Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172707 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Buku Remaja dan Perilaku Berisiko di Era Digital: Penguatan Peran Keluarga ini disusun berdasarkan studi lima tahun (2015-2019) Pusat Penelitian Kependudukan LIPI. Buku ini terdiri dari tujuh bab, yang diawali dengan pengantar untuk memberikan gambaran komprehensif tentang studi yang dilakukan. Bab kedua menggambarkan kondisi dan karakteristik sosial demografi remaja, dilanjutkan dengan aspek pengetahuan dan pemahaman remaja (bab ketiga) serta perilaku berisiko mereka di era digital (bab keempat). Selanjutnya bab kelima memaparkan interaksi remaja dengan keluarga dan lingkungan sosial terdekat lainnya, sedangkan bab keenam mendiskusikan kebijakan dan program terkait dengan remaja dan keluarga. Bab ketujuh merupakan penutup yang merekomendasikan pentingnya integrasi dalam implementasi program terkait remaja. Buku ini mendiskusikan dinamika remaja dan keluarga di era digital, termasuk peran penting keluarga dalam mencegah perilaku berisiko remaja. Pembahasan yang komprehensif, baik dari sisi remaja, keluarga, lingkungan sosial terdekat, maupun dari sisi kebijakan dan program menjadikan buku ini penting untuk dibaca oleh pemangku kepentingan, akademisi, dan pihak-pihak yang memiliki perhatian terhadap isu dan permasalahan terkait remaja dan keluarga, terlebih dalam era digital sekarang ini."
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020
364.3 REM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Damayanti
"Remaja merupakan masa transisi dari dunia anak menuju dewasa. Perubahan fisik dan psikologis yang dialaminya berpotensi mendorong remaja terjerat pada perilaku berisiko tertular HIVI/AIDS. Dekade ini setengah dari orang yang hidup dengan HIV adalah orang muda. Dua perilaku yang dianggap awal dari resiko tertular HIV adalah seks pra-nikah dan penyalahgunaan narkoba, Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari model yang tepat untuk menggambarkan faktor biopsikososial yang berperan baik sebagai faktor risiko maupun protektif dalam membentuk perilaku berisiko pada remaja serta membandingkan model tersebut dalam perspektif jender.
Penelitian ini merupakan kerjasama antara Badan Narkotika Propinsi DKI Jakarta dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (2006) dalam upaya mencari eslimasi prevalensi perilaku penyalahgunaan narkoba dan seks pra-nikah, Penelitian potong lintang ini dilaksanakan pada 119 sekolah di lima wilayah DKI dengan melibatkan 8941 siswa. Metode yang digunakan adalah pengisian sendiri secara anonim. Estimasi prevalensi perilaku hubungan seksual pra-nikah pada remaja SLTA di DKI adalah 3.2% (Cl= 2,4%-4,2%) dimana eslimasi remaja perempuan 1,8% (Cl=0.9%-(3.7%) dan remaja lakl-laki 4,3% (Cl=3,4%-5,6%). Remaja yang pernah menyalahgunakan narkoba 7,3% (Cl= 5,4%-9,9%) dimana estimasi untuk remaja perempuan 0.8% (CI= 0.4%-1,4%) dan 13,1% (C|=10,6%-16,1 %) untuk remaja laki-Iaki.
Untuk tujuan pemodalan, sampel yang digunakan hanya 5800, yaitu mereka yang mengaku mengisi secara jujur pada keliga pertanyaan validasi. Valiabel dependen adalah perilaku berisiko yaitu variabel laten dengan dua indikator (perilaku seks pra-nikah dan penyalahgunaan narkoba). Dengan menggunakan Lisrel 8.7, dianalisis hubungan variabel dependen dengan variabel biologis temperamen berisiko (novelty seeking, harm avoidance dan reward depandence), dengan variabel psikologis; pengetahuan, sikap permisif, perilaku antara (merokok dan aIkohoI), perilaku eksternalisasi, kegiatan terstruktur, determinasi diri, transendensi diri (kontrol spiritual). dengan variabal keluarga; pola asuh positif (dukungan, norma dan sanksi yang jelas), pola asuh keluarga negatif (kritik berlebih, hukuman fisik dan kekerasan seksual), sosial ekonomi keluarga, dengan variabel lingkungan; keterpajanan terhadap pornografi, lingkungan hidup yang negatif dan teman sebaya yang negatif. Confirmatory Factor Anaysis dan Cronbach?s Alpha dlgunakan untuk uji keajegan dan kesahihan dari variabel Iaten. Estimasi maximum likelihood dilakukan dalam pemodelan. Model hipotetis diuji dan terbukli lepatifit {CFl=0,89, RMSEA=0.051. SRMR=0,056). Dengan metode spill half model ini diuji ulang pada 50% sampel dan menghasilkan CFI=0,B9, RMSEA=0,049. SRMR=0,05T. Modifikasi dilakukan agar model lebih fit dan persimoni sehingga variabel kontrol spiritual, dan perilaku eksternalisasi dihilangkan dari model yang perannya sangal kecil terhadap variabel dependennya. Untuk melihat hubungan antar variabel digunakan koefisien path terstandarnisasi.
