Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pandingan, Luhut A.
"Perusahaan asuransi di industri asuransi Indonesia banyak menggunakan saluran pemasaran produk asuransi melalui praktik bancassurance. Pihak bank sebagai pihak yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi menawarkan konsumen bank menjadi konsumen bancassurance. Berdasarkan data dari OJK, konsumen asuransi yang melakukan pengaduan konsumen meningkat. Konsumen yang tidak puas dengan pengaduan melanjutkan upaya hukumnya melalui penyelesaian sengketa. Posisi konsumen yang lemah dibanding pelaku usaha membutuhkan penguatan pelindungan konsumen. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan mengenai bagaimana praktik bancassurance ditinjau dari hukum pelindungan konsumen dan hukum asuransi di Indonesia dan bagaimana pengawasan dan penyelesaian sengketa terhadap praktik bancassurance sebagai bentuk pelindungan konsumen di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan oleh Penulis dalam penulisan adalah penelitian doktrinal dengan menganalisis data sekunder. Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa pengawasan yang dilakukan terhadap praktik bancassurance belum maksimal sehingga konsumen harus menempuh tahap pengaduan dan penyelesaian sengketa.

Many insurance companies in the Indonesian insurance industry use insurance product marketing channels through bancassurance practices. The bank as a party that cooperates with insurance companies offers bank consumers to become bancassurance consumers. Based on data from OJK, insurance consumers who make consumer complaints are increasing. Consumers who are not satisfied with the complaint continue their legal efforts through dispute resolution. The weak position of consumers compared to business actors requires strengthening consumer protection. Therefore, the author will explain how bancassurance practices are viewed from consumer protection law and insurance law in Indonesia and how supervision and dispute resolution of bancassurance practices as a form of consumer protection in Indonesia. The research method used by the author in writing is doctrinal research by analyzing secondary data. Through this research, it can be seen that the supervision carried out on the practice of bancassurance has not been maximized so that consumers must take the stage of complaints and dispute resolution."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas ndonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gracia Tiurmauli Syalomita
"Perkembangan teknologi dan internet yang pesat telah mengubah cara bisnis memasarkan produk dan mencapai konsumen. Platform media sosial kini menjadi kunci penting bagi bisnis dalam mempromosikan produk mereka dan berinteraksi dengan pelanggan secara efektif. Di Indonesia, perusahaan sering kali memanfaatkan influencer media sosial dan selebriti sebagai endorser untuk meningkatkan keberadaan produk dan meningkatkan kesadaran merek. Meski demikian, praktik postingan berbayar yang tidak diungkapkan secara jelas menimbulkan keprihatinan terkait hak konsumen akan informasi yang jujur. Apabila influencer tidak mengungkapkan hubungan komersial mereka, konsumen mungkin tertipu dan menganggap bahwa dukungan tersebut merupakan rekomendasi yang objektif. Kurangnya transparansi ini dapat menyebabkan penipuan, kebingungan, dan keputusan pembelian yang buruk. Di Indonesia, ketiadaan peraturan periklanan yang mengatur pengungkapan membuat konsumen rentan terhadap iklan yang menyesatkan di media sosial, yang pada gilirannya merusak hak hukum mereka akan mendapatkan informasi yang akurat. Kepercayaan konsumen dan reputasi merek menjadi taruhannya ketika transparansi dikompromikan. Untuk melindungi konsumen dan menjaga kepercayaan, sangat penting untuk memperkenalkan peraturan periklanan yang mengatur pengungkapan yang efektif di Indonesia sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku. Pengungkapan yang jelas mengenai konten berbayar memungkinkan konsumen untuk menggunakan hak mereka dalam pengambilan keputusan dan mencegah penyebaran informasi yang bias atau menyesatkan. Menegakkan etika periklanan dan kewajiban hukum dalam pemasaran online sangat penting untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen, menjaga keadilan pasar, dan memastikan keberlanjutan jangka panjang industri pemasaran influencer. Dengan menerapkan peraturan periklanan yang komprehensif terkait pengungkapan, Indonesia dapat memberdayakan konsumen, mempromosikan transparansi, dan menciptakan lanskap periklanan digital yang lebih dapat dipercaya. Hal ini akan berkontribusi pada hubungan konsumen-bisnis yang lebih sehat, meningkatkan integritas pasar, serta melindungi hak-hak konsumen di era digital yang terus berkembang.

