Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Depok: Yayasan Mata Air Biru, 2016
371.223 MEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Air adalah sumberdaya alam yang sangat penting untuk kehidupan manusia
sehingga perlu untuk diatur dan dilidungi pengggunaannya. Mata air panas
telah menjadi fenomena yang cukup menarik perhatian khalayak umum pada
beberapa tahun belakangan ini. Oleh karena itu perlu diketahui kualitas mata
air panasnya dan pola keruangannya sehingga berguna untuk proses ke
depannya. Wilayah yang diteliti adalah Daerah Aliran (DA) Ci Mandiri dan
DA Ci Maja. Di mana variabel yang digunakan adalah variabel dependen (y)
dan independen (x). Pemunculan tipe mata air berupa Hot Spring pada
wilayah DA Ci Mandiri dan Ci Maja memiliki kualitas yang bervariasi.
Seluruh parameter termasuk ke dalam kelas II (untuk peruntukan prasarana
dan sarana rekreasi) pengecualian untuk parameter Daya Hantar Listrik
(DHL) yang memang tidak terdapat pada nilai baku mutu. Kualitas mata air
panas pada wilayah penelitian dipengaruhi oleh penggunaan tanah dan
struktur geologinya. Pola keruangan mata air panas yang dihasilkan adalah
pola yang berkumpul pada wilayah syarat struktur geologi. Di mana sebagian
besar struktur geologi tersebut berkelompok di bagian tengah wilayah
penelitian. Ini sama dengan sebaran mata air panas pada wilayah penelitian
yang memang berkelompok pada bagian tengah."
Universitas Indonesia, 2010
S34142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
PATRA 14 (1-4) 2013
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dwi Hafidah
"[ABSTRAK
Rawapening merupakan cekungan danau tektonik yang terjadi dari peristiwa tektonik gravitasi. Adanya struktur patahan dan lipatan yang terjadi akibat peristiwa tersebut juga menyebabkan terjadinya patahan akuifer sehingga muncul titik-titik mata air di DAS Rawapening. DAS Rawapening merupakan wilayah gunung api kerena sebagian besar jenis batuannya merupakan batuan vulkanik. Wilayah gunung api memiliki potensi besar dalam kemunculan mata air sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persebaran mata air berdasarkan karakteristik fisik wilayah, debit, dan jenis mata airnya di DAS Rawapening.
Analisis asosiasi dan deskriptif digunakan untuk menjelaskan keadaan mata air tersebut. Hasil studi menunjukkan bahwa sebagian besar mata air muncul pada ketinggian kurang dari 500 mdpl dengan kelerengan 2 – 8 %, berada pada formasi geologi fasies gunung api kwarter muda (Gkm), berada pada wilayah produktivitas akuifer setempat, dan penggunaan tanah sekitar adalah kebun/perkebunan. Jenis mata air didominasi oleh mata air rekahan (fracture
springs) atau yang biasa disebut dengan mata air umbul dengan debit rata – rata sebagian besar adalah 1 – 10 liter/detik.

ABSTRACT
Rawapening is a tectonic lake basin that occurred from tectonic gravity process. That process formed structural faults and folds. The faults also fracturing the aquifer so there are many springs appear in Rawapening watershed. Rawapening watershed is categorized as a types of volcanic region because the geological formations mostly are volcanic rocks. Volcanic region has great potential in the emergence of springs so this study was conducted to determine the distribution of springs by physical characteristics of region, discharge, and types of springs. Descriptive and association analysis are used to describe the distribution of springs in Rawapening watershed. The results of the study showed that most of the springs appear at an altitude of less than 500 meters above sea level with
slopes 2-8%, with geological formations is volcanic facies young crater, at the local aquifer productivity, and surrounding landuse is a garden/farm. Types of springs dominated by fracture springs with average discharge mostly is 1-10 liters/sec., Rawapening is a tectonic lake basin that occurred from tectonic gravity process.
That process formed structural faults and folds. The faults also fracturing the
aquifer so there are many springs appear in Rawapening watershed. Rawapening
watershed is categorized as a types of volcanic region because the geological
formations mostly are volcanic rocks. Volcanic region has great potential in the
emergence of springs so this study was conducted to determine the distribution of
springs by physical characteristics of region, discharge, and types of springs.
