Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Isna Nur Hayatinnisa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap keterlibatan ayah dalam domain afektif dan domain perilaku dengan penerapan self-regulated learning pada mahasiswa. Variabel keterlibatan ayah diukur dengan menggunakan The Father Involvement and Nurturant Fathering Scales: Retrospective Measures for Adolescent and Adult Children yang dikembangkan oleh Finley dan Schwartz (2004), sedangkan variabel self-regulated learning diukur menggunakan alat ukur Self-Regulated Learning yang disusun oleh Hariseno (2012). Penelitian melibatkan 283 mahasiswa tahun pertama berusia 18 hingga 21 tahun yang berasal dari berbagai perguruan tinggi.
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi terhadap keterlibatan ayah dalam domain afektif dan domain perilaku dengan penerapan SRL pada mahasiswa (r = 0.193, p<0.01, two-tailed; r = 0.247, p<0.01, two-tailed). Hasil tersebut menunjukkan bahwa peran ayah dalam pengasuhan perlu diperhatikan karena berhubungan dengan perkembangan anak dalam aspek akademik.

This study examined the relationship between perception of father involvement, consists of father nurturance and reported father involvement, and implementation of self-regulated learning on university students. Father involvement was measured using The Father Involvement and Nurturant Fathering Scales: Retrospective Measures for Adolescent and Adult Children by Finley and Schwartz (2004) and self-regulated learning was measured using Self-Regulated Learning scale by Hariseno (2012). This study involved 283 first-year students aged 18 to 21 years old from various universities.
The result indicated that there is a positively significant relationship between both domains of father involvement (father nurturance and reported father involvement) with implementation of self-regulated learning on university students (r=0.193, p<0.01, two-tailed; r=0.247, p<0.01, two-tailed). This result showed that father involvement should get more attention because it has a correlation with children?s development on academic aspect.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59135
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ichsan Syahputra
"Melalui iklan biasanya wacana sosial beredar di masyarakat. Dalam memperingati hari ibu dan ayah, perusahaan EDEKA mengunggah iklan berbentuk video yang diunggah di Youtube. Akan tetapi, iklan tersebut menuai pro dan kontra karena penggambaran karakter ayah dinilai diskriminatif terkait kesetaraan gender. Hal ini menjadi latar belakang penulisan penelitian ini yang akan mengungkap seperti apa bentuk diskriminatif tersebut. Tujuan penelitian terdahulu untuk menjelaskan dan mengungkap bentuk diskriminatif kesetaraan gender pada kedua iklan Wir sagen Danke. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dan kajian pustaka disertai teori oleh Roland Barthes mengenai semiotika. Teori pendukung lainnya yaitu hegemoni maskulinitas dan maskulinitas complicit. Hasil dari penelitian ini adalah kedua iklan bersifat diskriminatif dan melakukan sarkasme terhadap peran ayah di dalam pengasuhan anak. Bahwasanya, melalui kedua iklan ini masyarakat masih menganggap wacana mengurus anak adalah pekerjaan utama dari peran ibu.
It is generally thought how social discourses distributed among individuals and societies, is through advertisement. The company EDEKA uploaded advertisement on Youtube to commemorate both mother's and father`s day. However, this advertisement had brought up some pros and cons along the way, which is seen on the portrayal of the father figure quiet discriminative, looking from the perspective of gender equality. Thus, the aim of this thesis is to determine the forms of discrimination portrayed within the advertisement. This thesis also reffered to previous researches and thesis in order to mapped out the inequalities in the ad Wir sagen Danke. Semiotic theory from Roland barthes will be used to analyse the advertisement  Wir sagen Danke, another supporting theory on hegemonic masculinity and complicit masculinity would be used to support this research. Through observation on both ads  Wir sagen danke, societies in general still believe in the conservative roles of parents, whom the figure believed to be responsible in taking care and nurturing the child, is a female, thus the mother. Whereas the father does not fit the requirement, as loving and caring figure.