The rapid development of technology and the internet has transformed the way businesses market their products and reach consumers. Social media platforms have become crucial for businesses to promote their offerings and engage with customers effectively. In Indonesia, companies often leverage social media influencers and celebrities as endorsers to enhance product visibility and brand recognition. However, the practice of undisclosed sponsored posts raises concerns about consumer rights to honest information. When influencers fail to disclose their commercial relationships, consumers may be misled into thinking that endorsements are unbiased recommendations. This lack of transparency can lead to deception, confusion, and poor purchasing decisions. In Indonesia, the absence of disclosure advertising regulations leaves consumers vulnerable to misleading advertisements on social media, undermining their legal rights to accurate information. Consumer trust and brand reputation are at stake when transparency is compromised. To protect consumers and maintain trust, it is crucial to establish effective disclosure advertising regulations in Indonesia that align with legal frameworks. Clear disclosure of sponsored content allows consumers to exercise their rights to informed decisions and prevents the dissemination of biased or deceptive information. Upholding advertising ethics and legal obligations in online marketing is essential for fostering consumer trust, maintaining a fair marketplace, and ensuring the long-term sustainability of the influencer marketing industry. By implementing comprehensive disclosure advertising regulations, Indonesia can empower consumers, promote transparency, and foster a more trustworthy digital advertising landscape. This will contribute to a healthier consumer-business relationship, boost market integrity, and safeguard consumer rights in the evolving digital era."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas ndonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oryza Nada Shafa
"Kegiatan tender bertujuan agar pelaku usaha dapat memberikan penawaran dengan harga dan kualitas yang kompetitif untuk memberikan kesempatan yang sama, sehingga didapatkan produk dengan kualitas terbaik dengan harga terendah. Dalam realitanya, terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh para pelaku usaha yaitu persekongkolan tender. Persekongkolan tender merupakan kegiatan yang dilarang dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang membahayakan iklim persaingan usaha yang sehat. Isu yang diangkat dalam konteks ini adalah praktik persekongkolan tender yang terjadi dalam proyek Taman Ismail Marzuki pada Putusan Nomor 17/KPPU-L/2022 dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Tulisan ini akan menganalisis apakah kegiatan tersebut termasuk sebagai persekongkolan tender dengan melihat pemenuhan unsur yang terdapat pada Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Akan dianalisis pula bagaimanakah pertimbangan Majelis KPPU dalam memutuskan dugaan pelanggaran persekongkolan tender tersebut. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang menekankan pada penggunaan kepustakaan atau data sekunder. Proyek Taman Ismail Marzuki pada Putusan 17/KPPU-L/2022 memenuhi semua unsur persekongkolan tender yaitu; unsur pelaku usaha, unsur bersekongkol, unsur pihak lain, unsur mengatur dan menentukan pemenang tender, dan unsur persaingan usaha tidak sehat dengan memperhatikan bahwa masih terdapat beberapa hal yang harus dibuktikan kembali terkait pembuktian mengenai kerja sama antara para pelaku. Menggunakan pendekatan rule of reason, terbukti telah terjadi persaingan usaha tidak sehat yang disebabkan oleh kegiatan persekongkolan. Pembuktian Majelis Komisi telah tepat dalam memutuskan bahwa Para Terlapor telah terbukti melanggar pelanggaran Pasal 22. Namun, pengenaan tindakan administratif yang diberikan dinilai kurang tepat dimana Terlapor I hanya diberikan sanksi berupa teguran dan perintah. Atas dampak negatif yang ditumbulkan, pemberian sanksi denda akan lebih efektif memberikan efek jera. Transparansi Majelis dalam memberikan pertimbangan dan alasan sangat penting sebelum menjatuhkan sanksi supaya Pelaku Usaha dan masyarakat dapat mengetahui konsekuensi dalam pelanggaran persaingan usaha tidak sehat untuk memberikan kejelasan hukum untuk menjadi acuan dalam bertindak.