Descriptive and association analysis are used to describe the distribution of
springs in Rawapening watershed. The results of the study showed that most of
the springs appear at an altitude of less than 500 meters above sea level with
slopes 2-8%, with geological formations is volcanic facies young crater, at the
local aquifer productivity, and surrounding landuse is a garden/farm. Types of
springs dominated by fracture springs with average discharge mostly is 1-10
liters/sec.]"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Indonesia, 2014
S58177
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hafizh
"Penelitian ini membahas tentang kualitas mata air di daerah pegunungan berdasarkan parameter PH, DHL, TDS dan kandungan Nitrat-N dengan studi kasus enam mata air di Desa Tieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan kualitas air yang diperoleh melalui pengukuran di lapangan. Parameter PH, DHL, TDS dan kandungan Nitrat-N digunakan sebagai indikator pengukuran di awal bulan November. Topografi, penggunaan tanah dan pemakaian pupuk dijadikan sebagai variabel yang menjadi factor penentu perbedaan kualitas air. Analisis Anova untuk mengetahui keragaman data dan analisis deskriptif spasial untuk mengetahui hubungan kondisi topografi terhadap kualitas air di mata air Desa Tieng. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa factor topografi merupakan factor utama yang menentukan perbedaan kualitas mata air.

This research works through about wellspring quality at mountain region bases PH's parameter, DHL, TDS and Nitrate-N by case study six wellsprings at Tieng village Kejajar District Wonosobo's Regency.This Research is done to see the difference of acquired water quality through measurement at the site. PH's parameter, DHL, TDS and Nitrate-N is utilized as indicator of measurement at early month of November. Topography, landuse and manure using up is made as variable that becomes factor to difference quality air. Anova analysis is used to know data diversity and spatial descriptive analisis is used to know topography condition relationship to water quality at Tieng's village wellspring. The Result of research observationaling show that topography is the main factor to differences of wellspring qualities."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S68269
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyo Junaedy
"
ABSTRAK
Skripsi ini membahas bangunan-bangunan patirthan di wilayah Jawa Timur yang berasal dari abad IX.- XV M. Penekanan utama dari penelitian ini adalah untuk melihat penggambaran bentuk patirthan di Jawa Timur, serta melihat keterkaitan antara bentuk bangunan dengan keletakan bangunan patirthan. Secara Khusus, Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk arsitektur patirthan yang berada dalam komplek candi dengan bangunan patirthan yang mandiri, mengetahui kedudukan bangunan patirthan terhadap situs yang ada di sekitarnya serta mengetahui fungsi bangunan patirthan melalui elemen-elemen bangunan yang ada dalam patirthan tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini diawali dengan melihat konsepsi tentang tirtha karena air adalah kriteria utama dalam bangunan patirthan. Penelusuran konsepsi tentang tirtha dilakukan melalui karya-karya sastra, prasasti serta melihat perkembangan konsepsi ini baik di India maupun di masa Jawa kuna. Tahap berikutnya adalah analisis terhadap bentuk bangunan patirthan di Jawa Timur yang dilakukan dengan cara melakukan komparasi bentuk bangunan patirthan yang di wilayah tersebut, sehingga menghasilkan persamaan dan perbedaan bentuk bangunan patirthan di Jawa Timur. Tahap selanjutnya adalah penggabungan antara konsepsi tentang patirthan yang melalui karya sastra dengan bentuk arsitektur dan keletakan bangunan patirthan.
