Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desak Putu Yuli Kurniati
"ABSTRAK
Pemenuhan hak reproduksi dan seksual perempuan menjadi salah satu strategi
penting untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan di Indonesia. PKK menjadi
salah satu wadah dimana upaya pemenuhan hak reproduksi tersebut dilakukan.
Informasi, fasilitas, dan pelayanan kesehatan telah disediakan untuk mempercepat
upaya pemenuhan tersebut, namun upaya tersebut terkesan mengalami beberapa
kendala dalam aplikasinya di masyarakat. Sebuah studi kualitatif diperlukan untuk
mengetahui faktor internal dan eksternal yang menjadi kendalanya. Penelitian ini
menggunakan pendekatan Rapid Assesment Procedures (RAP). Penelitian
dilakukan pada ibu-ibu PKK di Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan,
Bali, tahun 2012. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa dua dari enam hak
reproduksi yang diteliti sebagian besar belum terpenuhi dengan baik, diantaranya
adalah hak seksual serta hak dalam menentukan jumlah dan jarak anak. Tingkat
pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, persepsi, sumber daya yang dimiliki,
budaya, peran kelompok referensi (orang tua, suami, teman dan petugas
kesehatan) menjadi faktor yang terkait upaya pemenuhan hak reproduksi
perempuan. Peningkatan peran suami dan tokoh masyarakat untuk mendukung
pemenuhan hak reproduksi menjadi saran dari penelitian ini.

Abstract
The Fulfillment of sexual and reproductive rights become one of important
strategies to cope the health problems in Indonesia. PKK (Family Empowerment
and Welfare) to be one of place, where the efforts for the fulfillment of
reproductive rights have been done. Informations, facilities, and health services
have been provided to accelerate the fulfillment, but these efforts have not been
going well impressed in society. A qualitative study is needed to determine the
internal and external factors that become obstacles. This study used the Rapid
Assessment Procedures (RAP) approach. It was performed on the PKK in the
Sesetan Village, South of Denpasar District, Bali, year of 2012. The results of this
study found that two of six of reproductive rights have not been properly
unfulfilled, such as sexual rights and the right for determining number and
spacing of children. Level of education, employment, knowledge, perception,
resources, culture, and reference groups (parents, husband, friends and health
workers) to be associated factors for the fulfillment of women reproductive rights.
The study also suggested to enhance the role of husband and community leaders,
in supporting the fulfillment of reproductive rights."
2012
T31304
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Arinia Indriyany
"ABSTRAK
Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap warga negara Indonesia yang berada dalam usia wajib belajar, termasuk juga difabel. Negara idealnya mampu menyediakan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan difabel. Tidak hanya kebutuhan difabel yang harus diperhatikan tetapi juga bagaimana layanan pendidikan tersebut mampu menjamin hak dari difabel dan yang terpenting adalah difabel mampu mengakses layanan pendidikan yang tersedia. Namun tidak jarang difabel mengalami kesulitan mengakses layanan pendidikan yang disediakan oleh negara dikarenakan kebutuhan mereka yang berbeda dengan non difabel. Akibatnya difabel banyak mengalami penolakan ketika ingin bersekolah di sekolah yang mereka inginkan, termasuk di sekolah reguler. Pemahaman yang berkembang adalah sekolah yang pantas bagi difabel hanyalah di sekolah luar biasa. Hal ini yang membuat difabel tak jarang di diskriminasi dalam dunia pendidikan. Kebijakan pendidikan inklusif yang awalnya didesain agar anak difabel dan non difabel mampu belajar bersama pun baik regulasi dan implementasinya masih jauh dari sempurna. Kebijakan pendidikan inklusif seharusnya dapat digunakan sebagai dasar kesetaraan pendidikan kenyataannya masih menerapkan syarat khusus agar difabel mampu diterima di sekolah reguler tersebut. Saat difabel tidak mampu lolos kualifikasi yang ditentukan maka dia tidak dapat diterima di sekolah inklusif tersebut dan dikembalikan ke sekolah luar biasa. Jika hal ini terjadi maka negara gagal menjamin pemenuhan hak pendidikan bagi difabel itu sendiri."
