Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, Melva Retta Ruby
"Industri farmasi memiliki izin untuk melakukan kegiatan produksi obat dan penyaluran obat. Obat termasuk salah satu sediaan farmasi. Pada dasarnya sediaan farmasi haruslah aman. Sedangkan, pada praktiknya saat ini, terdapat industri farmasi yang memproduksi obat sirup dengan kandungan etilen glikol dan dietilen glikol yang menyebabkan Gagal
Ginjal Akut Progresif Atipikal (“GGAPA”) dan mengakibatkan kematian bagi 326 anak. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan metode studi kepustakaan. Data penelitian dikumpulkan melalui metode studi kepustakaan terhadap data sekunder meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan interpretasi sistematis yang bertujuan untuk menjelaskan pengaturan mengenai obat sirup, menjelaskan pengaturan mengenai industri
farmasi, menganalisis pertanggungjawaban industri farmasi dalam kasus gagal ginjal akut progresif atipikal pada anak akibat cemaran etilen glikol dan dietilen glikol dalam kandungan obat sirup. Proses produksi sediaan farmasi wajib mematuhi seluruh ketentuan dalam Peraturan BPOM Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik guna memastikan mutu obat sesuai dengan persyaratan serta tujuan penggunaan serta dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar apabila telah memenuhi persyaratan objektivitas, memenuhi kelengkapan, dan tidak menyesatkan. Dalam kasus GGAPA, industri farmasi telah melanggar ketentuan dalam Farmakope Indonesia Edisi VI halaman 1446-1447 terkait dengan PG yang menyatakan bahwa Dietilen glikol dan Etilen glikol masing-masing tidak lebih dari 0,10%. Hal tersebut juga turut membuktikan bahwa industri farmasi tidak mematuhi ketentuan dalam CPOB terkait dengan pengawasan mutu, produksi, dan pemastian mutu. Maka dari itu, industri farmasi dapat dimintai pertanggungjawaban yang meliputi pertanggungjawaban pidana, pertanggungjawaban perdata, pertanggungjawaban administratif, dan pertanggungjawaban dalam aspek perlindungan konsumen.

The pharmaceutical industry has a permit to carry out drug production and drug distribution activities. Drugs are one of the pharmaceutical preparations. Basically pharmaceutical preparations must be safe. Meanwhile, in current practice, there is a pharmaceutical industry that produces syrup drugs containing ethylene glycol and diethylene glycol which cause Atypical Progressive Acute Renal Failure (“GGAPA”) and result in death for 326 children. This research is a normative legal research using library research method. Research data was collected through the method of literature study on secondary data including primary, secondary and tertiary legal materials. The analysis used is descriptive qualitative with systematic interpretation which aims to explain the
regulation regarding children's syrup, explain the regulation regarding the pharmaceutical industry, analyze the responsibility of the pharmaceutical industry in cases of atypical progressive acute kidney failure in children due to ethylene glycol and diethylene glycol contamination in the syrup drug content. The production process for pharmaceutical preparations must comply with all provisions in BPOM Regulation Number 34 of 2018
concerning Guidelines for Good Drug Manufacturing Practices to ensure that the quality of the drugs complies with the requirements and intended use and can be distributed after obtaining a distribution permit if they meet the requirements for objectivity, completeness, and not misleading. In the GGAPA case, the pharmaceutical industry has
violated the provisions in the Indonesian Pharmacopoeia Edition VI pages 1446-1447
related to PG which states that Diethylene glycol and Ethylene glycol are not more than 0.10% each. This also proves that the pharmaceutical industry does not comply with the provisions in GMP regarding quality control, production and quality assurance.
Therefore, the pharmaceutical industry can be held accountable which includes criminal liability, civil liability, administrative responsibility, and accountability in the aspect of consumer protection.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Melva Retta Ruby
"Tesis ini membahas penyelesaian perkara pidana melalui prosedur Deferred Prosecution Agreement (“DPA”), khususnya dalam konteks tindak pidana ekonomi berskala besar yang dilakukan oleh korporasi. Tujuan pembahasan ini adalah untuk menemukan mekanisme penyelesaian perkara pidana yang sesuai dengan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan, serta mengutamakan pemulihan kerugian yang korban alami, terutama dalam kasus tindak pidana yang melibatkan korporasi. Dalam tesis ini, fokus pembahasan meliputi dua hal, yaitu: penilaian kepentingan korban dalam menentukan penggunaan mekanisme DPA untuk menyelesaikan perkara tindak pidana ekonomi berskala besar serta model ideal penerapan DPA dalam rangka optimalisasi penanganan kasus tindak pidana ekonomi berskala besar di Indonesia. Dalam pembahasan tesis ini akan berfokus pada dua kasus, yaitu Kasus Jiwasraya dan Kasus First Travel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian doktrinal yang berfokus pada penelitian mengenai aturan, asas, serta norma yang berkaitan dengan penyelesaian perkara pidana, khususnya penyelesaian perkara pidana menggunakan mekanisme DPA. Model ideal penerapan DPA di Indonesia dapat dilaksanakan dengan dimulai dari pengumpulan bukti-bukti terkait dengan adanya tindak pidana korporasi yang dilakukan oleh Penuntut Umum, melakukan negosiasi, permintaan persetujuan Hakim Pemeriksa Pendahuluan, hingga pemeriksaan yang dilakukan saat jangka waktu perjanjian selesai. Akan tetapi, terdapat dua hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu Penuntut Umum perlu memperhatikan kepentingan korban terlebih dahulu. Apabila korban memiliki satu kepentingan yang sama DPA dapat menjadi alternatif penyelesaian perkara. Selain itu, dibutuhkan adanya penyesuaian dalam RKUHAP yang juga turut memuat kewenangan bagi Penuntut Umum untuk melakukan penundaan penuntutan serta memuat mekanisme penerapan DPA.

his thesis examines the resolution of criminal cases through the Deferred Prosecution Agreement (“DPA”) procedure, particularly in the context of large-scale economic crimes committed by corporations. The purpose of this discussion is to identify a criminal case resolution mechanism that aligns with the principles of simple, swift, and low-cost justice while prioritizing the recovery of victims losses, especially in cases involving corporate crimes. The focus of this thesis includes two main aspects: assessing the interests of victims in determining the use of the DPA mechanism for resolving large-scale economic crimes and identifying the ideal model for implementing DPAs to optimize the handling of large-scale economic crime cases in Indonesia. The thesis discusses two specific cases: the Jiwasraya Case and the First Travel Case. The research employs a doctrinal methodology, focusing on the study of laws, principles, and norms related to the resolution of criminal cases, particularly using the DPA mechanism. The ideal model for implementing DPA in Indonesia can be carried out through several steps: collecting evidence related to corporate crimes by the Prosecutor, conducting negotiations, seeking approval from the Preliminary Examination Judge, and performing evaluations upon the agreement’s completion. However, two crucial considerations must be addressed: prosecutors need to prioritize victims' interests. If the victims share a common interest, DPA can serve as an alternative resolution mechanism. Furthermore, adjustments to the Draft Criminal Procedure Code (“RKUHAP”) are required to include provisions empowering prosecutors to defer prosecution and detailing the implementation mechanisms for DPA."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library