Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181854 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Muslimin
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis dampak hukum dari pemberlakuan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyidik utama dalam penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Penelitian ini berfokus pada dua masalah utama: pertama, bagaimana kewenangan penyidik Otoritas Jasa Keuangan sebagai penyidik utama mempengaruhi peningkatan penegakan hukum di sektor jasa keuangan; kedua, bagaimana Otoritas Jasa Keuangan mengatasi potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul dari perannya sebagai penyidik utama. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, analisis kasus, dan pendapat para ahli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan yang diberikan kepada penyidik Otoritas Jasa Keuangan telah memperkuat penegakan hukum di sektor jasa keuangan melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi proses penyidikan. Namun, penelitian ini juga menemukan adanya potensi konflik kepentingan mengingat peran ganda Otroitas Jasa Keuangan sebagai regulator dan penyidik. Untuk mengatasi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan perlu menerapkan mekanisme pengawasan dan transparansi yang lebih ketat serta membangun kerjasama yang kuat dengan lembaga penegak hukum lainnya untuk menjaga integritas dan kredibilitas proses penyidikan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun terdapat tantangan dalam implementasi peran Otroitas Jasa Keuangan sebagai penyidik utama, langkah-langkah mitigasi yang tepat dapat membantu mengoptimalkan peran tersebut dalam rangka menjaga stabilitas dan integritas sektor jasa keuangan di Indonesia.

This thesis aims to analyze the legal impact of the enactment of the authority of the Financial Services Authority (OJK) as the principal investigator in the investigation of criminal acts in the financial services sector. This research focuses on two main issues: first, how the authority of the Financial Services Authority investigator as the main investigator affects the improvement of law enforcement in the financial services sector; second, how the Financial Services Authority overcomes potential conflicts of interest that may arise from its role as the main investigator. The research method used is doctrinal with the approach of legislation, case analysis, and expert opinions. The results show that the authority granted to the Financial Services Authority investigator has strengthened law enforcement in the financial services sector through increasing the effectiveness and efficiency of the investigation process. However, this study also found a potential conflict of interest given the dual role of the Financial Services Authority as a regulator and investigator. To address this, the Financial Services Authority needs to implement stricter supervision and transparency mechanisms and build strong cooperation with other law enforcement agencies to maintain the integrity and credibility of the investigation process. This study concludes that although there are challenges in implementing the role of the Financial Services Authority as the lead investigator, appropriate mitigation measures can help optimize this role in order to maintain the stability and integrity of the financial services sector in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Setiawan
"Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal beralih dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan Pasal 70 UU OJK dinyatakan bahwa Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan UU OJK. Dengan demikian, kewenangan OJK dalam penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal, masih diatur berdasarkan ketentuan pada Pasal 101 UUPM di mana Pasal tersebut memberikan kewenangan kepada OJK untuk melakukan proses penyidikan bahkan kewenangan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal ke tahap penyidikan. Kemudian, sejak diundangkannya UU OJK, penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang berasal dari pegawai Bapepam dan LK tidak dapat lagi menjadi penyidik di OJK mengingat dalam UU OJK disebutkan bahwa penyidik OJK berasal dari Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan di OJK. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, terdapat tantangan dalam penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal yang dilaksanakan oleh OJK, diantaranya terkait dengan kriteria terhadap kewenangan OJK dalam melanjutkan dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal sebagaimana diatur pada Pasal 101 UUPM dan penjelasannya, serta penegakan hukum dalam proses penyidikan oleh penyidik OJK yang berasal dari Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan di OJK. Menarik untuk diteliti lebih lanjut dengan menggunakan studi kasus sebagai contoh permasalahan yang terjadi dengan beralihnya kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor Pasar Modal dari Bapepam dan LK kepada OJK terutama dalam hal penegakan hukum terhadap tindak Pidana di bidang Pasar Modal

