Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ameera Syafa Camilla
"konteks beragamnya masalah sosial, moral dan nilai adalah kondisi dan situasi yang tak lepas dari masyarakat. Maka penulis yang pada hakikatnya adalah anggota masyarakat, menjadikan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai subjeknya. Sama halnya dengan anime yang berjudul “Servant x Service” karya Karino Takatsu.
Anime ini menampilkan masalah sosial seperti bagaimana stigma masyarakat Jepang terhadap pegawai negeri sipil di Jepang. Penelitian ini menganalisis apa saja bentuk
stigma yang dihadapi oleh pegawai negeri sipil di Jepang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dapat digunakan untuk mengkaji karya sastra di mana penulis mengandalkan data verbal dari objek yang diamati, kemudian
dianalisis dengan konsep Stigma oleh Link dan Phelan (2001). Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan tiga bentuk stigma yang dialami oleh pegawai negeri sipil yaitu stereotip, pelabelan dan diskriminasi. Hal tersebut dapat dilihat dari interaksi maupun perilaku antara pegawai negeri sipil dengan warga sipil yang ditampilkan
oleh tokoh-tokoh di dalam anime “Servant x Service”."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Amellia Nuraini
"Dalam perkembangannya di masa kini, video game kerap memasukkan unsur-unsur kebudayaan dalam permainannya sebagai bagian dari konten promosi budaya ataupun konten atraktif yang dapat menarik perhatian para pemain game. Seperti video game Genshin Impact yang memasukan unsur-unsur kebudayaan beberapa negara populer pada negara-negara fiksinya, seperti Mondstadt sebagai representasi budaya Jerman, Liyue sebagai representasi budaya Cina, dan Inazuma sebagai representasi budaya Jepang. Penelitian ini berfokus pada analisis representasi budaya Ainu yang ada di Pulau Tsurumi, Inazuma dalam video game Genshin Impact. Penelitian ini metode kualitatif analitik melalui observasi pada video game dan studi studi pustaka untuk mengetahui budaya Ainu pada Genshin Impact dan dianalisis bentuk representasi budayanya berdasarkan teori representasi reflektif. Berdasarkan hasil penelitian ini adalah adanya representasi budaya Ainu pada konten, nama, benda, fitur dan nama-nama tempat di Pulau Tsurumi, Inazuma dalam video game Genshin Impact, yaitu Maushiro, Kanna Kapatcir, “Pirika cikappo kapatcir-kamui”, serta nama-nama tempat yang ada di Pulau Tsurumi, seperti Oina Beach, Moshiri Ceremonial Site, Chirai Shrine, Mt. Kanna, Shirikoro Peak, Autake Plains, Wakukau Shoal yang mengandung unsur kebudayaan Ainu, Jepang.

In today's video games development, developers often include cultural elements in their games as part of promotional content to attract players. As an example, video game Genshin Impact includes cultural elements of several popular countries in its fictional countries, such as Mondstadt as a representation of German culture, Liyue as a representation of Chinese culture, and Inazuma as a representation of Japanese culture. This study will focus on analyzing the representation of Ainu culture in Tsurumi Island, Inazuma in the Genshin Impact video game. This study uses an analytical qualitative method through observation of video games and literature studies to find out the Ainu culture in Genshin Impact and analyze the form of cultural representation based on reflective representation theory. Based on the results of this study, there are representations of Ainu culture in the contents, names, objects, features and place names on Tsurumi Island (Genshin Impact). Those representations are Maushiro, Kanna Kapatcir, "Pirika cikappo kapatcir-kamui", as well as the names of places on Tsurumi Island, such as Oina Beach, Moshiri Ceremonial Site, Chirai Shrine, Mt. Kanna, Shirikoro Peak, Autake Plains, Wakukau Shoal."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alfitazki Aulia Billah
"Howl’s Moving Castle adalah film animasi yang disutradarai oleh Hayao Miyazaki yang menceritakan seorang perempuan muda, Sophie, yang mengalami transformasi menjadi seorang wanita tua akibat kutukan dari penyihir. Perubahan yang dialami Sophie mempengaruhi penampilan hingga persepsi dirinya tentang nilai dan potensi diri. Berdasarkan hal itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perempuan tua dan penerapan successful aging oleh karakter Sophie yang direpresentasikan dalam film Howl’s Moving Castle. Penulis menggunakan teori successful aging milik Meredith Troutman Flood (2005) dan kemudian dianalisis menggunakan metode sinematografi yang berfokus pada berbagai tipe pengambilan gambar dan mise en scene yang berfokus pada elemen setting, the human figure dan composition. Film ini menggambarkan penuaan sebagai suatu proses alami yang harus diterima dan memperlihatkan bahwa nilai sejati seseorang tidak terletak pada penampilan fisik semata, melainkan kebaikan dalam diri. Film ini juga menyoroti bagaimana masyarakat sering kali mengesampingkan dan mempersempit definisi kecantikan dan nilai perempuan berdasarkan usia.