Hasil penelitian mengenai bentuk bangunan patirthan di Jawa Timur ternyata menghasilkan beberapa bentuk bangunan patirthan. Bentuk yang pertama adalah bentuk bangunan patirthan yang menyerupai kolam pemandian dalam bentuk ini terdapat beberapa variasi bentuk yang lain. Bentuk kedua adalah bangunan patirthan yang bercorak candi atau bale kambang. Bentuk yang ketiga adalah bentuk danau atau sebuah mata air yang ditasbihkan menjadi patirthan. Hasil pembahasan yang lain juga dapat diketahui bahwa bangunan-bangunan patirthan juga mempunyai hubungan dengan situs sekitar. Sumber air yang diperlukan dalam sebuah patirthan juga memiliki perbedaan baik letak maupun jenis sumber air yang digunakan hal ini semua dapat juga berpengaruh terhadap bentuk bangunan patirthan
"
1997
S11587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomi Suharso
"Mata air adalah titik dimana air tanah keluar sebagai aliran permukaan. Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya mata air, yaitu ; karakteristik hidrologi permukaan terutama topografi, kelulusan batuan, formasi dan struktur geologinya. Kabupaten Wonogiri merupakan wilayah yang termasuk kering dan sulit untuk mendapatkan air, terutama pada saat musim kemarau seperti tahun ini, sehingga dibangun waduk serba guna Gajah Mungkur yang selain fungsi utamanya sebagai pengendali banjir kota Solo dan sekitarnya, juga digunakan untuk PLTA serta sebagai waduk irigasi untuk wilayah kabupaten sekitarnya. Masalah yang dikemukakan pada penelitian ini adalah bagaimana persebaran mata air di Kabupaten Wonogiri pada musim kemarau tahun 1997 ? Analisa dilakukan dengan menggunakan metode superimpose peta antara peta persebaran mata air dengan peta fisik wilayah { peta ketinggian, peta lereng, peta hidrologi dan peta geologi).
Dengan hasil yang diperoleh adalah mata air terbanyak pada wilayah penelitian terdapat pada kelas ketinggian 100 - 300 m, pada kelas lereng 2-15 %, pada daerah hidrologi dengan akifer produktif setempat-setempat ( keterusan sangat beragam ) serta pada daerah geologi endapan vulkanik terdiri dari tufa, lahar, breksi dan lava andesit sampai basal, kelulusan sedang hingga tinggi tergantung banyaknya celah-celah. Jumlah mata air terkecil terdapat pada kelas ketinggian 600 m dan lebih, pada kelas lereng 40 % dan lebih, pada daerah hidrologi dengan akifer berproduktifitas tinggi serta pada daerah geologi alluvium endapan rawa, danau dan daratan berbutir kasar hingga sedang dengan sisipan lempung."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S33622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grano Prabumukti
"Sumber mata air panas memiliki potensi untuk menghasilkan tenaga terutama di daerah off grid PLN terpencil . Ada dua siklus biner yang dapat digunakan untuk menghasilkan tenaga dari sumber panas suhu rendah yaitu siklus Kalina dan ORC. Fluida kerja yang digunakan adalah Propana, Propena, R1234yf dan R407a untuk ORC dan Ammonia 85 untuk Siklus Kalina. Simulasi masing-masing siklus untuk tiap fluida kerja dilakukan dengan menggunakan software UNISIM untuk menghasilkan nilai effisiensi dan LCOE dengan mengubah kondisi operasi tekanan masuk turbin, suhu sumber panas dan laju alir sumber panas. Tren nilai effisiensi berbanding terbalik dengan tren nilai LCOE pada pengaruh tekanan masuk turbin. Nilai effisensi terbaik berbeda bergantung pada suhu sumber panas. R1234yf dan Propena dengan konfigurasi basic ORC menghasilkan effisiensi terbaik untuk rentang suhu sumber panas 60oC - 99oC. Dari data simulasi, dapat dibentuk persamaan regresi untuk melakukan pemetaan dari tiap lokasi sumber mata air panas. Dari lokasi hotspring, didapat rentang nilai daya 2,1 kWe - 61,3 kWe dan nilai LCOE 99,4 /kWh -15.9 /kWh. Lokasi hotspring APSGA 2, Losseng 2, Beang, Kawah Sirung, Pamandian, Kadidia, Pulu 1, Sajau 3 dan Sajau 2 berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut karena memiliki nilai LCOE lebih rendah dari pembangkit diesel termurah.