Since the enactment of UU No. 21 Year 2011 on the Financial Services Authority (OJK Law Act), the functions, duties, and authority of the regulatory and supervisory activities of financial services in the Capital Market sector switching from Capital Market Supervisory Agency and Financial Institution (Bapepam dan LK) to the Financial Services Authority (OJK). Pursuant to Article 70 of OJK Law Act stated that Law Act No. 8 of 1995 concerning Capital Market (Capital Market Law Act) remains valid as long as not contrary to and have not been replaced by the OJK Law Act. Thus, the authority of the OJK in the enforcement of the law against the alleged offense of Criminal in the capital market, is still governed by the provisions of Article 101 of Capital Market Law Act in which that article grants the authority to the OJK to carry out the investigation process even the authority to continue or not to continue the alleged offense Criminal Capital Market to the investigation stage. Then, since the enactment of OJK Law Act, investigators civil servants coming from Bapepam dan LK employees can no longer be given the investigator in the OJK Law Act noted that the OJK investigation came from the Indonesian National Police investigators and civil servants assigned to the OJK. Relating to such matters, there are challenges in the enforcement of the law against the alleged offense of Criminal in the capital market were carried out by the OJK, which were related to the criteria of the authority of the OJK in continuing the alleged offense of Criminal in the capital market as provided for in Article 101 of Capital Market Law Act and explanation, as well as law enforcement in the investigation by the OJK investigators originating from the Indonesian National Police and civil servants assigned to the OJK. Interesting to be further investigated using a case study as an example of the problems that occur with the shift of regulatory and supervisory authority of the Capital Markets sector of Bapepam-LK to the OJK, especially in terms of law enforcement against criminal acts in the capital market"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lantika Ayu Prabasari
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan Independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pasca adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XII/2014 dalam menjalankan fungsi dan tugasnya mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan jasa keuangan di Indonesia, khususnya sektor perbankan di Indonesia. Dimana Mahkamah memutus untuk dihapusnya frasa "bebas dari campur tangan pihak lain" yang mengikuti frasa "Independen" dalam Pasal 1 angka 1 UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang melakukan penelitian terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dapat disimpulkan bahwa dengan dihapusnya frasa "bebas dari campur tangan pihak lain", membuat Independensi OJK semakin lemah.

This thesis elaborates the implementation of the independency of Financial Services Authority (OJK) post Constitutional Court Judgment No. 25/PUU-XII/2014 in conducting its functions and duties as the regulator and supervisor of financial services in Indonesia, especially in banking sector. Within its decision, the Constitutional Court abolished the phrase "free from other parties intervention", which following the phrase "independent", that was previously stated under Article 1 (1) of Law No. 21 Year 2011 on Financial Services Authority. Based on normative legal research that uses primary, secondary and tertiary legal sources, this research has found that the abolishment of such phrase, the independency of OJK is weaker than before.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Altuti
"Tulisan ini membahas tiga rumusan masalah utama, yaitu: pertama, apakah penyidikan dalam tindak pidana khusus dapat dilakukan penyidik sebagaimana disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); kedua, apakah penyidikan pada sektor jasa keuangan yang bersifat khusus dapat dilakukan oleh Penyidik Pejabat Kepolisian; dan ketiga, bagaimana akibat hukum Putusan MK Nomor 59/PUU-XXI/2023 terhadap kewenangan Penyidik Pejabat Kepolisian dan Penyidik Pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal yang bersifat kualitatif, dengan pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melakukan penyidikan berdasarkan ketentuan KUHAP, terdapat dua jenis penyidik yaitu Penyidik Pejabat Polisi dan Penyidik PNS. Namun, setelah adanya UU P2SK, muncul permasalahan yang diajukan oleh Para Pemohon dalam permohonan ke MK Nomor 59/PUU-XXI/2023. Lebih lanjut, hasil penelitian menemukan bahwa putusan tersebut menghalangi tujuan pembentukan Penyidik OJK untuk mengembangkan perekonomian nasional, khususnya di sektor jasa keuangan. Penelitian ini juga menemukan bahwa penyidikan dalam tindak pidana khusus dapat dilakukan oleh penyidik sebagaimana disebutkan dalam KUHAP, tetapi penyidikan yang bersifat khusus tidak dapat dilakukan oleh Penyidik Pejabat Kepolisian berdasarkan ketentuan Pasal 49 Ayat (5) UU PPSK. Akibat hukum dari Putusan MK Nomor 59/PUU-XXI/2023 adalah perubahan frasa dalam Pasal 49 ayat (5) dari "hanya dapat" menjadi "dapat," yang berdampak pada kewenangan penyidikan oleh Penyidik Pejabat Kepolisian dan Penyidik Pejabat OJK.