Dalam pemodelan struktural terbukti bahwa faktor lingkungan yaitu teman sebaya negatif (0,158) sangat berperan unluk terbentuknya perilaku bérisiko. Faktor psikologis, dalam hal ini; pengetahuan (0.06) dan sikap permisif (0,07) tidak banyak perannya terhadap perilaku berisiko demikian pula dengan keterpajanan terhadap pornografi yang tidak mamiliki hubungan Iangsung dengan perilaku berisiko. Dengan demikan pemberian informasi dan pemberantasan pornografi saja tidak cukup efektif untuk mencegah ramaja berperilaku beresiko. Perilaku merokok dan alkohol (0,45) merupakan perilaku antara yang kuat untuk terbentuknya perilaku berisiko. Dilain pihak, faktor biologis, yaitu seorang remaja dengan temperamen (0.39) rasa ingin tahu yang tinggi, tidak pencemas dan rendah peduli terhadap lingkungan sosialnya, jika tidak mandapatkan bimbingan Iebih mudah jatuh untuk melakukan perilaku merokok dan alkohol yang akhimya dapat membawa remaja terjerumus pada perilaku berisiko.
Keluarga dengan pola asuh positif (-0.58) merupakan faktor yang dapat mencegah remaja untuk berteman dengan sebaya negatif, sebaliknya keluarga negatif (151) sangat berhubungan erat dengan pemilihan teman negatif. Namun huhungan langsung antara faktor keluarga dengan perilaku berisiko tidak ditemukan. Keluarga positif juga merupakan faktor protektif bagi tarbentuknya sikap permisivitas (-0,31) namun tidak berhubungan dengan peningkatan pengetahuan remaja terhadap seks dan narkoba. Hal ini menunjukkan tidak berjalannya transfer informasi dari orang tua kepada remajanya.
Secara keseluruhan dalam penelitian ini, kegiatan terstruktur tidak terbukti dapat memproteksi remaja, namun jika dipilah-pilah ternyata kegiatan olah raga baik di sekolah maupun di Iuar sekolah justru merupakan faktor resiko. Hal ini menunjukkan pentingnya pendampingan bagi remaja dalam aktivitas olah raga agar terbentuk norma yang positif. Jika dibandingkan dengan kegiatan di luar sakolah, kegiatan ekstra kurikuler di sekolah Iebih bersifat protektif. Kegiatan kesenian. dan aktiviias organisasi remaja Iainnya di luar sekolah lebih beresiko dibandingkan kegiatan di dalam sekolah.
Dalam perspektif jender, pengaruh keluarga positif lebih besar perannya pada remaja perempuan dibandingkan dengan laki-Iaki. Persamaan regresi pada remaja laki-Iaki hanya dapat menjelaskan 55% dari variasi yang ada, sedangkan pada perempuan persamaan ini dapat menjelaskan 99% dan variasi yang ada. Remaja perempuan yang Iebih banyak terpapar dengan berbagai kegiatan terstruktur tampak lebih pemisif dan berpengelahuan Iebih baik dari pada yang tidak ikut.
Untuk mencegah penularan HIV, intervensi pada remaja menjadi sangat panting. Pencegahan pada perilaku awal yang secara potensial akan berisiko tertular HIV harus dicegah sedini mungkin dengan disain yang komprehensif. Hasil pemodelan ini menegaskan pentingnya peran Iingkungan sosial yaitu teman sebaya negatif dan perilaku merokok serta alkohol sabagai Iintasan Iangsung menuju perilaku berisiko. Faktor keluarga secara tidak Iangsung besar perannya untuk mencegah remaja bergaul dengan teman negatif, sedangkan faktor temperamen berperan dalam terbentuknya perilaku merokok dan alkohol. Komponen psikologis seperti pengetahuan dan sikap permisif tidak banyak peranannya, bahkan kontrol spintual yang dihipotesakan dapat mencegah perilaku berisiko tidak berhasil dibuktikan.