 

"
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shitami Ambarsari
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara Keterlibatan Ayah dan Kompetensi Sosial pada remaja madya (15-17 tahun). Pengukuran keterlibatan ayah dilakukan menggunakan Nurturant Fathering Scale (NFS) dan Father Involvement Scale (FIS) (Finley & Schwartz, 2004), sedangkan kompetensi sosial menggunakan Interpersonal Competence Questionnaire (ICQ, Buhrmester, 2002). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 121 orang dengan karakteristik berasal dari keluarga utuh dan status sosial-ekonomi menengah ke atas. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah dan kompetensi sosial (r = 0,143, p>0,05; r = 0,109, p>0,05; r = -0,07, p>0,05; r = 0,03, p>0,05). Namun keterlibatan ayah ditemukan berhubungan secara signifikan dengan salah satu dimensi dari kompetensi sosial, yaitu kemampuan membangun hubungan baru. Berdasarkan domain keterlibatan, domain afektif memiliki nilai korelasi yang paling besar dengan kompetensi sosial (r = 0,143).

This research was conducted to examine the relationship between father involvement and social competence in middle adolescence (15-17 years old). Researcher used Nurturant Fathering Scale (NFS) and Father Involvement Scale developed by Finley and Schwartz (2004) to measure father involvement. Whereas social competence was measured by Interpersonal Competence Questionnaire-Revised developed by Buhrmester (2002). The participants of this research are 121 high school students from intact families and middle to high social class (SES). The results showed no significant relationship between father involvement and social competence (r = 0,143, p>0,05; r = 0,109, p>0,05; r = -0,07, p>0,05; r = 0,03, p>0,05). However, father involvement was found to have a significant correlation with one dimension of social competence, that is initiating relationship. Based on domain of father involvement, affective domain has the biggest coefficient of correlation with social competence (r=0,143)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46847
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Ramadhan Sadewa Putra
"ABSTRAK
Artikel ini membahas tentang figur seorang ayah yang muncul dalam film Finding Nemo milik Disney Pixar. Fokus dari penelitian ini adalah untuk menganalisa bagaimana Finding Nemo menantang persepsi maskulinitas tentang laki-laki yang terlibat dalam kepengurusan anak melalui analisis tekstual. Teori keayahan dan maskulinitas milik Pleck dan tipe-tipe keayahan milik Day adalah kerangka dari penelitian ini. Penelitian ini menemukan bagaimana Finding Nemo membentuk suatu maskulinitas yang baru melalui karakter karakternya seperti Marlin, Gill, dan Crush. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan persepsi berbeda tentang keayahan dan maskulinitas

ABSTRACT
This article examines the father figures that appear in Disney Pixar rsquo s Finding Nemo. The focus of this study is to analyze how Finding Nemo challenges the masculinity perception about males involved in childcare through textual analysis. Pleck rsquo s Fatherhood and Masculinity, and Day rsquo s types of fatherhood are the framework for this study. This study discovers how Finding Nemo constructs a new masculinity through its characters such as Marlin, Gill, and Crush. This study expects to provide a different perception about fatherhood and masculinity. "
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadia Mulia Arsy Diffany Syahna
"Dewasa ini, fatherhood menjadi faktor yang penting untuk dikaji. Fatherhood memiliki efek yang positif bagi sang ayah itu sendiri maupun bagi anak-anaknya. Korea yang terkenal dengan patriarkinya kini mulai memasuki era ‘fatherhood baru’. Tulisan ini membahas fatherhood yang ada pada tokoh Hong Dae Young dalam drama 18 Again. 18 Again merupakan drama yang bertema cinta kasih keluarga. Bercerita tentang pasangan Hong Dae Young dan Jung da Jung yang bercerai dan memiliki sepasang anak kembar laki-laki dan perempuan. Hong Dae Young sebagai fokus utama penelitian, merupakan seorang suami dan ayah yang baik bagi istri serta anak-anaknya. Namun, istri dan anak-anaknya salah paham akan sikap Hong Dae Young. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fatherhood[1] yang ada pada tokoh Hong Dae Young dalam drama 18 Again. Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitiannya. Data dianalisis dengan teori Semiotika Roland Barthes dan teori penokohan untuk melihat fatherhood Hong Dae Young dan pandangan istri serta anak-anaknya terhadapnya. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa karakter tokoh Hong Dae Young dalam drama 18 Again telah menjadi sosok ‘ayah’ baru yang mulai menjadi identitas era kontemporer ini. Hong Dae Young tidak hanya sebagai pencari nafkah, tetapi telah secara sadar ikut hadir dalam pengasuhan anak. Hong Dae Young melalui tokoh Ko Woo Young juga menjadi ayah yang penuh kehangatan dan perhatian, dan memasuki ranah domestik. Pergeseran tren fatherhood ini juga diharapkan menjadi salah satu cara untuk mencapai kesetaraan gender

