Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209904 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Audi Hidayatullah Syahbani
"Latar Belakang: Cedera ligamen krusiatum anterior (ACL) yang meliputi regangan, robekan sebagian maupun robekan total pada lutut sering diderita atlet baik professional maupun amatir. Rekonstruksi ACL merupakan pengobatan standar robekan total ACL. Salah satu kunci keberhasilan rekonstruksi ACL adalah kestabilan fiksasi graft. Penggunaan fixed loop device (FLD) dan adjustable loop device (ALD) sebagai fiksasi graft mempunyai potensi terjadinya pergeseran/slippage loop graft. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan adakah perbedaan bermakna slippage loop graft pada ALD dibanding FLD pada rekonstruksi ligamen krusiatum anterior di sisi femoral.             
Metode: Penelitian ini adalah studi eksperimen kadaver di laboratorium forensik RS Polri Dr Soekanto dengan memakai graft tendon peroneus longus sebagai pengganti ACL. FLD menggunakan femobutton (FB), sedangkan ALD menggunakan 3 produk berbeda, lift loop (LL), ultrabutton (UB) dan infinity (IF). Dengan menggunakan 16 lutut pada 8 kadaver, masing-masing alat menggunakan 4 lutut. Pengukuran slippage dilakukan dengan penandaan ke-1 di pangkal graft tunnel tibia, setelah dilakukan pumping pada sendi lutut kemudian dilakukan penandaan ke-2 di pangkal graft tunnel tibia. Perbedaan antara penandaan ke-1 dengan ke-2 merupakan slippage loop graft yang diukur dengan pengukur. Slippage yang terjadi dilakukan pengukuran dan dilakukan perbandingan pada ALD dan FLD.                                                                                                                            Hasil: Hasil penelitian didapatkan slippage 1 mm pada FLD, sedangkan pada ALD didapatkan slippage > 1 mm. Analisis slippage tunnel tibia (rerata + SD) pada kelompok FLD=1,0±0,0 mm lebih pendek dibandingkan dengan kelompok ALD=1,6±0,2 mm (p<0,001). Berdasarkan jenis ALD diperoleh slippage (rerata + SD) yang terjadi pada kelompok IF, UB, dan LL masing-masing adalah 1,5±0,1 mm, 1,6±0,1 mm, 1,9±0,2 mm (p<0,001). Analisis post hoc menunjukkan hanya antara UB dengan IF (p>0,05) yang ukuran slippage tidak bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan perbedaan yang bermakna pada pergeseran/slippage loop graft antara penggunaan ALD dengan FLD. Dan juga perbedaan bermakna ukuran slippage antar jenis ALD. Pemanfaatan FLD sebagai alat fiksasi pada rekonstruksi ACL lebih sesuai berdasarkan ukuran slippage loop graft.

Background: Anterior cruciate ligament (ACL) injuries which include strains, partial tears or total tears in the knee are often suffered by athletes, both professional and amateur. ACL reconstruction is the standard treatment for a total ACL tear. One of the keys to successful ACL reconstruction is the stability of graft fixation. The use of fixed loop devices (FLD) and adjustable loop devices (ALD) as graft fixation has the potential for slippage loop graft. This study aims to show whether there is a significant difference slippage loop graft in ALD compared to FLD in reconstruction of the anterior cruciate ligament on the femoral side.         
Method: This research is an experimental study of cadavers in the forensic laboratory of Dr Soekanto Police Hospital using a peroneus longus tendon graft as a replacement for the ACL. FLD uses a femobutton (FB), while ALD uses 3 different products, lift loop (LL), ultrabutton (UB) and infinity (IF). Using 16 knees on 8 cadavers, each tool uses 4 knees. Slippage measurements were carried out with the 1st marking at the base of the tibial tunnel graft, after pumping the knee joint, then the 2nd marking was carried out at the base of the tibial tunnel graft. The difference between the 1st and 2nd markings is slippage loop graft. The slippage that occurs is measured and a comparison is made between ALD and FLD.                                       
Results: The research results showed that slippage was 1 mm on FLD, while on ALD slippage was > 1 mm. Analysis of tibial tunnel slippage (mean + SD) in the FLD group = 1.0 ± 0.0 mm was shorter than in the ALD group = 1.6 ± 0.2 mm (p < 0.001). Based on the type of ALD, the slippage (mean + SD) that occurred in the IF, UB, and LL groups was 1.5 ± 0.1 mm, 1.6 ± 0.1 mm, 1.9 ± 0.2 mm, respectively. (p<0.001). Post hoc analysis showed that only between UB and IF (p>0.05) the slippage measure was not statistically significant.           
