Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Taufiq A.
"Tesis ini membahas tentang Penerapan dan Pelaksanaan Ketentuan Konvensi New York 1958 Sehubungan dengan Hukum Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Dalam era globalisasi kepastian hukum dalam penanaman modal serta bisnis dan perdagangan internasional sangatlah dibutuhkan dalam hukum penyelesaian sengketa. Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (?UU 30/1999?) sebagai peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang arbitrase khususnya arbitrase internasional serta untuk memperbaiki hukum penyelesaian sengketa arbitrase di Indonesia sebelum diundangkannya UU tersebut, tetap belum dapat memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan putusan arbitrase asing sebagaimana diamanatkan Konvensi New York 1958. Hal ini dikarenakan UU 30/1999 tidak mengakomodir penuh ketentuan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing di wilayah Negara Republik Indonesia. Dimana, di satu sisi, Indonesia merupakan Negara anggota Konvensi New York 1958, dan kewajiban internasional yang timbul dari penandatanganan serta peratifikasian ketentuan-ketentuan Konvensi New York 1958 tersebut, seharusnya diterapkan secara utuh dalam ketentuan hukum penyelesaian sengketa melalui arbitrase nasional Indonesia sehingga dapat memberikan predictability, stability, dan fairness kepada pelaku usaha penanaman modal serta bisnis dan perdagangan internasional.

This thesis analyzes The Application and Enforcement of New York 1958 Provisions Related to Law of Settlement of Disputes Before Arbitration Provisions Under Law No. 30 Year 1999. In the era of globalization, legal certainty within investment also international business and commercial trade is very important towards the law of settlement of disputes. The enactment of Law Number 30 Year 1999 regarding Arbitration and Alternative Dispute Settlement (?Law 30/1999?) as regulation which specifically regulates arbitration especially international arbitration, and to repair the law of settlement of disputes before arbitration in Indonesia in previous state before the enactment of that Law, still cannot provide legal certainty in the enforcement of foreign arbitral awards as addressed by New York Convention 1958. This condition is due to the Law 30/1999 that does not completely accommodate the recognition and enforcement of foreign arbitral awards within the territory of the Republic of Indonesia. Whereas, in the other side, Indonesia is one of the contracting state of New York Convention 1958 and the international liabilities which arisen from the signing and ratification of the Convention, shall be applied completely within the national law of settlement of disputes before arbitration of Indonesia, thus, the related law will provide predictability, stability and fairness towards the investor and the international business and commercial trade actor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28053
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Utami
"ABSTRAK
ICSID merupakan suatu lembaga arbitrase yang
didirikan khusus untuk menyelesaikan sengketa penanaman
modal asing yang terjadi antara negara dengan warga negara
lain anggota peserta konvensi. Berkaitan dengan hal
tersebut perlu ditelaah mengenai cara apa yang paling
tepat untuk menyelesaikan sengketa penanaman modal asing,
bagaimana peranan ICSID sebagai salah satu lembaga
alternatif penyelesaian sengketa penanaman modal asing
ditinjau dari sudut HPI dan bagaimana keterkaitan antara
arbitrase dengan prinsip pilihan hukum serta bagaimana
peran pemerintah dalam melaksanakan putusan ICSID.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian deskriptif analitik yaitu menggambarkan dan
menganalisa mengenai pelaksanaan penyelesaian sengketa
penanaman modal asing menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan. Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa cara yang paling tepat untuk
menyelesaikan sengketa penanaman modal asing adalah melalui
lembaga arbitrase, khususnya ICSID yang merupakan suatu
lembaga khusus yang dibentuk untuk menyelesaikan sengketa penanaman modal asing. Dalam menyelesaikan sengketa, ICSID
hanya menerima sengketa yang terjadi antara negara dengan
warga negara lain. Hukum yang dipergunakan adalah hukum
yang dipilih oleh para pihak. Apabila tidak terdapat
pilihan hukum maka yang digunakan adalah hukum host State,
jika masih kurang maka akan ditambah dengan prinsip-prinsip
hukum internasional. Selain itu, arbiter juga harus
memperhatikan klausula pilihan forum untuk menentukan forum
apa yang akan dipergunakan. Peranan pemerintah dalam
pelaksanaan putusan ICSID adalah dengan membuat undang -
undang tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa No. 30 Tahun 1999."
2003
T36527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lupitta Risma Candanni
"Tesis ini akan membahas eksistensi penyelesaian sengketa penanaman modal melalui mekanisme investor-state dispute settlement ("ISDS") dalam perjanjian investasi internasional di lembaga arbitrase International Center for Settlement of Investment Disputes ("ICSID") dan Permanent Court of Arbitration ("PCA"), serta saran pengembangan penyelesaian ISDS melalui PCA yang dapat menjamin kepastian hukum dan mendukung kepentingan penanam modal asing (foreign investor) maupun negara penerima (host country). Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara deskriptif dengan metode penafsiran sistematis dan komparatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa PCA saat ini cukup banyak dimanfaatkan sebagai forum penyelesaian sengketa penanaman modal internasional dan khususnya untuk menyediakan dukungan institusional bagi arbitrase ISDS yang timbul dari perjanjian investasi internasional yang dilakukan diluar kerangka Konvensi ICSID. Meskipun demikian, terdapat beberapa hal terkait dengan pengaturan penyelesaian sengketa pada PCA yang dapat dilakukan perubahan agar penyelesaian sengketa bagi mekanisme ISDS melalui PCA dapat benar-benar menjamin kepastian hukum bagi kedua pihak.

