Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106183 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chandrika Vidiananda Andini Putri
"Kinmen dengan pesona alamnya merupakan salah satu kabupaten di kepulauan Formosa (Taiwan) yang kaya akan warisan budaya yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Salah satu diantaranya adalah Dewa Singa Angin yang dipercayai oleh masyarakat setempat sebagai pelindung dari badai dan roh-roh jahat. Oleh karenanya, ditemukan banyak sekali patung Dewa Singa Angin di Kinmen. Berdasarkan data yang tercatat pada kantor Pemerintah Kabupaten Kinmen, terdapat enam puluh delapan (68) patung Dewa Singa Angin yang tersebar di berbagai wilayah kabupaten tersebut. Penelitian ini memaparkan tentang Dewa Singa Angin sebagai salah satu representasi budaya di Kinmen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui studi kepustakaan dengan penulisan yang bersifat deskriptif analisis. Kepustakaan diperoleh dari berbagai sumber, baik sumber primer berbahasa Mandarin maupun sumber sekunder berbahasa Inggris dan Indonesia.

One of the counties in the Formosa (Taiwan) archipelago, the Kinmen Islands, with its natural beauty and rich in cultural heritage that has been last for hundred years. One of the heritage is the Wind Lion God which is believed by the local community to be the protector from storms and evil spirits. Therefore, so many statues of Wind Lion God that can be found in Kinmen. According to the data recorded by the Kinmen County Government Office, there are 68 Wind Lion God statues scattered across various areas of the county. This paper will explore the Wind Lion God as representation of culture in Kinmen. The method for this paper uses qualitative method where utilizing library research with descriptive analytical writing. The library research obtained from many kinds of sources, such as primary sources in Mandarin language and secondary sources in English and Indonesian."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chandrika Vidiananda Andini Putri
"Kinmen dengan pesona alamnya merupakan salah satu kabupaten di kepulauan Formosa (Taiwan) yang kaya akan warisan budaya yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Salah satu diantaranya adalah Dewa Singa Angin yang dipercayai oleh masyarakat setempat sebagai pelindung dari badai dan roh-roh jahat. Oleh karenanya, ditemukan banyak sekali patung Dewa Singa Angin di Kinmen. Berdasarkan data yang tercatat pada kantor Pemerintah Kabupaten Kinmen, terdapat enam puluh delapan (68) patung Dewa Singa Angin yang tersebar di berbagai wilayah kabupaten tersebut. Penelitian ini memaparkan tentang Dewa Singa Angin sebagai salah satu representasi budaya di Kinmen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui studi kepustakaan dengan penulisan yang bersifat deskriptif analisis. Kepustakaan diperoleh dari berbagai sumber, baik sumber primer berbahasa Mandarin maupun sumber sekunder berbahasa Inggris dan Indonesia.

One of the counties in the Formosa (Taiwan) archipelago, the Kinmen Islands, with its natural beauty and rich in cultural heritage that has been last for hundred years. One of the heritage is the Wind Lion God which is believed by the local community to be the protector from storms and evil spirits. Therefore, so many statues of Wind Lion God that can be found in Kinmen. According to the data recorded by the Kinmen County Government Office, there are 68 Wind Lion God statues scattered across various areas of the county. This paper will explore the Wind Lion God as representation of culture in Kinmen. The method for this paper uses qualitative method where utilizing library research with descriptive analytical writing. The library research obtained from many kinds of sources, such as primary sources in Mandarin language and secondary sources in English and Indonesian."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Natasha
"Dewa Singa Angin adalah dewa pelindung yang dipuja sejak zaman nenek moyang Kinmen karena melindungi penduduk dari bencana alam dan roh jahat. Penelitian ini mengangkat objek Dewa Singa Angin, bertujuan untuk mengkaji perubahan maknanya dari masa ke masa dan relevansinya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kinmen di masa kini. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif melalui studi pustaka dan survei lapangan berupa angket kepada 40 penduduk Kinmen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dewa Singa Angin di Kinmen di satu sisi memainkan makna tradisional sebagai pelindung dan penangkal roh jahat, di sisi lain telah mengalami transformasi makna sebagai simbol budaya, atraksi wisata, dan elemen seni kreatif. Meskipun transformasi makna Dewa Singa Angin sangat nyata terlihat dalam kehidupan sehari-hari di Kinmen, namun hasil survei lapangan menunjukkan bahwa makna tradisionalnya yang bersifat spiritual dan identik dengan kelokalan masih tetap dipertahankan. Hal ini menunjukkan bahwa Dewa Singa Angin terus memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat Kinmen.

