Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erna Sofwan Syukrie
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1994
R 346.018 ERN n
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Rosmayati Sonny
"Perwalian mempunyai pengertian orang lain selaku pengganti orang tua yang menurut hukum diwajibkan mewakili anak yang belum dewasa dalam melakukan suatu perbuatan hukum Konsep perwalian dalam Kitab Undang Undang Perdata berbeda dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 dimana dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang merupakan lex specialis dari KUH Perdata menyatakan bahwa perceraian orang tua tidak menyebabkan adanya perwalian dimana kedua orang tua tetap bertanggungjawab untuk mengasuh anak anaknya Perwalian baru akan muncul ketika kedua orang tua meninggal dunia atau kekuasaan orang tua dicabut Dalam Penetapan Pengadilan Negeri Malang Nomor 121 Pdt P 2011 PN Mlg ini hakim memutuskan paman dari pihak ayah menjadi wali dari anak anak di bawah umur dimana ibu kandung dari anak anak tersebut masih hidup Hakim memutuskan dengan pertimbangan bahwa ayah dari anak anak tersebut sudah meninggal sedangkan ibu kandungnya tidak diketahui dimana keberadaannya secara pasti Inilah yang menjadi pokok permasalahan yang dibahas oleh penulis apakah putusan hakim Pengadilan Negeri Malang sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan di indonesia karena dalam ketentuan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 ibu kandung lebih berhak atas pengasuhan kedua anak di bawah umur karena kekuasaan orang tua tetap ada setelah perceraian dan bagaimana pertimbangan hakim dapat memutuskan paman sebagai pemegang hak perwalian Dengan metode penelitian deskriptif analitis maka penulis akan menjawab pokok permasalahan dan menemukan solusi dari permasalahan tersebut Dalam penelitian ini ditemukan fakta bahwa kekuasaan orang tua dapat digantikan dengan perwalian pihak lain apabila dapat dibuktikan bahwa ibu kandung memenuhi syarat untuk dicabut kekuasaanya sebagai orang tua

Guardianship has a meaning the others as substitution of parents who has to guard a under age child in doing law things The conceptof guardianship in wetboek is different from Law number 1 year 1974 Where it is the lex specialis from wetboek which says that the divorce of parents doesnot make any guardianship in addition the parents still have responsibility to take care the children Guardianship will happen when the parents die or the authority of parents is dismissed In the Malang Court Established Number 121 Pdt P 2011 PN Mlg the judge decided that the father rsquo s brother was the guardian of those children although their mother is still alive The judges considered that their father was dead and their mother was gone This is what will be discussed by the writer whether that judges decision Court of Malang is suitable in Indonesia law because in Law Number 1 year 1974 the real mother is still the one who has to take care the under age children because the authority of parents is forever although they are divorced and how the judges could decide that With analytical descriptive research the writer will answer the main problem and find the solution of that problem In this research found a fact that the authority of parents can be replaced by guardianship if the mother rsquo s authority as a parent could be taken."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermin Budisetyasih
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septy Veronita
"ABSTRAK
Perkawinan berakhir bila terjadi perceraian atau salah satu pihak meninggal dunia.
Berdasarkan penelitian yuridis normatif diketahui bahwa hak dan kedudukan
anak setelah putusnya perkawinan orang tuanya tetap sama dengan sebelumnya
dimana kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nafkah,
pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan lainnya sampai mereka dewasa. Upaya
hukum pemohon untuk memperoleh hak perwalian terhadap cucunya, dilakukan
melalui pengadilan untuk mendapatkan penetapan, dari Pengadilan Negeri sampai
ke tingkat Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
dalam memutuskan perkara Nomor: 372 K/Pdt/2008 memberi putusan
berdasarkan pada kepentingan anak dan karena sang ibu dianggap tidak layak
menjadi wali anak-anaknya.

ABSTRACT
The marriage ended in case of divorce or death of either party. The rights and
status of children after the breakdown of marriage is to provide a living, clothing,
shelter and other necessities. Legal efforts to gain custody through the courts to
get a determination from the court and the High Court or the Supreme Court.
Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia to decide the case
based on 372 K/Pdt/2008 the interests of children who are under age and ability of
the economy, her mothers is not worthy of being legal guardians are minors.

