Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutji Nuraini
"Kebersihan mulut dan gingivitis merupakan faktor langsung yang kuat untuk menilai kesehatan gigi anak. Selain itu pula faktor tidak langsung yang cukup berpengaruh adalah sikap serta pengetahuan orang tua terhadap kesehatan tinggi anak.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara sikap orang tua mengenai kesehatan gigi dan mulut dengan keadaan gigi dan mulut anaknya,
Untuk melihat hubungan di atas digunakan ORI -- C untuk menilai kesehatan gigi dan mulut anak Serta Hiroshima University Dental Behaviour index yang telah dimodifikasi untuk menilai sikap orang tua terhadap kesehatan gigi. Dari hasil ditemukan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap orang tua dengan keadaan kesehatan gigi dan mulut anaknya."
2000
T5147
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Wahyu Indrayani
"Untuk menilai kekuatan basis gigi tiruan akrilik dari segi mekanik maupun fisik perlu dilakukan uji kekuatan untuk akrilik resin. Cara uji yang sering digunakan dalam bidang Kedokteran Gigi untuk mengetahui transverse strength ini biasanya dengan menggunakan mesin uji Instron.
Tulisan ini melaporkan hasil penelitian tentang perbandingan transverse, strength hasil reparasi dengan tiga macam bahan resin, yaitu light-cured resin, cold-cured resin dan heat-cured resin. Biasanya untuk memperbaiki gigi tiruan sering digunakan heat-cured resin atau cold-cured resin. Kedua macam bahan reparasi ini dirasa masih kurang memuaskan untuk memperbaiki gigi tiruan yang akan digunakan dalam jangka waktu panjang.
Baru-baru ini ditemukan light-cured resin yang dapat berpolimerisasi dalam waktu singkat dengan bantuan.penyinaran Halogen biru 400 - 500 nm. Bahan ini mudah dan dapat digunakan untuk memperbaiki gigi drum yang patah. Dengan diketahuinya kekuatan mekanik transverse strength hasil reparasi dengan ketiga macam bahan dalam penelitian ini, maka dapat dibandingkan kekuatan mekanis dari masing-masing bahan tersebut.
Pada penelitian ini, bentuk preparasi bagian yang akan direparasi dibuat membulat dengan jarak 3 mm untuk menambah kekuatan mekanik setelah reparasi. Pematahan spesimen dilakukan dengan alat Instron dicatat sebelum dan sesudah reparasi. Pengukuran transverse strength bahan resin yang telah direparasi dengan light-cured resin ternyata menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan yang telah direparasi dengan bahan heat-cured resin dan cold-cured resin. Nilai transverse strength setelah direparasi dengan ketiga macam bahan terlihat menurun dibandingkan dengan sebelum direparasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Ilham Hutomo
"Latar Belakang: Osteoporosis merupakan penyakit yang ditandai oleh penurunan massa tulang, sehingga menyebabkan perubahan mikroarsitektur tulang. Osteokalsin adalah protein penanda adanya pembentukan dan resorpsi tulang. Tujuan: Menganalisis hubungan antara kadar osteokalsin dengan status periodontal pada perempuan berisiko osteoporosis. Metode: Studi potong lintang pada 70 perempuan pascamenopause. Dilakukan pemeriksaan status periodontal dan kadar osteokalsin dalam serum menggunakan metode ELISA. Hasil: Tidak terdapat perbedaan kadar osteokalsin antara subjek osteoporosis, osteopenia, dan normal. Terdapat hubungan antara kadar osteokalsin terhadap kehilangan perlekatan klinis pada subjek osteoporosis. Kesimpulan: Ada hubungan antara kadar osteokalsin dengan status periodontal pada subjek osteoporosis.

