Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 230224 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hilma Aryudhia Tasya
"Pejabat pemerintahan menerbitkan berbagai macam naskah dinas sebagai instrumen yuridis untuk menuangkan kebijakannya sekaligus sebagai alat komunikasi internal dengan jajaran yang berada di lingkungan lembaganya. Naskah dinas tersebut di antaranya adalah surat edaran dan instruksi. Surat edaran dan instruksi sering digunakan dalam situasi di mana terdapat permasalahan yang tidak diatur di dalam peraturan perundang-undangan tetapi membutuhkan penyelesaian secara segera. Dalam situasi seperti demikian, perlu dipertanyakan mengenai kekuatan hukum baik dari surat edaran maupun instruksi, utamanya bagi hal-hal yang menyangkut kesejahteraan umum masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan metode studi kepustakaan untuk membahas mengenai posisi surat edaran dan instruksi dalam sistem hukum di Indonesia, di antaranya mengenai sifat norma hukum yang dikandung di dalam kedua instrumen yuridis tersebut, bagaimana sumber kewenangan pembentukannya diperoleh, serta bagaimana praktik penggunaan kedua instrumen hukum tersebut oleh pemerintah selama penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Dari penelitian ini, ditarik kesimpulan bahwa surat edaran dan instruksi memiliki kekuatan hukum yang berbeda. Surat edaran dapat mengikat secara umum dan oleh karenanya dikategorikan sebagai peraturan kebijakan, sementara instruksi hanya dapat mengikat pihak-pihak yang dituju saja, mengingat norma hukumnya yang bersifat individual.

Government officials issue various kinds of official letters as legal instruments to implement their policies as well as as a tool of internal communication within the institution. Those official letters can be issued in the form of circulars and instructions. Circulars and instructions are often used in situations where there are problems not yet regulated by the law but require immediate resolution. In such situations, it is necessary to question the legal force of both circulars and instructions, especially for matters concerning social welfare. This study uses a juridical-normative approach with a literature study method to discuss the position of circulars and instructions in the legal system in Indonesia, including the nature of the legal norms contained in the two legal instruments, how the source of authority for their formation is obtained, and the usage of those instruments by the government in handling Covid-19 pandemic in Indonesia. From this research, it can be concluded that circulars and instructions have different legal powers. Circular can be binding in general and are therefore categorized as policy regulations, while instruction can only bind the intended parties, considering its individual legal norm."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Saktini
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Maharani Putri
"Pandemi COVID-19 di Indonesia mendorong pemerintah untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 sebagai bagian dari Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Satgas tersebut dapat menerbitkan kebijakan terkait penanganan pandemi, tetapi masih ada unsur pemerintahan yang tidak patuh. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk membahas bagaimana kewenangan Satgas Penanganan COVID-19 serta bagaimana akibat hukum apabila pemerintah daerah tidak menaati kebijakan yang diterbitkan Satgas Penanganan COVID-19, dalam hal ini Penulis mengambil salah satu kebijakan yakni peniadaan mudik di tahun 2021. Penelitian dilakukan secara yuridis normatif dengan data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Satgas Penanganan COVID-19 memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan terkait percepatan penanganan COVID-19 yang mengikat kementerian/lembaga, pemerintah daerah terkait, akademisi, pelaku usaha, serta pihak lain yang dipandang perlu, sebagaimana yang tercantum pada Pasal 10 Perpres 82/2020 serta Pasal 14 Keputusan Ketua KPCPEN 1/2020. Kewenangan lainnya yang dimiliki oleh Satgas Penanganan COVID-19 tercantum pada Pasal 12 Perpres 82/2020, yakni memberikan pertimbangan, rekomendasi, serta arahan kepada gubernur dan bupati/walikota untuk membentuk Satgas Penanganan COVID-19. Adapun keputusan yang dibentuk Satgas Penanganan COVID-19 tidak termasuk hierarki peraturan perundang-undangan sehingga tidak dapat mengikat elemen pemerintahan. Maka dari itu, kementerian hadir untuk menindaklanjuti kebijakan Satgas tersebut dengan peraturan menterinya sehingga dapat mengikat secara hukum, termasuk pemerintah daerah. Sanksi yang dapat dikenakan jika tidak menaati peraturan perundang-undangan tersebut adalah pemberhentian bagi kepala daerah dan/atau wakilnya, serta pembatalan peraturan tingkat daerah yang bertentangan, sebagaimana tercantum pada Pasal 78 dan Pasal 251 UU 23/2014.

