Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daniya Khoerani Nadhilah
"Kebohongan prososial merupakan kebohongan yang berorientasi pada orang lain dengan maksud untuk menjaga hubungan dan bersikap sopan terhadap orang lain. Meskipun melanggar prinsip moral komunikasi untuk menyampaikan pesan dengan jujur, tetapi di sisi lain, kebohongan tersebut memiliki fungsi sosial untuk mempertahankan interaksi pada situasi sosial tertentu. Gaya pengasuhan orang tua memiliki kontribusi bagi perilaku kebohongan prososial anak. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan gaya pengasuhan otoritatif, otoriter, dan reasoning terhadap perilaku kebohongan prososial pada anak usia 7-10 tahun. Sejumlah 89 partisipan anak menyelesaikan pengukuran perilaku kebohongan prososial menggunakan Disappointing Gift Paradigm dan pengukuran gaya pengasuhan orang tua diukur dengan kuesioner PSDQ yang diberikan kepada orang tua. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif secara signifikan (rpb = -1.89, p=.038) antara gaya pengasuhan reasoning dengan perilaku kebohongan prososial anak pada usia 7-10 tahun. Sementara itu, hasil lainnya menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan pada gaya pengasuhan otoritatif (rpb = -.092, p=.196) dan otoriter (rpb = .042, p=.349). Penemuan dalam penelitian ini berkontribusi untuk memahami perilaku kebohongan prososial dan membangun kesadaran orang tua terhadap pentingnya menumbuhkan kepekaan sosial pada anak.

Prosocial lying are lies that are oriented towards others with the intention of building relationship and being polite towards others. Although it violates the moral principles of communication to convey the message honestly, on the other hand, such lies have a social function to maintain interaction in particular social situations. Parenting styles contributed to children's prosocial lying behavior. The purpose of this study is to investigate the relationship between authoritarian, authoritarian, and reasoning parenting styles and prosocial lying behavior in children aged 7 to 10. A total of 89 child participants completed measurements of prosocial lying behavior using the Disappointing Gift Paradigm and measurement of parenting styles using PSDQ questionnaires given to parents. The findings revealed a significantly negative relationship (rpb = -1.89, p=.038) between reasoning parenting styles and prosocial lying behavior in children aged 7 to 10 years. Meanwhile, other results showed the absence of a significant correlation with authoritative (rpb = -.092, p=.196) and authoritarian (rpb = .042, p=.349) parenting styles. The findings in this study contribute to understanding prosocial lying behavior and build parents’ awareness of the importance of growing social sensitivity in children."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Guslim
"Interelasi para remaja dengan orang tuanya saat ini cenderung menjauh, sebaliknya hubungan remaja dengan teman sebayanya cenderung lebih dekat. Pola komunikasi yang tidak terbuka dari orang tua teridentifikasi dapat menyebabkan permasalah kesehatan mental seperti cyberbullying yang terjadi karena besarnya komunikasi yang dilakukan para remaja dengan teman sebayanya melalui internet, khususnya di media sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi serta menganalisis pola komunikasi orang tua selaku pengasuh terhadap anaknya yang berusia remaja sebagai korban cyberbullying di media sosial, sehingga dapat diinterpretasikan sebagai bagian dari pencegahan depresi. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif serta desain penelitian fenomenologi, penelitian ini melakukan wawancara mendalam terhadap sembilan representasi orang tua sebagai informan serta observasi mini perilaku orang tua asuh-remaja. Kesembilan representasi orang tua yang dipilih berdasarkan metode purposive recruitment dan snowball sampling berdasarkan pertimbangan konseptualisasi yang dibuat. Hasil penelitian menemukan bahwa ekplorasi dari berbagai gaya pengasuhan representasi orang tua merupakan bentuk komunikasi orang tua asuh kepada remaja yang memiliki andil dalam pembentukan sebuah pola komunikasi. Pola komunikasi yang terbuka merupakan analisis dari sebuah keterikatan yang kuat antara orang tua asuh dengan anak remajanya. Selain itu, pola komunikasi yang terbuka yang diinisiasi oleh orang tua yang berperan sebagai pengasuh juga dapat diinterpretasikan sebagai bagian dari pencegahan depresi secara berkepanjangan akibat cyberbullying pada remaja.