Simpulan penelitian ini adalah bahwa pengaruh sistim sosial sangat dominan dalam membentuk parilaku berisiko pada remaja. Temuan ini sejalan dengan teori psikologi perkembangan remaja yang menyatakan bahwa dalam proses pendewasaan, pengaruh keluarga telah bergeser menjadi teman sebaya. Hal ini dibuktikan dengan besarnya pengaruh Iangsung dan teman sebaya negatif terhadap perilaku berisiko, sedangkan pengaruh keluarga bardampak tidak langsung. Namun demikian keluarga menjadi dasar yang kuat bagi remaja dalam pemilihan teman sebayanya. Faktor psikologis tidak besar perannya terhadap perilaku berisiko. namun faktor psikologis sangat dipengaruhi faklor keluarga. Di lain pihak faktor biologis dalam hal ini berperan dalam terbentuknya perilaku adiksi.
Secara jangka panjang, disarankan agar Usaha Kesehatan Sekolah bagi remaja dikembangkan. keterampilan guru Bimbingan dan Konseling ditingkatkan serta kebijakan pemerintah dalam hal melindungi remaja lerhadap serangan industri rokok harus digalakan, terutama dikaitkan dengan sponsor pada kegiatan olah raga dan musik. Mencegah perilaku berisiko harus dimulai dari pencegahan agar remaja tidak merokok dan minum alkohol. Dalam jangka pendek disarankan untuk menggunakan forum peduli remaja yang ada sebagai forum koordinasi antar instansi perintah dan LSM, sehingga intervensi bukan hanya melalui pemberian informasi kesehatan yang bersifat insidental namun juga ketrampilan asertif yang dilakukan secara berkesinambungan dengan pendekatan teman sebaya atau Iewat kegiatan ekstrakulikuler. Intervensi keluarga lewat ceramah dan pelatihan komunikasi dengan remaja, baik melalui sekolah maupun di Iuar sekolah juga disarankan.

Adolescence is a transition periode from childhood to adulthood. Physical and psychological changes faced by the adolescent can potentially lead them to the risky behavior in HIV transmission. In this decade half of the people living with HlV are the youth. Two types of behavior that can initiate to HIV transmission are premarital sex and drug user. The aim of the study is to find the perfect model in explaining the risk and protective factors ofthe risk behavior and compare it using gender perspective.
This study is 8 collaborative effort between DKI Jakarta Provincial Narcotic Board and Center for Health Research University of Indonesia in finding the prevalence estimate of drug users and premarital sex among the adolescent. This cross Sectional study was conducted in 119 schools in live municipalities in DKI with 8941 students. Anonimous self administered is the method used to collect the data. Prevalence estimate of adolescence premarital sex in DKI are 3.2% (Cf= 2.4%-4.2%}. whereas 1.8% (Cl=0.9%-3.7%) for girts and 4.3% (Cf=3.4%-5.6%) for boys. Prevalence of drugs user are 7.3% (Cl= 5.4%-9.9%). whereas 0.8% (CI= 0.4%-1.4%) for girls and 13.1% (C|=10.6%-16.1%) for boys.
For the risky behavior model. only 5800 sampled subjects that passed three validation questions were used. The dependence variabel of this study is the risky behavior as latent variable with two indicators (premarital sex and drug user). Using Lisrel 8.7. the data were analized with biological variable such as risky temperament (novelty seeking, harm avoidence dan reward dependence). with psychological variables: knowledge. promiscuous attitude, intermediate behavior (smoking and drinking alcohol). externalization behavior. structural activity. self determination. self transedence (spiritual control). with family variablest family positiveness (support. norms and sanction). family risk (over critic. corporal punishement and sexual abused). socio-economic status of the family. with social environmental variables: pomographic exposure, negative neighbourhood, and negative peer. Conlirrnatory Factor Analysis and Cronbach's Alpha were used to test the reliability and construct validity of the latent variables. Estimation of the maximum likelihood was used in this modelling. The hypothetical model was tested and the model was fit (CFl=0,89. RMSEA=0.051. SRMR=0.056). With the split hair' method or 50% of the sample. the model was examined resulting the model was still fit (CFl=0.89. RlvlSEA=0.049, SRMR=0.057). To produce parsimonious model, spiritual control and externalization behavior were deleted since both had weak relationships with dependent variable. To find the relationships between variables. standardized path coofficient was used.
