Tesis ini membahas penyelesaian perkara pidana melalui prosedur Deferred Prosecution Agreement (“DPA”), khususnya dalam konteks tindak pidana ekonomi berskala besar yang dilakukan oleh korporasi. Tujuan pembahasan ini adalah untuk menemukan mekanisme penyelesaian perkara pidana yang sesuai dengan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan, serta mengutamakan pemulihan kerugian yang korban alami, terutama dalam kasus tindak pidana yang melibatkan korporasi. Dalam tesis ini, fokus pembahasan meliputi dua hal, yaitu: penilaian kepentingan korban dalam menentukan penggunaan mekanisme DPA untuk menyelesaikan perkara tindak pidana ekonomi berskala besar serta model ideal penerapan DPA dalam rangka optimalisasi penanganan kasus tindak pidana ekonomi berskala besar di Indonesia. Dalam pembahasan tesis ini akan berfokus pada dua kasus, yaitu Kasus Jiwasraya dan Kasus First Travel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian doktrinal yang berfokus pada penelitian mengenai aturan, asas, serta norma yang berkaitan dengan penyelesaian perkara pidana, khususnya penyelesaian perkara pidana menggunakan mekanisme DPA. Model ideal penerapan DPA di Indonesia dapat dilaksanakan dengan dimulai dari pengumpulan bukti-bukti terkait dengan adanya tindak pidana korporasi yang dilakukan oleh Penuntut Umum, melakukan negosiasi, permintaan persetujuan Hakim Pemeriksa Pendahuluan, hingga pemeriksaan yang dilakukan saat jangka waktu perjanjian selesai. Akan tetapi, terdapat dua hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu Penuntut Umum perlu memperhatikan kepentingan korban terlebih dahulu. Apabila korban memiliki satu kepentingan yang sama DPA dapat menjadi alternatif penyelesaian perkara. Selain itu, dibutuhkan adanya penyesuaian dalam RKUHAP yang juga turut memuat kewenangan bagi Penuntut Umum untuk melakukan penundaan penuntutan serta memuat mekanisme penerapan DPA.
his thesis examines the resolution of criminal cases through the Deferred Prosecution Agreement (“DPA”) procedure, particularly in the context of large-scale economic crimes committed by corporations. The purpose of this discussion is to identify a criminal case resolution mechanism that aligns with the principles of simple, swift, and low-cost justice while prioritizing the recovery of victims losses, especially in cases involving corporate crimes. The focus of this thesis includes two main aspects: assessing the interests of victims in determining the use of the DPA mechanism for resolving large-scale economic crimes and identifying the ideal model for implementing DPAs to optimize the handling of large-scale economic crime cases in Indonesia. The thesis discusses two specific cases: the Jiwasraya Case and the First Travel Case. The research employs a doctrinal methodology, focusing on the study of laws, principles, and norms related to the resolution of criminal cases, particularly using the DPA mechanism. The ideal model for implementing DPA in Indonesia can be carried out through several steps: collecting evidence related to corporate crimes by the Prosecutor, conducting negotiations, seeking approval from the Preliminary Examination Judge, and performing evaluations upon the agreement’s completion. However, two crucial considerations must be addressed: prosecutors need to prioritize victims' interests. If the victims share a common interest, DPA can serve as an alternative resolution mechanism. Furthermore, adjustments to the Draft Criminal Procedure Code (“RKUHAP”) are required to include provisions empowering prosecutors to defer prosecution and detailing the implementation mechanisms for DPA.