Nowadays, fatherhood is an important factor to be studied. Fatherhood has a positive effect on both the father himself and his children. Korea, which is famous for its patriarchy, is now entering the 'new fatherhood' era. This paper studies the fatherhood of Hong Dae Young's character in the drama 18 Again. 18 Again is a drama with the theme of family. This drama tells the story of a couple Hong Dae Young and Jung da Jung who are divorced and have a pair of twin boys and girls. Hong Dae Young as the main focus of research, is a husband and a good father to his wife and children. However, his wife and children misunderstand Hong Dae Young's attitude. Therefore, this study aims to describe the fatherhood on Hong Dae Young’s character in the drama. This research used a qualitative descriptive research method. The data were analyzed using Roland Barthes' Semiotics theory and characterization theory to see Hong Dae Young's fatherhood and the views of his wife and children towards him. Based on the results of the study, it can be concluded that the character Hong Dae Young in the drama 18 Again has become a new 'father' figure which is found in this contemporary era. Hong Dae Young is not only a breadwinner, but has been invloved child rearing. Hong Dae Young through the character of Ko Woo Young also became a warm and caring father, and engaged more actively in domestic domain. The shift in the fatherhood trend is also expected to be one way to achieve gender equality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Annabel Tio Prisca
"Ketimpangan antar gender merupakan isu yang terus terjadi di masyarakat. Salah satu penyebab ketimpangan antar gender dalam dunia kerja adalah parenthood penalty, yaitu penurunan karir setelah seseorang memiliki anak dan menjadi orang tua. Hal ini lebih umum terjadi pada ibu yang kemudian dikenal sebagai motherhood penalty. Sebaliknya, ayah seringkali mengalami percepatan karir setelah mempunyai anak yang kemudian disebut sebagai fatherhood premium. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat parenthood penalty di Indonesia, membandingkan tingkat penalty atau premium yang dialami oleh ayah dan ibu, serta menganalisis lebih lanjut pengaruh dari berbagai karakteristik, seperti pendidikan, keberadaan kakek-nenek, karakteristik pekerjaan, karakteristik tempat tinggal, dan usia anak terhadap tingkat parenthood penalty. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kernel Propensity Score Matching Difference-in-Difference (Kernel PSM-DiD) dengan menggunakan data IFLS gelombang 4 dan 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua di Indonesia secara umum mengalami parenthood penalty berupa perolehan tingkat pendapatan dan jam kerja yang lebih rendah. Jika dibandingkan antar gender, motherhood penalty cenderung lebih tinggi. Berkaitan dengan fatherhood premium, penelitian ini menunjukkan bahwa ayah di Indonesia tidak mengalami hal tersebut. Lebih dari itu, tingkat parenthood penalty bervariasi pada orang tua, ayah, dan ibu yang memiliki karakteristik yang berbeda.