The paper discusses three main problems, namely: first, whether investigations in special criminal offenses can be carried out by investigators as stated in the Criminal Procedure Code; second, whether investigations in the financial services sector which are special in nature can be carried out by Police Officer Investigators; and third, what are the legal consequences of Constitutional Court Decision Number 59/PUU-XXI/2023 on the authority of Police Officer Investigators and Financial Services Authority Officer Investigators. This research uses a qualitative doctrinal research method, with data collection through literature study. Secondary data in this study consists of primary, secondary, and tertiary legal materials. The results showed that in conducting investigations based on the provisions of the Criminal Procedure Code, there are two types of investigators, namely Police Officer Investigators and Civil Servant Investigators. However, after the existence of the P2SK Law, problems arose that were raised by the Petitioners in the petition to the Constitutional Court Number 59/PUU-XXI/2023. Furthermore, the research found that the decision hinders the purpose of establishing Financial Services Authority Officer Investigators. Investigators to develop the national economy, especially in the financial services sector. This research also found that investigations in special criminal offenses can be carried out by investigators as mentioned in the Criminal Procedure Code, but special investigations cannot be carried out by Police Officer Investigators based on the provisions of Article 49 Paragraph (5) of the PPSK Law. The legal effect of the Constitutional Court Decision Number 59/PUU-XXI/2023 is a change in the phrase in Article 49 paragraph (5) from "can only" to "may," which has an impact on the authority to investigate by Police Officer Investigators and OJK Officer Investigators."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcellinus Jansen Raymond
"Integrasi pasar keuangan pada era globalisasi ini menyebabkan produk dan aktivitas yang ditawarkan oleh perbankan menjadi semakin kompleks dan bervariasi. Jasa Layanan Nasabah Prima (Wealth Management) muncul sebagai tanda perkembangan dalam dunia bisnis perbankan. OJK hadir sebagai lembaga pengawas perbankan (micro prudential supervisor) di Indonesia agar dapat menjaga stabilitas perekonomian dan keadaan perbankan nasional. Pokok permasalahan utama dalam skripsi ini adalah untuk membahas dan menganalisis peran OJK dalam mengawasi setiap Bank yang melakukan layanan tersebut, termasuk bagaimana ketentuan hukumnya. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif menggunakan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa OJK telah melakukan pengawasan berdasarkan laporan (off-site) yang diterima secara berkala dan pemeriksaan langsung di lapangan (on-site). OJK harus mengawasi secara khusus terkait Layanan Nasabah Prima (Wealth Management) yang mana selama ini belum dilakukan, mengingat layanan ini memiliki risiko yang tinggi.

