Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13664 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salma Putri Khaerani
"Fenomena migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, termasuk sebagai Anak Buah Kapal menunjukkan rendahnya lapangan kerja di dalam negeri. Anak Buah Kapal Indonesia yang bekerja di kapal laut rentan mengalami kecelakaan kerja. Penelitian ini memiliki rumusan masalah yaitu: Bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap kecelakaan kerja dalam hubungan kerja antara pengusaha kapal dengan Anak Buah Kapal?; Bagaimana perlindungan hukum terhadap Anak Buah Kapal yang mengalami kecelakaan kerja?; Bagaimana efektifitas pengaturan perlindungan hukum Anak Buah Kapal apabila terjadi kecelakaan kerja?. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis-normatif dengan pendekatan deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap pelaut, termasuk Anak Buah Kapal, diatur dalam perjanjian kerja laut dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Buruh Migran Indonesia yangmana untuk menciptakan hubungan kerja yang adil, memastikan keselamatan kerja, serta tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Koordinasi antar kementerian seperti Kementerian Perhubungan, Luar Negeri, Kelautan dan Perikanan, serta Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sangat penting untuk memastikan perlindungan yang efektif bagi Anak Buah Kapal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perlindungan hukum yang komprehensif dan efektif bagi Anak Buah Kapal memerlukan komitmen bersama pemerintah, pengusaha, dan berbagai pihak terkait. Hal ini bertujuan untuk memastikan kesejahteraan, keamanan, serta pertumbuhan industri maritim yang bertanggung jawab dan berkelanjutan bagi Anak Buah Kapal. Saran dalam penelitian ini yaitu penerapan standar keselamatan yang ketat, koordinasi antar instansi yang lebih baik, dan edukasi yang lebih intensif untuk meningkatkan keamanan dan kepatuhan dalam industri pelayaran. Implementasi langkah-langkah ini diharapkan dapat mengurangi kecelakaan kerja dan meningkatkan keberlanjutan industri maritim secara keseluruhan.

The phenomenon of Indonesian labor migration abroad, including as Crew Members, highlights the lack of job opportunities within the country. Indonesian Crew Members working on ships are vulnerable to workplace accidents. This study addresses the following research questions: How is legal protection regulated for workplace accidents in the employment relationship between shipowners and Crew Members? How is legal protection provided to Crew Members who experience workplace accidents? How effective is the regulation of legal protection for Crew Members in the event of a workplace accident? The research method used is juridical-normative with a descriptive-analytical approach. The results indicate that legal protection for seafarers, including Crew Members, is governed by maritime labor agreements and Law No. 18 of 2017 concerning the Protection of Indonesian Migrant Workers, which aims to create fair employment relationships, ensure workplace safety, and comply with regulations. Coordination among ministries, such as the Ministry of Transportation, Foreign Affairs, Marine Affairs and Fisheries, and the Indonesian Migrant Worker Protection Agency, is crucial to ensure effective protection for Crew Members. The conclusion of this research is that comprehensive and effective legal protection for Crew Members requires a joint commitment from the government, employers, and various related parties. This is to ensure the welfare, safety, and responsible and sustainable growth of the maritime industry for Crew Members. The study suggests implementing strict safety standards, improving inter-agency coordination, and providing more intensive education to enhance safety and compliance in the shipping industry. The implementation of these measures is expected to reduce workplace accidents and improve the overall sustainability of the maritime industry."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Arifin
"Perbankan kerap dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan menjadi salah satu sarana untuk melakukan pencucian uang. Rezim anti pencucian uang kemudian menerapkan sejumlah ketentuan dalam rangka mengoptimalisasi peran perbankan sebagai gate keeper dan pihak pelapor dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka Bank telah melakukan perbuatan melawan hukum yang kemudian berpotensi merugikan nasabah. Penelitian ini berusaha menjawab permasalahan seputar; pertama, Ruang Lingkup Pertanggungjawaban Bank Dalam Kedudukannya Sebagai Pihak Pelapor Pada Rezim Anti Pencucian Uang; kedua, Perlindungan Hukum Terhadap Bank dalam pelaksanaan Kewajibannya Sebagai Pihak Pelapor dalam Rezim Anti Pencucian Uang dan ketiga, pertanggungjawaban Bank