COVID-19 pandemic in Indonesia prompted the government to form COVID-19 Task Force as part of the COVID-19 Handling Committee and National Economic Recovery (KPCPEN). The Task Force can issue policies related to handling the pandemic, but there are still governmental elements that doesn’t have to comply. Therefore, this study aims to discuss how the authority of the Task Force for Handling COVID 19 is and how their policy applies, in this case the author takes example which is prohibition of going home in 2021. The methodology used is normative juridical with qualitative data. The result of this study indicates that COVID-19 Task Force has authority to make decisions regarding acceleration of handling COVID-19 that binds relevant ministries/agencies, local governments, academics, and other necessary parties, as stated in Article 10 Presidential Regulation 82/2020 and Article 14 of KPCPEN Chairperson Decree 1/2020. Other authority is to provide considerations, recommendations, and directions to governors and regents/mayors to form a COVID-19 Task Force as listed in Article 12 of Presidential Regulation 82/2020. Unfortunately, the decisions made by COVID- 19 Task Force isn’t considered in the hierarchy of laws so it cannot bind government elements. Therefore, the ministry is present to follow up the Task Force's policies with ministerial regulations so it can be legally binding, including to bind local governments. Sanctions that could be imposed if they don’t comply with the said ministerial regulations are dismissal of regional head, also the cancellation of conflicting regional level regulations, as stated in Article 78 and 251 Law 23/2014."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Maharani Putri
"Pandemi COVID-19 mendorong pemerintah Indonesia untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19. Satgas tersebut dapat menerbitkan kebijakan terkait penanganan pandemi, tetapi masih ada unsur pemerintahan yang tidak patuh. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk membahas bagaimana kewenangan Satgas Penanganan COVID-19 serta bagaimana akibat hukum apabila pemerintah daerah tidak menaati kebijakan yang diterbitkan Satgas Penanganan COVID-19, dalam hal ini Penulis mengambil salah satu kebijakan yakni peniadaan mudik di tahun 2021. Penelitian dilakukan secara yuridis normatif dengan data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Satgas Penanganan COVID-19 memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan terkait percepatan penanganan COVID-19 yang mengikat kementerian, pemerintah daerah, serta instansi pemerintah lainnya sebagaimana tercantum pada Pasal 10 Perpres 82/2020. Kewenangan lainnya yang dimiliki oleh Satgas Penanganan COVID-19 tercantum pada Pasal 12 Perpres 82/2020. Adapun keputusan yang dibentuk Satgas Penanganan COVID-19 tidak termasuk hierarki peraturan perundang-undangan sehingga tidak dapat mengikat elemen pemerintahan. Maka dari itu, kementerian hadir untuk menindaklanjuti kebijakan Satgas tersebut dengan peraturan menterinya sehingga dapat mengikat secara hukum, termasuk pemerintah daerah. Sanksi yang dapat dikenakan jika tidak menaati peraturan perundang-undangan tersebut adalah pemberhentian bagi kepala daerah dan/atau wakilnya, serta pembatalan peraturan tingkat daerah yang bertentangan, sebagaimana tercantum pada Pasal 78 dan Pasal 251 UU 23/2014.

