian akses jalan diatas tanah hak milik, bagi Majelis Hakim diharapkan mengupayakan agar terjadi kepastian atas status hak atas tanah dalam perkara serupa, yaitu dengan memerintahkan agar jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT, dan pemohon akses jalan diatas tanah hak milik orang lain diharapkan dapat menggunakan lahan yang diperolehnya sesuai dengan peruntukannya, agar sengketa dapat dihindarkan.

Road access on land is a right regulated in the UUPA and Civil Code. Unclear status of access roads can lead to potential disputes later on. The purpose of this thesis research is to identify and analyze the implementation of granting road access in Case Decision Number 69/Pdt.G/2019/PN.Smn compared to applicable laws and regulations and also to provide follow-up on the judge's consideration regarding the implementation of granting road access as in the a quo Decision. This thesis uses normative legal research methods (literature) with qualitative analysis of secondary data. The results showed that Article 6 of UUPA regarding social functions affirms that landowners must pay attention to the public interest. In a quo Decision, the Plaintiff had granted access road to the Defendant, but by the Defendant misused it for the construction of a private garage, which contradicted the original application for road access. Follow-up on the judge's consideration that can be done is the need for a sale and purchase process between the plaintiff and defendant before the PPAT, so that it becomes the basis for providing legal road access and creating legal certainty over land. The suggestion from this study is that the Government is expected to compile and issue regulations that specifically regulate the mechanism for granting road access on freehold land, for the Panel of Judges it is expected to seek certainty over the status of land rights in similar cases, namely by ordering that the sale and purchase be carried out by the parties before the PPAT, and applicants for road access on land owned by others are expected to be able to use the land they have acquired in accordance with its designation, so that disputes can be avoided."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Renata Patricia
"Perubahan pengaturan Modal Dasar Perseroan Terbatas berpengaruh terhadap profesi Notaris karena Notaris merupakan satu-satunya pejabat umum yang diberikan wewenang oleh Undang-Undang Jabatan Notaris untuk membuat Akta Pendirian Perseroan Terbatas dan melakukan Penyuluhan Hukum atas perbuatan hukum tersebut. Dalam melakukan Penyuluhan Hukum mengenai Pendirian Perseroan Terbatas, selain Notaris harus mengacu pada peraturan perundang-undangan, Notaris tidak dapat mengesampingkan asas-asas hukum dan prinsip-prinsip yang relevan, seperti: asas kepastian hukum, prinsip kehati-hatian, dan prinsip Good Corporate Governance, karena walaupun Notaris membuat akta secara formil, Notaris perlu memperhatikan substansi akta secara materiil agar di kemudian hari Notaris tidak terseret dalam suatu sengketa hukum sebagai turut tergugat. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah doktrinal yaitu dengan mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan, mengelompokan lalu memilahnya. Selanjutnya, data tersebut dikelompokkan, dipilah, diinterpretasi, serta diverifikasi dengan cara melakukan wawancara kepada Notaris sebagai narasumber. Kemudian, penulis menganalisisnya dan menuliskannya dalam penelitan ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa apabila Notaris memberikan Penyuluhan Hukum yang mengatakan bahwa Perseroan Terbatas dapat didirikan dengan Modal Dasar sejumlah Rp1,00 (satu rupiah) dan Modal Disetor sejumlah 25% (dua puluh lima persen) dari Modal Dasar tersebut yakni Rp0,25 (nol koma dua puluh lima rupiah), hal ini bertentangan dengan Prinsip Good Corporate Governance, khususnya Asas Keberlanjutan dan Asas Akuntabilitas; sedangkan di sisi lain, apabila Notaris memberikan Penyuluhan Hukum yang mengatakan bahwa Perseroan Terbatas tidak dapat didirikan dengan Modal Dasar sejumlah Rp1,00 (satu rupiah), Notaris menyalahi ketentuan Pasal 109 Angka 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja mengenai perubahan ketentuan Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dengan demikian, saran yang dapat Penulis berikan adalah bahwa dalam perumusan ketentuan Modal Dasar Persoan Terbatas, pemerintah harus memperhatikan aspek nonhukum, yaitu ekonomi, yang dapat disesuaikan dengan jenis usahanya.