Integration of financial markets in this era of globalization led to products and activities offered by banks is becoming complex and varied. Wealth Management Service conducted by banks appears as a sign of advancement in banking business. Financial Services Authority (Otoritas Jasa Keuangan) as the banking supervisory institution (micro prudential supervisor) assigned to maintain the stability of the economy and stability of national banking. The main issues in this thesis is to discuss and analyzes Financial Services Authority roles in overseeing Banks carry out such of services, including legal provisions. This research is a normative legal research using secondary data. The results of this thesis showed that the Financial Services Authority has done supervision based on report (off-site) received regularly and based on auditing on filed (on-site). The Financial Services Authority should has special supervison related to Wealth Management Service which hasn’t been done before, it’s considered that these services are at high risk.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59918
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Gabriela Anastasia
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai pentingnya lembaga pengawas keuangan yang sedang berkembang di berbagai negara. Di Indonesia sendiri kebutuhan ini tercermin setelah akhirnya diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Melihat kebutuhan tersebut, pada penulisan ini nantinya akan digambarkan model lembaga pengawas keuangan seperti apa yang berkembang, kemudian dipaparkan juga contoh pelaksaanaan sistem demikian pada negara yang berhasil menerapkan sistem ini seperti Jepang dan negara yang gagal menerapkan sistem ini seperti Inggris. Terakhir, akan diberikan gambaran implikasi berlakunya undang-undang Otoritas Jasa Keuangan terhadap lembaga pengawas sebelumnya yaitu Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) terutama pada masa transisi saat ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Kepustakaan, yang bersifat yuridis normatif, artinya mengacu kepada norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan serta kebiasaankebiasaan yang berlaku di masyarakat. Penulis menyimpulkan bahwa urgensi lembaga pengawas keuangan terbesar adalah kebutuhan pengawasan keuangan bersifat universal yang dilatarbelakangi berbagai kegagalan lembaga pengawas institusional sebelumnya. Kesimpulan implikasi hukum terbesar berdirinya OJK terhadap Bapepam-LK adalah penghilangan kewenangan Bapepam-LK.

This research was conducted to find the description about the importance of financial services authority which nowadays is being developed in many countries. In Indonesia, these needs are seen since the enactment of Indonesian Law No. 11/2011 about Financial Services Authority (OJK). Based on those needs, later in this research the models of the developing financial services authority and the example of this system in a failed country such as United Kingdom and a success country such as Japan will be described. Finally, there will be some descriptions about the implications of the application of Financial Services Authority regulation against the authority institution before it named Authority of the Capital Market Supervisory Board & Financial Institutions Supervisory Board (Bapepam-LK), especially in the transition period in these days.
The research method is Legal research library with a normative juridical approach method, based on legal norm in regulations and society behavior. The author concluded that the biggest urgency for the financial services authority is the need of a universal supervisor which is caused by the failure of many authority institutions before. Another conclusion is that the biggest impact of OJK establihment toward Bapepam-LK is the omition of Bapepam-LK?s authority.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43160
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Noverian
"Otoritas Jasa Keuangan selaku lembaga pengawas sektor keuangan di Indonesia diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan bersama pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Namun, pada tanggal 12 Januari 2023 diterbitkan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang menentukan bahwa penyidikan tindak pidana perbankan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik OJK. Sementara itu, tidak lama dari penerbitan UU P2SK, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyidikan Sektor Jasa Keuangan (PP 5/2023) yang menentukan bahwa selain Penyidik OJK, terdapat Penyidik Kepolisian juga yang dapat melakukan penyidikan tindak pidana perbankan. Maka dari itu pada penelitian ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaturan penyidikan tindak pidana perbankan di Indonesia setelah diterbitkannya UU P2SK serta bagaimana perbandingan ketentuan penyidikan tindak pidana perbankan serta wewenang penyidik lembaga pengawas jasa keuangan di Indonesia, Singapura, dan Thailand. Adapun dalam penelitian ini dilakukan penelitian dengan metode penelitian doktrinal yakni pengolahan serta pengujian substansi hukum dengan memakai doktrin-doktrin hukum dalam rangka menemukan, mengkonstruksi, atau merekonstruksi aturan atau prinsip. Lebih lanjut, proses analisis data dilakukan melalui suatu studi perbandingan (micro-comparison) yakni bentuk pendekatan yang digunakan terhadap suatu topik atau aspek tertentu, atau institusi hukum tertentu pada dua atau lebih sistem hukum yang dalam penelitian ini adalah negara Singapura dan Thailand. Dari penelitian ini ditemukan bahwa terdapat kontradiksi antara ketentuan PP 5/2023 dengan UU P2SK. Diketahui juga bahwa pada negara Singapura penyidikan tindak pidana perbankan diserahkan kepada lembaga kepolisian yaitu Commercial Affairs Department sedangkan pada negara Thailand, penyidikan tindak pidana perbankan dilakukan oleh pejabat Bank of Thailand atau pihak eksternal.

