Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erisia Diah Utami
"Endless economic crisis knocked over Indonesia since 1997 and causing many companies unable to pay for the obligation and creditor proposed it to be a bankrupt in Commercial Justice. This condition for Tax General Directorate (DJP) become separate problems, because to the number of Taxpayers which is bankrupt cause DJP losing of Taxpayer and un-billed for tax debt. In bankrupt case there is interesting matter needing careful attention, such as at PT XYZ it explained to why the defined tax debt is based on SKP and aggregated by a warrant are unpaid thoroughly instead state has preferential right to tax debt over tax defendant properties. DJP should conduct a law effort to appeal level through Supreme Court in order to billing tax debt. Therefore problem raised in this research is to describe how the implementation of preferential right by a country in paying of ta debt at bankrupt case of PT.XYZ and numerous barriers which become an insulator implementation of preferential right from country in paying of tax debt at bankrupt case of PT XYZ.
Research method used is a descriptive with a qualitative approach. In solving case of PT XYZ case it is necessarily to apply Bankruptcy provisions so that research results are obtained and take no base account of tax provisions as an extra ordinary rules. Therefore PT XYZ?s preferential right has not run well in billing tax debt. This will caused of many obstacles turn to insulator as to know of DJP postponement in learning any bankruptcy of tax payer information also caused a long effort to bill, and the adjustment of preferential right in tax provisions is limited by time. The existency of curator?s role in paying tax debt of tax payer bankruptcy that has a consideration in sharing acquisition of debt sales, and tax provisions of preferential right clashes with workforce provisions of preferential right and during in billing tax payer should follow bankruptcy process so that will cause tax debt put into equation of common debt.
By anticipating the bankruptcy of tax payer it is necessary for DJP to look in to information and cooperation through Memorandum Of Understanding (MoU) with Commercial Court in order to perform an instant billing. KPP shall notify curator of DJP?s position which have a preferential right against Tax Payer bankruptcy. In order to have a standing law force, a Supreme Court Jurisprudencial during in appealing case recommend to tax sector to be inserted into revision of Bankruptcy Provisions. Implementation of Chapter 41 verse (3) legislation number 4 year 2008 of Bankruptcy, has mentioned that the replacement of settlement of tax debt collection are beyond bankruptcy process paths. It is expected that government would provide a strict management in constructing provisions in which related to Tax Preferential Right, or of imbalance between Tax Provisions with other Legislations that should be reviewed."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Herlin Sulismiyarti
"Utang pajak memiliki keistimewaan karena pemenuhannya didahulukan di atas pemenuhan pembayaran utang lainnya. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai kedudukan utang pajak dalam perkara kepailitan dan pembayaran utang pajak yang tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya dibayar oleh debitor pailit. Pokok pemmasalahan tersebut akan dianalisa dengan menggunakan peraturan perpajakan, peraturan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan utang pajak yang memiliki hak mendahulu pada pelunasan utang pajak perusahaan yang pailit. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis nonnatif yaitu penelitian yang mengacu pada peraturan perundang-undangan dan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder.
Penelitian ini juga membahas permasalahan utang pajak pada kasus PT. Koryo Internasional Indonesia vs Kanter Pelayanan Paiak Penanaman Modal Asing Empat c.q. Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kuxator PT. Artika Optima Inti vs Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tanah Abang Dua serta PT. Inti Mutiara Kimindo vs Direktorat Jenderal Pajak.
Berdasarkan peraturan yang terdapat dalam kitab undang-undang hukum perdata, undang-undang perpajakan, undang-undang kepailitan, utang pajak harus didahulukan karena memiliki hak mendahulu dalam penyelesainnya, namun dalam kenyataannya, utang pajak telah dikesampingkan.

Tax debt has specialties due to it has privilege to be fulfilled first than other debts. The main issues that would be discussed in this writing are about the position of tax debt in insolvency case and payment of tax debt which is not in accordance with the amount should be paid by the debtor. The issues would be analyzed with tax regulations, bankruptcy law and suspension of payment.
The purpose of this research is to know about tax debt position that has privilege on tax debt settlement of company?s debt. Research method that is being used is juridical normative method, which means the research is based on regulation and library research that used secondary data.