This structural model proved that the environmental factor such as negative peer (0.38) has a strong role to the risky behavior. Psychological factors such as knowledge (0.06) and promiscuous altitude (0.07) have small relationships to the risky behavior. as well as the pornographic exposure. lt means that dissemination of information and eradiction of pomographic material are not effective enough to prevent the adolescent from the risky behavior. Smoking and drinking (0.45) are proven as the stepping stone for the risky behavior. In addition. biological factor such adolescents temperament (0.39) with high novelty seeking. low hann avoidance and low reward dependence. has strong relationship with smoking and drinking behavior. Therefore it is important to emphazise smoking and drinking prevention.
Family with positive child rearing (-0.58) can prevent the adolescent from the negative peer and can also prevent them from smoking and drinking. On the otherside. family with negative child rearing (1.1) has strong relationship with the negative peer. However. direct relation between family and risky behavior is not found. Family positiveness is also a protective factor for the promiscuous attitude (-0.31). but has no relationship with the knowledge improvement about sex and narcotics. it was shown that transfer of knowledge from parents to adolescent is not working.
In general, the structural activities were not proven as a protective factor to the adolescents risky behavior, but in separated analysis, it shows that sport in shoot or out of shool is a risk activity. lt means that guidance to build positive norms is important in adolescent sports club. lvloreover, extracurricular activities are more protective than activities outside school. Art and musical activities, as well as the other adolescent organizations outside school are more risky compared to the school activities.
In gender perspective, the role of family positiveness is stronger for girls compared to boys. It was revealed that R2 (99%) in regression equation in girls can explain majority of the variance variation, while in boys it was only 55%. Female adolescents that have more structural activities are more permissive and have slightly higher knowledge compared to female adolescents with less activities.
To prevent the spread of HIV, intervention for the adolescent is important. Early intervention to prevent the potential behavior that can be a risk for HIV transmission must be designed comprehensively. This model emphasize the important role of social environment such as negative peer, smoking and drinking as the direct variable for the risk behavior. Family factor has indirect effect to prevent the adolescent from negative peers. Psychological components such as knowledge and attitude have little effect on the risky behavior. Biological factors such as temperament with high novelty seeking, low hami avoidance and low reward dependence must be considered as a risk factor for smoking and drinking.
The conclusion of the study is that the social system is very dominant in creating the adolescent risk behavior. The result of this study supports the psychological development theory that in the adolescence process of maturity, the role of family has been shifted to their peers. This was proven by the magnitude of the direct effect of the negative peers for the risky behavior, and the role of family has only indirect effect. Nevertheless, the family is the foundation for the adolescents in choosing their peers. The role of psychological factors for risk behavior is weak, and again, the family has str'ong influence to the development of psychological factors. On the otherhand, biological factors such as temperament has a strong relationship with the addiction behavior.
It is suggested to have a long term plan in expanding the School Health Effort for adolescents, improving the skills of the school counselors and having a strong policy to protect the adolescents from tobacco industries sponsorship in sport and musical activities. In a short term plan, a coordination forum between govemment and NGOs should be improved in order to expand incidental health infomiation to more sustain intervention, such as using peer group educator and extracuriculer activities. Family intervension using seminars and communication training are also suggested.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
D652
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Marina Saprudin
1999
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suwarsi
"ABSTRAK
Kemajuan teknologi dan informasi, waktu luang yang tidak digunakan dengan baik, dan karakteristik peran keluarga dapat mempengaruhi remaja berperilaku. Tujuan penelitian mengetahui hubungan paparan media, penggunaan waktu luang, peran keluarga dengan perilaku kenakalan pada agregat remaja di SMA Negeri Kabupaten Sleman. Penelitian kuantitatif, dengan pendekatan cross sectional, pada 192 responden.
Hasil penelitian menunjukan hubungan paparan media televisi, media internet, media cetak, penggunaan waktu luang, contoh peran keluarga dengan nilai P<0,05. Faktor dominan berhubungan dengan perilaku kenakalan remaja adalah paparan media internet.
Kesimpulanya perilaku kenakalan menurun dengan berkurangnya paparan media internet. Saran kepada puskesmas untuk mengembangkan pelayanan kesehatan peduli remaja.