Conclusion: This study shows a significant difference slippage loop graft between the use of ALD and FLD. And also significant differences in slippage size between ALD types. The use of FLD as a fixation tool in ACL reconstruction is more appropriate based on the size of the slippage loop graft.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Maulida Rachmi
"ABSTRAK
Latar Belakang. Peternak sapi perah terpajan faktor risiko besar untuk mengalami nyeri lutut. Posisi kerja berjongkok memberikan tekanan pada lutut dapat menyebabkan cedera dan penyakit degeneratif sendi lutut. Tujuan penelitian untuk mengetahui prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan nyeri lutut pada peternak sapi perah di Jawa BaratMetode. Penelitian potong lintang dilakukan pada 117 orang di Unit Pelaksana Teknis Daerah UPTD Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak BPT-SP HPT Cikole, Lembang pada Mei-Juni 2017 dengan jumlah sampel total populasi. Dilakukan wawancara, pengisian kuesioner KOOS Knee Injury and Osteoarthritis Outcome Score dan observasi posisi kerja. Analisis data dilakukan dengan program statistik SPSS Statistics 20.0Hasil. Sebanyak 88 subjek mengalami nyeri lutut dengan keluhan terbanyak nyeri lutut ringan 84 . Didapatkan hubungan nyeri lutut dengan posisi berjongkok ORc=7.36 . Faktor risiko determinan adalah masa kerja 6-10 tahun dengan ORA sebesar 7.35 95 CI 1.25-42.95, p=0.027 dan masa kerja >10 tahun dengan ORA sebesar 26,09 95 CI 1.24-547.59, p=0.036 .Simpulan. Prevalensi nyeri lutut pada peternak sapi perah sebesar 88 . Terdapat hubungan nyeri lutut dengan posisi kerja berjongkok. Faktor risiko determinan berhubungan nyeri lutut adalah masa kerja lebih dari 5 tahun. Saran. Memperbaiki kondisi kerja pemerah sapi untuk mengurangi paparan terhadap faktor-faktor risiko selama masa kerja.
ABSTRACT
Background. Dairy farmers have been identified having high risk for knee pain. Squatting position when milking cows create awkward knee posture and high compression on knee joint that could lead to knee injury and degenerative diseases on knee joint. This study aims to identify the prevalence of knee pain among dairy farmers and the association of squatting position and other factors with knee pain among Dairy Farmers in West JavaMethod. A cross sectional study on 117 respondents was conducted at Unit Pelaksana Teknis Daerah UPTD Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak BPT SP HPT Cikole, Lembang from May through June 2017 with total population sampling. Instruments used were standardized inteview form and KOOS Knee Injury and Osteoarthritis Outcome Score questionnaire. Working position was observed. SPSS Statistics 20.0 program was used to analyze the data.Result. In this study, 88 dairy farmers had knee pain, mostly with mild knee pain. Association was found between knee pain and squatting ORc 7.36 . Determinants for knee pain are working period 6 10 years with ORA 7.35 95 CI 1.25 42.95, p 0.027 and working period 10 tahun with ORA 26,09 95 CI 1.24 547.59, p 0.036 .Conclusion. Prevalence of knee pain among dairy farmers was 88 . The study suggest that knee pain among dairy farmers had association with squatting position. Working period 5 years was identified as determinant factor.Recommendation. Improve dairy farmers working condition to reduce exposure of risk factors during working period. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Mucharry Dalitan
"Penanganan cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) berupa operasi rekonstruksi
dengan mengambil graft tendon pada tubuh pasien sendiri sebagai pengganti ACL.
Peroneus Longus Tendon graft merupakan alternatif graft untuk meminimalisir
komplikasi yang berkaitan dengan penggunaan graft dari area sekitar lutut.
Peroneus Longus tendon graft dikatakan memiliki komplikasi pada donor site
antara lain instabilitas ankle serta menurunnya kekuatan fleksi 1st ray dan eversi
ankle. Penelitian ini mencari perbedaan terkait dengan komplikasi donor site
dengan membandingkan tehnik pengambilan graft dengan dan tanpa penjahitan
pada distal stump Peroneus Longus tendon terhadap peroneus brevis tendon.