Background: Osteoporosis is defined as a bone disease characterised by a decrease in bone mass results in bone microarchitecture alteration. Osteocalcin is a valid biomarker for bone turnover and resorption. Aim: To analyze relationship between serum osteocalcin levels and periodontal status in osteoporotic risk women. Methods: A cross-sectional study was conducted on 70 postmenopausal women. Periodontal examination and serum osteocalcin levels was measured using ELISA method. Result: There is no difference of serum osteocalcin levels on osteoporotic, osteopenia, and normal subjects. Relationship between serum osteocalcin and clinical attachment loss was found on osteoporotic subjects. Conclusion: Relationship between serum osteocalcin levels and periodontal status was found on osteoporotic subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stevany Grafiyanti
"Latar Belakang: Perawatan implan gigi adalah perawatan penggantian gigi hilang dengan angka kesuksesan tinggi. Evaluasi radiologis perawatan implan gigi berguna untuk menilai ketahanan dan kesuksesan jangka panjang perawatan. Tujuan: Menganalisis kehilangan tulang krestal peri-implan gigi melalui evaluasi radiologis dan hubungannya dengan faktor risiko. Metode: Studi pada 29 implan gigi. Dilakukan pencatatan data status pasien kemudian pembuatan radiograf periapikal digital dengan teknik paralel. Analisis radiologis kehilangan tulang krestal peri-implan gigi di mesial dan distal. Hasil: Rerata kehilangan tulang krestal mesial 1,26±0,15 mm dan distal 1,42±0,17 mm dengan angka kesuksesan sebesar 93,1%. Tidak terdapat korelasi kehilangan tulang krestal peri-implan gigi dengan letak implan di maksila dan mandibula; letak implan di regio anterior dan posterior; dan jenis implan gigi bone level dan tissue level (p>0,05). Kesimpulan: Hasil evaluasi radiografis implan gigi di Klinik Spesialis Periodonsia FKG UI  sukses.

Background: Dental implant treatment is an alternative for the replacement of teeth that has a high success rate. Radiographic evaluation of implant treatment is useful for a a long term evaluation. Aim: To evaluate implant treatments by analysing the condition of the bones around dental implants using radiography, as well as determine dental implant correlation with associated factors. Methods: A total of 29 dental Implant were assessed. Radiographic evaluations were carried out using a periapical radiographic dental x-ray unit and converted into digital images. Crestal bone loss was analysed on mesial and distal aspect. Result: The mean crestal bone loss on mesial aspect was  1.26±0.15 mm and distal aspect was 1.42±0.17 mm with the success rate of 91.6%. There are no statistically significant correlations between crestal bone loss and the location of the implant (maxilla or mandible), anteroposterior site, and type of implant (bone level and tissue level). Conclusion: The radiographic evaluation of dental implants demonstrated successful results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
James Handojo
"Berbagai studi menunjukkan bahwa gigi anterior rahang atas tidak saja menentukan harmonisasi dan estetika gigi geligi tetapi juga estetika wajah secara keseluruhan. Oleh karena itu rehabilitasi kehilangan gigi anterior rahang atas memerlukan pendekatan yang khusus. Salah satunya adalah penentuan ukuran dan bentuk gigi anterior rahang atas, yang akan menentukan hasil gigi tiruannya. Beberapa panduan estetik yang digunakan untuk menentukan ukuran dan bentuk gigi anterior rahang atas antara lain adalah golden proportion. Pengunaan golden proportion sebagai panduan estetik memicu kontroversi karena penelitian lain juga membuktikan ada proporsi lain yang juga mempunyai nilai estetik. Penelitian ini bertujuan mencari proporsi estetik gigi anterior rahang atas pada mahasiswa Indonesia. Karena negara Indonesia mempunyai antropologi ragawi yang berbeda dengan negara lain, maka golden proportion belum diketahui kecocokannya sebagai panduan estetik gigi anterior rahang atas orang Indonesia. Empat puluh delapan mahasiswa menjadi subyek penelitian. Rahang atas dicetak dan proporsi gigi anterior rahang atas model diukur pada milimeter blok. Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi estetik yang ditemukan pada kelompok mahasiswa di Jakarta berbeda dengan golden proportion dan proporsi ini dapat digunakan sebagai panduan estetik, terbukti dari hasil analisa persepsi estetika yang diperoleh dengan Oral Aesthetic Scale.