atas kerugian yang dialami nasabah akibat yang timbul Dari dilalaikannya kewajiban Berkaitan dengan kedudukannya sebagai Pihak Pelapor dalam Rezim Anti Pencucian Uang, penelitian ini merupakan bentuk penelitian hukum doctrinal dengan data sekunder yang didukung dengan data primer serta dianalisis secara deskriptif kualitatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah konseptual dan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini ialah; pertama, Kewajiban Bank meliputi kewajiban untuk menjaga kerahasiaan informasi nasabah, penerapan due diligence, kewajiban pelaporan serta melakukan penundaan transaksi, penghentian sementara transaksi dan pemblokiran rekening; kedua Perlindungan Hukum Terhadap Bank dalam pelaksanaan Kewajibannya Sebagai Pihak Pelapor dalam Rezim Anti Pencucian Uang dijamin oleh undang-undang selama tidak ada benturan kepentingan, dilaksanakan berdasarkan perintah undang-undang dan tidak terdapat kelalaian; dan ketiga, tanggung jawab Bank atas kerugian yang dialami nasabah akibat yang timbul Dari dilalaikannya kewajiban Berkaitan dengan kedudukannya sebagai Pihak Pelapor dalam Rezim Anti Pencucian Uang. Melakukan verifikasi mendalam terhadap keabsahan dokumen pengguna jasa dan konfirmasi terhadap nasabah pengirim dana sebagai upaya pencegahan kejahatan business email compromise serta pemanfaatan bank oleh pelaku kejahatan untuk menyembunyikan hasil kejahatan adalah saran penelitian ini

Banking is often utilized by criminals as a means to carry out money laundering activities. The anti-money laundering regime then implements a number of regulations to optimize the role of banks as gatekeepers and reporting entities in the prevention and eradication of money laundering. If these obligations are not fulfilled, the bank may be committing an unlawful act that could potentially harm customers. This research aims to answer issues regarding; first, the scope of the Bank’s Responsibility in its position as a Reporting Entity in the Anti-Money Laundering Regime; second, Legal Protection for Banks in the implementation of their Obligations as Reporting Entities in the Anti-Money Laundering Regime; and third, the Bank's liability for losses suffered by customers as a result of the failure to fulfill obligations related to its position as a Reporting Entity in the Anti-Money Laundering Regime. This research is a form of doctrinal legal research with secondary data supported by primary data and analyzed descriptively and qualitatively. The approach in this research is conceptual and legislative. The results of this research are; first, the Bank's obligations include the obligation to maintain customer information confidentiality, due diligence, reporting obligations, as well as delaying transactions, temporarily suspending transactions, and account blocking; second, Legal Protection for Banks in the implementation of their obligations as Reporting Entities in the Anti-Money Laundering Regime is guaranteed by law as long as there is no conflict of interest, it is carried out based on statutory orders and there is no negligence; and third, the Bank's liability for losses suffered by customers as a result of the failure to fulfill obligations related to its position as a Reporting Entity in the Anti-Money Laundering Regime. Conducting in-depth verification of customer document authenticity and confirming with fund-sending customers as prevention against business email compromise crimes and the use of banks by criminals to hide crime proceeds are the recommendations of this research."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Muhammad Arlan
"Tulisan ini menganalisis bagaimana kebijakan larangan impor pakaian bekas yang diberlakukan pemerintah Indonesia ditinjau dari sanitary and phytosanitary serta implikasinya terhadap industri pakaian dalam negeri dan kesejahteraan masyarakat. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Kebijakan larangan impor pakaian bekas yang diberlakukan pemerintah Indonesia ialah melalui peraturan menteri perdagangan yang melarang adanya impor pakaian bekas. Akan tetapi, kebijakan pemerintah Indonesia dihadapkan dengan kesepakatan SPS dalam keanggotaan WTO. SPS Agreement merupakan perjanjian penerapan tindakan sanitasi dan fitosanitasi yang mengatur mengenai perlindungan lingkungan kesehatan dalam perdagangan internasional. Dilihat dari Perjanjian SPS, kebijakan pemerintah Indonesia tentang larangan impor pakaian bekas didasarkan pada dasar perundang-undangan dan fakta kepastian hukum di beberapa bidang, termasuk kebijakan perdagangan yang bertujuan untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dan konsumen dari penyakit dan virus yang dibawa oleh pakaian bekas. Larangan impor pakaian bekas juga memberikan dampak pada berbagai aspek yaitu aspek kesehatan, ekonomi dan lingkungan.