"
2013
T32539
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sekar Tanjungsari
"Seseorang dapat menjadi orang tua meskipun tidak memiliki anak kandung. Dengan adanya adopsi, kekuasaan orang tua kandung terhadap anak pun hilang dan beralih kepada orang tua angkat. Orang tua angkat mempunyai tanggung jawab hukum sebagai orang tua atas anak yang sebenarnya bukan anak kandungnya tersebut. Adopsi dapat dibatalkan apabila proses adopsi tidak sesuai prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau jika terjadi masalah dalam pelaksanaan adopsi. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor : 239/Pdt.G/2013/PN.BTM, adopsi dibatalkan karena ternyata orang tua angkat tidak memenuhi persyaratan adopsi dan melakukan penyembunyian fakta berkaitan dengan identitas dan keberadaan anak angkat. Di samping itu, pelaksanaan adopsi tidak dijalankan dengan penuh tanggung jawab oleh orang tua angkat karena anak angkat diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara. Permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang berbentuk yuridis-normatif dengan hasil penelitian deskriptif. Dari analisis tersebut disimpulkan bahwa putusan hakim yang mengabulkan gugatan pembatalan adopsi sudah tepat. Akan tetapi putusan hakim yang tidak mengembalikan anak kepada ibu kandungnya pasca pembatalan adopsi, dan justru memberikan hak perwalian kepada pihak lain yang tidak memenuhi kriteria sebagai wali, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Some people can become parents eventhough they do not have any biological child. Through adoption, the power of the biological parents of children disappears and switches to adoptive parents. Adoptive parents take on the legal responsibilities as parent of a child who is not their biological child. Adoption can be annulled if the adoption process is not according to the procedures stipulated by legislation or if there is a problem in the implementation of adoption. In the Batam District Court Decision Number 239 Pdt.G 2013 PN.BTM, the adoption is annulled because the adoptive parents do not meet the requirements of adoption and make a concealment of facts relating to the identity and whereabouts of the adopted child. In addition, adoption implementation is not carried out with full responsibility by adoptive parents as an adopted children are handed over to other parties to raise. Those problems are analyzed by using literature research method in the form of juridical normative with descriptive research result. From the analysis, it is concluded that the judges 39 decision to grant the adoption 39 s annulment suit is appropriate. However, the decision of judges who do not return the child to her biological mother after the annulment of adoption, and instead gives guardianship rights to other parties who do not meet the criteria as guardians, does not comply with the applicable laws and regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Hafni Humaira
"Dalam menentukan perwalian terhadap anak, penting untuk memperhatikan prinsip kepentingan terbaik anak. Meskipun dalam praktiknya khususnya dalam penetapan Nomor 4/PDT.P/2020/PN Plp, Majelis Hakim masih belum memberikan pertimbangan hukum mengenai prinsip kepentingan terbaik bagi anak, tetapi hal ini tidak dapat dikesampingkan. Untuk itu, penelitian ini akan melihat bagaimana seharusnya prinsip kepentingan terbaik bagi anak diterapkan, khususnya dalam penetapan perwalian terhadap anak berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak dan peraturan lainnya yang berlaku di Indonesia. Melalui metode penulisan doktrinal, penelitian ini ingin melihat sejauh mana Penetapan Nomor 4/PDT.P/2020/PN Plp menerapkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dalam perwalian di Indonesia. Penelitian ini dilengkapi dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan Majelis Hakim tidak memperhatikan ketentuan PP 29/2019. Pengangkatan perwalian yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku akan berdampak dengan keberlangsungan hidup anak. Hal ini dikarenakan semasa hidupnya, anak yang masih termasuk dalam masyarakat rentan akan bergantung dengan walinya. Selain itu, sesuai pada Konvensi Hak-Hak Anak khususnya dalam General Comment No. 14 (2013) on The Right of The Child to Have His or Her Best Interests Taken as a Primary Consideration mengatur prinsip kepentingan terbaik anak harus diuraikan secara eksplisit mengenai bagaimana hal ini dipertimbangkan. Ketentuan ini juga tidak diejawantahkan oleh Majelis Hakim karena dalam pertimbangan hukumnya sama sekali tidak mencantumkan pertimbangan mengenai kepentingan terbaik bagi anak. Dalam penelitian ini, akan diberikan saran yaitu terhadap Mahkamah Agung untuk membuat pedoman teknis agar Majelis Hakim dalam melakukan pengangkatan seorang wali terhadap anak dapat memperhatikan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, pembuatan panduan khusus mengenai pelaksanaan prinsip kepentingan terbaik bagi anak yang harus dipatuhi oleh aparat penegak hukum dan masyarakat, serta adanya pelatihan kepada aparat penegak hukum mengenai pentingnya prinsip kepentingan terbaik bagi anak sebagai pertimbangan yang utama.