Maxillary anterior teeth play an important role in facial esthetics. The size and form of the maxillary anterior teeth are important not only to dental esthetics, but also to facial esthetics. The goal of anterior restoration is to achieve optimal dentolabial relations in harmony with the overall facial appearance. However, there is little scientific data in the dental literature that can be used as a guide for defining the proper size and shape of esthetic anterior teeth. One of the most harmonious recurrent tooth-to-tooth ratio was that of the golden proportion. Conflicting reports indicate that the majority of beautiful smiles did not have proportions with the golden proportion. Indonesian population is genetically diverse to other countries, golden proportion have not been tested its compatibility as universal esthetic guide. The purpose of the present study was to determine the maxillary anterior teeth esthetic proportion among Indonesian students. Forty eight students participate in this study. Casts of the maxillary arches of the subjects was made and the proportion of the anterior teeth measured on a milimeter block. The result showed that proportion found among the students is different from the golden proportion, and this proportion can be used as a guide for defining esthetic maxillary anterior teeth, confirmed by the result of esthetic perception of the subject evaluated using Oral Aesthetic Scale.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2011
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anzany Tania Dwi Putri
"Komplikasi medis dalam perawatan gigi diprediksi meningkat seiring dengan peningkatan  usia harapan hidup. Hal ini terjadi karena banyaknya penyakit sistemik yang dikendalikan oleh pengobatan jangka panjang. Diketahuinya riwayat medis secara menyeluruh untuk menilai risiko yang dapat terjadi sebelum, selama, dan sesudah prosedur dental sangat diperlukan. Kuesioner European Medical Risk-Related History (EMRRH) merupakan kuesioner yang telah digunakan secara luas di benua Eropa sebagai alat ukur penapisan risiko medis pada pasien gigi.  Sampai saat ini di Asia, khususnya di Indonesia belum ada instrumen serupa yang digunakan. Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang bertujuan untuk melakukan adaptasi lintas budaya, uji validitas dan reliabilitas, serta uji sensitivitas dan spesifisitas (dengan konfirmasi verbal oleh dokter umum dan hasil pemeriksaan medis lengkap sebagai baku emas) kuesioner EMRRH pada sampel kecil populasi Indonesia yang berada di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional. Sebanyak 172 responden yang terlibat dalam penelitian ini. Nilai koefisien relevansi penilaian pakar ahli sebesar 0,91 dan nilai signifikansi (p) validitas konstruk dan diskriminan < 0,05. Nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,79, nilai kappa inter-examiner dan intraexaminer sebesar 0,86 dan 1, dan nilai Intraclass Correlation Coeficient (ICC) sebesar 0,85. Nilai sensitivitas dan spesifisitas adalah 69,31% dan 92,20%. Simpulan penelitian ini menunjukkan bahwa kuesioner EMRRH versi bahasa Indonesia valid, reliabel, sensitif, dan spesifik untuk digunakan dalam menilai risiko medis pasien pada populasi penelitian.