This article analyzes how the Indonesian government's policy of banning used clothing imports is implemented from a sanitary and phytosanitary perspective and its implications for the domestic clothing industry and community welfare. This article was prepared using normative juridical research methods. The Indonesian government's policy of prohibiting the import of used clothing is through a Minister of Trade regulation which prohibits the import of used clothing. However, the Indonesian government's policy is faced with the SPS agreement in WTO membership. The SPS Agreement is an agreement on the implementation of sanitary and phytosanitary measures that regulate the protection of the health environment in international trade. Judging from the SPS Agreement, the Indonesian government's policy regarding the ban on imports of used clothing is based on the basis of legislation and the fact of legal certainty in several fields, including trade policy which aims to protect the domestic textile industry and consumers from diseases and viruses carried by used clothing. The ban on importing used clothing also has an impact on various aspects, namely health, economic and environmental aspects."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernawati
"Penelitian ini di latarbelakangi oleh permasalahan atas perbedaan pengaturan terkait kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha Milik Negara dalam hal ini BUMN yang berbentuk persero, yang ada pada pengaturan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas, perbedaan ini terkait dengan status kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha Milik negara yang berbentuk persero, apakah termasuk dalam rezim keuangan negara ataukah sudah bertransformasi menjadi kekayaan badan usaha milik negara persero, penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui aspek yuridis transformasi status hukum kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN persero.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa status kekayaan BUMN persero setelah keluarnya putusan Mahkamah konstitusi Nomor 48/Puu-xi/2013, yang mana dalam putusannya mengukuhkan status hukum kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN tetap dinyatakan sebagai keuangan negara, penelitian ini menyimpulkan bahwa dengan ditetapkan putusan konstitusi tersebut tidak lantas menghilangkan diskursus serta polemik yang terjadi dimasyrakat. dan yang menarik untuk dikaji adalah hadirnya PP Nomor 72 Tahun 2016, tentang penyertaan dan penatausahaan modal negara pada badan usaha milik negara, sebagaimana telah diubah dari Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2005 yang mana dalam pengaturan Pasal 2A ayat (3) mengatakan: "kekayaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN atau perseroan terbatas bertrasformasi menjadi saham/modal negara pada BUMN atau perseroan terbatas, bila dikaitkan dengan pengaturan pada Pasal 11 Undang-Undang BUMN yang pada intinya mengatakan bahwa untuk BUMN persero maka tunduk pada Undang-Undang perseroan terbatas yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. pengaturan kekayaan terkait dengan kekayaan persero terdapat garis jelas terkait pemisahan kekayaan pendiri dan kekayaan persero sebagai badan hukum mandiri, sebenarnya jika dilihat dari teori badan hukum, kekayaan negara yang dipisahkan pada badan hukum maka demi hukum sudah bukan lagi kekayaan negara tetapi sudah menjadi kekayaan badan hukum tersebut.