ABSTRACT
Increasing technology and information, leisure is not used properly, and family roles can influence adolescent behavior. Purpose of the study determines the relationship of media exposure, use of leisure time, the role of the family with the behavior of juvenile delinquency in Sleman. This research is quantitative, cross sectional with 192 respondents, an alpha value of <0.05.
The results showed significant relationships between exposure to television, internet media, print media, use of leisure time, family role models with a value of P <0.05. Dominant factor associated with the behavior of juvenile delinquency is the internet media exposure.
Qonclution: delinquency behavior decreased with reduced exposure to the internet media. Advice to health centers to develop adolescent health care
"
2012
T31259
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dastya Yusufina
"Pada remaja perilaku pacaran erat kaitannya dengan pengalaman romantis yang berguna bagi perkembangan psikologis, terutama pengembangan keintiman. Namun, perilaku pacaran dapat menjadi berisiko apabila melakukan kontak seksual yang dimulai dari berciuman bibir hingga melakukan hubungan seks pranikah. Menurut data SKAP KKBPK tahun 2019, 3.8% remaja laki-laki dan 1% remaja perempuan mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah selama berpacaran. Dalam melakukan perilaku seksual berisiko remaja dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi, sikap permisif, pergaulan teman serta pola asuh orang tua terhadap perilaku seksual berisiko pada remaja SMA di DKI Jakarta yang distratifikasi berdasarkan jenis kelamin dan pola asuh keluarga positif. Penelitian menggunakan desain kuantitatif yang bersifat analitik dengan pendekatan cross-sectional. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data Survey Perilaku Remaja Siswa Sekolah Menengah di DKI Jakarta dengan sampel sejumlah 873 yang berasal dari seluruh kelas 10 dan 11 di SMAN 38 dan SMAN 90 Jakarta dengan pengambilan sampel secara total sampling. Hasil penelitian menunjukkan sikap permisif (p-value 0.036, OR=2.076 Cl 95%= 1.036-4.161) dan pergaulan teman sebaya (p-value 0.001, OR=8.500 Cl 95%= 3.950-18.293) memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku seksual berisiko sedangkan pengetahuan kesehatan reproduksi (p-value 0.149, OR=0.618 Cl 95%=0.320-1.195) dan pola asuh orang tua positif (p-value 0.241, OR=1.480 Cl 95%=0.766-2.862) tidak memiliki hubungan terhadap perilaku seksual berisiko. Analisis stratifikasi menunjukkan bahwa jenis kelamin berpengaruh pada hubungan pergaulan teman sebaya terhadap perilaku seksual berisiko, namun pada hubungan sikap permisif terhadap perilaku seksual berisiko hanya berpengaruh pada jenis kelamin laki-laki saja. Pola asuh keluarga positif juga berpengaruh pada hubungan teman sebaya terhadap perilaku seksual berisiko. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan seminar serta secara rutin terkait kesehatan reproduksi kepada siswa sekolah. Kemudian disarankan kepada instansi kesehatan dan sekolah untuk berkolaborasi dan memberikan pembekalan edukasi kesehatan reproduksi kepada orang tua yang ikut andil dalam mendidik dan memonitoring perilaku pacaran remaja di lingkungan rumah.

In adolescent, dating behavior is closely related to romantic experiences that are useful for psychological development, especially the development of intimacy. However, dating behavior can be risky if it involves sexual contact that starts from kissing lips to having premarital sex. According to SKAP KKBPK data in 2019, 3.8% of male adolescents and 1% of female adolescents admitted to having had premarital sex during dating. Adolescent risky sexual behavior is influenced by individual and environmental factors. Therefore, this study aims to determine the relationship between reproductive health knowledge, permissive attitudes, peer association, and parenting patterns on risky sexual behavior among high school adolescents in DKI Jakarta stratified by gender and positive family parenting. The study used a quantitative design that was analytic in character with a cross-sectional approach. The data used were secondary data in the form of data from the Youth Behavior Survey High School Students in DKI Jakarta with a sample of 873 from all grades 10 and 11 at SMAN 38 and SMAN 90 Jakarta with total sampling. The results showed that permissive attitude (p-value 0.036, OR=2.076 Cl 95%= 1.036-4.161) and peer association (p-value 0.001, OR=8.500 Cl 95%= 3.950-18.293) had a significant relationship with risky sexual behavior while reproductive health knowledge (p-value 0.149, OR=0.618 Cl 95%=0.320-1.195) and positive parenting (p-value 0.241, OR=1.480 Cl 95%=0.766-2.862) had no relationship with risky sexual behavior. Stratification analysis showed that gender had an effect on the relationship between peer association and risky sexual behavior, but only male gender had an effect on the relationship between permissive attitudes and risky sexual behavior. Positive family parenting also had an effect on peer association on risky sexual behavior. Therefore, it is recommended to conduct seminars and regularly related to reproductive health to school students. It is also recommended for health agencies and schools to collaborate and provide reproductive health education to parents who take part in educating and monitoring adolescents dating behavior in their homes."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Octavia
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kontrol sosial keluarga, faktor penguat dan faktor predisposisi dengan perilaku seksual berisiko pada remaja SMK M di Jakarta tahun 2013. Desain penelitian menggunakan pendekatan crossectional dan Rapid Assessment Procedures. Responden berjumlah 108 remaja dan 12 informan sebagai anggota FGD serta informan dua orangtua dan guru kesiswaan SMK M.