Yogyakarta: Pusat Layanan Difabel (PLD), 2015
370 JDSI 2:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Toni Kurniawan
"Lembaga Pemasyarakatan merupakan instansi terakhir dari rangkaian sistem peradilan pidana yang berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pembinaan yang dilaksanakan di dalam lembaga pemasyarakatan diupayakan agar sesuai dengan minat, bakat dan kebutuhan narapidana. Hal ini diharapkan agar narapidana dapat mengembangkan potensi dirinya masing-masing agar setelah habis masa pidananya dapat memperoleh bekal berupa keahlian dan kemampuan yang dapat dimanfaatkan pada saat berintegrasi dengan masyarakat. Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah apakah yang diharapkan oleh narapidana untuk dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan dalam rangka pemenuhan hak narapidana guna mengembangkan diri. Hak narapidana untuk mengembangkan diri di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin dapat dikatakan belum sepenuhnya terpenuhi, dapat dilihat melalui indikator ketersediaan fasilitas serta program pengembangan diri yang diberikan oleh pihak Lembaga pemasyarakatan. Sebenarnya pihak lembaga pemasyarakatan telah menyediakan fasilitas-fasilitas dimaksud melalui pengelompokan pada pos-pos kerja yang ada, namun jumlahnya masih sedikit dan tidak semua narapidana dapat terserap. Ketersediaan program pengembangan diri dapat dikatakan relatif sudah tersedia, meskipun demikian pihak Lembaga pemasyarakatan belum dapat mengakomodir semua program pengembangan diri yang sesuai dengan minat dan bakat narapidana. Pelatihan kerja atau keterampilan, seringnya hal itu tidak sesuai dengan karakteristik, mint dan keinginan mereka, atau sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan kondisi di luar lembaga. Ketertinggalan teknologi dan tidak bervariasinya pemberian keterampilan justru menyebabkan kegiatan menjadi tidak efektif, sehingga biaya produksi yang telah dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil yang tidak diharapkan. Faktor penghambat lain yaitu lemahnya manajemen sumber daya manusia khususnya dalam fungsi kepemimpinan dan pengorganisasian.

Correctional institution is the last institution from criminal judicature system that based on Acts Republic of Indonesia Number 12 year 1995 about Institutional has function as reconstruction place for prison and pupil of institutional. Implemented reconstruction is attempted to adjust their desire, intelligent and necessity of prison. This is accepted in order to depelop them after they finish their punishment can obtain know-how such as skill and used ability when they enter into community.The main problem in this research is what accepted from prisoner so that it provide useful for correctional institution in attempt to right fulfillment to develop them. From obtained conclusion that lack of chance for prison at Class I Correctional Institution Sukamiskin Bandung to develop them during concerned with their phunisment progress. Prisoner right to develop them at Sukamiskin Correctional Institution cannot be fully fulfilled, viewed from facility infrastructure indicator as well as reconstruction program that provided by correctional institution internal line. In fact, they provided such facilities through work posts classification that exist, but insufficient to accommodate the prisoner, nevertheless correctional institution internal line not yet accommodate all development program concerned with their desire and intelligent and willing or inappropriately with situation and condition that they face. Training for them often not suitable with technology and skill so that ineffective where production cost exceeded their hope. Other factor is poor human resources management especially in leadership and organizational function."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abi Hasan
"Program pemagangan kampus merdeka merupakan program yang dimiliki oleh Kementrian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi yaitu sebuah program pemagangan yang dibuat untuk kegiatan pengembangan diri bagi pekerja maupun calon pekerja untuk menjadi kompeten ketika telah terjun ke pekerjaan yang sesungguhnya tetapi penyelenggara pemagangan sering kali tidak memenuhi hak-hak peserta pemagangan penelitian dalam tesis ini menggunakan metode pendekatan normatif. permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pelaksanaan pemagangan program Kampus Merdeka oleh Kemendikbudristek, pemenuhan hak peserta magang program, dan penyelenggaraan pemagangan berdasarkan hukum yang berlaku baik dari segi pelaksanaan dan pemenuhan hak. kesimpulan dari permasalahan ini adalah Pelaksanaan pelaksanaan magang/ praktik kerja program kampus merdeka didasari dari 3 Pihak pelaksana yaitu Perguruan Tinggi/universitas, Mahasiswa, Mitra program Kampus Merdeka sebagai tempat pelaksanaan magang, kemudian pemenuhan hak dari peserta magang harus terlindungi, Penyelenggaraan pemagangan pada Mitra X dikatakan tidak sesuai karena hak peserta magang yang kurang lengkap Juga pada Perjanjian Pemagangan oleh Mitra dan Peserta Pemagangan tidak dituliskan jumlah nominal Uang Saku yang akan didapatkan oleh Peserta Magang dari pemagangan yang dilakukan.