Medical complications during dental treatment are increasingly predicted, since life expectancy is longer as the illness has been controlled by long term medications. A thorough medical history to measure medical risks that may occur before, during and after dental procedures is required. The European Medical Risk-Related History (EMRRH) questionnaire has been used  in Europe, to detect medical problems and determine the degree of risk. However such questionnaire has not been developed in Indonesia. Cross-cultural adaptation, validity and reliability test, and sensitivity and specificity test of EMRRH questionnaire to small Indonesian-speaking population are the purpose of this study by using cross-sectional design. In results, there were 172 respondents contributing in this study. The relevant coefficient from content validity was 0.91 with p value of contruct and discriminant validity was < 0.05. The Cronbach’s Alpha was 0.79, inter-examiner and intra-examiner Kappa were 0.86 and 1, and Intraclass Correlation Coefficient (ICC) score was 0.85. The sensitivity and specificity values were 69.31% and 92.20% with verbal confirmation by physicians and medical test results during 6 months as the gold standards. In conclusion, the Indonesian version of EMRRH questionnaire is valid, reliable, sensitive, and specific in research population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wandy Afrizal Putra
"Latar Belakang: TGF-β1 memiliki peran penting dalam proses diferensiasi sel punca pulpa (hDPSCs) menjadi sel odontoblast dan asam hialuronat (AH) sebagai perancah alami memiliki sifat biokompabilitas dan berperan dalam pembentukan jaringan keras gigi. Tujuan: Mengetahui potensi berbagai konsentrasi AH (10 mg/mL, 20 mg/mL, 30 mg/mL) pada media kultur (MK) hDPSCs terhadap ekspresi TGF-β1 dengan waktu observasi 7 hari dan 14 hari. Metode: Kultur hDPSCs didapatkan dari penelitian sebelumnya (persetujuan etik dilampirkan) yang merupakan passage 3 dan 4. Setelah 24 jam inkubasi, MK digantikan oleh media osteogenic. hDPSCs dipuasakan selama 24 jam. AH kemudian ditanam ke dalam 96 well kultur jaringan yang terdiri dari 5x103 sel/well. MK AH dibagi menjadi tiga konsentrasi (10 mg/ml, 20 mg/ml, dan 30 mg/ml) dan diinkubasi dalam atm 5% CO2, 37o C. Ekspresi TGF-β1 dianalisis menggunakan ELISA reader setelah inkubasi selama 7 hari dan 14 hari dan secara kualitatif dengan pewarnaan Alizarin Red. Analisis statistik menggunakan uji One-way ANOVA dan uji Post Hoc LSD (SPSS IBM 26). Hasil: Terdapat perbedaan potensi berbagai konsentrasi AH (p<0,05) terhadap ekspresi TGF-β1 hDPSCs pada observasi 7 dan 14 hari. Kelompok AH 30 mg/mL memiliki ekspresi TGF-β1 tertinggi. Pewarnaan Alizarin Red menunjukkan nodul berwarna merah semakin pekat dan banyak pada konsentrasi AH 30 mg/mL. Kesimpulan: AH berpotensi untuk meningkatkan ekspresi TGF-β1. Kelompok AH 30 mg/mL merupakan konsentrasi yang paling berpotensi dibandingkan kelompok lain pada waktu observasi 7 hari