Howl's Moving Castle is an animated film directed by Hayao Miyazaki that tells the story of a young girl, Sophie, who is transformed into an old woman due to a curse from a witch. Sophie's transformation affects her appearance and her perception of self-worth and potential. Based on that, this study aims to describe the old woman and the application of successful aging by Sophie's character as represented in the movie Howl's Moving Castle. The author uses Meredith Troutman Flood's successful aging theory (2005) and then analyzes it using cinematography methods that focus on various types of shots and mise en scene that focuses on the elements of setting, the human figure and composition. The film depicts aging as a natural process that must be accepted and shows that a person's true value does not lie in physical appearance alone, but rather the goodness within. The film also highlights how society often overrides and narrows the definition of beauty and the value of women based on age."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nory Fitria Irwan
"Penelitian ini bertujuan untuk menemukan representasi budaya Jepang yang terdapat pada virtual item dalam video game asal Jepang, yaitu Animal Crossing: New Horizons. Penulis menggunakan metode analisis deskriptif dengan teori representasi dari Stuart Hill serta analisis semiotika dengan teori semiotika Roland Barthes. Dari hasil analisis, penulis menemukan makna-makna denotasi, konotasi, dan mitos pada virtual item dalam video game Animal Crossing: New Horizons. Dari makna-makna tersebut, dilanjutkan dengan penemuan makna-makna representasi virtual item tersebut, yaitu matsuri dan budaya tradisional Jepang. Representasi matsuri yang dapat membedakan budaya Jepang dengan budaya dari negara lain. Kepopuleran video game Animal Crossing: New Horizons serta kemunculan virtual item ini dapat memberikan pengaruh bagi pemain untuk mempelajari kebudayaan Jepang, khususnya bagi para pemain internasional. Cara yang digunakan oleh video game Animal Crossing: New Horizons adalah interaksi dengan virtual item khas Jepang dan menyediakan kotak dialog berisi penjelasan suatu item atau acara dengan menekan tombol tertentu pada konsol.

This research aims to find the representation of Japanese culture that exists in virtual item in the Animal Crossing: New Horizons video game from Japan. Using the concept of representation by Stuart Hill and semiotic analysis with the concept of semiotic by Roland Barthes. The result of this research shows that there are denotation meaning, connotation meaning, and myth found in virtual items in the Animal Crossing: New Horizons video game. The representation of the virtual items, namely matsuri and traditional Japanese culture, were found from these meanings. The representation of matsuri is what makes Japan different than the others’ culture. The popularity of the video game Animal Crossing: New Horizons and the appearance of this virtual item can influence players to learn Japanese culture, especially for international players. The way used by the video game Animal Crossing: New Horizons is to interact with Japanese virtual items and provide a dialog box containing an explanation of an item or event by pressing a button on the console."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Maharani
"Anime Kuragehime (2010) karya Akiko Higashimura merupakan adaptasi dari manga yang sebelumnya telah ditulis oleh penulis yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis identitas gender pada karakter Kuranosuke Koibuchi dalam anime Kuragehime dan respon yang diterima olehnya dari lingkungan sekitar. Dalam penelitian ini, teori performativitas gender oleh Judith Butler (1999) dan metode penelitian semiotika Charles Sanders Pierce digunakan sebagai landasan teoritis dan metodologis. Hasil analisis ditemukan bahwa elemen-elemen seperti pakaian, gaya rambut, dan ekspresi wajah Kuranosuke membentuk makna mendalam terkait identitas gender karakter tersebut. Perubahan penampilan Kuranosuke seperti layaknya seorang wanita menjadi representasi dinamika performativitas gender. Temuan penelitian ini menegaskan bahwa identitas gender bukanlah entitas statis, melainkan konstruksi sosial yang terus berubah melalui tindakan performatif yang berulang dan dinamis.

