Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syarifah Hidayah Fatriah
"Latar Belakang: Hasil pemeriksaan dokter dalam bentuk visum et repertum mengandung derajat luka yang merupakan gambaran dari efek kekerasan atau penganiayaan sesuai dengan KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Tidak ada uraian/batasan yang jelas mengenai derajat luka sehingga kesimpulan yang dibuat oleh para dokter pemeriksa menjadi berbeda. Ketidakseragaman penentuan derajat luka dapat menimbulkan ketidakadilan bagi korban maupun pelaku tindak pidana.Tujuan: Menentukan kriteria luka ringan, luka sedang, dan luka berat.Metode: Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan rancangan Teori Grounded. Sampel penelitian adalah pakar hukum pidana, hakim, advokat, dokter forensik dan dokter forensik yang sekaligus sarjana hukum. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan Focus Group Discussion FGD . Penelitian dilakukan selama bulan September-Desember 2016. Teknik pengujian kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi.Hasil: Berdasarkan wawancara mendalam dan FGD didapatkan bahwa luka ringan tidak ada di dalam undang-undang yang dipakai di Indonesia. KUHP memiliki definisi mengenai aniaya ringan, dan penganiayaan. Luka sedang dapat dirumuskan sebagai bukan luka berat maupun luka ringan, dan kriteria luka berat dapat dirumuskan dari pengertian luka berat dalam pasal 90 KUHP.Kesimpulan: Luka terbagi menjadi dua yaitu luka berat pada pasal 90 KUHP dan luka sedemikian rupa pada pasal 360 KUHP ayat 2 . Luka berat disimpulkan dengan menyebutkan kondisi mediknya saja. Ada perbedaan pemahaman antara pakar pidana, hakim, advokat dan dokter forensik. Kata Kunci: Analisis Medikolegal, Derajat Luka, KUHP

"Background The result from the doctors rsquo examination can be written in a form of a medical report visum et repertum which includes the degree of the injury associated with the effect of the assault according to the National Criminal Code. There is still an unclear explanation on the degree of injury, which results in a variety of conclusions made by the physician examiner. Error in determining the degree of injury can cause injustice not only to the victim but also to the prepetrators of the crime.Purpose To determine mild, moderate and severe injury.Method This study is a qualitative study using grounded theory. The sample of this study were criminal law experts, judges, advocates, forensic doctor and also forensic doctors with a law degree. Data collection was by indepth interview and focus group discussion FGD which was done from September until December 2016. Triangulation is used to test the credibility of data.Result The results obtained from the indepth interview and FGD was that the description of a mild injury was not stated in the constitution used in Indonesia, there it is only stated the definition of assault and mild assault. A moderate injury is defined as an injury not categorized as a severe or mild injury, and the criteria a severe injury is defined from the definition of severe injury in the Criminal Code article 90.Conclusion The degree of injury is divided into two, a severe injury defined in the Criminal Code article 90 and an injury as stated in the Criminal Code article 360 paragraf 2 . The severe injury is conluded by stating the medical condition itself. There was a different understanding between law experts, judges, advocates and forensic doctors. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Santosa Yanuar
"ABSTRAK
Batasan obyektif dalam menentukan derajat luka ringan dan sedang diperlukan karena Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak menjelaskan deskripsi luka ringan dan sedang, ancaman hukuman bagi tersangka sangat bergantung pada derajat luka yang dialami korban, dan tidak ada metode diagnostik obyektif yang digunakan hingga kini. Khusus untuk kasus penganiayaan dengan temuan memar dan luka lecet, jumlah luka mungkin dapat digunakan sebagai batasan obyektif tersebut karena korban dengan 3 memar pasti mengalami hambatan yang lebih ringan dibandingkan korban dengan 50 memar. Penelitian ini menguji jumlah luka terhadap Trauma and Injury Severity Score (TRISS) dan opini dokter forensik sebagai nilai acuan karena telah teruji dalam penentuan derajat luka sesuai hukum Indonesia. Peneliti mengambil data dari Visum et Repertum kasus penganiayaan Januari 2014 ? Desember 2014 RSCM berupa jumlah luka dan data lain yang diperlukan untuk penentuan derajat luka dengan TRISS kemudian menentukan titik potong (cut-off) luka sedang terbaik dengan ROC berdasarkan data tersebut. Hasil penelitian ini tidak dapat dianalisis karena tidak ada sampel yang termasuk ke dalam luka sedang melalui perhitungan TRISS. Walaupun begitu, jika nilai acuan yang digunakan opini dokter forensik, ditemukan AUC sebesar 90,6% (IK 95%: 75,3% -100%). Titik potong terbaik adalah 12 luka dengan sensitivitas 66,7%, spesifisitas 93,4%, NDP 16,7%, NDN 99,3%, RKP 1007%, dan RKN 35,7% pada prevalensi 3/154. Kesimpulan penelitian ini adalah masih belum diketahui apakah jumlah luka dapat digunakan sebagai batasan obyektif untuk menentukan luka ringan dan sedang pada kasus penganiayaan dengan temuan hanya memar dan/atau luka lecet karena TRISS tidak dapat mendeteksi luka sedang pada populasi sampel.