COVID-19 pandemic prompted the government to form COVID-19 Task Force which can issue policies related to handling the pandemic, but there are still governmental elements that doesn’t have to comply. Therefore, this study discusses how the authority of the Task Force for Handling COVID-19 is and how their policy applies, in this case the author takes example of prohibition of going home in 2021. The methodology used is normative juridical with qualitative data. The result of this study indicates that COVID-19 Task Force has authority to make decisions regarding acceleration of handling COVID-19 that binds relevant ministries, local governments, and other necessary parties, as stated in Article 10 Presidential Regulation 82/2020. Other authority is listed in Article 12 of Presidential Regulation 82/2020. Unfortunately, the decisions made by COVID-19 Task Force isn’t considered in the hierarchy of laws so it cannot bind government elements. Therefore, the ministry is present to follow up Task Force's policies with ministerial regulations so it can be legally binding, including to bind local governments. Sanctions that could be imposed if they don’t comply are dismissal of regional head, also the cancellation of conflicting regional level regulations, as stated in Article 78 and 251 Law 23/2014. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Nathania
"Diskresi memberikan kebebasan bagi pejabat pemerintahan untuk bertindak dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam menjalankan pelayanan publik. Agar diskresi tersebut ditaati, maka menjadi perlu untuk menuangkan diskresi ke dalam suatu instrumen hukum. Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014, diskresi dituangkan dalam instrumen hukum keputusan. Sementara, para ahli berpendapat bahwa instrumen hukum diskresi adalah beleidsregel atau peraturan kebijakan. Peraturan kebijakan ini dapat berbentuk peraturan, keputusan, instruksi, pengumuman, dan surat edaran. Perbedaan pandangan ini pun menimbulkan pertanyaan sebenarnya instrumen hukum apakah yang tepat untuk membungkus suatu diskresi. Berdasarkan studi kasus di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, ditemukan bahwa diskresi di bidang pelayanan publik dituangkan ke dalam instrumen hukum Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur, dan Instruksi Gubernur. Keputusan Gubernur yang merupakan hasil dari kewenangan diskresi memiliki sifat konkret, final, dan berakibat umum. Sementara Peraturan Gubernur yang merupakan hasil dari kewenangan diskresi memiliki sifat norma umum, abstrak, dan terus menerus, namun hanya berlaku bagi pejabat pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur hasil dari kewenangan diskresi inilah yang disebut sebagai peraturan kebijakan. Walaupun berlaku internal, Peraturan Gubernur memiliki relevansi hukum, sehingga secara tidak langsung memiliki dampak terhadap masyarakat luas. Sementara terkait diskresi yang dibungkus dengan suatu Instruksi Gubenur, sebenarnya terjadi ketidaktepatan ketika suatu diskresi dibungkus dengan Instruksi Gubernur dikarenakan menyalahi esensi dari Instruksi Gubernur dan memiliki norma mengikat umum, sehingga lebih tepat apabila dibungkus dalam suatu Peraturan Gubernur apabila normanya berisi pengaturan atau pun dengan Keputusan Gubernur apabila normanya berisi penetapan.

Discretion gives freedom for government official to decide the best decision that he she can make to solve problems during the implementation of public service. Discretion needs a legal instrument to make it obeyed by the people. According to Act No. 30 Yr 2014, the right legal instrument for discretion is a decree. In the other hand, according to several opinions by jurists, the right legal instrument for discretion is beleidsregel. Beleidsregel can be shown as Act, Decree, Instruction, etc. Therefore, there is a difference between Act No. 30 Yr 2014 and jurists rsquo opinions on the right legal instrument for discretion. According to study case on Government of Jakarta, Governor used Governor Act, Governor Decree and Governor Instruction as legal instrument for discretion. Governor Decree as legal instrument for discretion has concrete and final type of norms, but it also gets legal effect on the people. Meanwhile Governor Act as legal instrument for discretion has general, abstract and continually type of norms. Governor Act as legal instrument for discretion can be called beleidsregel. Only government official bind by beleidsregel, but it also indirectly tied the people. Though Governor Instruction is not the right legal instrument for discretion since it violates the quintessence of Instruction and it bind the people."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S67586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Marlindah JS Adriaansz,author
"ABSTRAK