This research is motivated by the problem of differences in regulations related to state wealth separated from state-owned enterprises in this case state-owned enterprises, which are regulated by Law Number 17 of 2003 concerning state finances, Law Number 19 of 2003 concerning BUMN and Law Number 40 of 2007 concerning limited liability companies, this difference is related to the status of state assets separated in state-owned enterprises in the form of state-owned companies, whether included in the state financial regime or transformed into state-owned enterprise assets, research conducted with The aim is to determine the juridical aspects of the transformation of the legal status of state assets separated from state-owned enterprises.
In this study the method used is normative legal research, the results of the study indicate that the status of the state-owned enterprise's wealth after the issuance of the Constitutional Court ruling No. 48 / Puu-xi / 2013, which in its decision confirmed the legal status of state assets separated from SOEs still stated as financial state, this study concludes that the stipulation of the constitutional ruling does not necessarily eliminate the discourse and polemics that occur in the community. and what is interesting to study is the presence of Government Regulation Number 72 of 2016, concerning the participation and administration of state capital in state-owned enterprises, as amended from Law Number 44 of 2005 which in the regulation of Article 2A paragraph (3) says: "wealth the state as referred to in Article 2 paragraph (2) which is used as state capital participation in BUMN or limited liability company transformed into state shares / capital in BUMN or limited company, if it is related to the regulation in Article 11 of the BUMN Law which basically says that for BUMN the company is subject to the Limited Liability Company Law, namely Law Number 1 of 1995 as amended by Law Number 40 of 2007. The wealth arrangement is related to the wealth of the State, there is a clear line regarding the separation of the founding wealth and the assets of the Persero as an independent legal entity. actually when viewed from the theory of legal entities, state wealth is separated in legal entities, the law is no longer the property of the state, but by law it has become the property of the legal entity.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Puspitasari
"Saat ini belum ada pengaturan mengenai aturan teknis perpanjangan perjanjian kerja bersama yang tidak disepakati dalam waktu dua kali perundingan. Hal ini menyebabkan ketidakpastian hukum karena tidak adanya pengaturan mengenai perjanjian kerja bersama yang deadlock antara pengusaha dan serikat pekerja. Oleh karenanya, penelitian ini mencoba untuk membahas waktu keberlakuan perjanjian kerja bersama sebelum tercapainya kesepakatan dalam perundingan. Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam perjanjian ini adalah bagaimana ketentuan mengenai waktu keberlakuan perjanjian kerja bersama yang sudah berlaku? bagaimana pelaksanaan perjanjian kerja bersama sebelum tercapainya kesepakatan selama masa perundingan? bagaimana seharusnya pengaturan mengenai waktu keberlakuan perjanjian kerja bersama ketika belum tercapainya kesepakatan selama masa perundingan perjanjian kerja bersama baru. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Penelitian ini menemukan bahwa tidak adanya pembatasan terhadap perundingan perjanjian kerja bersama yang belum selesai menyebabkan ketidakpastian hukum dan cenderung merugikan hak para pekerja. Ditemukan pula adanya praktek perpanjangan perjanjian kerja bersama hingga mencapai waktu 5 tahun karena tidak adanya kesepakatan antara para pihak. Dengan begitu, di dalam penelitian ini diberikan rekomendasi pembatasan perpanjangan jangka waktu pemberlakuan perjanjian kerja bersama yang tidak disepakati adalah selama satu tahun dan apabila tidak mencapai kesepakatan maka SPKD terkait dapat melakukan intervensi untuk membantu menengahi benturan kepentingan antara kedua belah pihak.