This research also discusses tax debt problem on case between PT. Koryo Internasional Indonesia v Foreign Investment Four Tax Office eq. Directorate General of Tax, PT. Artika Optima Inti?s Curator v Tanah Abang Two Tax Office and PT. Inti Mutiara Kimindo v Directorate General of Tax.
Based on the regulation of tax law, bankruptcy law and civil law, tax debt has been given priority because it has privilege on the settlement, but in fact, tax debt has been ruled out.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T26703
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Dwi Ratri
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2010
S10519
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rustanti
"ABSTRAK
Penerimaan negara dari sektor perpajakan dipergunakan untuk kepentingan
penyelenggaraan negara serta kesejahteraan rakyat. Usaha Direktorat Jenderal
Pajak dalam mendapatkan pelunasan utang pajak seringkah terjadi benturan
dengan pihak lain dalam hal ini yaitu kreditur lainnya (wajib pajak juga memiliki
utang terhadap pihak lain), sehingga terjadi perebutan atas harta kekayaan wajib
pajak/penanggung pajak untuk pelunasan utang negara dan kreditur lainnya. Hak
mendahulu negara menjadi solusi bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam upayanya
untuk mendapatkan pelunasan utang dari wajib pajak/penanggung pajak.
Pengaturan mengenai hak mendahulu negara terdapat pada beberapa peraturan
perundang-undangan, yaitu KUHPerdata, dan secara khusus diatur dalam
Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang No.5 Tahun 2008 tentang Perubahan
keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-undang (KUP), UU Nomor 19 Tahun
2000 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dan Undang-Undang No. 4 Tahun
1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan
dengan Tanah. Implementasi hak mendahulu negara pada peraturan perundangundangan
di Indonesia pada pokoknya berupa kedudukan negara lebih tinggi
daripada kreditur preferen dikecualikan dari biaya-biaya yang harus didahulukan
sebagaimana yang telah disebutkan dalam undang-undang. Pelaksanaan
pemungutan utang pajak berkaitan hak mendahulu negara dalam hal kepailitan
ternyata terdapat hambatan, terutama di Pengadilan Niaga (dalam proses
Kepailitan). Hambatan-hambatan pemungutan pajak berkaitan dengan hak
mendahulu negara berupa pengaturan peraturan perundang-undangan yang
menimbulkan multi tafsir (substansi hukum) dan kurangnya koordinasi diantara
aparatur penegak hukum dengan Direktorat Jenderal Pajak."
2011
T38069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ujang Inan Iswara
"Ketentuan perpajakan menempatkan negara sebagai pemegang hak mendahulu atas tagihan pajak.Hak mendahulu ini memberi kesempatan kepada Negara untuk mendapatkan bagian lebih dahulu dari kreditur lain atas hasil pelelangan barang-barang milik Penanggung Pajak di muka umum guna menutupi atau melunasi utang pajaknya.
Pengaturan tentang hak mendahulu berkaitan dengan utang pajak dalam kenyataannya tidak diterapkan secara benar. Direktorat Jenderal Pajak justru mengalami kerugian akibat adanya permohonan pailit. Salah satu kemungkinan rekayasa adalah dengan teknik homologatie sebagaimana diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UU Kepailitan. Berdasarkan teknik tersebut kemudian wajib pajak mengajukan masalahnya ke Pengadilan Niaga.