This thesis is aimed to discuss the existence of investment dispute settlement through the investor-state dispute settlement ("ISDS") mechanism in international investment agreements settled through the International Center for Settlement of Investment Disputes ("ICSID") arbitration and the Permanent Court of Arbitration ("PCA"), as well as suggestions for developing ISDS mechanism through the PCA that can guarantee legal certainty and support the interests of foreign investors and host countries. This research is normative legal research and uses secondary data which are analyzed descriptively by a method of systematic and comparative interpretation. The results of the study revealed that the PCA is currently quite widely used as a forum for resolving international investment disputes and in particular to provide institutional support for ISDS arbitration arising from international investment agreements carried out outside the framework of the ICSID Convention. Nonetheless, there are a number of things related to the dispute resolution arrangements in the PCA that can be improved so that the dispute resolution for the ISDS mechanism through PCA can truly guarantee legal certainty for both parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rotua Anastasianovita
"Pasal 41 ayat 5 Peraturan Arbitrase ICSID memberikan kewenangan kepada Majelis Arbitrase untuk menyaring perkara yang memenuhi unsur "manifestly without legal merit." Penulis melakukan kajian terhadap tiga dari dua puluh lima putusan yang telah dijatuhkan oleh Majelis Arbitrase ICSID terhadap keberatan yang diajukan berdasarkan Pasal 41 ayat 5 Peraturan Arbitrase ICSID. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dalam penulisannya. Penelitian ini Penulis lakukan untuk menjelaskan secara jelas dan lengkap aspek Hukum Perdata Internasional dan hasil interpretasi Majelis Arbitrase ICSID terhadap Pasal 41 ayat 5 Peraturan Arbitrase ICSID, khususnya terhadap unsur "manifestly without legal merit," pada perkara Global Trading Resource Corporation and Globex International, Inc. v. Ukraine Perkara ICSID Nomor ARB/09/11 , Rachel S. Grynberg, Stephen M. Grynberg, Miriam Z. Grynberg and RSM Production Corporation v. Grenada Perkara ICSID Nomor ARB/10/6 , dan Accession Mezzanine Capital L.P. and Danubius Keresked h z Vagyonkezel Zrt. v. Hungary Perkara ICSID Nomor ARB/12/3.

Rule 41 (5) of ICSID Arbitration Rules gives Tribunal the authority to dismiss a case which is manifestly without legal merit. This thesis contains the analysis on three out of twenty five award or decisions rendered by Tribunal on the objection which invoked Rule 41 (5) of ICSID Arbitration Rules. The research for this thesis is conducted in a normative legal research method. It is the intention of this thesis to describe the aspects of Private International Law and the outcome of Tribunal's interpretation on Rule 41 (5) of ICSID Arbitration Rule, specifically regarding the element of "manifestly without legal merit," in the cases of Global Trading Resource Corporation and Globex International, Inc. v. Ukraine ICSID Case No. ARB/09/11, Rachel S. Grynberg, Stephen M. Grynberg, Miriam Z. Grynberg and RSM Production Corporation v. Grenada (ICSID Case No. ARB/10/6), dan Accession Mezzanine Capital L.P. and Danubius Kereskedohaz Vagyonkezelo Zrt. v. Hungary (ICSID Case No. Nomor ARB/12/3)."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68944
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ramadinan Saptara
"Article 25(4) of the ICSID Convention allows a state to notify the exclusion of certain
classes of investment disputes from ICSID jurisdiction. Pursuant to this provision, the
Indonesian government through Presidential Decree No. 31 of 2012 (“Presidential
Decree 31/2012”) made a notification to exclude investment disputes arising from
administrative decisions issued by the regency governments. Notifications of
exclusion, however, are considered inoperable unless incorporated into the investment
treaty provision expressing the notifying state’s consent to ICSID jurisdiction.
Moreover, the terms of Indonesia’s notification of exclusion have not been included in
any investment treaty that Indonesia is a party to. This research discusses, firstly, the
legal consequence of Presidential Decree 31/2012 with regards to limiting ICSID
jurisdiction. Secondly, this research discusses the methods through which the terms of
Presidential Decree 31/2012 and Indonesia’s notification of exclusion may be
incorporated into a limited consent clause of an investment treaty. Thirdly, this research
also discusses the extent to which such a limited consent clause may be invoked to
deny ICSID jurisdiction. By conducting a juridical normative legal research, it can be
concluded that the operation of Presidential Decree 31/2012 would limit the forum for
the settlement of the excluded disputes to the Indonesian Administrative Judiciary.
Moreover, the terms of Presidential Decree 31/2012 would have to be incorporated into
an investment treaty by way of reproduction or amendment. Further, a consent clause
that expresses the exclusion made in Presidential Decree 31/2012 would be inconsequential in denying ICSID jurisdiction.