Kampus Merdeka Internship Program is a program run by the Ministry of Education, Culture, Research and Technology and the internship program is made for self-development activities for workers and prospective workers to become competent when they have entered a real job but the internship organizers often do not fulfill the rights of research apprentices in this thesis using normative approach methods. The problem in this study is how is the implementation of the Independent Campus program internship by the Ministry of Education, Culture, Research and Technology, the fulfillment of the rights of program interns, and the implementation of internships based on applicable law both in terms of implementation and fulfillment of rights. The conclusion of this problem is that the implementation of internships/work practices of the independent campus program is based on 3 implementing parties, namely Universities/universities, Students, Partners of the Independent Campus program as a place for implementing internships, then the fulfillment of the rights of apprentices must be protected, the implementation of internships at Mitra X is said to be inappropriate because the rights of apprentices are not complete Also in the Internship Agreement by Partners and Internship Participants is not stating the nominal amount of Pocket Money that will be earned by interns from the internships done."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Afithasari
"Narapidana dan narapidana ibu hamil memiliki kebutuhan tambahan terkait hal ini pemenuhan hak kesehatannya di Rumah Tahanan Negara. Hak ini penting karena berhubungan langsung dengan ibu hamil dan juga untuk kesehatan janin itu mengandung. Tesis ini menjelaskan tentang pemenuhan hak atas kesehatan ibu hamil yang dilakukan oleh Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mewawancarai 3 (tiga) orang narapidana wanita hamil yang berada di Rutan Kelas IIA, Jakarta Timur. Benda Tujuannya untuk mengetahui pengalaman dan kebutuhan narapidana wanita hamil, terutama dalam upaya memenuhi kesehatan Rutan Kelas IIA Jakarta Timur sebagai Unit Pelayanan Teknis yang bertugas melindungi HAM Tahanan dan narapidana manusia. Analisis penelitian ini menggunakan Perspektif Hak Asasi Manusia dan Teori Hukum Feminis. Berdasarkan hasil didapat, Rutan Kelas IIA Jakarta Timur melakukan 4 upaya kesehatan yaitu upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi narapidana dan tahanan perempuan hamil. Namun upaya kesehatan belum terpenuhi dengan baik karena Beberapa kendala tersebut antara lain kondisi overcrowding yang terjadi, anggaran fasilitas dan staf yang tidak memadai serta terbatas di pusat penahanan.

Pregnant women prisoners and prisoners have additional needs in this regard to fulfill their right to health in State Detention Centers. This right is important because it is directly related to pregnant women and also for the health of the fetus that is pregnant. This thesis describes the fulfillment of the rights to health of pregnant women carried out by the Class IIA State Detention Center (Rutan), East Jakarta. This study used a qualitative approach by interviewing 3 (three) pregnant female prisoners who were in the Class IIA Detention Center, East Jakarta. Object The aim is to find out the experiences and needs of pregnant women prisoners, especially in an effort to fulfill the health of the Class IIA Prison in East Jakarta as a Technical Service Unit in charge of protecting the human rights of prisoners and human prisoners. The analysis of this research uses the Human Rights Perspective and Feminist Legal Theory. Based on the results obtained, East Jakarta Class IIA Rutan has made 4 health efforts, namely promotive, preventive, curative, and rehabilitative efforts for pregnant women inmates and prisoners. However, health efforts have not been fulfilled properly due to some of these constraints, including overcrowding conditions, insufficient budget for facilities and staff and limited in detention centers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Maharani