In determining guardianship of children, it is crucial to prioritize the principle of the child's best interests. Despite the Panel of Judges failure to consider the best interests of the child in Determination Number 4/PDT.P/2020/PN Plp, this should not be overlooked. Therefore, this research will examine how the best interests of children should be applied in determining guardianship based on the Convention on the Rights of the Child and other Indonesian regulations. Through a doctrinal writing method, this research aims to assess the application of the best interests of children principle in Determination Number 4/PDT.P/2020/PN Plp. The research is supported by primary, secondary, and tertiary legal materials. The findings reveal that the Panel of Judges did not adhere to the provisions outlined in PP 29/2019. Appointing guardianship without following the applicable regulations will adversely affect the child's well-being, as they rely on their guardians for support. Furthermore, the Panel of Judges did not incorporate considerations regarding the best interests of the child in their legal deliberations, contrary to the provisions of the Convention on the Rights of the Child, especially General Comment No. 14 (2013) ) on The Right of The Child to Have His or Her Best Interests Taken as a Primary Consideration. In this research, suggestions will be given to the Supreme Court to create technical guidelines so that the Panel of Judges in appointing a guardian for a child can pay attention to the principle of the best interests of the child, creating special guidelines regarding the implementation of the principle of the best interests of the child which must be adhered to by law enforcement officers. and the community, as well as training for law enforcement officers regarding the importance of the principle of the best interests of children as the main consideration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Said Muhammad Rizky
"Pada kasus dalam Putusan No. 703/Pdt.G/2015/PN.Sby terdapat kondisi di mana kakek dan nenek seorang anak mengajukan permohonan untuk dijadikan wali atas cucunya ketika ayah yang telah ditentukan sebagai wali anak tersebut sudah tidak mampu mengurus anaknya. Namun menurut pertimbangan Hakim, kakek dan nenek tersebut tidak dapat memiliki hak asuh karena anak tersebut masih memiliki orang tua dan tidak memiliki kedudukan untuk mengajukan hal tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 49 UU Perkawinan.
Tulisan ini membahas penggunaan dasar hukum dalam UU Perkawinan dalam penolakan permintaan perwalian yang dilakukan kakek dan nenek tersebut. Penulisan Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode analisis data deskriptif-analitis sehingga simpulan yang diperoleh berupa penjelasan eksplanatif.
Dari dilakukannya penelitian ini diketahui bahwa anak yang belum mencapai umur 18 delapan belas tahun dan belum kawin berada di bawah kekuasaan orang tua meskipun telah terjadi perceraian pada orang tuanya. Setelah terjadinya perceraian orang tua dapat diberikan status pemegang pemeliharaan anak sedangkan perwalian baru timbul ketika anak tersebut sudah tidak lagi berada dalam kekuasaan orang tua.
Berdasarkan ketentuan Pasal 49 UU Perkawinan, keluarga anak dalam garis lurus ke atas memiliki kedudukan untuk meminta pencabutan perwalian pada anak. Dengan demikian, kakek dan nenek anak dapat meminta pencabutan perwalian atau kekuasaan orang tua. Pemberian status wali pada siapapun selama anak masih berada dalam kekuasaan orang tuanya agar tidak terjadi pelanggaran dalam ketentuan Pasal 50 UU Perkawinan.

Upon the case on Verdict Number 703 Pdt.G 2015 PN.Sby there are grandparents that want to be the guardian of their grandchild when the parents, whose already became the guardian of his own child, is already unable to take care of the child. However, according to the judges rsquo consideration, the grandparents cannot have the guardianship since the child still has his parents and did not have a legal standing in requesting guardianship based on Article 49 Marriage Law.
This paper discusses whether if the judge already used the right provision in Marriage Law to reject the grandparents rsquo guardianship request. This study uses normative with descriptive qualitative data analysis methods so that the conclusion obtained in the form of an explanatory description.
From doing this study, it would be known that any children who have not reached the age of 18 eighteen years and have not married are under the authority of the parents even if they are already divorced. After the divorce, parents could have the child custody but guardianship status will arise not after the divorce, but after there are no longer parents rsquo authority. According to Article 49 Marriage Law, the family of a child has the legal standing to revoke a parents rsquo authority or guardianship.