Kedudukan Direktorat Jenderal Pajak sangat kuat sebagai pemegang utang pajak termasuk dalam hal kepailitan. Keputusan pengadilan niaga yang mengabaikan kedudukan pemerintah atau negara terhadap utang pajak tidak menghalangi pemerintah atau negara untuk tetap melakukan pemungutan. Apalagi mengingat bahwa jika putusan pengadilan dijatuhkan oleh pengadilan umum bukanlah penyelesaian masalah perpajakan yang semestinya karena berdasarkan peraturan perundang - undangan telah diatur kompetensi absolut dari Peradilan Pajak dalam menyelesaikan sengketa pajak."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fernandez
"Utang pajak memiliki keistimewaan yang membedakannya dengan utang niaga. Dimana utang pajak memiliki Hak Istimewa yang pemenuhannya didahulukan di atas pemenuhan pembayaran utang lainnya. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai kedudukan utang pajak dalam perkara kepailitan dan bagaimana seharusnya penyelesaian utang pajak atas perusahaan yang pailit. Pokok permasalahan tersebut akan dianalisa dengan menggunakan peraturan di bidang perpajakan dan peraturan di bidang kepailitan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan utang pajak yang memiliki hak mendahulu pada pelunasan utang pajak atas perusahaan yang pailit. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini juga menjelaskan pengaturan utang pajak atas kepailitan yang diterapkan di Jepang dan Singapura. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kitab undang-undang hukum perdata, undang-undang perpajakan, dan undang-undang kepailitan, utang pajak harus didahulukan karena memiliki hak mendahulu dan penyelesaiannya tunduk dengan yang diatur dalam undang-undang perpajakan.

Tax debt has specialties that make it different with commercial debt. Tax debt contains privilege to be fulfilled first than other debts. The main issues that would be discussed in this writing are about the position of tax debt in insolvency case and how it supposed to be settlement by the law. The issues would be analyzed with tax regulations and bankruptcy regulations. The purpose of this research is to know about tax debt position that has privilege in winding up process. Research method that is being used is juridical normative method, which means the research is based on regulation and library research that used secondary data. This research also explain the position of tax claims in Japan and Singapore. Based on the research of civil law, tax regulations, and bankruptcy regulations, tax debt must be fulfilled first because his privilege and winding up procedures based on process in tax regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1197
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ziggy Zeirckaellaeisezabrizkie
"ABSTRAK
PT Kepsonic Indonesia dinyatakan pailit pada tanggal 23 Juli 2013, badan usaha tersebut memiliki kewajiban pajak yang belum dilunasi terhadap Direktorat Jenderal Pajak dan kewajiban pabean terhadap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pokok permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai ketentuan mengenai kedudukan piutang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dibanding piutang Direktorat Jenderal Pajak dalam proses kepailitan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan terkait, serta mengenai kesesuaian dasar pertimbangan dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 98/K/Pdt.Sus-Pailit/2015 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 652/K/Pdt.Sus-Pailit/2014 dikaitkan dengan ketentuan hak mendahulu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam Pasal 39 ayat 3 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1995 jo. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Pokok permasalahan tersebut akan dianalisa dengan mengunakan doktrin dan peraturan di bidang kepailitan, perpajakan, dan kepabeanan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan penelitian kepustakaan menggunakan data sekunder. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedudukan tagihan Direktorat Jenderal Pajak dan tagihan Direktorat Jenderal Bea Cukai adalah sama, yaitu selaku kreditor preferen, dan keduanya memiliki hak istimewa hak mendahulu.Kata Kunci : Utang Pajak, Bea Masuk, Pajak Impor, Kepailitan

ABSTRACT