Hasil studi ini menunjukan adanya hubungan jenis kelamin, sikap permisif terhadap perilaku seksual, dan pola komunikasi orangtua dengan perilaku seksual berisiko di SMK M. Penelitian ini merekomendasikan perlu adanya komunikasi yang terbuka dan adanya tata aturan keluarga yang jelas dalam pencegahan perilaku seksual berisiko pada remaja.

This study aims to get a picture of family social control, reinforcing factors and predisposing factors with sexual risk behavior in adolescents SMK M in Jakarta in 2013. Research design using cross sectional approach and Rapid Assessment Procedures. Respondents totaled 108 teens and 12 focus group members and informants as informants two parents and teachers of SMK student M.
Results of this study showed an association of sex, permissive attitudes toward sexual behavior, and patterns of parental communication with risky sexual behavior in SMK M. The study recommends the need for open communication and a clear family rules and regulations in the prevention of risky sexual behaviors in adolescents.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S46426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nur Ulandini
"Efikasi diri pada remaja dapat berkontribusi terhadap perilaku seks bebas dan berisiko pada saat melewati masa tumbuh dan kembangnya. Remaja yang memiliki efikasi diri rendah menyebabkan ketidakyakinan dalam menahan dorongan hawa nafsu dan menghindari seks bebas dengan pasangannya. Ketika seorang remaja yakin akan kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu maka remaja tersebut akan berusaha melakukannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara efikasi diri dalam menghindari seks bebas dan HIV/AIDS dengan perilaku seks berisiko pada remaja di kota Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan metode cross sectional dengan pengambilan data menggunakan teknik purposive sampling berjumlah 111 responden remaja di kota Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara efikasi diri dalam menghindari seks bebas dan HIV/AIDS dengan perilaku seks berisiko pada remaja di kota Jakarta (P value = 0,000 < α = 0,05). Peneliti merekomendasikan juga terkait program edukasi pengetahuan kesehatan seksual yang dapat diaplikasikan di setiap institusi terkait peningkatan efikasi diri remaja dalam menghindari seks bebas dan HIV/AIDS dengan pasangan maupun lawan jenisnya. Program ini dapat meningkatkan dan mengoptimalisasi keyakinan remaja dalam menghindari perilaku seks berisiko

Self-efficacy in adolescents can contribute to promiscuous and risky sexual behavior as they go through their growth and development stages. Adolescents who have low self-efficacy cause insecurity in holding back their impulses and avoiding casual sex with their partners. When a teenager believes in his ability to produce something, the teenager will try to do it. This study aims to determine the relationship between self-efficacy in avoiding free sex and HIV / AIDS with risky sexual behavior among adolescents in the city of Jakarta. This study used a descriptive design with a cross sectional method with data collection using purposive sampling technique totaling 111 teenage respondents in the city of Jakarta. The results of this study indicate that there is a significant relationship between self-efficacy in avoiding free sex and HIV / AIDS with risky sexual behavior among adolescents in the city of Jakarta (P value = 0.000 <α = 0.05). Researchers also recommend a sexual health education education program that can be applied in every institution related to increasing the self-efficacy of adolescents in avoiding free sex and HIV / AIDS with partners and the opposite sex. This program can increase and optimize adolescent beliefs in avoiding risky sexual behavior."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Iswanto
"Perilaku seks pranikah pada remaja merupakan salah satu permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Pasalnya, perilaku seks pranikah pada remaja kian mengalami peningkatan. Hasil SDKI 2017 menunjukkan sebanyak 8% remaja pria usia 15-24 tahun pernah melakukan hubungan seksual. Perilaku seks pranikah apabila tidak dibarengi dengan pemberian informasi mengenai kesehatan reproduksi dapat berdampak pada resiko tertular penyakit menular seksual (PMS) dan Kehamilan Tak Dikehendaki (KTD) yang dapat berujung pada aborsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran keluarga dan sekolah sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi terhadap perilaku seks pranikah remaja usia 15–24 tahun di Indonesia berdasarkan dara SDKI 2017. Jenis Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari SDKI 2017. Analisa data menggunakan analisa univariat yaitu uji proporsi dan bivariat yaitu uji Chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran keluarga dan sekolah dengan perilaku seks pranikah. Hubungan karakteristik individu dengan perilaku seks pranikah menunjukkan variabel umur, tingkat pendidikan, status ekonomi, pengetahuan kesehatan reproduksi, dan pengetahuan kb berpengaruh signifikan dengan perilaku seks pranikah, sedangkan variabel wilayah tempat tinggal dengan perilaku seks pranikah tidak berhubungan.

