Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10332 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Sunjayadi
"This article presents the postcolonial analysis of the travel account and guidebook of Marius Buys (1837-1906), a Dutch clergyman. He not only devoted himself as a priest but also travelled in several parts of the Dutch East Indies, such as Java, Sumatra, and Sulawesi in the years 1878-1885. After returning to the Netherlands due to illness in 1885, he returned to the Indies in 1886 and was assigned to Kalimantan, Sumatra, and Java. In May 1887 he posted in Bandung West Java (the Preanger regencies), where he remained until his return to the Netherlands in 1890. As a result of his serving in the Preanger regencies (1878-1890), Marius Buys published Batavia, Buitenzorg en de Preanger. Gids voor Bezoekers en Toeristen (1891), the travel guidebook for travellers and tourists. His experiences in Preanger were also recorded in his travel account In het hart der Preanger (1900). The clergyman’s perspective as a tourist and traveller for the indigenous peoples and colony in his travel text and guide book are analysed by using the concepts of Esme Cleall (2012) about European missionaries thinking in British empire in Asia and Africa in the nineteenth century."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
909 UI-WACANA 25:1 (2024)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hajriyanto Y. Thohari
"Dinamika kebudayaan bangsa Indonesia paskakolonial dapat dikatakan berjalan lamban. Masalah masalah yang diwarisi setelah proklamasi kemerdekaan tidak tertuntaskan sepenuhnya, seperti keterbelakangan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi. Akar persoalannya terletak pada proses akulturasi yang tidak tuntas. Ini berbeda dengan masamasa kekuasaan Hindu dan Islam, di mana masyarakat Nusantara mampu melakukan akulturasi kebudayaan secara cepat. Kehadiran Hindu dan Islam mampu mengubah wajah kebudayaan Nusantara dan menggesernya dari era pra sejarah ke masa sejarah. Berkat akulturasi maka terjadilah lompatan tinggi kebudayaan. Dengan melihat perjalanan sejarah ini kita dapat menentukan strategi budaya yang tepat dalam rangka membangun masa depan bangsa. Dibutuhkan sikap mental yang terbuka, mau menerima kebudayaan Barat tertentu yang tidak menghapus identitas Nusantara. Proses untuk itu disebut dengan akulturasi kebudayaan. Akulturasi kebudayaan terbukti ampuh meningkatkan kualitas kebudayaan Nusantara, mampu membangkitkan kedaulatan bangsa, dan mampu membuktikan adanya transformasi kebudayaan dari yang sederhana menjadi lebih kompleks. Hal itu terbukti ketika masyarakat Nusantara dengan lapang dada menerima kebudayaan Hindu dan Islam."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 008 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The importance of Antonio Gramsci’s work for postcolonial studies can hardly be exaggerated, and in this volume, contributors situate Gramsci's work in the vast and complex oeuvre of postcolonial studies. Specifically, this book endeavors to reassess the impact on postcolonial studies of the central role assigned by Gramsci to culture and literature in the formation of a truly revolutionary idea of the national—a notion that has profoundly shaped the thinking of both Frantz Fanon and Edward Said. Gramsci, as Iain Chambers has argued, has been instrumental in helping scholars rethink their understanding of historical, political, and cultural struggle by substituting the relationship between tradition and modernity with that of subaltern versus hegemonic parts of the world. Combining theoretical reflections and re-interpretations of Gramsci, the scholars in this collection present comparative geo-cultural perspectives on the meaning of the subaltern, passive revolution, hegemony, and the concept of national-popular culture in order to chart out a political map of the postcolonial through the central focus on Gramsci."
New York: Routledge, 2011
e20497275
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Rees, Elizabeth
New York: Thames and Hudson, 2000
289.9 REE c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Widiastuti
"Penyebarluasan agama Kristen di Cina tidak cukup hanya didasari semangat misioner dari para misionarisnya, tetapi diperlukan Pula sarana penunjang lain berupa dana, organisasi yang baik dan kemampuan untuk mengatasi rintangan baik teknis maupun kultural. Aktivitas paling sulit yang dihadapi misionaris di Cina adalah bragaimana mengatasi rintangan teknis maupun kultural dalam penyabaran Agama Kristen di Cina. Sebab kenyataan menunjukkan kurangnya pemahaman para misionaris terhadap sejarah Cina, seringkali menimbulkan konflik antara misionaris dengan masyarakat Cina yang pada masa sekitar Perjanjian Tianjin dan Beijing ditunjukkan melalui penyebarluasan tulisan-tulisan yang memancing reaksi massa untuk melawan misionaris. Misionaris Katolik, khususnya dari Ordo Jesuit adalah misionaris asing pertama yang menyadari pentingnya pemahaman mengenai sejarah masa silam Cina untuk dapat berinteraksi dengan masyarakatnya. Sebab sejarah masa silam itu membentuk corak kehidupan masyarakat Cina yang khas akibat pengaruh filsafat, adat istiadat, kepercayaan mereka. Karena peran aktif Misionaris Jesuit untuk dapat beradaptasi dengan masyarat Cina dengan cara memahami kebudayaan Cina dan berusaha menjalin hubungan baik dengan para penguasa serta usaha mereka untuk menjembatani kebudayaan Barat dan Cina, maka mereka disebut Mediator Kebudayaan Barat dan Cina."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ini merupakan petikan dari babad mengenai wali sanga namun tidak disebutkan sumbernya hanya disebutkan pada halaman depan, bahwa buku serat kebokananga tersebut adalah sambungan dari serat Siti Jenar."