"Perkembangan gig economy yang semakin pesat membuka peluang pekerjaan baru yang mengandalkan teknologi sebagai pilar utama. Pekerjaan ini disebut dengan gig works–bercirikan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang individu sebagai gig workers dengan keahlian khusus pada bidangnya untuk melakukan suatu pekerjaan bersifat sekali-selesai (temporary). Ketika hendak melakukan pekerjaan, pekerja yang bekerja sebagai gig workers tidak mengikatkan dirinya dalam suatu hubungan kerja, melainkan hanya dalam hubungan kemitraan. Karena alasan tersebut, seorang gig workers tidak memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai ‘pekerja’ menurut istilah hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Sebagai seseorang yang bukan merupakan seorang ‘pekerja’ menurut definisi hukum ketenagakerjaan, gig workers tidak mendapatkan akses yang setara untuk mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak ketenagakerjaan layaknya seorang pekerja, meskipun kapasitas pekerjaan yang dilakukannya tidak jauh berbeda dengan pekerja biasa. Penelitian ini akan meneliti sistem hukum dua negara, Indonesia dan Britania Raya yang telah berhasil menjamin perlindungan dan pemenuhan hak gig workers atau kontraktor independen di negaranya. Selain itu akan dilakukan penelitian terkait sistem hubungan kemitraan antara gig workers dengan perusahaan penyedia aplikasi untuk dilakukannya pekerjaan gig. Berdasarkan penelitian ini, terdapat urgensi pembentukan peraturan yang secara khusus mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak yang terlibat di ranah gig works Indonesia, sehingga akan ada kepastian hukum dan jaminan pemenuhan hak bagi gig workers yang bekerja di Indonesia.

The rapid development of the gig economy opens up new job opportunities that rely on technology as their main pillar. Such jobs are called gig works–a type of job which is carried out by an individual known as a gig worker with special expertise to carry out a one-time job. Workers who work as gig workers do not bind themselves into an employment relationship, but rather only as an independent contractor. For this reason, a gig worker does not meet the requirements to be called a 'worker' according to the labor law in Indonesia. As someone who is not considered a 'worker', gig workers do not have equal access to the protection and fulfillment of their basic employment rights like regular workers do, despite that the capacity of their work is not much different from regular workers. This research will inspect the legal systems of two countries, Indonesia and the United Kingdom, which have succeeded in guaranteeing the protection and fulfillment of the rights of a gig workers in their countries. Apart from that, this research will be carried out regarding to the independent contracting system between gig workers and companies providing applications to carry out gig works. Based on this research, there is an urgency to establish regulations that specifically regulate the rights and obligations of the parties involved in the Indonesian gig works sector, so that there will be legal certainty and guarantees for the fulfillment of rights for those who work as a gig workers in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Naufaldi Hidayat
"Tulisan ini menganalisa bagaimana pemenuhan hak memilih/ right to vote bagi difabel netra dalam akses pemilu di Indonesia. Pokok analisa tertuju pada bagaimana perkembangan konsep dan aturan hak memilih difabel netra serta bagaimana evaluasi dan cetak biru proyeksi hak memilih difabel netra di Indonesia. Tulisan ini dalam menganalisa menggunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan studi kasus hanya terfokus pada pemilu tahun 2019 dan 2024. Indonesia tengah memasuki babak baru pengakuan hak bagi difabel netra setelah turut serta bergabung menjadi negara pihak yang tunduk pada Convention on the Rights of Persons with Disabilities. Ratifikasi dilakukan melalui pengesahan UU 19/2011 yang dilanjutkan dengan UU 8/2016. Penanda baru telah tercipta sejatinya paradigma harus diletakkan atas dasar hak yang mengacu pada esensi dari keberagaman manusia. Martabat menuntut kesetaraan akan peluang partisipasi politik dalam penikmatan yang sama. Difabel netra berhak atas penikmatan hak memilih pada pemilu melalui jaminan kesempatan dan akses yang disesuaikan. Akan tetapi, hambatan masih saja terus berulang, seperti ditolak memilih, sulit mengakses informasi dan pemungutan suara tanpa otonomi serta privasi. Oleh karenanya, pembenahan harus menjadi proyeksi holistik sedari koherensi antar norma pemilu, pendataan yang menyeluruh hingga pengembangan pemungutan suara yang berbasis asistensi, sistem braille bahkan pemanfaatan teknologi baru.