AbstractPT Kepsonic Indonesia was declared bankrupt on July 23, 2013, the business entity has unpaid tax liability to the Directorate General of Taxation and customs duty to the Directorate General of Customs and Excise. The main subject assessed in this paper is regarding the standing of the Directorate General of Taxation rsquo s tax debt and the Directorate General of Customs and Excise rsquo s customs and tax debt in a bankruptcy proceeding as stated in the related legal framework, and also regarding the coherence of the legal consideration in Supreme Court Decision Number 98 K Pdt.Sus Bankrupt 2015 jo. Supreme Court Decision Number 652 K Pdt.Sus Bankrupt 2014 is attributed to the provisions of the preference right of the Directorate General of Customs and Excise in Article 39 paragraph 3 of Law Number 10 of 1995 jo. Law No. 17 of 2006 on Customs and other related rules and regulations. The main subject will be analyzed using doctrine and regulations in the areas of bankruptcy, taxation, and customs. The research method used is normative juridical, which research is conducted by referring to the regulations and literatures using secondary data. From this research, it can be concluded that the standing of the tax and custom debts of the Directorate General of Taxes and the Directorate General of Customs are the same, that is, as the preferred creditors, and both government institutions have the privilege of preference right.Keywords Tax Debts, Import Duties, Import Taxes, Bankruptcy"
2017
T47841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Oktosien Praditama
"Laporan magang ini membahas tentang kepatuhan PT MOP dalam memenuhi kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 25. Hasil analisis menunjukkan bahwa PT MOP sudah melakukan perhitungan, pembayaran, dan pelaporan PPh pasal 25 dengan tepat waktu pada tahun 2016. Namun di tahun 2017, PT MOP tidak dapat membayar PPh pasal 25 hingga tanggal jatuh tempo pembayaran. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan surat tagihan pajak atas PPh pasal 25 yang tidak atau kurang dibayar. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa manajemen perpajakan perusahaan kurang baik karena perusahaan tidak mempunyai usaha analisis mengenai perencanaan pajak hingga pengendalian pajak setiap tahunnya. Oleh karena itu, PT MOP harus mengintegrasikan manajemen perpajakannya ke seluruh fungsi manajemen agar implementasinya dapat berjalan dengan efektif. Lalu, terkait dengan pelunasan semua kewajiban pajaknya berdasarkan yang terdapat pada surat tagihan pajak, PT MOP membuat keputusan untuk membayar pokok dan sanksi administrasi sekaligus dengan pertimbangan biaya dan manfaat dibandingkan dengan pilihan untuk mengangsur dengan bank garansi.

This internship report explains about PT MOP`s compliance of income tax obligation article 25. The result of the analysis shows that PT MOP has done the calculation, payment, and reporting of income tax article 25 on time in 2016. However, in 2017, PT MOP can not pay income tax article 25 until the due date of payment. Therefore, Directorate General of Taxes issues the notice of tax collection on taxes are not or less paid. The result of analysis also explains that the company`s tax management is not good because the company has no business analysis of tax planning until tax control for every year. Therefore, PT MOP must integrate its tax management to all management functions so that its implementation can proceed effectively. Then, related to the settlement of all outstanding tax liability based on notice of tax collection, PT MOP made the decision to pay off the principal and the administrative sanctions at the same time with consideration of costs and benefits compared to the repayment option by attaching a bank guarantee."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Azzahra
"Penelitian ini membahas mengenai utang pajak perseroan yang dinyatakan pailit terhadap tanggung jawab pribadi direksi. Kepailitan merupakan suatu sita umum terhadap seluruh kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Direksi memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kepentingan Perseroan sesuai maksud dan tujuan Perseroan, mewakili Perseroan di dalam maupun di luar pengadilan, serta bertanggungjawab apabila terdapat penyimpangan yang disebabkan dari kesalahan dan/atau kelalaian dari direktur tersebut. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah utang pajak perseroan yang telah pailit terhadap tanggung jawab pribadi direksi dan penagihan utang pajak terhadap direksi perseroan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal. Tipologi penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Hasil penelitian ini adalah tanggung jawab pribadi TSD atas utang pajak perseroan yang dinyatakan pailit tidak dapat dibebankan secara pribadi kepada TSD, karena permohonan keberatan atas pengumuman daftar pembagian akhir harta pailit yang diajukan oleh KPP Wajib Pajak Besar Satu terdapat penolakan oleh Mahkamah Agung berdasarkan perkara Kasasi Nomor 557K/Pdt.Sus-Pailit/2018, yang mana telah inkracht. Maka semua debitor, kreditor, dan pihak lain yang berkaitan dalam putusan harus tunduk pada putusan tersebut. Ditinjau dari asas keadilan dan kepastian hukum, penagihan utang pajak yang dikabulkan dalam perkara Kasasi Nomor 557K/Pdt.Sus-Pailit/2018 adalah sebesar Rp2.549.161.883 dan telah dibayarkan oleh kurator sehingga utang pajak telah lunas. Adapaun penagihan sebesar Rp193.625.721.483 tidak berkaitan dengan tagihan utang pajak yang terdapat dalam daftar harta pailit.