The Wind Lion God is a protective deity venerated since the ancestors' time in Kinmen, known for safeguarding the inhabitants from natural disasters and evil spirits. This research focuses on the Wind Lion God, aiming to examine the evolution of its meaning over time and its relevance in the contemporary daily life of the Kinmen people. The research method employed is qualitative, utilizing a literature review and surveys, including questionnaires distributed to 40 Kinmen residents. The results indicate that the Wind Lion God in Kinmen, on one hand, maintains its traditional meaning as a protector and warder off of evil spirits, while on the other hand, has undergone a transformation in its meaning into a cultural symbol, a tourist attraction, and an element of creative arts. Despite the significant transformation of the Wind Lion God's meaning in daily life in Kinmen, survey results show that its traditional spiritual meaning and local identity are still preserved. This indicates that the Wind Lion God continues to play a significant role in the lives of the people of Kinmen."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dhita Ashita Haruni
"The protection against cultural heriage was relatively narrow at first, which only includes the protection of tangible cultural heritage. But along the course of time, arising from a conciousness that believes that folklore is a part of the cultural heritage, then folklore should also be eligible to obtain protection. This is because folklore is one of the key in providing a nation its own specific identity. Therefore, the folklore of a nation must be protected and preserved by the nation itself. However, in realization, protection and preservation can also be provided by international organizations through the establishment of various international legal instruments. Indonesia has set the protection of folklore in the copyright regime. But in reality, the protection is far from its objetive. The chacaracteristics that are rooted in folklore and copyright are conflicting. As a result, there`s a necessity for a more effective protection of folklor. The protection efforts that are provided trough various international legal instruments seek to reduce illicit claims of folklore done by a foreign partty.

Perlindungan terhadap warisan budaya pada awalnya bersifat relatif sempit yaitu perlindungan hanya terhadap benda cagar budaya. Namun seiring dengan jalannya waktu, timbul suatu kesadaran yang berpendapat bahwa folklor yang merupakan bagian dari warisan budaya juga layak untuk mendapatkan suatu perlindungan. Hal ini dikarenakan folklor merupakan salah satu kunci dalam memberikan suatu bangsa identitas yang khusus. Oleh karena itu, folklor suatu bangsa harus dilindungi dan dilestarikan oleh bangsa itu sendiri. Namun dalam perwujudannya, perlindungan dan pelestarian juga dapat diberikan oleh organisasi internasional melalui pembentukan berbagai instrumen hukum internasional. Saat ini Indonesia telah mengatur perlindungan folklor di bahwa rezim Hak Cipta. Namun pada kenyataannya, perlindungan tersebut jauh dari tujuannya. Karakteristik yang berakar dalam folklor dan Hak Cipta saling bertolak belakang, sehingga diperlukan suatu perlindungan yang lebih efektif terhadap folklor. Upaya-upaya perlindungan yang diberikan melalui berbagai instrumen hukum internasional bertujuan untuk mengurangi tindakan pengklaiman folklor yang tidak sah oleh pihak asing."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S26279
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alfa Alauddin Arrisaputra
"Bangunan Landhuis Tjililitan merupakan salah satu peninggalan rumah Landhuis peninggalan Kolonial Belanda yang telah didirikan sejak abad ke-18. Kondisi bangunan Landhuis Tjililitan saat ini tidak terawat. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi nilai penting yang terdapat pada bangunan Rumah Besar Cililitan (Landhuis Tjililitan) dan menjelaskan upaya pelindungan cagar budaya yang dapat dilakukan terhadap bangunan Landhuis Tjililitan. Metode penelitian yang digunakan mengacu pada penelitian cagar budaya yang dikemukakan oleh Pearson dan Sullivan (1995) dengan penyesuaian dengan tidak melakukan analisis perbandingan. Hasil dari penelitian ini adalah bangunan Landhuis Tjililitan memiliki beberapa nilai penting antara lain nilai sejarah, nilai pendidikan, nilai ilmu pengetahuan, dan nilai kebudayaan. Nilai penting yang terkandung dapat menjadi dasar pertimbangan bagi penetapan bangunan Landhuis Tjililitan sebagai cagar budaya. Kemudian, penelitian ini juga mengemukakan upaya-upaya pelindungan cagar budaya yang dapat dilakukan terhadap banguna Landhuis Tjililitan