Adolescents' interrelationships with their parents nowadays tend to be distant, whereas adolescents' relationships with their peers tend to be closer. Non-open communication patterns from parents have been identified to cause mental health problems such as depression in adolescents. One of the causes of depression is cyberbullying behavior that occurs due to the frequent of communication adolescents have with their peers through the internet, especially on social media. This study aims to explore and analyze the communication patterns of parents as caregivers towards their teenage children as victims of cyberbullying on social media, so that it can be interpreted as part of depression prevention. Using a qualitative approach and phenomenological research design, this study conducted in-depth interviews with nine representations of parents as informants as well as mini observations of the behavior of foster parents- adolescents. The nine parent representations were selected based on a purposive recruitment and snowball sampling method based on the conceptualization made. The results found that the exploration of various parenting styles of parental representation is a form of communication from foster parents to adolescents that has contributed to the formation of a communication pattern. Open communication patterns are an analysis of a strong attachment between foster parents and their adolescents. In addition, open communication patterns initiated by parents who act as caregivers can also be interpreted as part of the prevention of prolonged depression due to cyberbullying in adolescents."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Aulia Putri Pratama
"ABSTRAK
Agama diketahui memiliki peran positif terhadap tingkah laku maupun proses pengasuhan orang tua. Dalam penelitian ini, peran agama dalam proses pengasuhan digambarkan sebagai penghayatan dan persepsi orang tua bahwa proses pengasuhan yang dilakukannya memiliki makna suci dan berhubungan dengan Tuhannya, hal ini disebut juga dengan sanctification of parenting (Pargament & Mahoney, 2006). Tujuan dari penelitian ini yaitu mencari tahu hubungan antara sanctification of parenting dengan empat gaya pengasuhan orang tua; otoritatif, otoriter, permisif, dan tidak terlibat, pada orang tua muslim. Sanctification of parenting diukur menggunakan Sanctification of Parenting Measurement (Murray-Swank, Mahoney, & Pargament, 2006) yang diadaptasi sehingga mengandung nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran Islam. Gaya pengasuhan orang tua diukur menggunakan Parenting Styles and Dimensions Questionnaire (PSDQ; Robinson, Mandleco, Olsen, & Hart, 2001), yang telah menggunakan pendekatan empat gaya pengasuhan berdasarkan hasil penelitian Exploratory Factor Analysis (EFA) Kimble (2014). Hasil penghitungan Pearson Correlation menunjukkan bahwa sanctification of parenting berkorelasi positif dengan kecenderungan gaya pengasuhan otoritatif pada orang tua muslim, namun tidak berhubungan secara signifikan dengan kecenderungan gaya pengasuhan otoriter, permisif, dan tidak terlibat.