Kediri: Boekhandel Tan Khoen Swie, 1921
BKL.0279-CS 5 (2)
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ini merupakan petikan dari babad mengenai wali sanga namun tidak disebutkan sumbernya hanya disebutkan pada halaman depan, bahwa buku serat kebokananga tersebut adalah sambungan dari serat Siti Jenar."
Kediri: Boekhandel Tan Khoen Swie, 1921
BKL.0687-PW122
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Khalisya
"Kemerdekaan Kongo pada tahun 1960 tidak berarti kebebasan bagi bangsa Kongo dari pengaruh Prancis sepenuhnya. Di Kongo, kebudayaan Prancis masih menjadi rujukan untuk cara berpakaian yang necis dan gaya hidup yang mewah. Keberadaan komunitas La Sape menjadi sebuah tren untuk mengekspresikan diri melalui cara berbusana bagi masyarakat Kongo. Novel Tais-Toi et Meurs (2012) karya Alain Mabanckou menceritakan tokoh Julien Makambo, orang Kongo yang hidup di Paris dengan mengubah identitasnya menjadi José Monfort demi menjadi seorang Sapeur sejati. Lewat novel ini, disajikan potret mengenai gaya hidup mewah diaspora Kongo yang dengan titel Sapeur yang mereka miliki beserta cara mereka bertahan hidup di sana, meski harus menjadi kriminal. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kedok La Sape yang telah menjadi budaya bangsa Kongo dan cara Sapeur bertahan hidup melalui perspektif wacana poskolonial dalam novel Tais-Toi et Meurs (2012). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan tekstual dan didukung oleh model fungsional dan skema aktan milik A. J. Greimas (1983). Teori identitas Stuart Hall (1994) dan teori mimikri Homi Bhabha (1994) juga digunakan dalam penelitian ini sebagai dasar dari wacana poskolonial. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa La Sape yang dianggap sebagai simbol kebebasan dari penjajahan justru merupakan peneguhan kolonialisme dan inferioritas yang menyebabkan para Sapeur terus melakukan mimikri pada gaya hidup bangsa penjajah.

Congo's independence in 1960 did not mean complete freedom for the Congolese nation from French influence. In the Congo, French culture is still a reference for dapper outfit and a luxurious lifestyle. The existence of the La Sape community has become a trend for self-expression through the attire of Congolese people. The novel Tais-Toi et Meurs (2012) by Alain Mabanckou tells of the character Julien Makambo, a Congolese living in Paris, by changing his identity to become José Monfort to become a true Sapeur. Through this novel, a portrait is presented of the luxurious lifestyle of the Congo diaspora with the title Sapeur that they have and how they survive there, even though they have to become criminals. This study aims to reveal the guise of La Sape, which has become the culture of the Congo people, and how Sapeur survives through the perspective of postcolonial discourse in the novel Tais-Toi et Meurs (2012). The method used in this study is a qualitative method with a textual approach and is supported by functional models and actan schemes belonging to A. J. Greimas (1983). Stuart Hall's (1994) identity theory and Homi Bhabha's (1994) mimicry theory are also used in this research as the basis of postcolonial discourse. The results of this study indicate that La Sape, considered a symbol of freedom from colonialism, is an affirmation of colonialism and inferiority which causes the Sapeurs to continue to mimic the lifestyle of the colonizers. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"At a time when even much of the political left seems to believe that transnational capitalism is here to stay, Marxism, Modernity and Postcolonial Studies refuses to accept the inevitability of the so-called 'New World Order'. By giving substantial attention to topics such as globalisation, racism, and modernity, it provides a specifically Marxist intervention into postcolonial and cultural studies. An international team of contributors locate a common ground of issues engaging Marxist and postcolonial critics alike. Arguing that Marxism is not the inflexible, monolithic irrelevance some critics assume it to be, this collection aims to open avenues of debate - especially on the crucial concept of 'modernity' - which have been closed off by the widespread neglect of Marxist analysis in postcolonial studies. Politically focused, at times polemical and always provocative, this book is a major contribution to contemporary debates on literary theory, cultural studies, and the definition of postcolonial studies."
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2009
e20528318
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Anggari Harapan
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>