The Financial Services Authority (OJK) as the supervisory institution for the financial sector in Indonesia has the authority to conduct criminal investigations in the financial services sector together with the Indonesian National Police based on Law Number 21 of 2011 concerning the Financial Services Authority. However, on January 12, 2023 the Indonesian Parliament issued Law Number 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector (P2SK Law) which stipulates that investigations of banking crimes can only be carried out by OJK investigators. Meanwhile, not long after the issuance of the P2SK Law, the government issued Government Regulation Number 5 of 2023 concerning Investigations of the Financial Services Sector (PP 5/2023) which stipulates that apart from OJK Investigators, there are also Police Investigators who can conduct banking criminal investigations. Therefore, this research will discuss how is the regulation regarding investigation of banking crimes in Indonesia after the publication of the P2SK Law and how is the provisions comparison for investigating banking crimes and the authority of investigators from financial services supervisory institutions in Indonesia, Singapore and Thailand. As for this research, research was carried out using doctrinal research methods, namely processing and testing legal substances using legal doctrines in order to find, construct, or reconstruct rules or principles. Furthermore, the process of data analysis is carried out through a comparative study (micro-comparison), namely the form of approach used on a particular topic or aspect, or certain legal institutions in two or more legal systems, which in this study are Singapore and Thailand. From this research it was found that there is a contradiction between the provisions of PP 5/2023 and the P2SK Law. It is also known that in Singapore the investigation of banking crimes is handed over to the police agency, namely the Commercial Affairs Department. Meanwhile in Thailand, investigations into banking crimes are carried out by Bank of Thailand officials or external parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marshall Stanley Yehezkiel
"Permasalahan pada penelitian hukum ini mengenai: (i) kedudukan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengawasi Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money Issuer); (ii) pengawasan Bank Indonesia (BI) atas penerbitan Uang Elektronik oleh Lembaga Jasa Keuangan; dan (iii) kerjasama antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Bank Indonesia (BI) dalam pengawasan Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money Issuer).
Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum doktriner atau yuridis normatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder sebagai sumber atau bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dengan demikian, penelitian ini dilaksanakan berdasarkan pada peraturan hukum yang ada. Permasalahan yang diteliti di dalam penelitian dan penulisan hukum ini adalah peraturan-peraturan terkait dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Uang Elektronik, dan Penerbit Uang Elektronik.
Hasil dari penelitian hukum ini menunjukkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah sebagai lembaga pengawas Lembaga Jasa Keuangan yang menerbitkan Uang Elektronik berupa Bank dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang terdiri dari Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atas penerbitan Uang Elektronik oleh Lembaga Jasa Keuangan dilakukan berdasarkan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas, yaitu pengawasan terhadap Penerbit Uang Elektronik agar mendorong Bank dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter. Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Bank Indonesia (BI) dalam pengawasan Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money Issuer) adalah bahwa Bank Indonesia (BI) berwenang untuk memberikan izin untuk menjadi Penerbit Uang Elektronik dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berwenang melakukan pengawasan terhadap Penerbit Uang Elektronik berupa Bank dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Dalam hal dilakukan penerbit oleh Non Lembaga Jasa Keuangan, maka pengawasan penerbitan dan uang elektronik dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga pengawas sistem pembayaran.
