Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dendy Lesmana Ellion
"Pemenuhan (perlindungan) hak asasi manusia bagi anak perkawinan campuran merupakan masalah yang berkaitan dengan efektivitas hukum. Oleh karena itu hak anak atas status kewarganegaraan menjadi ruang lingkup penelitian ini. Dengan demikian analisis sosiologi hukum dalam pemberian status kewarganegaraan dalam rangka mengetahui efektivitas hukum perlindungan hak asasi manusia bagi anak perkawinan campuran menjadi tujuan penelitian ini. Untuk itu teori efektivitas hukum dan pandangan aliran kriminologi kritis terhadap hak asasi manusia menjadi kerangka teori dan konseptual penelitian.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hak asasi manusia bagi anak hasil perkawinan campuran telah terjamin dalam peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan anak di Indonesia. Namun demikian pemenuhan perlindungan hak asasi manusia bagi anak perkawinan campuran belum optimal terlaksana dalam proses pemberian kewarganegaraan terhadap anak perkawinan campuran.
Kesimpulan penelitian bahwa pengaturan persyaratan umur dan ketentuan peralihan mengenai tenggat waktu pendaftaran dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 menjadi faktor penyebab belum optimalnya perlindungan hak asasi manusia terhadap anak dari perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dan warga negara asing. Selain itu adanya keberatan atau protes terhadap pemberian kewarganegaraan kepada anak hasil perkawinan campuran menjadi salah satu penyebab dari belum efektifnya perlindungan terhadap hak asasi manusia bagi anak dari hasil perkawinan campuran.

The human rights implementation (protection) for children of mix marriages is a problem related to the effectiveness of law. Therefore, the children's rights for citizenship status become the scope of this research. Thus the sociology of law analysis in granting citizenship status in order to identify the effectiveness of human rights protection law for children of mixed marriages is the objective of this research. For that the law effectiveness theory and the view of critical criminology on human rights become the theoretical framework and research conceptual.
The results indicated that human rights for children of mixed marriages have been guaranteed under legislation relating to children in Indonesia. However, the implementation of human rights protection for children of mixed marriages has not been optimally implemented in the process of granting citizenship to children of mixed marriages.
This research concluded that the arrangement on age requirements and transitional provisions regarding the application deadlines under Law Number 12 Year 2006 is a factor influencing the not optimal human rights protection for children of mixed marriages between Indonesian and foreign citizens. Besides, the objection or protest against the granting of citizenship to children of mixed marriages become one of the causes for ineffective human rights protection for children of mixed marriages.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26669
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ranindra Anandita
"ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai parenting self efficacy pada ibu yang melakukan perkawinan campuran dan memiliki anak toddler. Pengukuran parenting self efficacy dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan alat ukur Self Efficacy for Parenting tasks Index – Toddler Scale (SEPTI-TS) dari Coleman (1998) yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Jumlah partisipan dalam penelitian ini ialah sebanyak 41 orang dengan kriteria yaitu ibu Indonesia yang menikah dengan warga negara asing dan memiliki anak toddler (12-36 bulan). Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar partisipan memiliki penilaian yang positif terhadap kemampuannya dalam menjalankan tugas parenting. Kemudian apabila dilihat berdasarkan domain yang ada pada alat ukur SEPTI-TS, diketahui bahwa partisipan memiliki skor rata-rata tertinggi pada domain teaching dan skor rata-rata terendah pada domain discipline


ABSTRACT

The study was conducted to gain the description about parenting self efficacy among mother who do mixed marriages who have a toddler; and want to know which domain has the highest and the lowest parenting self efficacy. Measurement of parenting selfefficacy performed quantitatively using Self Efficacy for Parenting Tasks Index - Toddler Scale (SEPTI-TS) from Coleman (1998) that has been adapted into Bahasa Indonesia. The number of participants in this study is 41 Indonesian mothers who is married to foreign nationals and have a toddler (12-36 months). The results showed that most of the participants have positive evaluation of the ability to perform tasks of parenting. The result also showed that participants get the highest average score in the domain of teaching and lowest average scores on the domain discipline.