The Landhuis Tjililitan building is one of the remains of the Dutch Colonial Landhuis house which was founded in the 18th century. The current condition of the Landhuis Tjililitan building is not maintained. Therefore, the purpose of this study is to identify the significant values contained in the Landhuis Tjililitan building and explain the efforts to protect cultural heritage that can be carried out for the Landhuis Tjililitan building. The research method used refers to the cultural heritage research proposed by Pearson and Sullivan (1995) with adjustments by not carrying out a comparative analysis. The results of this study are that the Tjililitan Landhuis building has several significant values including historical values, educational values, scientific values, and cultural values. The significant values contained can be the basis for consideration for the designation of the Landhuis Tjililitan building as a cultural heritage. Then, this study also suggests efforts to protect cultural heritage that can be carried out on the Tjililitan Landhuis building."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Calistasela Aulia
"Bangunan Cagar Budaya merupakan peninggalan bersejarah yang memiliki peran yang sangat penting, yakni untuk mentrasfer identitas budaya pada generasi selanjutnya. Namun, adanya penurunan kondisi Bangunan Cagar Budaya terkait usia serta kurangnya perawatan berdampak akan kondisi Bangunan Cagar Budaya yang memprihatinkan. Maka dari itu, melakukan pelestarian Bangunan Cagar Budaya merupakan hal yang krusial untuk dilakukan untuk menjaga keberlanjutan akan keberadaannya. Selain menjaga keberlanjutannya, menjaga keaslian bangunan juga tidak kalah penting, mengingat tanpa keasliannya, Bangunan Cagar Budaya kehilangan hal mendasar yang menjadi tujuan keberadaanya. Oleh karenanya, melakukan pelestarian sesuai dengan tahapan yang benar serta sesuai etika dan kaidah konservasi merupakan hal yang harus dipahami dan diperhatikan demi terjaganya keaslian Bangunan cagar Budaya. Dengan demikian, maka nilai-nilai sejarah dapat tetap terjaga.

The Cultural Heritage Building is a historical heritage that has a very important role, namely to transfer cultural identity in the next generation. However, the decreasing condition of age-related Cultural Heritage Buildings and the lack of maintenance have an impact on the poor condition of Cultural Heritage Buildings. Therefore, preserving the Cultural Heritage Building is a crucial thing to do to maintain the sustainability of its existence. In addition to maintaining its sustainability, maintaining the authenticity of buildings is no less important, bearing in mind that without its authenticity, the Cultural Heritage Building loses its fundamental purpose for being. Therefore, conducting conservation in accordance with the correct stages and according to the ethics and rules of conservation is something that must be understood and considered for the preservation of the authenticity of the Cultural Heritage Building. Thus, historical values ​​can be maintained.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dharmawan Sujoni Putra
"Pantjoran Tea House merupakan bekas dari bangunan Apotek Chung Hwa yang berdiri pada tahun 1928. Sempat terbengkalai, pada 2015 bangunan ini mengalami konservasi restorasi oleh proyek dari Jakarta Old Town Revitalization (JOTRC) dan arsitek Djuhara. Sejak dahulu, gedung yang merupakan landmark kawasan Pecinan ini belum mendapatkan status sebagai bangunan cagar budaya meskipun telah mengalami restorasi dan berperan dalam melestarikan nilai-nilai budaya di Pecinan Glodok dan letaknya di Kawasan Cagar Budaya. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui nilai-nilai penting apa saja yang melekat pada bangunan Pantjoran Tea House. Penelitian ini menggunakan metode kajian nilai penting berdasarkan metode Pearson dan Sullivan dengan delapan tahapan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pantjoran Tea House memiliki gaya Arsitektur Transisi (1890-1915) yang ditunjukkan unsur Gaveltoppen, Boucenlicht dan coloumn non-yunani dengan interior oriental Tionghoa lewat banyaknya penggunaan kayu pada bangunan. Hasil akhir penelitian ini memperlihatkan kriteria nilai penting pada bangunan yang terdapat pada UU Cagar Budaya, yaitu nilai ilmu pengetahuan, nilai sejarah, nilai kebudayaan, dan nilai pendidikan. Temuan penelitian ini dapat menjadi pertimbangan untuk mengusulkan penetapan Pantjoran Tea House sebagai cagar budaya.