Therefore, based on Article 49 Marriage Law the grandparents have the right to revoke the parents rsquo authority or guardianship on their grandchild. Furthermore, the judges should not give a guardianship status even to child own parents when the child is still in their parents rsquo authority."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Novita Sari
"Perwalian di Indonesia belum dipahami dengan baik oleh penegak hukum khususnya Hakim, terlihat dalam Penetapan No. 0014/Pdt.P/2015/PA.Mn. Dalam penetapan ini Hakim mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya dengan pertimbangan didasarkan pada ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 98 ayat (2) KHI. Penulis dalam tulisan ini ingin membahas mengenai perwalian berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan analisis mengenai penetapan hakim yang mengabulkan permohonan perwalian oleh Ayah kandung dengan tujuan pengurusan harta warisan anaknya. Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode analisis data deskriptif-analitis sehingga simpulan yang diperoleh berupa penjelasan eksplanatif.
Dari penelitian ini diketahui anak yang belum mencapai umur 18 tahun (berdasarkan UU Perkawinan) dan 21 tahun (berdasarkan KHI) dan belum kawin berada di bawah kekuasaan orang tua meskipun telah terjadi perceraian pada orang tuanya. Jadi, berdasarkan Pasal 47 UU Perkawinan dan Pasal 98 KHI Hakim tidak tepat memberikan penetapan perwalian karena melanggar ketentuan Pasal 50 UU Perkawinan dan Pasal 1 huruf h KHI. Selain itu, berdasarkan Pasal 48 UU Perkawinan alasan Pemohon memohonkan perwalian untuk mengurus harta warisan anaknya tidak dibenarkan.

Guardianship in Indonesia still not be well understood by Law Enforcer especially judges, that can be witnessed from the court determination No. 0014/Pdt.P/2015/PA.Mn. This court determination the Judge has granted the petition from the applicant with consideration of Article 47 Marriage Law and Article 98 The Compilation of Islamic Law (KHI). The Author on this matter would like to discuss about the guardianship based on applied law in Indonesia and do analyzation regarding judge determination which granted the application of guardianship for the biological father with the intention to arrange inheritance for his children. The writing of this thesis uses juridical-normative approach with data analytical descriptive-analysis thus the conclusion that will be obtained will be served in a form of explanative explanation.
In this research, known that a child that has still not reach the age of 18 (Marriage Law) and 21 (KHI) and for those who has not married, they will be still under the authority of their parents even though the parents has divorced. With that explanation, based on article 47 Marriage Law and article 98 The KHI, the judge has made an incorrect decision by granting the guardianship because it will violates the substance of article 50 Marriage law and article 1 verse h The Compilation of Islamic Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tazkya Rizqyta Radhwa
"Saham dikategorikan sebagai benda bergerak dan melekat hak kebendaan kepada pemiliknya sehingga dapat dialihkan kepemilikannya. Pengalihan saham melalui waris kepada anak memberikan hak dan kewajiban pemegang saham kepada anak, akan tetapi pelaksanaan hak dan kewajiban pemegang saham merupakan tindakan hukum yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang cakap hukum. Anak merupakan subjek hukum yang belum berusia dewasa sehingga belum cakap hukum. Dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai pemegang saham dibutuhkan wali yang sah untuk mewakilkan anak dalam tindakan hukum. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan kualitatif. Terdapat perbedaan konsep antara hukum perwalian dalam KUH Perdata dan UU Perkawinan, dimana perwalian menurut KUH Perdata dapat dilakukan salah satunya oleh orang tua, sedangkan pada UU Perkawinan perwalian tidak dapat dilakukan oleh orang tua karena perwalian hanya dilakukan ketika orang tua tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua. Wali tidak diperbolehkan untuk memindahkan hak atas kekayaan anak yang berada di bawah perwaliannya, namun dengan pengecualian bahwa hal tersebut dilakukan untuk kepentingan anak. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana pengaturan mengenai hukum keluarga, perwalian, dan pewarisan perdata di Indonesia ditinjau dari KUH Perdata dan Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan bagaimana pengaturan mengenai saham Perseroan Terbatas dan Pengalihan Hak atas Saham Perseroan Terbatas di Indonesia. Tulisan ini juga akan menganalisis bagaimana perwalian dilakukan sebagai akibat dari pengalihan saham sebagai objek waris kepada anak dan bagaimana wali atas dasar kepentingan anak diperbolehkan untuk memindahkan hak atas kekayaan anak di bawah perwaliannya. Penelitian ini akan menjawab permasalahan tersebut dengan menganalisis pada Pengadilan Negeri Gianyar Penetapan No. 108/Pdt.P/2020/PN Gin.