ABSTRACT
Religion is known to have a positive role on the parents? behavior and the process of parenting. In this study, the role of religion in the parenting process was described as perception of parents that parenting process does have a sacred meaning and relates to divine characters and significance, it is called the sanctification of parenting (Pargament & Mahoney, 2006). The purpose of this research was to find out the relationship between sanctification of parenting with four styles of parenting; authoritative, authoritarian, permissive, and uninvolved, in the Muslim parents. Sanctification of parenting was measured using the Sanctification of Parenting Measurement (Murray-Swank, Mahoney, & Pargament, 2006) which was adapted to contain values in accordance with the teachings of Islam. Parenting styles was measured using the Parenting Styles and Dimensions Questionnaire (PSDQ; Robinson, Mandleco, Olsen, & Hart, 2001), which was based the approach of four parenting styles as the results of Exploratory Factor Analysis (EFA) research done by Kimble (2014). Pearson Correlation calculation results showed that the sanctification of parenting is positively correlated with authoritative parenting style, but not significantly related to authoritarian, permissive, and uninvolved parenting styles"
2016
S65446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniya Khoerani Nadhilah
"Kebohongan prososial merupakan kebohongan yang berorientasi pada orang lain dengan maksud untuk menjaga hubungan dan bersikap sopan terhadap orang lain. Meskipun melanggar prinsip moral komunikasi untuk menyampaikan pesan dengan jujur, tetapi disisi lain, kebohongan tersebut memiliki fungsi sosial untuk mempertahankan interaksi pada situasi sosial tertentu. Gaya pengasuhan orang tua memiliki kontribusi bagi perilaku kebohongan prososial anak. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan gaya pengasuhan otoritatif, otoriter, dan reasoning terhadap perilaku kebohongan prososial pada anak usia 7-10 tahun. Sejumlah 89 partisipan anak menyelesaikan pengukuran perilaku kebohongan prososial menggunakan Disappointing Gift Paradigm dan pengukuran gaya pengasuhan orang tua diukur dengan kuesioner PSDQ yang diberikan kepada orang tua. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif secara signifikan (rpb = -1.89, p=.038) antara gaya pengasuhan reasoning dengan perilaku kebohongan prososial anak pada usia 7-10 tahun. Sementara itu, hasil lainnya menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan pada gaya pengasuhan otoritatif (rpb = -.092, p=.196) dan otoriter (rpb = .042, p=.349). Penemuan dalam penelitian ini berkontribusi untuk memahami perilaku kebohongan prososial dan membangun kesadaran orang tua terhadap pentingnya menumbuhkan kepekaan sosial pada anak.

Prosocial lying are lies that are oriented towards others with the intention of building relationship and being polite towards others. Although it violates the moral principles of communication to convey the message honestly, on the other hand, such lies have a social function to maintain interaction in particular social situations. Parenting styles contributed to children's prosocial lying behavior. The purpose of this study is to investigate the relationship between authoritarian, authoritarian, and reasoning parenting styles and prosocial lying behavior in children aged 7 to 10. A total of 89 child participants completed measurements of prosocial lying behavior using the Disappointing Gift Paradigm and measurement of parenting styles using PSDQ questionnaires given to parents. The findings revealed a significantly negative relationship (rpb = -1.89, p=.038) between reasoning parenting styles and prosocial lying behavior in children aged 7 to 10 years. Meanwhile, other results showed the absence of a significant correlation with authoritative (rpb = -.092, p=.196) and authoritarian (rpb = .042, p=.349) parenting styles. The findings in this study contribute to understanding prosocial lying behavior and build parents’ awareness of the importance of growing social sensitivity in children."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emir Haryono Adjie
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran terkait hubungan antara gaya pengasuhan orang tua yang dipersepsikan oleh dewasa muda dan sikap terhadap perdamaian. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian terdahulu oleh Canegallo, dkk. (2020). Gaya pengasuhan mengacu pada tipologi Baumrind (1971) yaitu authoritative, authoritarian, dan permissive dan diukur menggunakan Parental Authority Questionnaire (PAQ). Sementara itu, sikap terhadap perdamaian diukur menggunakan Peace Attitude Scale (PAS). Partisipan dari penelitian ini terdiri dari 140 dewasa muda pada rentang usia 17-40 tahun dan merupakan warga negara Indonesia. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa gaya pengasuhan authoritative memiliki hubungan yang signifikan dan positif dengan sikap terhadap perdamaian. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara gaya pengasuhan authoritarian dan permissive dengan sikap terhadap perdamaian. Gaya pengasuhan authoritative juga ditemukan berkorelasi secara signifikan dan positif dengan beberapa faktor sikap terhadap perdamaian yaitu sociopolitical, personal well-being, ease with diversity, dan caring. Dengan demikian, semakin authoritative gaya pengasuhan orang tua maka semakin positif sikap terhadap perdamaian dewasa muda, utamanya pada faktor sociopolitical, personal well-being, ease with diversity, dan caring.