Commercial Paper adalah salah satu jenis surat berharga yang belum lama dikenal di Indonesia. Instrumen ini merupakan surat berharga jangka pendek, tanpa jaminan, diterbitkan oleh perusahaan yang mempunyai peringkat memadai untuk memenuhi kebutuhan dana jangka pendek, berjangka waktu sampai dengan 270 hari, dan pada umumnya diterbitkan dengan sistem diskonto. Sebagai instrumen yang baru dikenal di Indonesia Commercial Paper (CP) penerbitan dan perdagangannya belum diatur secara memadai. Sampai saat ini barn ketentuan yang tertuang dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR tanggal 11 Agustus 1995 mengenai Persyaratan Penerbitan dan Perdagangan Surat Berharga Komersial (Commercial Paper) Melalui Bank Umum di Indonesia yang dapat dijadikan pedoman untuk menerbitkan dan memperdagangkan Commercial Paper di Indonesia. Ketentuan ini menempatkan Commercial Paper sebagai surat sanggup kepada pengganti menurut pembagian dalaxn Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia. Namun ketentuan itu dirasakan masih belum cukup mendukung kegiatan penerbitan dan perdagangan Commercial Paper di Indonesia. Oleh karena itu, masih diperlukan ketentuan lain yang dapat mendukung penerbitan dan perdagangan berbagai jenis surat berharga yang merupakan hasil inovasi dan pasar uang di Indonesia. (Commercial Paper merupakan salah satu diantaranya)."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Karisma
"Putusan perdata nomor 918/PDT.G/2016/PN.Jkt.Sel yang menolak gugatan dari penggugat yang dalam gugatannya menyatakan bahwa Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri) tidak memiliki kewenangan dalam melakukan pemblokiran Rekening Efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa keabsahan pemblokiran yang dilakukan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang dijalankan berdasarkan instruksi dari Bareskrim Polri, serta untuk mengkaji bahwa putusan perkara nomor 918/PDT.G/2016/PN.Jkt.Sel yang tidak membatalkan pemblokiran yang dilakukan oleh KSEI apakah termasuk dalam hukum progresif. Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Bareskrim Polri sebagai satuan tingkat Kepolisian yang berada di atas Kepolisian Daerah memiliki wewenang untuk melakukan pemblokiran dilihat dari kedudukannya. Tindakan hakim dalam menolak gugatan dapat dimasukkan sebagai putusan hukum progresif, karena putusan yang diberikan hakim tersebut masuk ke dalam aliran progresif.

The Verdict Number 918/PDT.G/2016/PN.Jkt.Sel which rejects the lawsuit from a related party who in his lawsuit states that the Criminal Investigation Agency of the Indonesian National Police (Bareskrim Polri) does not have authority to block Securities Accounts as referred to in Article 59 paragraph (3) of Law Number 8 Year of 1995 concerning Capital Markets (UUPM). The purpose of this study is to find out and analyze the validity of the blocking carried out by PT Kustodian Sentral Efek Indonesia, which was carried out based on instructions from the Bareskrim Polri, and to examine whether the decision in the case number 918/PDT .G/2016/PN.Jkt.Sel that does not cancel the blocking carried out by PT Kustodian Sentral Efek Indonesia, which was carried out based on instructions from the Bareskrim Polri as a progressive legal step. The results of the study show that the Bareskrim Polri, as a Police level unit which is above the Regional Police has the authority to carry out blocking in terms of its position. The judge's action in rejecting the lawsuit can be included as a progressive legal decision, because the decision given by the judge is included in the progressive stream."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Heru Mahyudin
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S23872
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ilham Ramadhan
"ABSTRAK
Karya ilmiah ini menjelaskan tentang analisis mengenai beberapa instrumen keuangan dan dampak dari volatilitas terhadap Morgan Stanley pada krisis keuangan tahun 2008 menggunakan Bloomberg Terminal. Pertama, analisis dilakukan terhadap ekspektasi pasar yang akan datang pada kekuatan dari dua jenis mata uang yang berbeda yaitu Dolar Amerika dan Dolar Singapura. Kedua, analisis dilakukan untuk menentukan harga dari sebuah European Plain Vanilla Option pada suatu perusahaan dalam hal ini Intel Corporation. Analisis ketiga dilakukan untuk menyusun suatu strategi yang tepat dalam Option Trading. Keempat, menjelaskan volatilitas di antara Dolar Amerika dan Peso Meksiko pada saat kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat 2016 yang dimana Donald Trump menyetuskan kebijakan yang dinilai kontroversial terhadap Meksiko. Analisis terakhir yaitu mengukur volatilitas pasar terhadap Morgan Stanley pada saat krisis keuangan tahun 2008.

ABSTRACT
This paper explains the analysis of several financial instruments and the impact of volatility on Morgan Stanley in the 2008 financial crisis using Bloomberg Terminal. First, an analysis is carried out to future market expectations on the strengths of two different currencies, namely the US Dollar and Singapore Dollar. Second, to determine the price of a European Plain Vanilla Option for a company in this case Intel Corporation. The third analysis is done to construct an appropriate strategy in Option Trading. Fourth, explaining the volatility of the strength between the US Dollar and Mexican Peso during the 2016 United States Presidential Election Campaign in which Donald Trump made controversial policies towards Mexico. The final analysis is measuring market volatility on Morgan Stanley during the 2008 financial crisis."
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>