Currently there are no regulations regarding the technical rules for extending collective work agreements that are not agreed upon within two negotiations. This causes legal uncertainty because there is no regulation regarding deadlocked collective work agreements between employers and labor unions. Therefore, this research will try to discuss the validity period of the collective work agreement before reaching an agreement in negotiations. The formulation of the problem that will be discussed in this agreement is what are the provisions regarding the validity period of collective work agreements that are already in force? How is the collective work agreement implemented before an agreement is reached during the negotiation period? What should be the regulations regarding the time a collective work agreement comes into force when an agreement has not been reached during the negotiation period for a new collective work agreement? This research uses normative legal methods with a statutory regulation approach, a conceptual approach and a case approach. This research found that the absence of restrictions on incomplete collective labor agreement negotiations causes legal uncertainty and tends to harm workers' rights. It was also found that there was a practice of extending collective work agreements up to 5 years because there was no agreement between the parties. In this way, in this research recomendations are the limitation period of extending the implementation of a collective work agreement that is not agreed upon is one year and if an agreement is not reached, the relevant SKPD can intervene to help meditate the conflict of interest between the two parties."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Richardo
"Kasus sengketa tanah merupakan salah satu permasalahan yang terjadi pada hukum terkait pertanahan di Indonesia, permasalahan tersebut timbul akibat perselisihan antar individu, individu berhadapan dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Permasalahan sengketa tentu membutuhkan penyelesaian melalui jalur mediasi atau gugatan yang dikenal melalui lembaga pengadilan negeri yang berkaitan dengan perdata atau pidana dan pengadilan tata usaha negara yang berkaitan dengan penerbitan sertipikat hak milik oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional. Salah satu contoh kasus yang terjadi terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 158/K/TUN/2022 yang terjadi di Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya. Pada kasus ini menganalisis bagaimana hubungan hukum sertipikat hak milik penggugat & milik tergugat dan riwayat penerbitan sertipikat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian doktrinal dengan tipologi eksplanatoris dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Dari analisis putusan tersebut dapat diketahui bahwa penggugat merupakan pemegang sertipikat tanah terbit lebih dahulu pada tahun 1982 yang dibeli dari Setia Arhiap seluas 48.330 m2 pada tahun 2006 nomor sertipikat 28243/Desa Limbung dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah Kabupaten Pontianak, dan atas dasar Akta Jual Beli dilakukan pemindahan nama kepada WP (Penggugat) di Kantor Pertanahan Nasional namun pada tahun 2017 telah diterbitkan sertipikat oleh Pejabat Kantor Pertanahan Kubu Raya atas nama NV seluas 7.500 m2 pada tahun 2017 dengan nomor 10112/Desa Limbung. Penggugat mengajukan gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak hingga Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta namun gugatan pada tingkat pertama dan tingkat banding tersebut ditolak sehingga penggugat mengajukan kasasi di Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung berpendapat putusan di tingkat pertama dan banding adalah keliru dan membatalkan sertipikat milik tergugat serta mencoret dari daftar buku tanah.

Land disputes frequently occur in Indonesia, arising from conflicts between individuals, individuals versus groups, and groups versus groups. These disputes often require resolution through civil court involving civil or criminal case and administrative courts related to the issuance of land ownership certificates by officials of the National Land Agency. One notable case is found in the Supreme Court Decision Number: 158/K/TUN/2022, which took place in Sungai Raya District, Kubu Raya Regency. In this case, the author analyses correlation between the land ownership certificates of the plantiff and defendant, and whether the issuance history of the certificates complies with Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration. This study employs a doctrinal research method with a explanatory typology, utilizing secondary data. From the analysis of decision, it is revealed the plaintiff holds and earlier land certificate issued in 1982, Purchased from Setia Arhiap, covering and area of 48,330 m2 in 2006 with certificate number 28243/Village of Limbung, in the presence of Land Deed Official Pontianak Regency. Based on the Sale and Purchased deed, the name was transferred to WP (the plaintiff) at the National Land Agency. However, in 2017, certificate was issued by the Kubu Raya Land Office in the Name of NV for an area 7,500 m2 with certificated number 10112/Village of Limbung. The Plaintiff filed a lawsuit at the Administrative Court of Pontianak, which was subsequently rejected by the High Administrative Court of Jakarta at both the first instance and appellate levels. The plaintiff then filed for cassation at the Supreme Court, which opined that the decisions at the both the first instance and appellate levels were erroneous, thus annulling the defendant certificate and striking it from the land book."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Budiman N.P.D.