This study aims to provide an overview of the relationship between parenting styles perceived by young adults and attitudes towards peace. This study is a replication one of Canegallo, et al. (2020). Parenting style refers to Baumrind's (1971) typology: authoritative, authoritarian, and permissive, measured by Parental Authority Questionnaire (PAQ). Meanwhile, attitudes towards peace were measured using the Peace Attitude Scale (PAS). The participants of this study were 140 Indonesian citizens young adults, between 17-40 years old. Pearson correlation test results showed that authoritative parenting style had a significant and positive relationship with attitudes towards peace. There were no significant relationships between authoritarian and permissive parenting styles with attitudes towards peace. Moreover, authoritative parenting style correlatedsignificantly and positively with most dimensions of attitude towards peace, specifically: sociopolitical, personal well-being, ease with diversity, and caring. To sum up, the more perceived authoritative parenting style, the more positive the attitude towards peace among young adults, especially on the dimensions of sociopolitical, personal well- being, ease with diversity, and caring."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhi Cintaka
"Pada terapi anak, terdapat peran orang tua yang biasanya mengambil keputusan terkait terapi. Ekspektasi orang tua terhadap terapi anak merupakan salah satu faktor yang ditemukan berkontribusi pada hambatan dalam terapi, kehadiran, dan terminasi dini, sehingga berpotensi juga berkaitan dengan hasil terapi anak. Namun, penelitian terkait hal tersebut masih sangat terbatas, khususnya di Indonesia. Ekspektasi orang tua dapat berkaitan dengan karakteristik yang dimiliki mereka, salah satunya adalah bagaimana cara mereka mengasuh anak. Gaya pengasuhan sendiri merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan terapi anak. Dengan demikian, ekspektasi dan gaya pengasuhan orang tua dapat menjadi penunjang atau sebaliknya, hambatan dalam mengoptimalkan hasil terapi anak. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ekspektasi orang tua dan hasil terapi anak, serta peran gaya pengasuhan terhadap hubungan tersebut. Terdapat 97 partisipan orang tua dari anak yang mengikuti terapi di Klinik Tumbuh Kembang atau Biro Psikologi di Jabodetabek, yang diukur ekspektasinya dengan Parents Expectancies for Therapy Scale (PETS, Nock & Kazdin, 2001), hasil terapi anak dengan Outcome Rating Scale (ORS, Miller & Duncan, 2000), dan gaya pengasuhannya dengan The Parenting Styles and Dimensions Questionnaire-Short Version (PSDQ-Short Version, Robinson, Mandleco, Olsen, & Hart, 2001). Hasil penelitian tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara ekspektasi orang tua dan hasil terapi anak, r(97) = .040, p > .05, dan gaya pengasuhan tidak memoderasi hubungan tersebut. Meskipun demikian, ekspektasi orang tua ditemukan memiliki hubungan positif yang signifikan dengan gaya pengasuhan authoritative, r(97) = .28, p < .01, dan permissive, r(97) = .22, p < .05. Selanjutnya, hasil terapi anak ditemukan memiliki hubungan positif yang signifikan dengan salah satu dimensi gaya pengasuhan authoritative, yaitu autonomy granting, r(97) = .25, p < .05. Hasil yang tidak signifikan dapat berkaitan dengan kekurangan pada penelitian ini, yaitu durasi dan waktu pengambilan data, pemilihan alat ukur, dan partisipan yang sangat bervariasi. Hasil penelitian dapat memberikan manfaat bagi peneliti selanjutnya, khususnya dalam memberikan saran terkait metodologi. Selain itu, hasil penelitian juga dapat bermanfaat secara praktis bagi praktisi anak dan orang tua dalam mengoptimalkan hasil terapi anak.