Background: TGF-β1 plays an important role in the process of differentiation of human dental pulp stem cell (hDPSCs) into odontoblast cells and hyaluronic acid (HA) as a natural scaffold has biocompatible properties and plays a role in the formation of dental hard tissue. Objective: To determine various concentrations potential of HA (10 mg/mL, 20 mg/mL, 30 mg/mL) as hDPSCs culture media (CM) towards TGF-β1 expression on 7 and 14 days observations. Methods: hDPSCs culture were obtained from those of previous research (ethical approval form attached) at P3 and P4. After 24 hours of incubation, CM was replaced with osteogenic media. hDPSCs undergo 24 hours of serum starvation and then implanted into 96 well tissue culture consisting of 5x103 cells/well. hDPSCs CM divided into three concentrations and incubated in 5% CO2 atm, 37o C. TGF-β1 expression was analyzed using an ELISA reader and qualitatively by Alizarin Red staining. Statistical analysis using One-way ANOVA and Post Hoc LSD test (SPSS IBM-26). Results: At 7 and 14 days, there is a statistically significant different potential of HA CM in various concentrations (p<0,05) towards expression of TGF-β1 hDPSCs. HA 30 mg/mL group have the highest TGF-β1 expression. Alizarin Red staining showed corellate results with more dense red nodules at HA 30 mg/mL group. Conclusion: HA have the potential to increase TGF-β1 expression hDPSCs. HA 30 mg/mL was the most potential concentration compare to other groups at 7 days observation."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuning Ratnawidya
"Latar belakang: Lanjut usia merupakan populasi yang rentan terhadap gangguan kesehatan dan mempengaruhi kualitas hidup. Kondisi rongga mulut yang buruk dapat menyebabkan rasa sakit, ketidaknyamanan, infeksi bahkan gangguan nutrisi sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup.  Kesehatan rongga mulut merupakan bagian penting bagi kesehatan umum dan mendukung tercapainya kualitas hidup yang baik. Untuk mengukur persepsi lansia mengenai dampak kesehatan rongga mulut terhadap kehidupan sehari-hari maka dibuat suatu instrumen kualitas hidup terkait kesehatan rongga mulut. Instrumen yang paling umum digunakan adalah versi singkat Oral Health Impact Profile (OHIP-14).
Tujuan: Menguji validitas dan reliabilitas instrumen OHIP-14 versi Indonesia pada populasi lansia di PSTW Binaan Dinsos DKI Jakarta.
Metode: Metode penelitian yang dilakukan adalah potong lintang. Versi asli OHIP-14 yang berbahasa Inggris diterjemahkan ke dalam Indonesia melalui proses cross cultural-adaptation pada populasi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Binaan Dinas Sosial DKI Jakarta. Reliabilitas instrumen diuji menggunakan konsistensi internal yang dinilai dengan Cronbach’s alpha, sedangkan test-retest dinilai menggunakan intraclass correlation coefficient. Validitas konvergen diuji dengan melihat hubungan antar masing-masing domain, total skor OHIP dan persepsi diri mengenai gigi geligi, pengunyahan dan estetika. Validitas konvergen diuji dengan membandingkan skor OHIP dengan status kondisi rongga mulut.
Hasil: Berdasarkan analisis didapatkan hasil bahwa domain pertanyaan OHIP-14 adalah signifikan dengan intraclass correlation coefficient per domain adalah 0,521-0,770, dan intraclass correlation coefficient skor total OHIP-14 adalah 0,78. Sedangkan nilai Cronbach’s alpha skor total OHIP-14 adalah 0,932.
Kesimpulan: penelitian ini menunjukkan bahwa instrumen OHIP-14 versi Indonesia adalah valid dan reliabel sebagai alat ukur dalam mengevaluasi dampak kesehatan rongga mulut terhadap kualitas hidup pada studi epidemiologi populasi lansia di Indonesia.

Background: To measure individual oral health perception toward daily activities capability, an evaluation of Oral Health Related Quality of Life is made. The most commonly used instrument is the short version of Oral Health Impact Profile (OHIP-14), developed by Slade.
Aim: This study aimed to validate an Indonesian short version of OHIP-14 in elderly population.
Methods: The original English version of OHIP-14 was translated into Indonesian language (OHIP-14ID) and applied in the elderly populations in government nursing homes. Reliability was examined by test-retest with evaluated by Cronbach’s alpha and average inter-item correlation coefficients. Convergent validity was established by examining relationships between the OHIP domain, total OHIP scores, and self-reported satisfaction on general dentition, chewing function, and aesthetics. Discriminant validity was examined by comparing OHIP scores and dental status.
Results: Internal consistency coefficient of the total OHIP-14ID score as absolute agreement was 0.770. The Cronbach’s alpha value for total OHIP-14ID scores was 0.932. All domain of OHIP-14ID confirmed significant value.
Conclusion: This study suggested that the OHIP-14ID can be used as a valid and reliable instrument for evaluating the impacts of oral condition to quality of life in epidemiological studies among the elderly in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Handayani
"