Hotsprings have the potential to generate power, especially in off grid areas of PLN. There are two binary cycles that can be used to generate power from low temperature heat source, Kalina Cycle and ORC. The working fluids used are Propane, Propene, R1234yf and R407a for ORC and Ammonia 85 for Kalina Cycle. The simulation of each cycle for each working fluid is done by using UNISIM software to produce efficiency and LCOE values by changing turbine inlet pressur, heat source temperature and heat source flow rate. Efficiency value trends are inversely proportional to the trend of LCOE values on the influence of turbine inlet pressure. The best value of efficiency differs depending on the temperature of the heat source. R1234yf and Propena with ORC basic configuration produce the best efficiency for hoto temperature range 60oC 99oC. From the simulation data, regression equation can be formed to mapping from each hot springs location. From the hotspring location, there is a range of power values of 2.1 kWe 61.3 kWe and a LCOE value of 99.4 kWh 15.9 kWh. The hotspring locations of APSGA 2, Losseng 2, Beang, Sirung Crater, Pamandian, Kadidia, Pulu 1, Sajau 3 and Sajau 2 have the potential to be developed in the future as they have lower LCOE value than the cheapest diesel generators.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67681
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Darmawan
"ABSTRAK
Air merupakan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Ketersediaan sumber daya air merupakan masalah umum yang dihadapi masyarakat di kawasan karst. Inilah salah satu ciri khas Kabupaten Gunungkidul sebagai bagian dari kawasan karst Gunung Sewu yang membuat kawasan ini rawan kekeringan. Namun kawasan karst Gunung Sewu memiliki banyak potensi mata air dengan debit yang bervariasi. Mata air merupakan titik di mana air bawah tanah keluar dari permukaan bumi yang terjadi akibat luapan air di lapisan akuifer. Di kawasan karst munculnya mata air merupakan hasil pelarutan baik di permukaan maupun di tanah. Debit pada mata air karst sangat dipengaruhi oleh topografi dan struktur geologi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan spasial. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah variasi debit mata air di kawasan karst. Sedangkan variabel bebas yang digunakan adalah ketinggian tempat, daerah tangkapan mata air, dan curah hujan di kawasan karst Gunung Sewu. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial kuantitatif dan uji korelasi dengan metode korelasi ganda. Sebaran mata air di kawasan karst Gunung Sewu menunjukkan pola yang mengelompok. Dari 18 mata air yang diteliti, setidaknya terdapat 8 kelompok mata air yang tersebar di kawasan karst Gunung Sewu. Debit yang tercatat untuk 18 sampel mata air tersebut bervariasi dari 2 liter per detik hingga 200 liter per detik. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diperoleh nilai korelasi sebesar 0,763 dan koefisien determinasi sebesar 0,582 yang menunjukkan bahwa kombinasi variabel bebas berpengaruh terhadap besarnya debit mata air sebesar 58,2%. Secara spasial variasi debit mata air di kawasan karst Gunung Sewu dapat dilihat dari perbedaan ketinggiannya. Di daerah tangkapan yang sama, mata air yang terletak di ketinggian yang lebih rendah akan memiliki debit yang lebih tinggi. Kenaikan debit pegas untuk setiap perbedaan ketinggian 1 meter adalah 0,132 liter per detik.
ABSTRACT
Water is a natural resource that is needed in life. The availability of water resources is a common problem faced by communities in karst areas. This is one of the characteristics of Gunungkidul Regency as part of the Mount Sewu karst area which makes this area prone to drought. However, the Gunung Sewu karst area has many potential springs with varying discharge. A spring is the point where underground water comes out of the earth's surface which occurs as a result of water overflowing in the aquifer layer. In karst areas, the emergence of springs is the result of dissolving both on the surface and on the ground. The discharge of karst springs is highly influenced by topography and geological structure. The method used in this research is a spatial approach method. The dependent variable in this study is the variation of spring discharge in the karst area. While the independent variables used are altitude, spring catchment area, and rainfall in the Gunung Sewu karst area. The analysis used in this research is quantitative spatial analysis and correlation test with multiple correlation methods. The distribution of springs in the Gunung Sewu karst area shows a clustered pattern. Of the 18 springs studied, there were at least 8 groups of springs scattered in the karst area of ​​Mount Sewu. The discharge recorded for the 18 spring samples varied from 2 liters per second to 200 liters per second. Based on the results of multiple linear regression analysis, the correlation value is 0.763 and the determination coefficient is 0.582, which indicates that the combination of independent variables has an effect on the amount of spring discharge by 58.2%. Spatially, the variation of spring discharge in the karst area of ​​Mount Sewu can be seen from the difference in height. In the same catchment area, springs located at a lower altitude will have a higher discharge. The increase in spring discharge for each 1 meter height difference is 0.132 liters per second."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Anisa Wulandari
"Bahaya kimia dari berbagai sumber dan jenis zat kimia sebagian besar memiliki efek akumulasi di dalam tubuh manusia terutama pada masyarakat yang mengonsumsi air mengandung logam berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko pajanan logam berat yang akan menimbulkan gangguan kesehatan terhadap masyarakat. Penelitian ini menggunakan Metode ARKL jenis kajian lapangan dilakukan pemeriksaan di Laboratorium Fisika Kimia Air BBTKLPP Yogyakarta dengan jumlah sampel manusia 110 responden usia dewasa 18-55 tahun dan sampel lingkungan 20 titik mata air. Pengumpulan data terhadap responden melalui wawancara langsung menggunakan kuisioner dan pengukuran antropometri, pada sumber mata air dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan Cd dan Pb di Desa Krinjing dan Sewukan bulan Mei-Juni 2019. Konsentrasi Cd dan Pb di Desa Krinjing lebih rendah dibandingkan di Desa Sewukan.