Pantjoran Tea House is the former building of Apotek Chung Hwa, which was established in 1928. After being neglected for a period, the building underwent a conservation and restoration project in 2015 by the Jakarta Old Town Revitalization (JOTRC) and architect Djuhara. Throughout its history, this building, which serves as a landmark in the Pecinan area, has not yet received the official status as a cultural heritage despite having undergone restoration and played a role in preserving cultural values in Pecinan Glodok, located in the Cultural Heritage Area. The purpose of this research is to identify the significant values associated with the Pantjoran Tea House. This study adopts the method of assessing the significant values based on the Pearson and Sullivan method, involving eight stages. The findings reveal that Pantjoran Tea House exhibits the Transitional Architecture style (1890-1915) characterized by Gaveltoppen, Boucenlicht, and non-Greek columns, with a Chinese Oriental interior featuring extensive use of wood in the building. The results of this research demonstrate the criteria of significant values in a building according to the Cultural Heritage Law, encompassing scientific value, historical value, cultural value, and educational value. These research findings could be considered for proposing the recognition of Pantjoran Tea House as a cultural heritage site."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Windriastuti
"Seorang konservator tidak hanya perlu menguasai ilmu sejarah dan/atau seni untuk memahami konteks informasi dari suatu objek, tetapi ia juga harus mahir di bidang kimia untuk melakukan stabilisasi maupun restorasi terhadap objek kultural tersebut. Mengingat besarnya peran seorang konservator, maka keberadaannya dalam sebuah lembaga informasi seharusnya terlihat pula. Namun, visibilitas dari profesi ini masih rendah, terutama di Indonesia. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengelaborasi atau memberi gambaran lebih jauh mengenai profesi konservator di lembaga informasi DKI Jakarta. Data yang terlampir dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan metode tinjauan literatur dan wawancara mendalam dengan beberapa pihak yang bekerja dalam bidang konservasi di lembaga informasi DKI Jakarta. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab utama dari minimnya visibilitas konservator di DKI Jakarta adalah ketiadaan payung hukum yang mampu mengakomodir profesi tersebut, baik peraturan mengenai kualifikasi pendidikan hingga asosiasi profesi yang seharusnya menjadi wadah perjuangan haknya. Jika isu tersebut tidak segera ditangani, maka secara pelan tapi pasti, warisan budaya Indonesia dapat terancam punah pula.