Parent expectancy and parenting styles can support or become an obstacle in optimizing outcome therapy. The purpose of this quantitative correlational study is to examine the relationship between parent expectancy and outcome therapy, also the role of parenting style as a moderator. Participants were 97 parents of children who participated in therapy located in Jabodetabek. Parent expectancy was measured with Parents Expectancies for Therapy Scale, outcome therapy with Outcome Rating Scale, and parenting style with The Parenting Styles and Dimensions Questionnaire. Results show no significant correlation between parent expectancies and outcome therapy, and parenting style does not moderate the relationship. Although, parent expectancies have a positive significant correlation with authoritative and permissive parenting. Furthermore, outcome therapy has a positive significant correlation with one of the authoritative dimensions, which is autonomy granting. The insignificant result could be related to the limitations in this study, such as duration and time of data collection, selection of measuring tools, and different criteria of participants. However, this study has implications for research and practice, regarding methodology and what practitioners and parents can do to optimize outcome therapy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Gressy S. Cornelia
"ABSTRAK
Masa kanak-kanak awal merupakan salah satu periode penting dalam perkembangan seorang anak, dimana pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak pada masa ini akan mempengaruhi tumbuh kembangnya dikemudian hari. Salah satu perubahan besar yang terjadi pada masa ini adalah meluasnya lingkungan sosial anak, yang ditandai dengan mulainya anak melakukan hubungan sosial dengan teman sebayanya (Sroufe dkk, 1996). Pengalaman awal dalam berhubungan dengan teman sebaya ini merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan sosial anak usia prasekolah. Adanya kesulitan-kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya pada masa ini akan memperbesar kemungkinan munculnya masalahmasalah tingkah laku, emosional, dan akademik pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya. Pentingnya hubungan dengan teman sebaya pada masa kanak-kanak awal memberi implikasi akan pentingnya membina hubungan yang positif dengan teman sebaya pada masa ini. Namun tidak semua anak dapat membina hubungan yang positif. Adanya perbedaan kemampuan untuk membina hubungan yang positif dengan teman sebaya menunjukkan derajat kompetensi sosial yang dimiliki masingmasing anak. Dengan demikian kompetensi sosial memegang peranan penting bagi keberhasilan seorang anak dalam membina hubungan dengan teman sebaya pada masa prasekolah. Sroufe dkk (1996) mengatakan anak-anak yang memiliki kompetensi sosial yang baik (socia/ly competent) - yang seringkah disebut sebagai anak-anak yang disukai oleh teman sebayanya - adalah mereka yang mampu memulai interaksi dan memberikan respon kepada teman sebaya dengan perasaan yang positif, mereka yang tertarik pada hubungan dengan teman sebaya dan mereka yang sangat dihargai oleh teman sebaya, mereka yang dapat berperan sebagai pemimpin sekaligus pengikut, dan mereka yang mampu mempertahankan saling memberi dan menerima dalam interaksi dengan teman sebaya akan dinilai oleh guru dan observer lain sebagai anak yang memiliki kompetensi sosial (yang baik) (Vaughn dan Waters, 1980 dalam Sroufe, 1996). Dengan perkataan lain anak yang memiliki kompetensi sosial yang baik adalah mereka yang memiliki ketrampilan-ketrampilan sosial tertentu, yang memungkinkannya memperoleh penerimaan dari teman sebayanya. Namun tidak semua anak prasekolah memiliki kompetensi sosial yang baik. Hasil-hasil penelitian menunjukkan hubungan atau interaksi antara orangtua dengan anak yang terlihat jelas dalam gaya pengasuhan yang diterapkan orangtua kepada anak memberi pengaruh yang signifikan terhadap hubungan anak dengan teman sebayanya.
Dalam penelitian ini ingin digali mengenai karakteristik anak yang memiliki kompetensi sosial yang buruk. Kompetensi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini memfokuskan pada tiga tugas sosial, yakni saat anak memulai interaksi dengan teman sebayanya yang meliputi dua situasi; saat anak memulai interaksi pada awalawal masuk sekolah dan saat memulai interaksi dengan sekelompok temannya yang sedang melakukan aktivitas bersama, saat anak memelihara hubungan dengan teman sebayanya; dan saat anak mengalami konflik dengan temannya. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam akan hal ini, peneliti juga menggali informasi mengenai gaya pengasuhan orangtuanya. Mengingat dalam masyarakat kita ibu masih memegang peranan yang besar dalam pengasuhan anak, maka gaya pengasuhan orangtua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gaya pengasuhan yang diterapkan ibu saat berinteraksi dengan anaknya sehari-hari. Gaya pengasuhan ini terlihat dari perilaku conlrol/imcontrol dan responsive/uwesponsive yang ditampilkan ibu saat berinteraksi dengan anaknya sehari-hari.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam (/'// depth interview) dan observasi. Wawancara dilakukan terhadap dua orang ibu dari anak yang memiliki kompetensi sosial buruk dan gurunya. Sementara observasi dilakukan terhadap sikap dan perilaku anak di sekolah. Pemilihan subyek dilakukan dengan pendekatan purposif dimana sampel diambil berdasarkan kriteria tertentu yang sudah ditetapkan oleh peneliti.