ABSTRAK
Objective diagnostic tool to determine minor and moderate injuries is necessitate since Indonesian Criminal Code does not give clear descriptions of mild and moderate injuries, severity of injury is the main determinant factor in determining the charges for the assailant, and no objective diagnostic tool currently in use. In cases with only bruises and/or abrasions findings, we propose that quantity of injuries might be used as a diagnostic tool since victim with 3 bruises will experience milder disturbance compared to victim with 50 bruises. The research is diagnostic test which determine whether or not quantity of injuries can be used as a diagnostic tool in those cases with Trauma and Injury Severity Score (TRISS) as the reference value. TRISS was chosen since it?s the only objective method that had been tested to determine severity of injury according to Indonesian Criminal Code. Quantity of injury and other data necessitate to determine severity of injury with TRISS were acquired from Visa et Reperta of assault cases in January 2014 ? December 2014 in RSCM. From the data, we seek the most appropriate cut-off for moderate injury statistically. The results could not be analyzed since there was no moderate injury in the samples according to TRISS. However, if forensic specialists? opinion was used as reference value, the most appropriate cut-off of moderate injury would be 12 injuries with AUC 90,6% (CI 95%: 75,3% - 100%), 66,7% sensitivity, 93,4% specificity, 16,7% PPV, 99,3% NPV, 1007% PLR, and 35,7% NLR in a population with 3/154 prevalence. The conclusion of the research is whether quantity of injuries could be used as a valid diagnostic tool to determine minor and moderate injury in assault cases with only bruises and/or abrasions findings remains unknown since TRISS could not detect moderate injuries in samples? population."
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marinda Navy Septiana
"ABSTRAK
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi dari diabetes melitus dan termasuk luka kronik. Ulkus diabetikum menyebabkan berbagai gangguan kenyamanan baik fisik, psikologis maupun sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan derajat luka dengan interaksi sosial pada pasien ulkus diabetikum. Desain penelitian menggunakan pendekatan cross-sectional dengan jumlah sampel 69 pasien di Rumat. Analisis data menggunakan uji T-independen menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara derajat luka dengan interaksi sosial p: 0,448, ?: 0,05 . Hasil penelitian didapatkan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial yaitu bau p:0.009 , status psikologis p:0,010 and stres p: 0,005 . Penelitian ini menunjukkan untuk memperhatikan kenyamanan psikologis pada gangguan kenyamanan fisik dalam peningkatan kenyamanan sosial pasien ulkus diabetikum.

ABSTRACT
Diabetic ulcer as a chronic wound is one of chronic complication of Diabetes Mellitus. Diabetic ulcer causes a variety of discomfort such as physics, psychology also social. The aim of this research was to identify the correlation between wound degree with social interaction to the diabetic ulcer patient. Cross sectional design applied in this study with 69 samples that recruiting in Rumat. Statistic analyze using independent t test showed wound degree has no significant relationship with social interaction p 0,448, 0,05 . This study found the related factor of social interaction are odor p 0.009 , psychology p 0,010 and stress p 0,005 . This study recommended the importance of paying attention to psychological comfort of physical discomfort to increase social comfort diabetic ulcer patient."
2017
S67249
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library