"Salah satu pemikiran yang berkembang di masyarakat sejak reformasi bergulir adalah melakukan perubahan terhadap UUD 1945. Pemikiran tentang perubahan ini begitu kuat sehingga ada yang berpendapat tidak mungkin reformasi tanpa mengubah UUD 1945.
Saat itu pandangan masyarakat terhadap UUD 1945 secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, kelompok yang berpendapat UUD 1945 belum pernah diubah. Kedua, kelompok yang berpendapat UUD 1945 sudah pernah diubah, bahkan beberapa kali.
Kelompok yang berpendapat UUD 1945 telah mengalami perubahan menemukan berbagai kekurangan atau bahkan kesalahan dalam melakukan perubahan itu, antara lain mengenai materi muatan dan bentuk peraturan perundang-undangan perubahan.
Selama sejarah ketatanegaraan Indonesia ditemukan berbagai bentuk peraturan perundang-undangan perubahan Undang-Undang Dasar, seperti Maklumat, Keputusan Presiden, Undang-Undang, Ketetapan MPR, Perubahan serta perubahan dengan hukum tidak tertulis seperti konvensi.
Perubahan UUD 1945 dengan memakai berbagai bentuk peraturan perundang-undangan mengundang perdebatan di berbagai kalangan, termasuk di antara pakar Hukum Tata Negara. Permasalahan yang menjadi perdebatan terutama mengenai bentuk peraturan perundang-undangan yang sesuai untuk mengubah UUD 1945.
Dalam UUD 1945 tidak ditentukan bentuk peraturan perundang-undangan yang harus digunakan kalau diadakan perubahan. Akan tetapi, perubahan itu tentu tidak boleh dilakukan dengan bebas sama sekali tanpa batas apapun sebab setiap perubahan peraturan perundang-undangan secara umum harus memenuhi berbagai persyaratan.
Mengenai perubahan peraturan perundang-undangan dalam ilmu hukum dikenal berbagai asas, seperti asas perubahan harus dilakukan dengan peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi. Sementara itu, dalam Hukum Tata Negara Indonesia tidak ada peraturan perundang-undangan lain yang sederajat atau lebih tinggi dari pada UUD 1945.
Jika UUD 1945 akan diubah, ketentuan yang pertama kali harus diubah sebenarnya adalah ketentuan tentang perubahan itu sendiri. Adapun perubahan yang perlu dilakukan terutama adalah menentukan bentuk peraturan perundang-undangan perubahan UUD 1945."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
T 981
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neng Djubaedah
"Kabupaten Pandeglang, merupakan salah satu wilayah Banten yang dikenal sebagai wilayah yang tetap mempertahankan keadaan yang Islami. Masyarakat muslim di Kabupaten Pandeglang, Banten, dikenal sebagai masyarakat yang taat melaksanakan ajaran Islam, termasuk dalam melaksanakan hukum kewarisan. Motto juang Pandeglang yang Historis, Agamis, dan Patriotis merupakan cerminan dari kondisi masyarakat setempat.
Menurut Soepomo, berdasarkan penelitian yang dilakukan sekitar tahun 1925-1931 di Jawa Barat, termasuk di Kabupaten Pandeglang, berlaku hukum kewarisan adat, atau hukum kewarisan Islam yang telah diterima oleh hukum kewarisan adat Jawa Barat. Sanak saudara yang "nakal" dan tidak mengindahkan pendapat umum, mengajukan gugatan kewarisan kepada Priesterraad untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya.
Berdasarkan penelitian pada tahun 1996 sampai dengan pertengahan tahun 2000, di Kabupaten Pandeglang, Banten, berlaku hukum kewarisan Islam. Dari ketiga ajaran hukum kewarisan Islam yang dikenal dan "berlaku" di Indonesia, yaitu hukum kewarisan Islam ajaran Syafi'i (Syafi'iyah), ajaran Hazairin, dan Kompilasi Hukum Islam, ketiga-tiganya ditemukan di Kabupaten Pandeglang, Banten, meskipun pelaksanaannya tidak persis sesuai dengan ajaran-ajaran hukum kewarisan Islam tersebut, khususnya ajaran Hazairin. Tetapi dari ketiga ajaran hukum kewarisan Islam itu, ajaran Syafi'i (Syafi'iyah) paling banyak ditemukan dalam masyarakat muslim di Kabupaten Pandeglang, Banten."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
T1300
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Hasan
"Pada hakekatnya anak adalah tulang punggung pembangunan bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu anak harus mendapat kesempatan, perhatian dan kesejahteraan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan aspek kesejahteraan lainnya, agar ia dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana layaknya seorang anak.