Tujuan: Mengetahui keterkaitan antara faktor risiko perilaku seksual dan temuan oral dengan kejadian sifilis pada populasi lelaki seks lelaki (LSL) yang berkunjung di Puskesmas Cibodasari Kota Tangerang.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain case control. Data jumlah responden LSL dengan status penyakit sifilis dan tidak sifilis dari Januari – Desember 2017 dikumpulkan. Kemudian di recall oleh tenaga penjangkau program Voluntary Counselling Testing (VCT) yang menyetujui ikut serta dalam penelitian. Responden mengisi kuesioner terkait data pribadi dan perilaku seksual mereka yang telah dilakukan selama 12 bulan terakhir, mengingat kelainan di genital, anal dan oral selama 12 bulan terakhir yang serupa dengan gambar yang disiapkan, dilanjutkan pemeriksaan rongga mulut.

Hasil: LSL dengan riwayat sifilis 80 orang sedangkan tidak terinfeksi IMS sebanyak 175 orang. Namun yang menjadi resposden untuk kelompok kasus 44 orang dan kelompok kontrol 52 orang. Sekitar 60-80% responden adalah yang berusia < 30 tahun, belum menikah, pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai pegawai swasta. Analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan beberapa perilaku seksual dengan kejadian sifilis yaitu perilaku seks oral-anal, oral-penis, pesta seks, seks berbayar, menyikat gigi dan berkumur sebelum dan sesudah hubungan seksual, serta penggunaan kondom dan pelumas. Analisis multivariat diketahui 7 variabel yang mempunyai peluang terhadap kejadian sifilis yaitu oral-penis (B. 4,116; sig. 0,019;  OR 61,306), seks berbayar (B. 4,116; sig. 0,002; OR 61,296), penggunaan sabun antiseptik (B. -3,160; sig. 0,068; OR 0,042), konsumsi antibiotik (B. 3,290; sig. 0,009; OR 26,853), penggunaan obat kumur (B. 2,449; sig. 0,048; OR 11,581), ulkus traumatik (B. 2,983; sig. 0,061; OR 19,752), dan status sunat (B. -2,699; sig. 0,086; OR 0,067).

Kesimpulan: Terdapat perilaku seksual yang berisiko menular sifilis serta temuan oral yang terkait sifilis dan tidak sifilis.


Objectives : This thesis aims to determine the correlation risk factors of seksual behavior and oral findings of syphilis disease in man who have seks with man (MSM) who visited the Cibodasari Public Health Center Tangerang City.

Methods : This is an observational analytical research and case control design. We had collected MSM with syphilis history from January to December 2017. We had support by the Voluntary Counseling Testing (VCT) program to recall and asked them to join in our research. Subjects were asked to answers the question about personal informasion and seksual behavior and history diseases that similar to the prepared picture  during the last 12 months, and then followed by oral examination.

Results : About 60-80% of respondents are aged <30 years old, unmarried, senior high school, and mployees. Bivariate analysis showed a significant association of some seksual behaviors with syphilis, oral-anal, oral-penis, seks party, seks commercial, brushing teeth and gargling before and after seksual intercourse, and the using condoms and lubricants. A multivariate analysis was known to be 7 variables that had an opportunity to syphilis incidence of oral-penis (B. 4,116 sig, 0.019 OR 61,306), seks commercial (B. 4,116 sig 0,002 OR 61,296), using antiseptic soap (B. -3,160 sig. OR 0.042), concumsing antibiotic (B. 3,290 sig .009 OR 26,853), using mouthwash (B. 2.449 sig .048 OR 11,581), and traumatic ulcers (B. 2.983 sig 0.061 OR 19.752).