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa anak yang memiliki kompetensi sosial buruk umumnya menampilkan perilaku agresif, baik agresif fisik maupun agresif verbal, saat berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah. Hal ini membuat mereka cenderung mengalami penolakan dari teman-temannya. Perilaku lain yang membuat mereka mengalami penolakan dari teman-temannya adalah perilaku egois (seperti tidak/kurang mau berbagi dengan temannya, selalu ingin berkuasa/mendominasi temannya, kurang mampu mengontrol dirinya termasuk keinginannya); tidak/kurang mampu menampilkan perilaku prososial dalam hal ini empati (kurang menghargai keberadaan temannya, iri hati); kurang terampil dalam perilaku keijasama (cenderung ingin menjadi pemimpin dan tidak mau menjadi pengikut saat aktivitas kelompok, kurang menghargai pendapat/keinginan temannya).
Sementara gaya pengasuhan yang diterapkan ibu dalam penelitian ini bervariasi, yakni satu subyek menerapkan gaya pengasuhan otoritarian, yang ditandai oleh adanya perpaduan antara perilaku respomive dan control yang rendah. Sementara subyek yang lain menerapkan gaya pengasuhan otoritarian, yang ditandai oleh adanya perilaku control yang ketat tanpa disertai perilaku responsive. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa gaya pengasuhan ibu bukanlah satusatunya faktor yang dominan memberi kontribusi bagi perkembangan kompetensi sosial anak. Beberapa faktor lain yang turut memberi kontribusi bagi perkembangan kompetensi sosial adalah karakter anak itu sendiri dan lingkungan dimana anak itu diasuh."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3068
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Fatmawati Mashoedi
"Setiap orang diharapkan dapat berprestasi sesuai dengan potensi atau kapasitas kemampuannya. Bila prestasi seseorang di bawah potensi yang dimilikinya maka perlu ditelaah mengapa hal ini terjadi. Berbagai pendekatan teoretis dapat digunakan untuk
menjelaskan hal ini. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori atribusi karena dengan memahami atribusi seseorang akan dapat menjelaskan mengapa ia tidak berprestasi dengan baik Penelitian ini juga melihat gaya pengasuhan sebagai faktor yang diduga memiliki kaitan yang erat dengan pembentukan gaya atribusi seseorang.
Adapun yang dimaksud dengan atribusi adalah penyimpulan tentang penyebab suatu peristiwa (Deaux, Dane, & Wrightsrnaxg 1993), dan dalam kaitannya dengan prestasi, atribusi adalah keyakinan seseorang tentang penyebab keberhasilan atau kegagalannya. Penulis menggunakan model teori atribusi dari Weiner (1979, dalam Fiske & Taylor, 1991) yang mendasarkan model atribusinya pada tiga dimensi bebas, yaitn:dimensi lokus (internal-ekstemal), dimensi stabilitas (stabil-tidak stabil), dan dimensi kontrol (terkontrol-tidak terkontrol). Seseorang dalam menilai penyebab keberhasilan atau kegagalannya merupakan kombinasi dari ketiga dimensi tersebut, dan seseorang juga dapat memiliki kecenderungan untuk menggunakan dimensi-dimensi tertentu saja dalam meyakini penyebab keberhasilan dan kegagalannya (disebut gaya atribusi). Gaya atribusi seseorang dapat bersifat adaptif atau ma1adaptif Untuk gaya pengasuhan, penulis mengambil gaya pengasuhan dari Baunnind (1966; 1967; 1971; 1973, dalam Berns,1997) yaitu otoritatif, otoritarian, dan permisif.