Penelitian ini adalah studi yang mencari hubungan antar variabel dengan desain
randomized controlled trial untuk mengetahui luaran fungsional secara subyektif
dan obyektif. Rata-rata usia subyek adalah 26.08 ± 2.4 tahun. Dari 13 subjek, 11
laki-laki dan 2 perempuan. Pada kelompok penjahitan didapatkan rerata delta
kekuatan otot pre operasi terhadap 6 bulan pasca operasi 0.88±0.22 kg, sedangkan
pada kelompok tanpa penjahitan adalah 0.67 (0.33-6) kg. Pada kelompok dengan
penjahitan didapatkan rerata Clarke’s angle pasca operasi 6 bulan 39.67± 1.28
derajat dan pada kelompok tanpa penjahitan distal stump adalah 39.5± 1.50 derajat.
Pada pengukuran subyektif The American Orthopedic Foot and Ankle Score
(AOFAS), dan visual analogue scale foot and ankle (VAS-FA), kelompok dengan
penjahitan lebih superior daripada tanpa penjahitan dalam hal kenyamanan pasien.
Pengambilan graft peroneus longus baik dengan dan tanpa penjahitan distal stump
tidak menurunkan kekuatan otot plantarfleksi dan tidak menyebabkan perubahan
bentuk arch kaki. Penjahitan distal stump saat pengambilan graft peroneus longus
mengurangi kemungkinan komplikasi nyeri baik pada 3 bulan dan 6 bulan pasca
operasi.

Anterior Cruciate Ligament (ACL) rupture treatment is a reconstructive surgery by
taking a tendon graft on the patient's own body as a substitute for ACL. Peroneus
Longus Tendon graft is an alternative graft to minimize complications related to
the use of graft from the area around the knee. Peroneus Longus tendon graft is
said to have complications at donor sites including ankle instability and decreased
flexion strength of 1st ray and ankle eversion. This study looked for differences
related to donor site complications by comparing graft harvest techniques with and
without suturing of the Peroneus Longus tendon distal stump to the peroneus brevis
tendon. This study is a study that looks for relationships between variables with
randomized controlled trial designs to find out functional outcomes subjectively
and objectively. The mean age of the subjects was 26.08 ± 2.4 years. Of the 13
subjects, 11 were male and 2 were female. In the suturing group, the mean preoperative
delta muscle strength of 6 months postoperatively was 0.88 ± 0.22 kg,
whereas in the group without suturing it was 0.67 (0.33-6) kg. In the group with
suturing, the mean Clarke’s angle postoperatively was obtained 6 months 39.67 ±
1.28 degrees and in the group without distal stump suturing was 39.5 ± 1.50
degrees. In the subjective measurements of The American Orthopedic Foot and
Ankle Score (AOFAS), and visual analogue scale foot and ankle (VAS-FA), group
with suturing are superior to those without suturing in terms of patient comfort.
Peroneus longus graft harvesting both with and without distal stump suturing does
not decrease plantarflexion muscle strength and does not cause changes in foot
arch. Distal stump suturing reduces the
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Thorofare, NJ: Slack Incorporated, 2008
617.47 CUR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Darin Fairus
"Cedera pada Anterior Cruciate Ligament (ACL) sering terjadi pada atlet yang berpartisipasi dalam olahraga intensitas tinggi. Namun, kerusakan ACL juga bisa terjadi pada masyarakat umum. Fatigue dijelaskan oleh perubahan protein struktural utama, heliks kolagen tipe 1. Hal ini merusak ligamen dan menyebabkan kelemahan pada jaringan. Delapan puluh persen kerusakan ACL dilaporkan sebagai kerusakan tanpa kontak langsung, yang bertentangan dengan gagasan bahwa kerusakan ACL terjadi dalam kasus kelebihan beban. Chen dkk. menunjukkan bahwa tanda-tanda fatigue seperti rongga struktural, kekuatan tarik yang lebih rendah dan perubahan komposisi kimia dari heliks kolagen normal menjadi untaian terdenaturasi (1740cm-1) dapat mengurangi integritas struktural ACL yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan dini. Penelitian ini membutuhkan lebih banyak detail dalam tanda-tanda baru yang dapat menyebabkan kerusakan ACL akibat fatigue. Proyek ini menganalisis topografi, komposisi kimia, mekanika jaringan seperti kekakuan, dan perubahan sinyal autofluoresensi menggunakan Atomic Force Microscopy Infrared Spectroscopy (AFM-IR) dan endoskopi konfokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kekakuan dan kerusakan akibat kelelahan adalah semakin tinggi proporsi kolagen gangguan, semakin rendah frekuensi PLL dan semakin rendah kekakuan material. Efek kerusakan mekanis juga ditunjukkan pada salah satu fitur topografi, D-spacing. Peningkatan D-spacing dapat disebabkan oleh deformasi plastik fibril kolagen.