Gender inequality, especially in workplace has been an ongoing issue in the society. One of the causes of this issue is parenthood penalty, which captures a declining trend in career after someone has children and becomes a parent. This tends to be faced by mothers, which is known as motherhood penalty. On the other hand, fathers often experience career acceleration after having children, which is then referred to as fatherhood premium. This research aims to analyze the level of parenthood penalty in Indonesia, compare the level of penalty or premium experienced by fathers and mothers, and further analyze the influence of various characteristics, such as education, the presence of grandparents, job characteristics, residence characteristics, and children's age on level of parenthood penalty. The method used in this research is Kernel Propensity Score Matching Difference-in-Difference (Kernel PSM-DiD) with IFLS wave 4 and 5 as the data source. The results of this study show that parents in Indonesia generally experience a parenthood penalty in the form of lower income levels and lower working hours. When compared between genders, the penalty experienced by mothers tends to be higher. Regarding fatherhood premium, this research shows that fathers in Indonesia do not experience it. Moreover, the level of parenthood penalty varies among parents, fathers, and mothers who have different characteristics."
Depok: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dowling, Tim, 1963-
"
ABSTRACT
Believe me, not a day goes by without me stopping to ask myself, 'How the hell did I end up here?' Twenty years ago my wife and I embarked on a project so foolhardy, the prospect of which seemed to both of us so weary, stale and flat that even thinking about it made us shudder. Neither of us could propose to the other, because neither of us could possibly make a case for the idea. We simply agreed we'll get married with the resigned determination of two people plotting to bury a body in the woods. Two decades on we are still together, still married and still, well, I hesitate to say happy, if only because it's one of those absolute terms, like 'nit-free', that life has taught me to deploy with caution. And really, I can only speak for myself in this matter. But yes: I am, at the time of writing, 100 per cent nit-free. This is the story of how I ended up here, and along with it an examination of what it means to be a husband in the 21st century, and what is and isn't required to hold that office. I can't pretend to offer much in the way of solid advice on how to be a man - I tried to become a man, and in the end I just got old. But 'Husband' - it's one of the main things on my CV, right below 'BA, English' and just above 'Once got into a shark cage for money'. 'Husband' is the thing I do that makes everything else I do seem like a hobby. But, I hear you ask, are you a good husband? Perhaps that is for my wife to judge, but I think I know what she would say: no. Still, I can't help feeling there's a longer answer, a more considered, qualified way of saying no. I'm not an expert on being a husband, but what kind of husband would an expert make? If nothing else, I can look back and point out ways round some of the pitfalls I was fortunate enough to overstep, and relate a few cautionary tales about the ones I fell headlong into. "
London: Fourth Estate, 2015
306.872 2 DOW h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Prisca Afifah Febrianti
"Serial Netflix "Never Have I Ever" (2020) mendapat tanggapan positif dari para penonton. Banyak yang mengatakan bahwa serial ini menggunakan pendekatan baru untuk pertunjukan remaja, menampilkan bagian komedi dan meditasi yang seimbang pada beratnya kehilangan figur seorang ayah dalam keluarga imigran yang harus ditanggung oleh seorang gadis remaja. Oleh karena itu, untuk menggali lebih dalam masalah ini, penelitian ini mengkaji bagaimana peran ayah menciptakan hasil positif dan negatif dalam perkembangan karakter utama sebagai remaja yang tumbuh di Amerika Serikat dengan menganalisis elemen sinematografinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak peran ayah dalam perkembangan remaja imigran dalam proses mengkonstruksi pilihan hidup, membuat keputusan, dan menemukan identitas budayanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ingatan Devi tentang mendiang ayahnya telah membantunya mengatasi masalah, seperti penerimaan budaya, masalah seputar hubungannya dengan teman sebaya di sekolah, dan kurangnya keterikatan dengan latar belakang Indianya sebagai remaja imigran. Namun, cita-cita ideal mendiang ayahnya tentang American Dream menyebabkan Devi memiliki hubungan ibu-anak yang kompleks dan mengalami konflik budaya dalam dirinya.

The Netflix series "Never Have I Ever" (2020) has received positive feedback from the audience. Many have said that the series takes a novel approach to teen shows, displaying equal parts comedy and meditation on the weight of loss caused by the absence of a father figure in an immigrant family that a girl must bear as a teenager. To delve deeper into this issue, this study examines how fatherhood creates positive and negative outcomes in the main character’s development as a teenager growing up in the United States by analyzing its cinematographic elements. The purpose of this study is to analyze the impact fatherhood has in the development of immigrant adolescents in the process of constructing life choices, making decisions, and discovering a person’s cultural identity. The results of the study show that Devi’s memories of her late father have helped her to cope with problems, such as cultural acceptance, issues around her relationship with peers at school, and lack of attachment to her Indian background as an immigrant adolescent. However, her late father’s standard ideals of the American dream have caused Devi to have a complex mother-daughter relationship and experience a cultural conflict within herself. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diva Salsabila Anindita
"Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa keinginan manusia untuk mencapai idealisme dalam parenthood diakari oleh sisi shadow dalam psyche manusia, sehingga dapat menjadi obsesi yang destruktif ketika menyebabkan tindakan irasional. Analisis novel Pet Sematary karya Stephen King ini dilakukan secara kualitatif menggunakan pendekatan psikoanalisis Carl Jung mengenai kepribadian shadow manusia dan teori kedukaan Elizabeth Kübler-Ross. Penelitian ini berusaha menjelaskan tokoh Louis Creed yang mengalami hambatan untuk pulih dari kedukaannya dan gagal mewujudkan idealisme peran ayah yang diharapkannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa shadow dapat menjadi motivator positif bagi manusia untuk mengembangkan diri dalam menjalani fatherhood yang baik, tetapi dapat berdampak negatif jika mendominasi secara berlebihan. Kedukaan atas kematian menjadi titik balik besar yang menentukan terjadinya dominasi negativitas shadow pada manusia. Penelitian ini menemukan bahwa munculnya shadow dalam proses kedukaan karakter tidak hanya menghambat proses karakter untuk menerima kematian, tetapi juga menggagalkan harapannya akan idealisme. Kegagalan atas dua aspek tersebut terjadi karena dominasi shadow menyebabkan manusia tergerak untuk melakukan segala cara, termasuk cara-cara negatif, demi memenuhi obsesinya atas idealisme peran ayah (fatherhood) bagi keluarganya.