Saran setelah melakukan penelitian hukum ini adalah bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebaiknya membuat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang secara khusus mengatur tentang Penerbit Uang Elektronik. Bank Indonesia (BI) sebaiknya tidak menggunakan istilah Lembaga Selain Bank (LSB) karena dinilai kurang tepat, dapat menimbulkan kerancuan, dan dapat menimbulkan pemahaman yang berbeda-beda.

The problem with this legal research is: (i) the position of Bank Indonesia (BI) and the Financial Services Authority (OJK) in supervising Electronic Money Issuer; (ii) supervision of Bank Indonesia (BI) for the issuance of Electronic Money by Financial Services Institutions; and (iii) coordination between the Financial Services Authority (OJK) and Bank Indonesia (BI) under the supervision of Electronic Money Issuer.
The type of research used in this thesis is normative legal or juridical legal research, namely research that uses secondary data as a source or primary legal material and secondary legal material. Thus, this research was carried out based on existing legal regulations. The problems examined in the research and writing of this law are the regulations related to the Financial Services Authority (OJK), Electronic Money, and Electronic Money Issuer.
The results of this legal research show that the Financial Services Authority (OJK) is a supervisory institution of Financial Services Institutions that issues Electronic Money in the form of Banks and Non-Bank Financial Industries (IKNB) consisting of Insurance, Pension Funds, Financing Institutions, and Other Financial Services Institutions. The supervision of the Financial Services Authority (OJK) on the issuance of Electronic Money by Financial Services Institutions is based on the authority of the Financial Services Authority (OJK) as supervisor, namely supervision of Electronic Money Publishers to encourage Banks and Non-Bank Financial Industries (IKNB) to support economic growth and maintain monetary stability. Coordination between the Financial Services Authority (OJK) and Bank Indonesia (BI) in the supervision of Electronic Money Issuer is that Bank Indonesia (BI) has the authority to grant permission to become an Electronic Money Issuer and the Financial Services Authority (OJK) has the authority to supervise towards Electronic Money Issuer in the form of Banks and Non-Bank Financial Industries (IKNB). In the case of issuance by Non-Financial Services Institutions, supervision of issuance and electronic money is carried out by Bank Indonesia (BI) as a payment system supervisory institution.
The suggestion after conducting this legal research is that the Financial Services Authority (OJK) should make a Financial Services Authority Regulation (POJK) which specifically regulates Electronic Money Publishers. Bank Indonesia (BI) should not use the term Non-Bank Institution (LSB) because it is considered inaccurate, can cause confusion, and can lead to different understanding."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Noor Friyatna Esa
"Skripsi ini membahas kewenangan pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Bank Perkreditan Rakyat. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2011 melalui diterbitkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyebabkan pindahnya kewenangan pengaturan dan pengawasan atas industri perbankan, termasuk Bank Perkreditan Rakyat konvensional, dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan. Pemindahan kewenangan ini sendiri terjadi secara bertahap, dimana Otoritas Jasa Keuangan baru memegang kewenangan pengawasan pada tahun 2013, setelah sebelumnya hanya memegang kewenangan pengaturan atas industri perbankan.
Skripsi ini membahas penerapan kewenangan pengaturan dan pengawasan atas Bank Perkreditan Rakyat oleh Otoritas Jasa Keuangan, memaparkan kemungkinan adanya celah hukum ataupun overlap kewenangan, dan memberikan rekomendasi terkait dari perspektif hukum, untuk perkembangan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Perkreditan Rakyat, serta industri perbankan dan hukum perbankan di Indonesia secara umum yang lebih baik.

This undergraduate thesis discusses the Financial Services Authority?s regulatory and supervisory authority over the Rural Banks. Since the establishment of the Financial Services Authority in 2011 through the promulgation of Law No. 21 Year 2011 on Financial Services Authority, the supervision and regulation over the banking industry, including the conventional rural banks, is transferred from the Bank of Indonesia to the Financial Services Authority. The transfer of authorities itself is gradual, as the Financial Services Authority had only gain the supervisory authority effectively in 2013, previously only having the regulatory authority.