"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57354
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cucu Nurhayanti Anggraeni
"Salah satu akibat putusnya perkawinan campuran adalah harta benda perkawinan yang mengandung unsur asing yang didalamnya. Terutama tanah-tanah di Indonesia dengan sertipikat hak milik yang diperoleh oleh WNA karena adanya pencampuran harta. Dimana hal ini ada ketidaksesuaian dengan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria. Metode penelitian penulisan skripsi ini bersifat yuridis normatif dan berbentuk deskriptif analitis untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut. Berdasarkan 3 (tiga) kasus yang telah dianalisis, diperoleh kesimpulan bahwa belum ada pemahaman hakim mengenai harta benda perkawinan akibat dari putusnya perkawinan campuran terkait dengan tanah-tanah tersebut dan masih belum menerapkan prinsip-prinsip HPI dalam pertimbangan putusannya.

One of the outcome of the divorce of a mixed marriage is the marital property issue. This include issues of lands within Indonesia territory, in particular lands which the freehold title belongs to the foreigner spouse in a mixed marriage. This contradicts to the Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Law. The research of this study was conducted through juridical normative method in a form of analytical description. Based on 3 (three) cases that have been analyzed on this research, it has come into a final conclusion that there is no result based on the understanding of the judges regarding marital property, and as a result of the termination of a mixed marriage correlated with these lands and has not fulfilled the implementation of the Indonesian Private International Law principles due to the considerations of the ruling."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuridha Rizama Yulianto
"ABSTRAK
Seiring dengan bertambahnya pelaku perkawinan campuran di Indonesia, semakin banyak pula permasalahan yang terjadi sebagai akibat dari perkawinan campuran. Salah satu permasalahan yang kerap timbul dalam perkawinan campuran adalah karena Warga Negara Indonesia yang melakukan perkawinan campuran tidak diperbolehkan mempunyai Hak Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Hak Guna Usaha, kecuali perkawinan campuran tersebut dilakukan dengan membuat
perjanjian perkawinan mengenai pemisahan harta. Apabila perkawinan campuran berlangsung tanpa membuat perjanjian perkawinan, maka permasalahan akan timbul apabila dikemudian hari terjadi perceraian terutama dalam hal pembagian harta kekayaan yang dihasilkan selama perkawinan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana akibat hukum atas bagaimana akibat hukum atas putusnya perkawinan terhadap harta bersama dalam perkawinan campuran yang berlangsung tanpa perjanjian perkawinan terhadap harta bersama dalam perkawinan campuran yang berlangsung tanpa perjanjian perkawinan dan bagaimana kedudukan harta benda dalam perkawinan campuran yang berupa Hak Guna Bangunan setelah perceraian (Analisis Putusan Nomor 0391/Pdt.G/2017/PA.Dp). Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa dalam hal terjadi perceraian, masing-masing
suami isteri berhak atas setengah dari jumlah harta bersama yang didapatkan selama perkawinan dan Warga Negara Asing tidak dimungkinkan untuk memiliki Hak Guna Bangunan meskipun didapatkan karena percampuran harta dalam perkawinan. Jika Warga Negara Asing mendapatkan Hak Guna Bangunan maka dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat kepemilikan. Untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi dalam perkawinan campuran terkait harta benda perkawinan, maka dapat dilakukan perkawinan campuran dengan membuat perjanjian perkawinan.