Tender activity aims to enable business actors to provide offers with competitive prices and quality to provide equal opportunities so the best quality products are obtained at the lowest prices. In reality, there are violations committed by business actors, namely bid rigging. Bid rigging is an activity prohibited in Article 22 of Law Number 5 of 1999 that endangers a healthy business competition climate. The issue raised in this context is the practice of bid rigging that occurred in the Taman Ismail Marzuki project in Decision Number 17/KPPU-L/2022 in the procurement of government goods and services. This article will analyze whether this activity is included as a tender conspiracy by looking at the fulfillment of the elements contained in Article 22. It will also analyze how the KPPU Council considered the alleged violation of tender conspiracy. This article was prepared using normative juridical research methods that emphasize the use of literature or secondary data. Decision 17/KPPU-L/2022 fulfills all the elements of bid rigging, namely; elements of business actors, conspiring, other parties, arranging and determining the winner of the tender, and unfair business competition. Taking into account that there are still several things that must be proven again regarding proof of cooperation between the actors. Using the rule of reason approach, it is proven that there has been unfair business competition caused by conspiratorial activities. The Commission Council's evidence was correct in deciding that the Reported Parties had been proven to have violated Article 22. However, the imposition of administrative measures was inappropriate, where Reported Party I was only given sanctions in the form of a warning and an order. Imposing fines will be a more effective deterrent. The Assembly's transparency in providing considerations and reasons is very important before imposing sanctions so that business actors and the public can know the consequences of violating unfair business competition to provide legal clarity to serve as a reference for action."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas ndonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeceline Paramitha Setiawan
"Kartel penetapan harga merupakan praktik yang merugikan konsumen dan mengganggu mekanisme pasar yang sehat. Dalam penelitian ini diuraikan mengenai penerapan pendekatan Rule of Reason dan Per Se Illegal oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap kasus kartel penetapan harga minyak goreng yang dijelaskan dalam Putusan KPPU Nomor 15/KPPUI/2022. Di Indonesia, cara untuk menentukan pengguna-an pendekatan atau analisis tersebut biasanya dilihat dari ketentuan atau bunyi pasal-pasal dimaksud. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Bagaimana kepastian hukum penerapan pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 dan analisis penerapan kedua pendekatan tersebut terhadap kasus penetapan harga minyak goreng. Adapun metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif, yang melibatkan analisis berdasarkan bahan kepustakaan yang bersifat doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPU menggunakan pendekatan Rule of Reason dalam menilai kasus ini, di mana penetapan harga oleh pelaku dianggap merugikan persaingan dan konsumen. Pendekatan ini mempertimbangkan konteks dan dampak dari praktik kartel terhadap pasar. Di sisi lain, pendekatan Per Se Illegal menganggap kartel penetapan harga sebagai praktik yang secara otomatis dilarang tanpa mempertimbangkan dampak atau alasan di balik praktik tersebut. Namun, dalam putusannya, KPPU lebih condong menggunakan pendekatan Rule of Reason karena kompleksitas dan konteks pasar minyak goreng yang dinilai. Hal tersebut secara konsep disebut Truncated Rule of Reason yang dipopulerkan pertama kali pada tahun 1894 di Amerika Serikat. Singkatnya, konsep pendekatan ini dapat dianalogikan sebagai suatu konsep “pencangkokan” di antara pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason. Oleh karenanya dalam kasus kartel penetapan harga, diperlukan pembuktian lebih lanjut mengenai dampak mana yang lebih besar untuk melihat efisiensi dan kesejahteraan konsumen. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pendekatan Rule of Reason oleh KPPU dalam Putusan Nomor 15/KPPU-I/2022 sesuai dengan kebutuhan untuk menilai praktik kartel secara holistik, mempertimbangkan dampak dan konteks pasar. Meskipun demikian, perlu adanya pemahaman yang lebih mendalam mengenai kedua pendekatan ini agar dapat diterapkan dengan tepat dan efektif dalam kasus-kasus kartel di masa depan.

Price-fixing cartels are practices that harm consumers and disrupt healthy market mechanisms. This study describes the application of the Rule of Reason and Per Se Illegal approaches by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) to the cooking oil price fixing cartel case described in KPPU Decision Number 15/KPPUI/2022. In Indonesia, the way to determine the use of these approaches or analyses is usually seen from the provisions or wording of the articles in question. The problem formulations raised in this study are: How is the legal certainty of the application of Per Se Illegal and Rule of Reason approaches based on Law No. 5 Year 1999 and the analysis of the application of the two approaches to the case of cooking oil price fixing. The research method to be used in this research is normative legal research method, which involves analysis based on doctrinal literature materials. The results showed that KPPU used the Rule of Reason approach in assessing this case, where price fixing by the perpetrators was considered detrimental to competition and consumers. This approach considers the context and impact of cartel practices on the market. On the other hand, the Per Se Illegal approach considers a price-fixing cartel as a practice that is automatically prohibited without considering the impact or reasons behind the practice. However, in its decision, KPPU is more inclined to use the Rule of Reason approach due to the complexity and context of the cooking oil market being assessed. This is conceptually called the Truncated Rule of Reason which was first popularized in 1894 in the United States. In short, the concept of this approach can be analogized as a concept of "grafting" between the Per Se Illegal and Rule of Reason approaches. Therefore, in the case of a price fixing cartel, further substantiation is required as to which impact is greater in terms of efficiency and consumer welfare. The conclusion of this study shows that the application of the Rule of Reason approach by the KPPU in Decision No. 15/KPPU-I/2022 is in accordance with the need to assess cartel practices holistically, considering market impact and context. Nonetheless, there is a need for a deeper understanding of these two approaches so that they can be applied appropriately and effectively in future cartel cases."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas ndonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library