Penulis menggunakan pendekatan kuantitatif subyek penelitian adalah mahasiswa dari 9 Fakultas yang ada di Universitas Indonesia (UI) yang memiliki prestasi akademik baik dan kurang baik. .Jumlah subyek 249, teknik pengambilan sampel incidental sampling, alat ukur penelitian adalah skala gaya pengasuhan dan gaya atribusi, metode analisis menggunakan teknik analisis statistik Chi-Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki gaya atribusi keberhasilan adaptif ternyata prestasi akademiknya lebih baik daripada mahasiswa yang memiliki gaya atribusi keberhasilan maladaptif Juga diketahui bahwa mahasiswa yang diasuh secara otoritatif gaya atribusi keberhasilannya lebih adaptif dibandingkan dengan mahasiswa yang diasuh secara permisif.Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi orangtua dan pembimbing akademik untuk membantu mahasiswa membentuk gaya atribusi yang adaptif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38575
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinta Erstuputri Herawan
"ABSTRAK
Penelitian ini mengamati pengaruh gaya pengasuhan ibu otoriter, demokratis, dan permisif dan perilaku prososial remaja terhadap toleransi beragama remaja muslim. Gaya pengasuhan ibu merupakan variabel independen sedangkan perilaku prososial sebagai variabel mediator. Penelitian bersifat kuantitatif dengan melakukan survei kuesioner yang dianalisis menggunakan teknik analisis structural equation modelling SEM . Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner adaptasi Socio-Religious Tolerance Talib, 2009 , Parental Authority Questionnaire Buri, 1991 , dan Prosocial Tendencies Measure ndash; Revised Carlo, Hausmann, Christiansen, Randall, 2003 . Sampel penelitian adalah siswa muslim yang dipilih dengan teknik non probability and convenience sampling dari lima Sekolah Menengah Atas SMA negeri dan swasta di Kabupaten Bogor. Data primer diperoleh dari 213 responden n=213 berusia 15-18 tahun bulan Oktober dan November 2017. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa gaya pengasuhan ibu otoriter, demokratis dan permisif tidak berpengaruh terhadap toleransi beragama remaja muslim di kabupaten Bogor. Gaya pengasuhan ibu otoriter dan demokratis terbukti memengaruhi perilaku prososial remaja tersebut, sedangkan gaya pengasuhan ibu permisif tidak memberikan pengaruh. Perilaku prososial memengaruhi toleransi beragama remaja muslim. Dengan demikian, perilaku prososial yang ada pada diri remaja muslim tersebut tebukti menjadi mediator yang menjelaskan hubungan antara gaya pengasuhan ibu dengan toleransi beragama remaja muslim di Kabupaten Bogor.Kata kunci: toleransi beragama remaja muslim, gaya pengasuhan ibu, perilaku prososial remaja.