This research discusses the tax debt of companies declared bankrupt regarding the personal responsibilities of directors. Bankruptcy is a general confiscation of all assets of a bankrupt debtor, the management and settlement of which is carried out by a curator under the supervision of a supervising judge. The Board of Directors has the authority and responsibility to carry out the Company's interests in accordance with the Company's aims and objectives, represent the Company inside and outside the court, and is responsible if there are irregularities caused by the director's errors and/or negligence. The formulation of the problem in this research is the tax debt of a bankrupt company on the personal responsibility of the directors and the collection of tax debts on the company's directors. This research uses doctrinal legal research methods. The typology of this research is descriptive-analytical. The result of this research is that TSD's personal responsibility for the tax debt of a company declared bankrupt cannot be borne personally by TSD, because the request for objection to the announcement of the final distribution list of bankruptcy assets submitted by the First Large Taxpayer KPP was rejected by the Supreme Court based on Cassation case Number 557K/Pdt.Sus-Pailit/2018, which has been inkracht. Then all debtors, creditors and other parties involved in the decision must comply with the decision. Judging from the principles of justice and legal certainty, the tax debt collection granted in Cassation case Number 557K/Pdt.Sus-Pailit/2018 is IDR 2,549,161,883 and has been paid by the curator so that the tax debt has been paid off. The collection of IDR 193,625,721,483 is not related to the tax debt claim contained in the bankruptcy estate list."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alan Budiandri
"Perbedaan pendapat antara PT BBB dengan fiskus telah menimbulkan sengketa pajak terkait dengan kebijakan kompensasi utang pajak dalam sengketa dengan lebih bayar. PT BBB berpendapat terkait lebih bayar yang terjadi harus dikembalikan dengan dilakukan restitusi sebab utang pajak yang dimaksud fiskus masih dalam proses hukum di pengadilan pajak yang belum berkekuatan hukum tetap. Sehingga, dalam hal ini PT BBB belum memiliki utang pajak yang dapat dikompensasikan dengan lebih bayar. Sementara, fiskus berpendapat bahwa bahwa utang pajak dalam proses hukum tersebut telah menjadi utang pajak sehingga tindakan penagihannya telah dapat dilakukan. Berdasarkan hal itu, melalui pendekatan kualitatif, peneliti ingin mengetahui dan menganalisis penerapan ketentuan kompensasi utang pajak dalam sengketa dengan lebih bayar yang dialami oleh PT BBB. Berdasarkan penerapan ketentuan kebijakan kompensasi utang pajak masih dalam sengketa menemui hambatan karena terdapatnya dualisme kebijakan mengenai penagihan pajak, dengan mengacu pada UU KUP tindakan kompensasi tidak dapat untuk dilakukan. Hal tersebut telah menyebabkan terjadinya ketidakpastian pada faktor ruang lingkup dan pendefinisian dalam kepastian hukum. Oleh sebab itu, dengan adanya dualisme kebijakan telah menimbulkan ketidakpastian terhadap pelaksanaan ketentuannya. Dalam mengatasi masalah tersebut, dilakukan penerapan asas lex posterior derogat legi priori. Sehingga dualisme kebijakan tersebut dapat dihilangkan dan ketentuan yang berlaku yaitu UU KUP.

Differences of opinion between PT BBB and the tax authorities have led to a tax dispute related to the tax payable compensation policy in dispute with overpayment. PT BBB is of the opinion that the overpayment that occurred must be returned with a restitution because the tax payable referred to by the tax authorities is still in the legal process in the tax court which has not yet had permanent legal force. Thus, in this case, PT BBB does not yet have a tax payable that can be compensated by overpayment. Meanwhile, the tax authorities are of the opinion that the tax payable in the legal process has become tax payable so that the collection action can be carried out. Based on this, through a qualitative approach, the researcher wants to know and analyze the application of the provisions for compensation for tax payables in disputes with overpayments experienced by PT BBB. Based on the implementation of the provisions of the tax payable compensation policy, the dispute is still facing obstacles due to the dualism of policies regarding tax collection, with reference to the KUP Law, compensation measures cannot be carried out. This has caused uncertainty in the scope and definition factors in legal certainty. Therefore, the existence of policy dualism has created uncertainty regarding the implementation of its provisions. In overcoming this problem, the principle of lex posterior derogat legi priori is applied. So that the dualism of the policy can be eliminated and the applicable provisions are the KUP Law."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>