Abstrak Berbahasa Inggris:
Not only do conservators have to be knowledgeable in art and/or history in order to comprehend the contextual information within a cultural object, but they also have to be well-educated in chemistry in order to stabilize and/or restore said object. Considering the importance of their profession, the visibility of conservators should also be very high, especially amongst cultural institutes. Unfortunately in Indonesia, conservators still have a very mediocre visibility rate as a profession. The purpose of this qualitative research is to further elaborate the reality of conservators as a profession in DKI Jakarta’s various cultural institutes. The data in this research is collected through in-depth interviews with relevant informants to the subject as well as a literature review. The findings of this research shows that the main contributor to the mediocre visibility rate of conservators is its lack of governmental regulations and legal basis, including but not limited to policies regulating the standard educational qualification and/or professional competency as well as a professional association meant to accommodate them. If those deeply-rooted issues are not immediately handled by the government, then sooner or later, Indonesia’s cultural heritage might be at risk of vanishing altogether.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Sukardi
"Penelitian ini mengeksplorasi perubahan dan kontinuitas dalam tradisi pembuatan pinisi di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Pinisi merupakan warisan budaya yang tidak hanya mencerminkan inovasi lokal dalam menghadapi tantangan alam, tetapi juga simbol identitas budaya maritim Indonesia. Melalui pendekatan deskriptif kualitatif, penelitian ini mengkaji bagaimana masyarakat setempat mempertahankan nilai-nilai tradisional sambil beradaptasi dengan teknologi dan kondisi sosial ekonomi modern. Data dikumpulkan melalui observasi lapangan, wawancara mendalam dengan ahli dan budayawan lokal, serta analisis dokumen terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun unsur-unsur modern telah diintegrasikan dalam proses pembuatan perahu, esensi ritual dan nilai-nilai tradisional seperti gotong-royong, kepercayaan terhadap alam, dan penghormatan terhadap leluhur tetap dijaga. Masyarakat lokal menggabungkan penggunaan alat-alat modern dengan metode tradisional dalam setiap tahap pembuatan perahu, dari pemilihan kayu hingga peluncuran ke laut. Keberlanjutan sumber daya kayu juga menjadi fokus utama, dengan praktik-praktik pengelolaan hutan yang berkelanjutan diterapkan untuk menjaga ketersediaan bahan baku. Penelitian ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara inovasi dan tradisi dalam menjaga relevansi dan keberlanjutan industri perahu Pinisi. Temuan ini memberikan wawasan tentang bagaimana tradisi lokal dapat beradaptasi dengan perubahan global tanpa kehilangan identitas budayanya. Selain itu, penelitian ini juga memberikan kontribusi terhadap pemahaman tentang dinamika sosial dan budaya masyarakat pembuat pinisi serta peran mereka dalam ekonomi pedesaan dan pelestarian warisan budaya."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2024
900 HAN 7:2 (2024)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Sukardi
"Penelitian ini mengeksplorasi perubahan dan kontinuitas dalam tradisi pembuatan pinisi di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Pinisi merupakan warisan budaya yang tidak hanya mencerminkan inovasi lokal dalam menghadapi tantangan alam, tetapi juga simbol identitas budaya maritim Indonesia. Melalui pendekatan deskriptif kualitatif, penelitian ini mengkaji bagaimana masyarakat setempat mempertahankan nilai-nilai tradisional sambil beradaptasi dengan teknologi dan kondisi sosial ekonomi modern. Data dikumpulkan melalui observasi lapangan, wawancara mendalam dengan ahli dan budayawan lokal, serta analisis dokumen terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun unsur-unsur modern telah diintegrasikan dalam proses pembuatan perahu, esensi ritual dan nilai-nilai tradisional seperti gotong-royong, kepercayaan terhadap alam, dan penghormatan terhadap leluhur tetap dijaga. Masyarakat lokal menggabungkan penggunaan alat-alat modern dengan metode tradisional dalam setiap tahap pembuatan perahu, dari pemilihan kayu hingga peluncuran ke laut. Keberlanjutan sumber daya kayu juga menjadi fokus utama, dengan praktik-praktik pengelolaan hutan yang berkelanjutan diterapkan untuk menjaga ketersediaan bahan baku. Penelitian ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara inovasi dan tradisi dalam menjaga relevansi dan keberlanjutan industri perahu Pinisi. Temuan ini memberikan wawasan tentang bagaimana tradisi lokal dapat beradaptasi dengan perubahan global tanpa kehilangan identitas budayanya. Selain itu, penelitian ini juga memberikan kontribusi terhadap pemahaman tentang dinamika sosial dan budaya masyarakat pembuat pinisi serta peran mereka dalam ekonomi pedesaan dan pelestarian warisan budaya."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2024
900 HAN 7:2 (2024)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>