Shares are categorized as movable property and bestow proprietary rights on their owners, allowing for the transfer of ownership. The transfer of shares through inheritance to a child grants the rights and obligations of a shareholder to the child, but the exercise of these rights and obligations is a legal act that can only be performed by someone who is legally competent. A child, being a legal subject who is not yet of age, is not legally competent. To exercise the rights and obligations as a shareholder, a legally authorized guardian is needed to represent the child in legal actions. This article is prepared using a doctrinal research method with a qualitative approach. There is a legal dualism in guardianship law, where according to the Civil Code, guardianship can be performed by parents, among others, while under the Marriage Law, guardianship cannot be performed by parents because it is only carried out when parents are unable to fulfill their duties. A guardian is not allowed to transfer rights over a child's property under their guardianship, except in cases where it is in the child's interest. The issue addressed in this article is how the regulations regarding family law, guardianship, and civil inheritance in Indonesia are examined based on the Civil Code and Law No. 1 of 1974 concerning Marriage, as well as how the regulations regarding shares of a Limited Liability Compan and the Transfer of Rights to Shares of a Limited Liability Company are in Indonesia. This article also analyzes how guardianship is exercised as a result of the transfer of shares as an inheritance object to a child and how a guardian, based on the child's interest, is permitted to transfer rights over the child's property under their guardianship. This research will address these issues by analyzing the Gianyar District Court Determination No. 108/Pdt.P/2020/PN Gin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karlina Shinta Wuri
"Semakin majunya perkembangan teknologi pada masa sekarang terutama dalam bidang komunikasi dan pergaulan sosial masyarakat, menyebabkan semakin tingginya interaksi antar anggota masyarakat yang dapat menimbulkan atau mengakibatkan terjadinya perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda. Perkawinan Antar Pemeluk Agama yang berbeda di Indonesia tidak dapat dihindari karena masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan agama, di mana masing-masing agama mempunyai ketentuan hukum tersendiri mengenai masalah perkawinan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur secara jelas dan tegas mengenai perkawinan yang dilangsungkan antar pemeluk agama yang berbeda.
Penulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran sekaligus memahami pelaksanaan dari perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda yang semakin sulit untuk dihindari. Pada kenyataannya terdapat beberapa permasalahan yang timbul terkait dengan hal diatas yaitu mengenai status anak yang dilahirkan dari perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 d? Apakah asar pertimbangan hakim dalam memutuskan perwalian anak kepada Ibunya telah sesuai dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974?
Permasalahan tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan. Sedangkan tipologi penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif, di mana penulisan ini berusaha untuk memberikan gambaran yang jelas dalam rangka menjawab permasalahan yang dikemukakan. Sebagaimana telah diketahui, Undang-Undang Perkawinan tidak mengatur secara jelas dan tegas mengenai perkawinan antar agama. Oleh karenanya, perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda dapat dikatakan tidak sah, dan akibat dari perkawinan yang tidak sah, maka anak-anak yang dilahirkan pun dianggap tidak sah, karena anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
Dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 152/Pdt. G/1998/PN. Jak.Sel, Hakim dalam memberikan putusannya tidak sepenuhnya benar yang menyebutkan adanya perwalian dalam perkara perceraian tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, apabila terjadi perceraian kekuasaan orang tua tetap berlangsung, yang berarti tidak terjadi perwalian dalam perkara perceraian.

Because the growth of technology on present time especially in communication and social community interaction causing the higher of interaction of between the community which result in the marriage between different religious followed. Marriage between different religious follower in Indonesia cannot be avoid because Indonesia society consist or many tribe and religion in which each religion has its own rule when it come to marriage. Constitution No. 1/1974 about marriage did not clearing and strict sate about marriage which occur in different religious follower.
This writing meant to give some pictures and also to understand marriage between different religious follower which harder to avoid these days. In reality, there is some problems which occur related with this problem. How about the child status which were born from the marriage between different religious according to constitution No. 1/1974 what this the judge consideration in determined child guardian to the mother is appropriate with constitution No. 1/1974?
This problem will be analyze using library research method and field research method. Meanwhile, law research typology used is the descriptive research, in which this writing tries to give a clear picture to answer the problems that has given. We all know, marriage constitution did not clearly regulate about different religious marriage. Because of it, marriage between different religious follower can be say illegal and because it is illegal, so the children which were born can be say illegal, because legal children is the children which were born because of legal marriage.
In the decision of District Court of South Jakarta No. 152/Pdt. G/1998/PN. Jak. Sel, Judge in giving the decision not clearly state there is a guidance of that divorce case. According to constitution No. 1/1974, if different happen, parents power still happen, which mean the guidance in divorce case did not happen."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T25254
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>