ABSTRACT
Along with the increasing number of mixed marriages in Indonesia, the more problems occur as a result of mixed marriages. One of the problems that often occurs in mixed marriages is that Indonesian citizens of mixed marriages are not permitted to have Freehold Title, Right to Build (HGB), or Right to Cultivate (HGU), unless the mixed marriage is carried out by making a nuptial agreement concerning the separation of assets. If a mixed marriage takes place without making a nuptial agreement, problems will arise if divorce then occurs especially
in the case of division of assets obtained during the marriage. Based on the thesis background, the cause of the problem in this thesis are how the legal consequences of divorce on common property in a mixed marriage that takes place without a marriage agreement and how the position of property in mixed marriages in the form of Right to Build after divorce (Analysis of Religious Court Judgment Number 0391/Pdt.G/2017 PA.Dp) This research is normative research, with the typology of normative explanatory research. The results of this
research explain that if a divorce occurs, each husband and wife are entitled to half of the amount of common property obtained during marriage and Foreign Citizens are not allowed to have the Right to Build even though they are obtained due to mixing assets in marriage. If Foreign Citizens get the Right to Build then within a period of 1 year, they must release or transfer to other parties according to the conditions of ownership. To minimize the problems that occur in mixed
marriages related to marital property, a mixed marriage can be done by making a nuptial agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Odelia
"Tulisan ini menganalisis bagaimana Perubahan Undang-Undang Kewarganegaraan dan Penerapan Prinsip Best Interest of The Child dan Prinsip Non Diskriminasi Pasca Berlakunya Pasal 3A Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2022, khususnya dalam memberikan status kewarganegaraan pada anak. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian hukum kualitatif melalui studi kepustakaan. Terkait status kewarganegaraan anak yang dilahirkan dari ikatan perkawinan campuran diatur dalam Undang-Undang Kewarganegaraan. Undang-Undang Kewarganegaraan Lama No.62/1958 memberikan status kewarganegaraan anak secara tunggal. Dilihat dari beberapa kasus anak yang lahir dibawah Undang-Undang Kewarganegaraan Lama No. 62/ 1958, tentu saja banyak kesulitan yang perlu dihadapinya. Sehingga pada tertanggal 1 bulan agustus tahun 2006 disahkannya Undang-Undang Kewarganegaraan Baru No. 12/ 2006. Undang-Undang Kewarganegaraan Baru No. 12/ 2006 memberikan status kewarganegaraan ganda terbatas kepada anak yang lahir dari perkawinan campuran. Masa transisi perubahan Undang-Undang Kewarganegaraan ini mengakibatkan banyaknya anak hasil perkawinan campuran yang tidak terdaftar atau telat terdaftar kewarganegaraan gandanya atau bagi yang sudah terlajur berkewarganegaraan asing. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.21/ 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 2/ 2007 dalam memperbaiki permasalahan yang timbul akibat masa transisi tersebut yang tercantum dalam Pasal 3A. Pasal 3A tersebut hanya berlaku sampai 31 Mei 2024 , batas waktu Pasal 3A ini tidak melihat sisi kepentingan yang akhirnya menimbulkan persoalan baru seperti diskriminasi khususnya bagi anak-anak yang dalam hal ini adalah anak-anak hasil perkawinan campuran. Sehingga aturan tersebut dinilai tidak memberikan perlindungan yang utuh terhadap anak-anak karena tidak mengadopsi Prinsip Best Interest of The Child dan Prinsip Non Diskriminasi dalam Perlindungan hak anak khususnya terkait status kewarganegaraan anak itu sendiri.

This article analyzes the changes to the Citizenship Law and the Implementation of the Best Interest of the Child Principle and the Principle of Non-Discrimination after the Implementation of Article 3A of Government Regulation No. 21 of 2022, especially in granting citizenship status to children. This article was prepared using qualitative legal research methods through literature study. Regarding the citizenship status of children born from mixed marriages, it is regulated in the Citizenship Law. The Old Citizenship Law No.62/1958 provides sole citizenship status for children. Judging from several cases of children born under the Old Citizenship Law no. 62/1958, of course there were many difficulties that he had to face. So on August 1 2006 the New Citizenship Law no. 12/ 2006. New Citizenship Law no. 12/2006 grants limited dual citizenship status to children born from mixed marriages. This transition period for changes to the Citizenship Law resulted in many children resulting from mixed marriages who were not registered or had their dual citizenship registered too late or for those who already had foreign citizenship. The government issued Government Regulation No.21/2022 concerning Amendments to Government Regulation No. 2/2007 in correcting problems arising from the transition period as stated in Article 3A. Article 3A is only valid until May 31 2024, the deadline for Article 3A does not look at the interests side which ultimately gives rise to new problems such as discrimination, especially for children, in this case children from mixed marriages. So this regulation is considered not to provide complete protection for children because it does not adopt the Principle of Best Interest of the Child and the Principle of Non-Discrimination in the Protection of children's rights, especially regarding the child's own citizenship status."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library