Pada prinsipnya anak tidak boleh melakukan pekerjaan, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Kerja No. 12 Tahun 1948. Namun pada kenyataannya di Indonesia belum memungkinkan untuk itu. Karena latar belakang kondisi ekonomi menyebabkan anak terpaksa bekerja, dan itu pula yang mengilhami dikeluarkannya Permenaker No. 01/Men/1987 jo. Undang-Undang No. 25 Tahun 1997, agar tenaga kerja anak mendapat perlindungan hukum.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara deskriptif tentang bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum tenaga kerja anak yang bekerja di sektor formal di Kota Jambi.
Oleh karena tidak tersedianya data sekunder tenaga kerja anak yang berumur antara 10 - 14 tahun, maka penentuan sampel dilakukan secara random sampling yang ditetapkan berdasarkan temuan di lapangan dengan jumlah sampel 61 orang.
Variabel yang digunakan untuk mengukur sejauhmana perlindungan hukum terhadap tenaga kerja anak adalah: Hubungan kerja, waktu kerja, jenis pekerjaan dan tempat kerja, pengupahan, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja, tunjangan hari raya dan kesehatan dan keselamatan kerja.
Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan cara menganalisis jawaban responden berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
T2358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Masirila Septiari
"Notaris memiliki peran penting dalam Perseroan terbatas, karena Notaris adalah pihak yang diberikan wewenang serta tanggung jawab untuk dapat mengajukan permohonan melalui aplikasi Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) sebagai kuasa dari Perseroan. Untuk itu, Notaris harus mengikuti segala mekanisme yang diatur dalam ketentuan SABH agar tidak menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam menjalankan tugasnya sehingga merugikan para pengguna jasanya. Oleh karena itu, penulis mengangkat hal tersebut menjadi pokok permasalahan dalam tesis ini. Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah deskriptif analitis. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran Notaris dalam pendirian dan perubahan anggaran dasar Perseroan sangat penting, yaitu untuk membuat akta pendirian dan/atau akta perubahan anggaran dasar Perseroan mengajukan permohonan pendirian dan/atau perubahan anggaran dasar data Perseroan kepada Menteri melalui SABH; serta melakukan penerbitan/pencetakan terkait surat keputusan pendirian dan/atau perubahan anggaran dasar Perseroan. Notaris sebagai kuasa dari Perseroan yang dapat mengakses langsung ke SABH mempunyai tanggungjawab penuh atas segala suatu yang dilakukannya sebagaimana kuasanya.

Notary has an important role in establishing limited liability company, since Notary is being given power and responsibility by the company for the submission of the proposal to validate limited liability through the application of  Legal Entity Administration System (Sistem Adminitrasi Badan Hukum-SABH). Therefore, Notary has to follow all the mechanism regulated for the SABH in order to minimize the risk of mistakes made while performing the liability which could bring disadvantage to the client. Accordingly, this thesis will discuss the issues in that relation. This research will be presented in form of descriptive analytic. Based on the research, it is concluded that the role of Notary in its establishment and while amending the article of association for the company is highly important, in accordance to (1) produce the deed of incorporation and or the deed of amendement of the article of association for the company; (2) submit the proposal of limited liability validation or of amendement approval through SABH and print out the validation letter and or the approval of amendement from the SABH. Notary through the power given by the company are able to access directly the SABH and therefore must be responsible for every action perfomed while applying the power."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53424
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>