This undergraduate thesis dwelves into the regulatory and supervisory authority over the rural banks as implemented by the Financial Services Authority through Regulations and Circular Letters, exposing possible legal gaps or overlaps and providing related recommendations from the legal perspective, for the better development of the Financial Services Authority and the rural banks, as well as the Indonesian banking industry and banking law in general.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64286
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norman Subiyako Sumadi
"Sektor keuangan krusial bagi pembangunan nasional Indonesia dan penguatannya esensial untuk peningkatan ekonomi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didirikan melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 untuk mengatur dan mengawasi sektor keuangan, menjaga stabilitas sistem keuangan nasional, dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan. Namun, wewenang luas OJK menimbulkan kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan. Pembentukan Badan Supervisi OJK melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 diperlukan untuk meningkatkan kinerja, akuntabilitas, dan transparansi OJK, membantu DPR mengawasi OJK, dan memperkuat sektor keuangan nasional. Dengan menggunakan metode penilitan doktrinal, tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan, fungsi, dan efektivitas pelaksanaan fungsi BS OJK terhadap OJK dan di bandingkan dengan Badan Supervisi yang ada di Belanda dikaitkan dengan kewenangannya. hasil penelitian menunjukan kinerja BS OJK dalam melakukan pengawasan terhadap OJK berpotensi kurang efektif dikarenakan BS OJK hanya mempunyai wewenang "pengawasan intern". Yang artinya, pengawasan yang dilakukan terbatas pada aspekaspek internal dan administratif, tanpa adanya kemampuan untuk campur tangan dalam mengintervensi atau menindaklanjuti sendiri hasil penilian yang dilakukannya sendiri. Namun, efektivitas BS OJK belum dapat dinilai sepenuhnya karena masa kerja BS OJK itu sendiri belum genap satu tahun, dengan penunjukan anggota BS OJK baru dilakukan pada Desember 2023. maka penulis ingin memberikan saran kepada Kepada Badan Legislatif untuk mempertimbangkan pemberian kewenangan yang lebih besar kepada BS OJK, khususnya kewenangan dalam pembahasan dan penyusunan program satu tahun ke depan bersama DPR. Kewenangan ini mencakup kesesuaian implementasi pelaksanaan pengawasan program, memberikan ulasan terhadap hasil pengawasan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan ulasan tersebut. Hal ini diperlukan untuk lebih memaknai keberdaan BS OJK terhadap fungsi pengawasan terhadap OJK itu sendiri.

The financial sector is crucial to Indonesia's national development and its strengthening is essential for economic improvement. The Financial Services Authority (OJK) was established through Law 21-year 2011 to regulate and supervise the financial sector, maintain the stability of the national financial system, and ensure regulatory compliance. However, OJK's broad powers raise concerns of abuse of power. The establishment of the OJK Supervision Agency through Law No. 4 year 2023 is necessary to improve OJK's performance, accountability, and transparency, help Parliament oversee OJK, and strengthen the national financial sector. By using the doctrinal research method, this paper analyzes how the regulation, function, and effectiveness of the implementation of the BS OJK function on the OJK and compares it with the existing Supervision Board in the Netherlands in relation to its authority. the results show that the performance of the BS OJK in supervising the OJK is potentially less effective because the BS OJK only has the authority of "internal supervision". This means that supervision is limited to internal and administrative aspects, without the ability to intervene or follow up on the results of its own assessments. However, the effectiveness of the BS OJK cannot be fully assessed because the BS OJK's working period itself is not even one year old, with the appointment of BS OJK members only being made in December 2023. Therefore, the author would like to provide advice to the Legislative Body to consider giving greater authority to the BS OJK, especially the authority to discuss and prepare the next one-year program with the DPR. This authority includes the suitability of the implementation of program supervision, providing reviews of the results of supervision, and providing recommendations based on these reviews. This is necessary to give more meaning to the existence of the BS OJK to the supervisory function of the OJK itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>