Changes in the regulation of the Authorized Capital of Limited Liability Companies affect the Notary profession because Notaries are the only public officials who are given the authority by the Law to make Deeds of Establishment of Limited Liability Companies and provide legal counselling on these legal acts. In conducting legal counseling regarding the establishment of a limited liability company, apart from the Notary having to refer to statutory regulations, the Notary cannot ignore relevant legal principles, such as: the principle of legal certainty, the principle of prudence, and the principle of Good Corporate Governance because even though the Notary makes a formal deed, the Notary needs to pay attention to the material substance of the deed so that in the future the Notary is not dragged into a legal dispute as a co-defendant. The research method used in writing this thesis is doctrinal, namely by collecting secondary data in the form of legal materials through literature study, grouping and then sorting them. Next, the data is grouped, sorted, interpreted, and verified by conducting interviews with Notaries as resource persons. Then, the author analyzed it and wrote it in this research. The results of this research show that if a Notary provides legal counselling which states that a Limited Liability Company can be established with authorized capital of IDR 1.00 (one rupiah) and paid-up capital of 25% (twenty five percent) of the authorized capital, namely IDR 0.25, this is contrary to the Principles of Good Corporate Governance, especially the Principle of Sustainability and the Principle of Accountability; Meanwhile, on the other hand, if the Notary provides legal counselling stating that a Limited Liability Company cannot be established with authorized capital of IDR 1.00 (one rupiah), the Notary is violating Article 109 Number 3 Law Number 6 of 2023 concerning Job Creation regarding changes to the provisions of Article 32 paragraph 1 of Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies Thus, the advice that the author can give is that in formulating the provisions on the authorized capital of limited liability companies, the government must pay attention to non-legal aspects, namely economics, which can be adjusted to the type of business."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azarine Gantari
"Hadirnya sebuah fenomena di Indonesia awal tahun 2022 bernama Ghozaly Everyday melahirkan gagasan baru dalam perkembangan teknologi khususnya di bidang perdagangan berbasis digital. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana transaksi yang berlangsung di sebuah platform digital dengan menggunakan mata uang digital yang mana menimbulkan sebuah urgensi tersendiri tidak hanya bagi masyarakat namun juga kepada para praktisi hukum agar dapat memberikan keselasrasan antara keberlakuan hukum dengan perkembangan teknologi itu sendiri. Sebuah urgensi lahir disaat terjadinya peralihan kepemilikan Non-Fungible Token tersebut melalui teknologi blockchain yang mana mengenyampingkan Notaris sebagai pejabat umum yang berperan juga sebagai Trusted Third Party yang berfungsi sebagai penjamin hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa hadirnya blockchain tidak mampu menggantikan Notaris sebagai pejabat umum yang bertanggungjawab atas kepastian pemahaman para pihak atas kehendaknya dalam melakukan transaksi ataupun pengalihan hak milik atas kepemilikan sebuah NFT.