Pasal 25(4) Konvensi ICSID memperbolehkan suatu negara untuk melakukan
pemberitahuan mengenai golongan sengketa penanaman modal yang dikecualikan dari
yurisdiksi ICSID. Berdasarkan ketentuan ini, pemerintah Indonesia melalui Keputusan
Presiden No. 31 Tahun 2012 (“Keputusan Presiden 31/2012”) telah melakukan
pemberitahuan untuk mengecualikan sengketa penanaman modal yang timbul dari
keputusan tata usaha negara yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten. Namun,
pemberitahuan mengenai pengecualian sengketa dianggap tidak dapat diberlakukan
kecuali dimasukkan kedalam pasal dalam perjanjian investasi yang mengandung
persetujuan negara terkait terhadap yurisdiksi ICSID. Selanjutnya, ketentuan dalam
pemberitahuan pengecualian Indonesia belum dimasukkan dalam seluruh perjanjian
investasi yang mengikat Indonesia. Penelitian ini membahas, pertama, dampak hukum
dari Keputusan Presiden 31/2012 terhadap pembatasan yurisdiksi ICSID. Selanjutnya,
penelitian ini membahas metode untuk menginkorporasi ketentuan dalam Keputusan
Presiden 31/2012 dan pemberitahuan pengecualian Indonesia ke dalam klausul
persetujuan terbatas dalam suatu perjanjian investasi. Penelitian ini juga membahas
sejauh mana klausul persetujuan terbatas tersebut dapat digunakan untuk menolak
yurisdiksi ICSID. Dengan melakukan penelitian yuridis-normatif, dapat disimpulkan
bahwa keberlakuan Keputusan Presiden 31/2012 akan membuat penyelesaian sengketa
yang dikecualikan terbatas pada penyelesaian melalui Peradilan Tata Usaha Negara
Indonesia. Ketentuan dalam Keputusan Presiden 31/2012 harus dimasukkan dalam
perjanjian investasi melalui cara reproduksi atau perubahan klausul persetujuan
terbatas yang mengandung pengecualian dalam Keputusan Presiden 31/2012 juga tidak
akan memiliki dampak terhadap penolakan yurisdiksi ICSID.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Mahendra
"This thesis is aimed to discuss the arrangement of investment dispute settlement through the investor-state dispute settlement ("ISDS") mechanism in international investment agreements.The agreements are the Bilateral Investment Treaty ("BIT") and the Investment Chapter Comprehensive Economic Partnership Agreement (" IC-CEPA ”) which involves the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Australia as parties to both agreements. This research is a normative legal research and uses secondary data which are analyzed descriptively by a method of systematic and comparative interpretation. The results of the study revealed that the ISDS mechanism settlement at BIT was not much different when compared to the mechanism settlement at the IC-CEPA even though both of them appointed ICSID and UNCITRAL as international arbitration institutions for ISDS. However, with the enactment of IC-CEPA which replaced BIT, it will guarantee legal certainty for both partiesespecially related to avoiding claims that are filed separately but contain the same substance.

Tesis ini akan membahas pengaturan penyelesaian sengketa penanaman modal melalui mekanisme investor-state dispute settlement (“ISDS”) dalam perjanjian investasi internasional, dalam hal ini the Bilateral Investment Treaty (“BIT”) serta Investment Chapter Comprehensive Economic Partnership Agreement(“IC-CEPA”) yang melibatkan Republik Indonesia dan Australia sebagai para pihak dalam kedua perjanjian tersebut. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara deskriptif dengan metode penafsiran sistematis dan komparatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pengaturan mekanisme penyelesaian sengketa ISDS pada BIT tidak banyak perbedaan jika dibandingkan dengan pengaturan mekanismenya pada IC-CEPA meskipun keduanya sama-sama menunjuk ICSID dan UNCITRAL sebagai institusi arbitrase internasional bagi ISDS. Namun demikian, dengan diberlakukannya IC-CEPA yang menggantikan BIT, akan memberikan jaminan kepastian hukum bagi kedua pihak terutama terkait menghindari gugatan yang diajukan secara terpisah namun berisi substansi yang sama."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library