Injuries to the Anterior Cruciate Ligament (ACL) are prevalent in athletes who participate in high-intensity sports. However, ACL damage can also occur in the general public. Fatigue is explained by changes in the major structural protein, the type 1 collagen helix. This destroys the ligaments and causes weakness. Eighty percent of ACL damage is reported to be non-contact damage, which contradicts the notion that failure occurs in the case of a single overload. Chen et al. showed that fatigue signatures such as structural voids, lower tensile strength and change in chemical composition from normal collagen helices to denatured strands (1740cm-1) could reduce the structural integrity of the ACL ultimately leading to early failure. However, the study needs more detail in these novel signatures of fatigue damage. This project analyses topography, chemical composition, tissue mechanics such as stiffness, and changes in autofluorescence signal using Atomic Force Microscopy Infrared Spectroscopy (AFM-IR) and confocal endoscopy. Other techniques can be explored for the future but are not the focus of this project. The results show that the relationship between stiffness and fatigue damage is that the higher the proportion of disorder collagen, the lower the PLL frequency and the lower the material's stiffness. The effect of mechanical damage is also shown on one of the most critical topographical features, D-spacing. The increase in D-spacing may be due to the plastic deformation of collagen fibrils."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frank R. Noyes, editor
"This textbook examines the short- and long-term impacts of ACL injuries on the basis of hundreds of published studies. Risk factors for such injuries are explored using data from hypothesis-driven investigations, and possible causes of the higher risk of noncontact ACL injuries in female athletes are analyzed. Neuromuscular training programs shown to reduce the rate of these injuries in female athletes are described in step-by-step detail with the aid of numerous color photographs and video demonstrations. In addition, detailed descriptions are provided for rehabilitation programs to be used after ACL reconstruction in order to reduce the risk of a future injury."
Berlin: [Springer, ], 2012
e20410756
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Fortunata Karim
"Skripsi ini melaporkan penelitian deskriptif potong lintang mengenai ukuran panjang basis kranila anterior (S-N) dan bidang horizontal Frankfort (FHP) anak usia 11-16 tahun melalui pengukuran linear 202 sefalogram lateral digital yang didapat dari sebuah laboratorium klinik di Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan ukuran rerata panjang S-N anak usia 11-13 tahun laki-laki 62.32 ± 3.36 mm dan perempuan 60.86 ± 3.30 mm, sedangkan anak usia >13-16 tahun laki-laki 63.92 ± 3.04 mm dan perempuan 60.82 ± 3.01 mm. Ukuran rerata panjang FHP anak usia 11-13 tahun laki-laki 69.52 ± 4.86 mm dan perempuan 70.08 ± 4.56 mm, sedangkan anak usia >13-16 tahun laki-laki 72.51 ± 3.47 mm dan perempuan 69.21 ± 3.40 mm. Pertumbuhan S-N pada anak usia 11-16 tahun tampak stabil, sedangkan pertumbuhan FHP mengikuti teori percepatan pertumbuhan remaja.

This paper reports a cross-sectional descriptive research about the length of anterior cranial base (S-N) and Frankfort horizontal plane (FHP) in children aged 11-16 years old through linear measurement of 202 digital lateral cephalograms from a clinical laboratory in Jakarta. Results showed that the S-N average in children aged 11-13 years old for boys are 62.32 ± 3.36 mm and girls 60.86 ± 3.30 mm, while in >13-16 years old group, the boys’ average was 63.92 ± 3.04 mm and girls’ was 60.82 ± 3.01 mm. The FHP average in children aged 11-13 years old for boys was 69.52 ± 4.86 mm and girls 70.08 ± 4.56 mm, while in >13-16 years old group, the boys’ average was 72.51 ± 3.47 mm and girls’ was 69.21 ± 3.40 mm. The growth of S-N in children aged 11-16 years old is stable, while the growth of FHP follows the pubertal growth spurt theory."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44821
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Ibrahim Wijayadi
Jakarta: Fakulitas Kedokteran Universitas Indonesia , 2008
T56738
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husnul Fuad Albar
"Masih terdapat kontroversi dalam penanganan burst fracture pada tulang belakang bagian thoracolumbar. Tujuan utama dari penanganan pasien dengan burst fracture adalah reduction, stabilization dan fusion. Pada pasien dengan defisit neurologis akibat burst fracture, dekompresi dari canal spinalis rnerupakan tujuan utama dari pembedahan. Dekompresi anterior, strut graft dan instrumentasi anterior diindikasikan untuk penatalaksanaan unstable burst fracture. Sebaliknya instrumentasi posterior sering digunakan untuk penanganan burst fracture pada thoracolumbar spine. Penggunaan instrumentasi transpedicular semakin popular saat ini karena dapat menghasilkan fiksasi yang rigid yang menggunakan implant lebih pendek dengan segmental fixation dan fusi.