Premarital sex behavior in adolescents is one of the problems of adolescent reproductive health. Premarital sex behavior in adolescents has been increasing. The results of the Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2017, premarital sex behavior in young men aged 15-24 years old are 8%. Premarital sex behavior, which not accompanied by information about reproductive health having a risk contracted by sexually transmitted diseases (STDs) and unwanted pregnancy which can lead abortion. The purpose of this study is to determine the role of family and school as source of reproductive health information for young men’s premarital sex behavior aged 15-24 years old in Indonesia based on IDHS 2017. This research used a cross sectional design from the IDHS 2017. The analysis is carried out by univariate and bivariate analysis using chi-square. Bivariate analysis done by chi-square showed that there was a significant relationship between the role of family and school with premarital sex behavior. The relationship between individual characteristics and premarital sex behavior showed that the variables such as age, education level, economic status, knowledge of reproductive health, and knowledge of contraception are related with premarital sex behavior. Meanwhile, the variable of residence is not related with premarital sex behavior."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Solehah
"Besarnya masalah HIV dan AIDS secara global dan nasional serta tingginya angka kumulatif penderita pada usia remaja, maka salah satu cara menghindari penularannya adalah dengan merubah perilaku seksual berisiko tertular HIV. Salah satu cara untuk merubah perilaku berisiko tersebut adalah dengan menyebarluaskan informasi mengenai HIV dan AIDS pada remaja. Kini banyak Lembaga Swadaya Masyarakat yang memberi perhatian terhadap masalah kesehatan reproduksi dan seksual pada remaja, hal ini merupakan wadah yang sangat baik bagi remaja dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan termasuk masalah HIV dan AIDS.
Penelitian dengan pendekatan potong lintang ini bertujuan mengukur pengetahuan, sikap dan perilaku seksual berisiko tertular HIV dan AIDS pada remaja pasar kelompok dampingan PKBI DKI Jakarta di wilayah Jakarta Timur. Penelitian ini juga ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhinya. Pengambilan sampel dilakukan dengan kuisioner terstruktur pada 98 responden yang diambil secara acak sederhana berdasarkan data yang tersedia di PKBI DKI Jakarta. Analisa data dilakukan secara univariat dalam bentuk distribusi frekuensi, kemudian secara bivariat melalui uji chi square untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variable terikat. Hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa sepertiga dari kelompok dampingan berperilaku seksual berisiko tertular HIV dan AIDS (35,7%). Angka yang cukup besar mengingat responden masih berusia remaja dan belum menikah. Sebagian besar dari responden telah memiliki pengetahuan baik mengenai HIV dan AIDS (60%) meskipun beberapa masih bercampur dengan informasi yang keliru. Pengetahuan yang keliru dapat dilihat dari jawaban bahwa penyakit AIDS hanya menyerang kaum homoseksual (11,2%), atau penularan HIV salah satu caranya dengan pemakaian handuk bersamaan (23,5%). Dalam hal sikap, proporsi responden yang bersikap positif sebanding dengan yang memiliki sikap negatif.