Hasil semua kadar logam berat masih di bawah nilai baku mutu sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Apabila kadar logam berat melebihi dari nilai baku mutu efek yang ditimbulkan mulai dari timbulnya gejala ringan seperti gatal-gatal, batuk, iritasi ringan hingga kanker, mutasi gen bahkan kematian. Dari konsentrasi Cd dan Pb didapatkan intake dan nilai RQ. Risiko ada dan perlu dikendalikan jika RQ>1 dan tidak perlu dikendalikan apabila RQ≤1. Variabel yang terdapat perbedaan proporsi besarnya tingkat risiko terhadap gangguan kesehatan responden adalah variabel berat badan responden dan variabel durasi pajanan pada konsentrasi Cd.
Dari hasil penelitian didapatkan 13 responden dengan RQ>1 pada Cd dan 8 responden pada Pb. RQ>1 didapatkan di Desa Sewukan artinya penduduk Desa Sewukan memiliki risiko mengalami gangguan kesehatan akibat pajanan Cd dan Pb pada air minum dibandingkan pada penduduk Desa Krinjing sehingga perlu dilakukan pengelolaan risiko dengan menentukan batas aman konsumsi, melakukan inovasi pengelolaan risiko dengan pendekatan teknologi pengolahan/penyaringan air seperti Teknologi Tepat Guna (TTG) untuk menurunkan kadar logam berat pada sumber air yang mengandung logam berat.

Most of hazards from various sources and types of chemicals have the accumulation effects in human body, especially in people who consume water containing heavy metals. This study aims at determining the risk level of heavy metal exposure which will cause health problems to the community. This study uses the ARKL Method type of field study which carried out an examination at the Water Chemistry Physics Laboratory of BBTKLPP Yogyakarta. It brings samples of 110 respondents aged 18-55 years and environmental samples of 20 springs. Respondents data is collected through direct interviews using questionnaires and anthropometric measurements. The researcher has an examination onthe content of Cd and Pb at the source of the spring in Krinjing and SewukanVillage in May-June 2019. The concentration of Cd and Pb in Krinjing Village is lower than in Sewukan Village.
The results of all levels of heavy metals are still below the value of quality standards in accordance with the Regulation of the Minister of Health Number 492/Menkes/Per/IV/2010 about Drinking Water Quality Requirements. If the levels of heavy metals exceed the value of the quality standard, it will have very effects from the onset of mild symptoms such as itching, coughing, mild irritation to cancer, gene mutations and even death. From the concentration of Cd and Pb, the intake and RQ values were obtained. Risk exists and needs to be controlled if RQ>1 and does not need to be controlled if RQ≤1. There are variables that have differences in the proportion of to respondents risk level of health problems: the variable weight of the respondent and the variable duration of exposure to the concentration of Cd.
From the results of the study, it is found that 13 respondents with RQ>1 in Cd and 8 respondents in Pb. While, RQ>1 was found in Sewukan Village, which means that the residents of Sewukan Village have a higher risk of health problems due to exposure to Cd and Pb in drinking water compared to Krinjing Village residents. So, the risk management is needed by determining safe consumption limits, innovating risk management with an approacg of water processing/filtering technology such as Appropriate Technology (TTG) to reduce levels of heavy metals in water sources containing heavy metals.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>