This paper analyzes how the visually diffabled are able to access the right to vote in Indonesian elections. The point of the analysis focuses on how the development of the concept and rules of the right to vote for the visually diffabled have evolved, as well as the evaluation and blueprint for the implementation of the right to vote in Indonesia. This paper analyzes using the doctrinal legal research method, with a case study focused solely on the 2019 and 2024 elections. Indonesia has entered a new era of rights recognition for individuals with visual different ability by becoming a state party to the Convention on the Rights of Persons with Disabilities. Ratification was carried out through the Law 19 of 2011, followed by Law 8 of 2016. A new marker has been created to indicate that the paradigm must be based on rights that refer to the essence of human diversity. Dignity necessitates equal rights to political participation and equal enjoyment. Individuals with visual different ability have the right to vote in elections by ensuring personalized opportunities and access. However, impediments persist, such as being refused the right to vote, difficulty getting information, and voting without autonomy and privacy. Thus, improvement must be a holistic projection, ranging from electoral norm coherence to extensive data gathering to the development of assistance-based voting, braille systems, and even the employment of new technology."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diwa Agus Sudrajat
"Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hak-haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, mendorong profesi perawat untuk lebih memahami dan menyadari terhadap berbagai aspek hukum yang mengatur praktik keperawatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran hubungan antara karaktersitik dan pengetahuan perawat pelaksana tentang aspek hukum praktik keperawatan dengan pemenuhan hak-hak pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di ruang rawat inap. Jumlah sampel dalam penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi adalah 106 perawat pelaksana. Analisa hubungan variabel dilakukan melalui uji koefisien korelasi Pearson dan t test.
Hasil penelitian di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi menunjukkan, pemenuhan hak-hak pasien sudah baik; perawat pelaksana mayoritas berusia produktif, berpendidikan DIII Keperawatan, jenis kelamin perempuan, dan mempunyai lama kerja rata-rata 7,35 tahun; pengetahuan perawat pelaksana tentang aspek hukum praktik keperawatan masih rendah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara karakteristik dan pengetahuan perawat pelaksana tentang aspek hukum praktik keperawatan dengan pemenuhan hak-hak pasien. Rekomendasi untuk meningkatkan pemenuhan hak-hak pasien oleh perawat pelaksana melalui, pelatihan tentang hak-hak pasien, evaluasi sistem penilaian kerja, dan supervisi terhadap perawat laki-laki. Meningkatkan pemahaman dan penerapan aspek hukum praktik keperawatan melalui penerapan berbagai aspek hukum praktik keperawatan, pelatihan aspek hukum, pendidikan berkelanjutan, dan melengkapi fasilitas perpustakaan. Disarankan untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan aspek legal praktik keperawatan dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemenuhan hak-hak pasien melalui metode observasi langsung dan melibatkan pasien sebagai responden.

Increasing of public awareness to the rights to get a quality health service pushes a nurse profession to be more comprehensive and realize of various law aspects which arranging nursing practice. This research is a descriptive research by a cross sectional design which aiming to get describing of relationship between nurse characteristic and knowledge concerning law aspect of nursing practice and accomplishment of patient rights at inpatient room at Islamic Hospital of Jakarta in Pondok Kopi. These research populations are all nurses providers at inpatient room. Amount of samples in this research which fulfill inclusion criterion are 106 nurses providers at inpatient room. Analysis of variable relationship was done by coefficient test of Pearson correlation and t-test.
Research result of inpatient room at Islamic Hospital of Jakarta in Pondok Kopi indicated that accomplishment of patient rights was satisfied; majority of nurses providers were productive age; education of Nursing Diploma III, woman gender, and mean of job period was 7,35 years; knowledge of nurse provider concerning law aspects of nursing practice were still low. This research concluded that there was no relationship between nurse characteristic and knowledge concerning law aspects of nursing practice and accomplishment of patient rights. Recommendation on improve accomplishment of patient rights of nurses providers by training of patient rights, system evaluation of job performance and supervising of man nurse. Improving understanding and implementing law aspects of nursing practice by implementation various aspects of nursing practice, law aspects training, continue education and equipping library facility. It was suggested for researching factors which effected growth of legal aspect of nursing practice and the other factors which effected accomplishment of patient rights by observation method directly and participating patient as respondent."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library