The presence of a phenomenon in Indonesia in early 2022 called Ghozaly Everyday gave birth to new ideas in technological development, especially in the field of digital-based commerce. The main problem in this research is how transactions take place on a digital platform using digital currency, which creates a special urgency not only for the public but also for legal practitioners so that they can provide harmony between legal enforcement and the development of technology itself. An urgency arises when the ownership of the Non-Fungible Token is transferred through blockchain technology, which excludes the Notary as a public official whose role is also as a Trusted Third Party which functions as a legal guarantor. This research uses a doctrinal research method with library study data collection techniques with a qualitative approach. The research results reveal that the presence of blockchain is unable to replace the Notary as a public official who is responsible for ensuring the understanding of the parties regarding their wishes in carrying out transactions or transferring property rights to the ownership of an NFT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erriyanti Samuhedah Puteri
"Tesis ini membahas mengenai legalisasi dokumen publik asing yang berbentuk elektronik berdasarkan Konvensi Apostille. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan tentang legalisasi dokumen publik elektronik berdasarkan berdasarkan Konvensi Apostille, mengetahui pengaturan legalisasi dokumen publik elektronik berdasarkan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, dan mengetahui implementasi electronic-Apostilles terhadap dokumen publik elektronik di Indonesia. Undang-undang memberikan beberapa penjelasan mengenai legalisasi. Legalisasi dalam penelitian ini ditujukan kepada dokumen publik yang akan dilakukan proses legalisasi atau pengesahan berdasarkan Konvensi Apostille. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum doktrinal. Dimana penelitian hukum doktrinal menggunakan penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen-dokumen yang ditujukan kepada peraturan yang bersifat tertulis atau bahan hukum lainnya. Kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini legalisasi Apostille terhadap dokumen publik berbentuk elektronik dapat merujuk kepada Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2022 tentang Layanan Legalisasi Apostille Pada Dokumen Publik, serta ketentuan dalam e-APP. Adapun belum terlaksananya e-APP di Indonesia, dengan ini legalisasi berdasarkan Konvensi Apostille terhadap dokumen publik dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia belum mengimplementasikannya secara elektronik.

This thesis discusses the legalization of foreign public documents in electronic form based on the Apostille Convention. This research aims to find out the arrangements for the legalization of electronic public documents based on the Apostille Convention, to find out the arrangements for the legalization of electronic public documents based on the Government Administration Law, and to find out the implementation of electronic-Apostilles on electronic public documents in Indonesia. The law provides several explanations regarding legalization. Legalization in this study is addressed to public documents that will be legalized or attested based on the Apostille Convention. In this research the author uses doctrinal legal research methods. Where doctrinal legal research uses library research or document studies aimed at written regulations or other legal materials. The conclusion that can be drawn in this study is that Apostille legalization of electronic public documents can refer to the Government Administration Law, the Electronic Information and Transactions Law, and the Regulation of the Minister of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia Number 6 of 2022 concerning Apostille Legalization Services on Public Documents, as well as provisions in e-APP. As for the non-implementation of e-APP in Indonesia, the legalization based on the Apostille Convention of public documents carried out by the Ministry of Law and Human Rights has not yet implemented it electronically."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novelia Kwan
"Tesis ini menganalisis pembuatan dan pendaftaran Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) atas surat wasiat yang dibuat oleh WNI di luar negeri. Analisis ini dilakukan terhadap studi kasus Tuan SYS yang membuat surat wasiatnya di Negara Bagian Texas yang sudah dilegalisasi oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Negara Bagian Texas sebelum ia meninggal di Indonesia. Ahli warisnya datang ke beberapa notaris di Indonesia untuk meminta wasiat tersebut didaftarkan dan dibuatkan SKHWnya. Tesis ini menggunakan metode penelitian doktrinal dan non-doktrinal. Pasal 945 KUHPerdata dan Pasal 8 huruf c Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 5 Tahun 2018 menunjukkan bahwa pembuatan wasiat oleh WNI di luar negeri dimungkinkan. Pewaris, ahli waris, maupun kuasanya dapat mendaftarkan wasiat tersebut melalui notaris dalam jangka 1 bulan sejak wasiat tersebut dibuat. Kemudian, notaris dapat membuat SKHWnya berdasarkan permintaan para ahli waris. Namun, berdasarkan hasil penelitian non-doktrinal, ternyata pembuatan dan pendaftaran SKHW atas wasiat yang dibuat oleh WNI tidak dimungkinkan.