Conclusion : There are seksual behaviors that are at risk of transmitting syphilis and oral findings related to syphilis and not syphilis.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sariyani Pancasari Audry Arifin
"Latar Belakang: Perubahan degeneratif pada TMJ dapat menyebabkan perubahan morfologi kondilus mandibula. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan degeneratif TMJ yaitu kehilangan gigi posterior yang tidak diganti. Modalitas CBCT memberikan gambar multiplanar bidang aksial, sagital dan koronal sehingga mempermudah visualisasi TMJ secara menyeluruh, sehingga CBCT dapat menjadi modalitas alternatif untuk mengevaluasi keadaan TMJ terutama morfologi kondilus. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti perubahan morfologi kondilus mandibula pada evaluasi CBCT yang berhubungan dengan jumlah kehilangan gigi posterior, kelompok usia dan jenis kelamin. Tujuan: Mengetahui hubungan perubahan morfologi kondilus mandibula berdasarkan jumlah kehilangan gigi posterior pada kelompok usia 30 – 45 tahun dengan kelompok usia 55 – 70 tahun pada evaluasi CBCT. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik cross sectional. Pengumpulan sampel dilakukan menggunakan metode Non-Probability Sampling dengan teknik Purposive Sampling dan didapatkan sebanyak 70 sampel volume data CBCT. Rekonstruksi dilakukan menggunakan Software CS Imaging Patient Browser 7.0.23 dan CS 3D Imaging v3.8.7. Carestream Health Inc. Kondilus mandibula dibedakan antara sisi kanan dan kiri, hasil rekonstruksi diambil dari potongan sagital dan koronal anteroposterior. Pengamatan dilakukan dua orang, sebanyak dua kali dalam jangka waktu berbeda dan jarak waktu dua minggu. Uji reliabilitas hasil pengamatan dilakukan menggunakan Uji Cohen’s Kappa dan hasil uji intraobserver dan intraobserver menunjukan angka 0.814 – 1.000 yang termasuk dalam kategori almost perfect agreement. Hasil: Terdapat hubungan yang bermakna antara perubahan morfologi kondilus mandibula dengan jumlah kehilangan gigi posterior pada kelompok usia 30 – 45 tahun dan kelompok usia 55 – 70 tahun dalam bentuk erosi, flattening, dan sklerosis (p= <0.005). Pada variabel jenis kelamin tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p= >0.005). Kesimpulan: Dari keseluruhan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin banyak jumlah kehilangan gigi dan semakin bertambahnya usia, memiliki hubungan dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan morfologi kondilus mandibula.

Background: Degenerative changes in the TMJ can lead to changes in the morphology of the mandibular condyle. One of the factors that affect degenerative changes in the TMJ is the loss of posterior teeth that are not replaced. CBCT modality provides multiplanar images in axial, sagittal, and coronal planes making it easier to visualize the TMJ thoroughly, therefore CBCT can be an alternative modality to evaluate the TMJ condition, specifically the morphology of the condyles. This study aimed to examine the morphological changes of the mandibular condyle on CBCT evaluation with the number of missing posterior teeth, age group, and gender. Objective: To determine the relationship between changes in the morphology of the mandibular condyle based on the number of missing posterior teeth in the age group 30-45 years and the age group 55-70 years. Methods: This study is a cross-sectional analytic retrospective study. Sample collection was carried out using the Non-Probability Sampling method with the Purposive Sampling technique. Reconstruction was performed using CS Imaging Patient Browser 7.0.23 and CS 3D Imaging v3.8.7 Software from Carestream Health Inc. The mandibular condyle was divided into right and left, and the results of the reconstruction were taken from the sagittal and coronal anteroposterior sections. Observations were made by two people, two times in different periods with an interval of two weeks. The reliability test from the observations using Cohen's Kappa test and the results showed almost perfect agreement category with Kappa value 0.814 - 1.000. Results: There was a significant relationship between changes in the morphology of the mandibular condyle in the form of erosion, flattening, and sclerosis with the number of missing posterior teeth in the age group 30-45 years and the age group 55-70 years (p = <0.005). In the gender variable, there was no significant relationship with changes in the morphology of the condyle (p = > 0.005). Conclusion: It can be concluded that the greater number of missing teeth and the older the subject gets has relationship with and can cause changes in the morphology of the mandibular condyle."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>