This research aims to show that the human desire to achieve idealism in parenthood is rooted in the shadow side of the human psyche so it can become a destructive obsession when it causes irrational actions. The analysis of the novel Pet Sematary by Stephen King was carried out qualitatively using Carl Jung's psychoanalytic approach regarding human shadow personalities and Elizabeth Kübler-Ross's theory of grief. This research attempts to explain the character of Louis Creed who experiences obstacles in recovering from his grief and fails to realize the idealism of his expected father's role. The results of this research show that shadow can be a positive motivator for humans to develop themselves in carrying out good fatherhood, but can have a negative impact if they dominate excessively. Grief over death is a major turning point that determines the dominance of shadow negativity in humans. This research found that the appearance of shadow in the character's grief process not only hinders the character's process of accepting death but also thwarts his hopes for idealism. Failure in these two aspects occurs because the dominance of the shadow causes humans to be moved to do everything they can, including negative methods, to fulfill their obsession with the idea of fatherhood for their family."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Samperuru, Maria A.
"Dalam rangka menyadari dan memahami pentingnya keberadaan suatu keluarga sebagai pemberi pengaruh yang mendalam bagi kepribadian seseorang dan sebagai pendidik utama, perlu disadari bahwa kesatuan dan peranan dari kedua orang tua akan memberikan perasaan aman dan terlindung bagi anak. Perasaan aman dan terlindung ini sangai diperlukan anak dalam bertumbuh dan berkembang. Dengan demikian baik ayah maupun ibu sangat berperan dalam mewujudkan perasaan dan suasana aman bagi anak, atau dengan perkataan lain ayah dan ibu sama-sama mempunyai peranan yang besar bagi perkembangan anak. Namun sejauh ini yang lebih banyak menjadi topik penelitian adalah keteriibatan dan peranan ibu bagi perkembangan anak. Keterlibatan dan peranan ayah sangat sedikit sekali disinggung walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa peranan ayah sangat penting. Karena itu peneliti tertarik untuk menelitinya khususnya mengenai konsep ayah yang diinginkan anak. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang konsep orang tua, khususnya dari sudut pandang anak.
Disamping melihat konsep ayah yang diinginkan anak, peneliti juga tertarik untuk meiihat apakah ada perbedaan konsep ayah yang diinginkan antara anak laki-laki dengan anak perempuan, karena Fitzgeratd dalam teorinya mengatakan bahwa ayah mempunyai harapan dan perlakuan yang berbeda terhadap anak laki-laki dan anak perempuan mereka.
Penelitian ini dilakukan pada 81 subyek dengan menggunakan incidental sampling. Instrumen yang digunakan berupa hasil mengarang dan hasil menggambar anak usia 8-9 tahun tentang konsep ayah yang mereka inginkan. Kegiatan menggambar itu sendini hanya merupakan media untuk mempermudah anak dalam mengungkapkan pemikiran melalui mengarang.
Hasil utama penelitian ini memberikan ciri-ciri yang dikelompokkan berdasarkan aspek kepribadian dan aspek peran. Juga ditemukan bahwa tidak ada perbedaan konsep ayah yang dinginkan anak Iaki-laki dengan anak perempuan. Hasil yang tidak sesuai dengan tinjauan teoritis ini menurut peneliti disebabkan oleh adanya penerapan konsep androgini oleh ayah terhadap anak. Untuk penelitian lebih lanjut, peneliti menyarankan untuk melihat perbedaan konsep ayah yang dinginkan dengan konsep ibu yang diinginkan anak. Penelitian ini juga dapat diterapkan pada sampel dengan usia lebih muda, dapat juga membah metodenya yaitu dengan menggunakan teknik Q-sort dengan memakai hasil gambar-gambar anak tentang ayah yang diinginkan. Selain itu, peneliti juga menyarankan melakukan penelitian yang melihat konsep-konsep anggoia keluarga lainnya, misalnya adik atau kakak, sehingga benar-benar diperoleh gambaran yang utuh tentang hubungan dalam keluarga."
1998
S2640
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>