This thesis analyzes the drafting and registration of Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) for a testament made by Indonesians abroad. The analysis was carried out on a study case of Mr. SYS who had written his testament in Texas, which was legalized by the Consulate General of the Republic of Indonesia in Texas, before he passed away in Indonesia. The heirs came to several notaries in Indonesia to ask for the testament to be registered and the SKHW to be made. This paper engages with doctrinal and non-doctrinal research methods.Article 945 of KUHPerdata and Article 8 (c) of Regulation of Minister of Foreign Affairs Number 5 of 2018 indicates that it is possible for Indonesians abroad to make testaments. The testator, heirs, or proxies can register the testament through a notary within a month after the testament is made. Then, a notary can make the SKHW based on the heirs’ request. However, based on the results of non-doctrinal research, drafting and registering a SKHW based on a testament made by Indonesians abroad is not doable."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Fransisca
"Perbuatan Notaris yang menerima uang titipan dari penghadap merupakan perbuatan di luar kewenangannya. Seorang Notaris memiliki kewajiban untuk mengikuti pedoman hukum yang berlaku sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Pada prakteknya, adanya notaris yang mengindahkan peraturan yang berlaku yaitu kasus Putusan MA Nomor 1407 K/Pid/2021 dengan menggunakan uang titipan penghadap berkaitan pembayaran objek PPJB yang dibuatnya dan terbukti melakukan suatu tindak pidana penggelapan secara berlanjut dengan hukuman penjara selama enam (6) bulan. Perbuatan penggelapan yang dilakukan seorang notaris dalam jabatan seharusnya mendapatkan hukuman yang lebih berat, seperti tujuan dari pemidanaan yaitu memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana. Namun dalam perbuatannya bukan hanya terbukti telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum secara pidana tetapi juga adanya pelanggaran yang dilakukan notaris berkaitan dengan undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) dan Kode Etik Notaris. Permasalahan yang diangkat mengenai tanggung jawab notaris atas uang titipan pembayaran objek perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dan implikasi perbuatan notaris terhadap PPJB berdasarkan putusan. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal sehingga menghasilkan bentuk penelitian berupa eksplanatoris analitis. Hasil penelitian ini adalah notaris harus bertanggungjawab secara pidana berupa hukuman penjara selama enam (6) bulan dan seharusnya hukumannya diperberat sesuai dengan Pasal 52 KUHP. Perbuatan notaris tersebut juga dapat dimintakan tanggung jawab secara administratif dan kode etik, apabila adanya laporan kepada Dewan Pengawas Notaris berkaitan dengan perbuatannya. Begitu juga dengan pertanggungjawaban secara perdata, apabila notaris terbukti tidak mengembalikan uang yang bukan miliknya, dengan gugatan yaitu PMH. Kedua implikasi atas perbuatan notaris diluar kewenangannya terhadap PPJB yaitu akan memiliki pembuktian sebagai akta dibawah tangan ataupun dapat dibatalkan seperti ketentuan Pasal 52 ayat (3) UUJN, apabila notaris menjadikan dirinya pihak, ataupun menjadi pihak untuk diri sendiri dalam suatu kedudukan, akan tetapi tetap menjadi akta PPJB yang seutuhnya apabila sebatas notaris hanya diberikan kuasa oleh para pihak untuk menjadi perantara pembayaran dalam objek PPJB dan tidak dituangkan kedalam akta.