ABSTRACT
This study observed the influence of mothers rsquo parenting styles authoritarian, democratic and permissive the prosocial behaviors of adolescents on religious tolerance behavior of Muslim adolescents in Bogor Regency. Mother rsquo s parenting styles are independent variables whereas prosocial behavior served as a mediator variable. This research was a quantitative research by using a questionnaire survey that was analyzed using the structural equation modeling SEM . The questionnaires used were adaptation of Socio Religious Tolerance Talib 2009 , Parental Authority Questionnaire Buri, 1991 , and Prosocial Tendencies Measure Revised Carlo, Hausmann, Christiansen, Randall, 2003 . The sample of the study was Muslim students, with non probability and convenience sampling technique, dari five public and private high schools in Bogor Regency. The data was collected dari 213 respondents n 213 aged between 15 18 years old in October and November 2017. The research findings showed that mother rsquo s authoritarian, democratic and permissive parenting styles do not affect the religious tolerance behavior of Muslim adolescents in Bogor Regency. The authoritarian and democratic parenting styles were proved to influence the prosocial behavior of the adolescent, whereas the permissive parenting style does not affect. The result also stated that prosocial behavior that exist in Muslim adolescents influenced their religious tolerance. Hence, prosocial behavior was proved to be a mediator variable which explained the indirect relationship between mother rsquo s parenting styles and the Muslim adolescents rsquo religious tolerance in Bogor Regency.Keywords Muslim adolescents religious tolerance, mothers rsquo parenting styles, prosocial behavior. "
2018
T51909
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riki Mahendra
"Individu pada masa kanak-kanak madya semakin matang dalam perkembangannya, terutama perkembangan kognitif dan sosial. Perkembangan tersebut membuat individu semakin mampu dalam bersosialisasi seiring dengan bertambahnya aktivitas sosial yang dihadapi oleh individu. Meskipun kejujuran menjadi aspek penting dalam bersosialisasi yang secara umum diturunkan oleh orang tua, individu pada tahap ini juga mampu untuk berperilaku sesuai yang diharapkan oleh orang lain dan memunculkan perilaku berbohong untuk menguntungkan orang lain atau biasa disebut sebagai prosocial lying. Selain kognitif anak, perilaku prosocial lying juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial, salah satunya gaya pengasuhan orang tua. Gaya pengasuhan dapat dikategorisasikan berdasarkan dua dimensi, yaitu demandingness dan responsiveness. Dimensi demandingness dan responsiveness yang cenderung tinggi menunjukkan gaya pengasuhan orang tua yang authoritative. Gaya pengasuhan authoritative umumnya ditemukan mendukung perkembangan anak secara optimal, tetapi hubungannya dengan perilaku prosocial lying ditemukan masih bervariasi antar budaya. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara persepsi anak mengenai gaya pengasuhan authoritative orang tua dan perilaku prosocial lying di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga meneliti hubungan antara persepsi anak pada tiap dimensi pembentuk gaya pengasuhan dan perilaku prosocial lying. Sampel penelitian terdiri dari anak usia 9—12 tahun (N = 76). Hasil analisis point biserial menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara persepsi gaya pengasuhan authoritative dan perilaku prosocial lying pada anak usia 9—12 tahun. Namun, dimensi responsiveness memiliki hubungan positif secara signifikan dengan perilaku prosocial lying. Lalu, dimensi demandingness memiliki hubungan negatif secara signifikan dengan perilaku prosocial lying. Penelitian ini mengimplikasikan bahwa anak yang mempersepsikan gaya pengasuhan orang tua dengan responsiveness tinggi dan demandingness rendah lebih cenderung untuk melakuan perilaku prosocial lying. Faktor-faktor lain seperti nilai budaya keluarga serta lingkungan budaya anak juga perlu dipertimbangkan.

Individuals in mid-childhood become increasingly mature in their development, especially in cognitive and social aspects. This development enables individuals to become more capable in socializing as they face growing social activities. Although honesty is an important aspect of socializing generally instilled by parents, individuals at this stage are also capable of behaving according to others' expectations and exhibiting prosocial lying, which is lying for the benefit of others. Prosocial lying behavior in addition to children's cognitive abilities is also influenced by the social environment, one of which is parenting style. Parenting styles can be categorized based on two dimensions: demandingness and responsiveness. High levels of demandingness and responsiveness indicate an authoritative parenting style. Authoritative parenting style is generally found to support optimal child development, but its relationship with prosocial lying behavior varies across cultures.This study aims to investigate the relationship between children's perceptions of authoritative parenting style and prosocial lying behavior in Indonesia. Additionally, the study examines the relationship between children's perceptions of each dimension forming parenting style and prosocial lying behavior. The research sample consists of children aged 9-12 years (N = 76).The results of the point biserial analysis indicate that there is no significant relationship between children's perceptions of authoritative parenting style and prosocial lying behavior in children aged 9-12 years. However, the responsiveness dimension shows a significant positive relationship with prosocial lying behavior. Conversely, the demandingness dimension shows a significant negative relationship with prosocial lying behavior.This study implies that children who perceive their parents' parenting style as highly responsive and low in demandingness are more likely to engage in prosocial lying behavior. Other factors such as family cultural values and the child's cultural environment also need to be considered."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>