PSSW (Pedicle Screw Sublaminary Wiring) sistem instrumentasi posterior untuk tulang belakang yang dikembangkan di RSCM-FKUI. Instrumentasi ini menggunakan sekrup cortical 4,5 mm untuk pedicle screw dan soft wire 1,2 mm untuk sublaminary wiring.
Oleh karena itu kami melakukan penelitian yang membandingkan stabilitas antara instrumentasi anterior dan instrumentasi posterior berupa PSSW untuk membuktikan hypothesis bahwa fiksasi burst fracture dengan menggunakan PSSW akan memberikan fiksasi yang minimal setara dengan instrumentasi anterior terhadap gaya axial."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adri Dwi Anggayana
"Latar Belakang: Prolaps organ panggul merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita wanita usia lanjut. Salah satu gejala yang diakibatkan dari prolaps organ panggul adalah inkontinensia urin. Inkontinensia urin jenis tekanan merupakan jenis inkontinensia urin terbanyak. Pada beberapa penelitian sebelumnya didapatkan bahwa dengan meningkatnya derajat prolaps organ panggul akan meningkatkan kejadian inkontinensia urin jenis tekanan, akan tetapi hanya terdapat beberapa penelitian yang mendukung hipotesis ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara derajat prolaps kompartemen anterior dengan derajat inkontinensia urin jenis tekanan.
Metode: Penelitian ini merupakan analitik observasional berdesain potong lintang menggunakan data dari rekam medis pada wanita dengan prolaps organ panggul dan inkontinensia urin jenis tekanan yang datang ke poli uroginekologi periode Juli 2019 – Mei 2020 di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo. Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah subyek dengan infeksi saluran kemih, riwayat pembedahan di pelvis, riwayat tumor abdomen atau massa di pelvis. Derajat prolaps kompartemen anterior diukur dengan menggunakan titik-Ba dari POP-Q, sedangkan derajat inkontinensia urin jenis tekanan diukur berdasarkan hasil tes pad 1 jam.
Hasil: Sebanyak 32 subyek yang masuk dalam penelitian ini. Didapatkan tidak terdapat korelasi antara derajat prolaps kompartemen anterior dengan derajat inkontinensia urin jenis tekanan (r = 0,240, p = 0,182). Inkontinensia urin jenis tekanan yang tersembunyi dapat ditemukan pada prolaps kompartemen anterior derajat III dan IV.
Kesimpulan: Meningkatnya derajat prolaps kompartemen anterior tidak diikuti dengan meningkatnya derajat inkontinensia urin jenis tekanan.

Background: Pelvic organ prolapse is one of the most prevalent health problems in elderly women. One of its main symptoms is urinary incontinence. Stress urinary incontinence (SUI) is the most common type of urinary incontinence. Previous researches had indicated that the degree of anterior prolapse would increase the degree incidence of stress urinary incontinence. However, there are only a few studies supporting this hypothesis. This study aims to investigate the correlation between the degree of anterior compartment prolapse and stress urinary incontinence.
Methods: An analytic observational study using cross sectional design by the medical record was done on women with pelvic organ prolapse and stress urinary incontinence that came to urogynecology clinic during the period of July 2019 to May 2020 in Cipto Mangunkusumo Hospital. Subjects with urinary tract infection, history of pelvic surgery, or history of abdominal/pelvic malignancy were excluded. The degree of anterior organ prolapse was measured using POP-Q system (Ba point) while the degree of SUI was measured using 1-hour pad test in grams.
Results: A total of 32 subjects were included in the study. There was no correlation observed between the degree of anterior compartment prolapse and SUI degree (r = 0.240, p = 0.182). Occult type of SUI can be found in grade III and IV of anterior compartement prolapse.
Conclusion: Higher stress urinary incontinence degree was not found in higher anterior prolapse degree in pelvic organ prolapse patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>