Deeds Notary who accepts deposit money payment object on deed he made is outside deeds authority notary. A Notary has an obligation to follow the applicable legal guidelines so as not to harm himself and others. In practice, there are notaries who comply with applicable regulations in Decision Supreme Court number 1407 K/Pid/ using deposit money related to the payment of the PPJB object that he made and was proven to have committed a crime of continuous embezzlement with a prison sentence of six (6) months. The act of embezzlement committed by a notary in office should receive a more severe punishment, such as the purpose of punishment is to provide a deterrent effect on perpetrators of criminal acts. However, in his actions he was not only proven to have committed an act against the law criminally, but also a violation committed by a notary related to the Law on Notary Office (UUJN) and the Notary Code of Ethics. A notary must understand the limitations of his duties and authority as a notary by being trustworthy and honest. With this brief description, the issues raised regarding the Notary's Responsibilities for Money Entrusted with Payment of the Object of the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB). The results of this study, the first, namely the responsibility of the notary who received the money deposited for the payment of the PPJB object in the decision, namely Notary AM was proven to have committed embezzlement with a penalty in the form of imprisonment for six (6) months and should have been linked to 52 KUHPid of the Criminal Code regarding aggravation of sentences. From the criminal act, an administrative accountability and code of ethics can also be requested, if there is a report to the Notary Supervisory Board related to the act. Likewise with civil liability, if the notary is proven not to return money that is not his, with a lawsuit, namely PMH. Implications on deed Notary outside authority against PPJB namely will have proof as deed under hand or could canceled like provision Article 52 paragraph (3) UUJN, if Notary Public make himself parties, or Becomes party for self alone in something position, will but permanent becomes the complete PPJB deed if limited Notary only given power of attorney by the parties for becomes intermediary payment in PPJB object and not poured into the deed.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Budi Athira
"Surat Keputusan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dengan inkonsistensi jawaban akan dasar obyek, subyek, dan permohonan yang sama dari Penyidik tentunya memiliki akibat hukum yang fatal bagi notaris maupun pihak-pihak lainnya yang terkait. Hal ini disebabkan Surat Keputusannya harus senantiasa memiliki jawaban yang konsisten demi tercapainya suatu kepastian hukum. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai peran dari Majelis Kehormatan Notaris Wilayah berkaitan dengan penerbitan Surat Keputusannya, serta pelanggaran aspek formal substansial di dalamnya yang menjadi dasar pembatalan Surat Keputusan tersebut berdasarkan Putusan Nomor 569 K/TUN/2019 jo. Putusan Nomor 13/G/2018/PTUN-TPI. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis dari penelitian ini, menunjukkan bahwa peran dari Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dalam kasus ini belum tercermin secara sempurna, dikarenakan di dalamnya masih terdapat pelanggaran pada aspek formal dan substansial dari Peradilan Tata Usaha Negara. Padahal, penerbitan Surat Keputusan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah sebagai hasil tanggapan persetujuan atau penolakan tersebut berperan sangat penting dan merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum bagi Notaris. Dengan demikian, saran yang dapat diberikan adalah agar Majelis Kehormatan Notaris dapat memberikan pertimbangan yang lebih matang, berhati-hati dan cermat dalam memberikan penilaian, serta perlunya pertimbangan hakim yang lebih mendalam dengan tidak mengabaikan adanya pelanggaran aspek prosedural dalam Peradilan Tata Usaha Negara.

A Regional Notary Honorary Council Decree with inconsistent answers on the basis of the same object, subject, and application from the Investigator will certainly has fatal legal consequences for the notary and other related parties. This is because the Decree itself should always have a consistent answer in order to achieve legal certainty. The issues raised in this study are regarding the role of the Regional Notary Honorary Council in relation to the issuance of its Decree, as well as the violation of substantial and formal aspects in it, which became the basis for the cancellation of the Decree based on the Verdict Number 569 K/TUN/2019 jo. Verdict Number 13/G/2018/PTUN-TPI. To answer these problems, a normative juridical legal research method is used along with an explanatory research type. The result of the analysis in this study is that the role of the Regional Notary Honorary Council in this case has not been perfectly reflected, because apparently there are still some violations in the formal and substantial aspects of the State Administrative Court. This happens even though, the issuance of the Regional Notary Honorary Council Decree as a result of the approval or rejection response plays a very important role as a form of legal protection for Notaries. Thus, the advice that can be given is that the Notary Honorary Council can provide more mature, and careful considerations in providing assessments, as well as the need for more in-depth judges considerations by not ignoring violations of the procedural aspects in State Administrative Courts. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>