The anime Kuragehime (2010) by Akiko Higashimura is an adaptation of a manga previously written by the same author. This research aims to analyze the gender identity of the character Kuranosuke Koibuchi in the anime Kuragehime and the responses received from his surrounding environment. In this study, the theoretical framework and methodology involve Judith Butler's (1999) gender performativity theory and Charles Sanders Pierce's semiotic research method. The analysis results indicate that elements such as clothing, hairstyle, and facial expressions of Kuranosuke form profound meanings related to the gender identity of the character. Kuranosuke's changes in appearance, resembling that of a woman, serve as a representation of the dynamics of gender performativity. The research findings affirm that gender identity is not a static entity but a social construction that continually evolves through repeated and dynamic performative actions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Ghofar
"Film Nobody Knows (2004), I Wish (2011), Like Father, Like Son (2013), Our Little Sister (2015), After the Storm (2016), Shoplifters (2018) adalah film-film Jepang karya sutradara Hirokazu Koreeda yang mempunyai genre kehidupan keluarga. Hirokazu Koreeda banyak menggunakan tokoh-tokoh anak dalam film-filmnya untuk memperlihatkan hubungan dalam berkeluarga, terutama antara orang tua dan anak. Penelitian ini bertujuan untuk membahas bagaimana penggambaran tokoh anak yang digambarkan di dalam film dari Hirokazu Koreeda tersebut apakah menggambarkan kesejahteraan anak, dan apakah penggambaran tersebut sesuai dengan kondisi kesejahteraan anak pada kehidupan nyata di Jepang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, serta menggunakan konsep kesejahteraan sosial dari Zastrow (2017) dan konsep kesejahteraan anak dari Pecora (2010) untuk membahas kesejahteraan anak pada film di atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa film-film tersebut dapat menjadi berbagai penggambaran bahwa masih banyak permasalahan-permasalahan seperti penelantaran anak, kekerasan mental, kekerasan fisik. Perceraian dan pernikahan kembali yang dilakukan orang tua juga bisa mengganggu mental seorang anak. Tunjangan anak yang tidak terbayar, juga menjadi salah satu faktor dalam terjadinya permasalahan kesejahteraan anak pada zaman kontemporer Jepang.

The films Nobody Knows (2004), I Wish (2011), Like Father, Like Son (2013), Our Little Sister (2015), After the Storm (2016), Shoplifters (2018) are Japanese films by director Hirokazu Koreeda which have a family life genre. Hirokazu Koreeda uses child characters in his films to show family relationships, especially between parents and children. This study aims to discuss how the depiction of the child character depicted in the film from Hirokazu Koreeda does the depiction of children's welfare, and whether the depiction is in accordance with the welfare conditions of children in real life in Japan. This study uses descriptive analytical methods, and uses the concept of social welfare from Zastrow (2017) and the concept of child welfare from Pecora (2010) to discuss the welfare of children in the film above. The research results show that these films can serve as various depictions that there are still many problems such as child neglect, mental violence, physical violence. Divorce and remarriage by parents can also harm a child's mental health. Unpaid child support is also a factor in the development of child welfare problems in contemporary Japan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Razio Rahmatdana Rizal
"Tenki no Ko adalah film animasi drama romantis Jepang yang dirilis pada tahun 2019 dan disutradarai oleh Makoto Shinkai. Film tersebut dipilih sebagai objek penelitian karena Makoto Shinkai banyak menggunakan folklor Jepang yang terkait dengan bencana alam dalam narasi film tersebut. Penelitian ini membahas bentuk penggambaran folklor Jepang serta kaitannya dengan bencana alam yang terjadi di Jepang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu dengan menganalisis teks dan visual dalam film yang mengandung unsur folklor. Dalam analisis tersebut, penulis menggunakan konsep folklor C. Scott Littleton, konsep intertekstualitas Gillian Rose, konsep bencana alam Satou dkk., dan mise-en-scène David Bordwell, dkk. Berdasararkan analisis yang telah dilakukan, Tenki no Ko banyak menggunakan folklor Jepang dalam narasinya. Folklor-folklor tersebut mengandung tema yang bervariasi, yaitu pengorbanan, hubungan timbal balik antara keputusan dan konsekuensi, serta tema iyashikei (memberikan rasa tentram ketika menontonnya). Selain sesuai dengan dua dari tiga fungsi folklor menurut Littleton (2002), ditemukan juga bahwa folklor dalam Tenki no Ko dapat berfungsi sebagai “pelarian” dalam bentuk pengalihan tanggung jawab dan optimisme.

Tenki no Ko is a Japanese animated romantic fantasy film that released in 2019 and directed by Makoto Shinkai. This film uses Japanese folklore a lot in its narrative. This research will discuss the form of depiction of Japanese folklore as well as the relationship between folklore and natural disasters that occurred in Japan. The research used analytical descriptive method by analyzing texts and visuals containing folklore elements using the folklore concept by C. Scott Littleton, intertextuality concept by Gillian Rose, the natural disaster concept by Satou, et al., and the mise-en-scène concept by David Bordwell, et al. Based on the analysis, Tenki no Ko uses many Japanese folklore in its narrative. These folklores contain various themes, namely sacrifice, hope, the reciprocal relationship between decisions and consequences; and iyashikei theme (gives a sense of peace when watching it). In addition to conforming to two of the three functions of folklore according to Littleton (2002), it is also found that folklore in Tenki no Ko can function as an "escape" in the form of shifting responsibility and optimism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library