Sebagian besar responden berada pada usia 20-24 tahun (70,4%) dan berjenis kelamin laki-laki (63,3%). Dalam hal pendidikan formal yang ditamatkan proporsi remaja berpendidikan tinggi (¡Ý SMA) (43,9%) hampir sama dengan remaja yang berpendidikan rendah (¡ÜSMP) (56,1%). Sebagian besar responden pernah menggunakan NAPZA (61,2%) dan proporsi yang berada pada lingkungan pasar kurang dari 3 tahun sama dengan yang telah lebih dari 3 tahun. Hampir seluruh responden telah terpapar media porno, hanya 8 remaja yang mengaku tidak pernah terpapar. Remaja yang terpapar informasi lebih dari 3 sumber proporsinya hampir sama dengan responden yang terpapar informasi kurang dari 3 sumber. Remaja yang telah didampingi lebih dari 4 kali oleh petugas outreach (¡Ý 4 kali) sebesar 53,1% dan 46,9% telah didampingi kurang dari 4 kali.
Variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan pengetahuan HIV dan AIDS hanyalah frekuensi pendampingan (p-value 0,031; OR=2,47; 95% CI=1,07-5,67). Kemudian hanya variabel pengetahuan yang memiliki hubungan signifikan dengan variabel sikap terhadap HIV dan AIDS (p-value 0,017; OR=2,75; 95% CI=1,19-6,36). Dan hasil uji hipotesis dengan perilaku berisiko terdapat 4 variabel yang memiliki hubungan signifikan yaitu umur (p-value 0,022; OR=3,25; 95% CI=1,11-9,56), jenis kelamin (p-value 0,013; OR=3,19; 95% CI=1,21-8,40), penggunaan NAPZA (p-value 0,000; OR=20,57; 95% CI=4,54-93,26 ) dan keterpaparan media porno (p-value 0,008; OR=4,69; 95% CI=1,28-17,19).
Peneliti mendukung akan program-program yang dilakukan oleh PKBI maupun LSM lain dalam usaha menanggulangi penularan penyakit AIDS. Usaha ini tentunya tidak dapat terlaksana tanpa peran serta masyarakat, pemerintah maupun pihak-pihak terkait. Pemberian informasi sepatutnya diberikan secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan remaja. Hindari pembuatan media informasi dengan gambar yang mendekati pornografi, karena dikhawatirkan pesan tidak tersampaikan dengan baik. Dalam menyebarkan informasi tentang cara pencegahan penularan HIV, pemberi informasi harus mengurutkan atau menekankan bahwa cara pertama pencegahan adalah tidak melakukan hubungan seks, kedua bersikap saling setia dengan pasangan seks dan terakhir bagi kelompok yang berisiko adalah penggunaan kondom. Bagi remaja, tidak melakukan hubungan seksual pra nikah adalah sangat dianjurkan karena selain bertentangan dengan norma agama tentu akan merugikan kesehatan reproduksi dan kehidupannya di masa yang akan datang."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Norma Liana Sari
"Perilaku berisiko pada remaja disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Keluarga dan teman sebaya merupakan salah satu faktor eksternal penyebab perilaku berisiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran dan arah hubungan antara pengawasan orang tua dan pengaruh teman sebaya dengan perilaku berisiko pada remaja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian model cross sectional dan menggunakan teknik cluster sampling sebagai teknik dalam pengambilan sampel. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 107 remaja yang berusia 13-19 tahun dan tinggal di kelurahan Bukit Duri, Jakarta Selatan. Berdasarkan hasil uji chi square, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengawasan orang tua dengan perilaku berisiko pada remaja Pvalue=0,002, OR=3,535 dan antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku berisiko pada remaja Pvalue=?0,001, OR=4,962 . Adanya hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak puskesmas, PKPR, perawat komunitas, dan masyarakat terutama untuk keluarga yang memiliki anak remaja.

The risky behavior adolescents is caused by internal and external factors. Family and peers are one of the external factors that may cause risky behavior. The purpose of this study was to identify the relationships between parental monitoring, peer influences, and risky behavior in adolescents. This research was a quantitative research using cross sectional method. The sampling technique was cluster sampling. Total sample of this study was 107 teenagers aged 13 19 years and lived with their parents in the village of Bukit Duri, South Jakarta. It was found that there was a significant relationship between parental monitoring and risky behavior in adolescents Pvalue 0,002, OR 3,535 and between peer influences and risky behavior in adolescent Pvalue "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S67855
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>