Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103667 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fakhri
"Kecamatan Buleleng merupakan salah satu akses para pedagang dari luar Bali pada masa lampau1. Hal tersebut memicu adanya kontak bahasa oleh masyarakat lokal dengan para pedagang luar sehingga memengaruhi situasi kebahasaan di sana. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana variasi bahasa di Kecamatan Buleleng. Kajian dari rumusan masalah dilakukan menggunakan penelitian dialektologi. Penelitian ini menggunakan metode pupuan lapangan dengan dibantu beberapa daftar tanyaan, yaitu 200 kosakata dasar Swadesh, 29 kosakata ganti, sapaan, dan acuan, 25 kosakata sistem kekerabatan, dan 28 kosakata pakaian dan perhiasan. Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam peta bahasa, yang kemudian dihitung menggunakan dialektometri dan jaring laba-laba. Hasil tersebut menggambarkan situasi kebahasaan di Kecamatan Buleleng dan memperlihatkan variasi bahasa di sana.

Buleleng Sub-District is one of the access of traders from outside Bali in the past1. It triggers the existence of language contacts by the local community with outside merchants influencing the linguistic situation there. The formulation of the problem in this research is how the varieties of the language in Buleleng Sub-District. The study of the problem formulation was carried out using dialectological research. This study uses field-based methods with the help of several questionnaires, namely 200 Swadesh's basic vocabularies, 29 change vocabulary, greetings, and references, 25 vocabularies kinship systems, and 28 vocabularies of clothing and jewelry. The data obtained is inserted into language map, which is then calculated using dialectometry and spider webs. These results illustrate the linguistic situation in Buleleng District and show the varieties of the language there."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suprayogi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji variasi bahasa dan sentuh bahasa di Kabupaten Pringsewu melalui pendekatan dialektologi. Dengan menggunakan metode pupuan lapangan, penelitian ini menjaring data dengan daftar tanyaan kosakata Swadesh, medan makna anggota Tubuh, dan medan makna gerak dan kerja. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah geografi dialek Lauder, 2007 dan Chambers dan Trudgill, 2007, pemetaan bahasa Ayatrohaedi, 2002 dan sentuh bahasa McMahon, 1994 dan Thomason, 2001. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Pringsewu terdapat empat bahasa yang dominan yakni bahasa Lampung, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Semendo. Bahasa Lampung di Pringsewu memiliki tiga variasi sub wicara, yakni bahasa Lampung Pesisir, bahasa Lampung Pubian dan bahasa Lampung Komering. Selain itu, terdapat variasi leksikal sampai dengan empat belas etima dengan beberapa korespondensi bunyi dan perubahan bunyi antarbahasa di dalamnya. Perhitungan dialektometri menunjukkan bahwa terdapat banyak wilayah yang sebenarnya memiliki perbedaan bahasa hanya berstatus beda dialek. Keadaan ini terjadi karena adanya sentuh bahasa dan warisan bersama bahasa proto. Sentuh bahasa melalui peminjaman leksikal terjadi lebih banyak secara adopsi daripada adaptasi dan terjadi dalam kategori kontak biasa.

This research was aimed at investigating language variation and language contact in Pringsewu regency using dialectology approach. By applying field research, this study collected the data using the Swadesh list and lexical fields of body parts and activities. The theories used in this study were dialect geography Lauder, 2007 dan Chambers dan Trudgill, 2007, language mapping Ayatrohaedi, 2002 and language contact McMahon, 1994 dan Thomason, 2001 . This study revealed that there were for main languages in Pringsewu namely Lampungic, Javanese, Sundanese and Semendo. In this study, there are three variations of Lampung language, namely Lampung Pubian, Lampung Pesisir, and Lampung Komering. The lexical variaties can be classified in 14 groups of etyma, and sound correspondence as well as pattern of language changes were found in this study. The result of dialectometry revealed that there were alot of areas categorized as 'different in dialect', whereas they were actually 'different in language'. This was due to the existence of language contact and shared features of proto languages. Language contact in the Lampung villages was in the level of casual contact where lexical adoption borrowing occured more than lexical adaptation one."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T48786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Disyacitta Nariswari
"Penelitian ini merupakan penelitian dialektologi yang bertujuan untuk memetakan distribusi variasi bahasa dan istilah pertanian di Kabupaten Karawang. Hasil penelitian ini juga dibandingkan dengan dua penelitian terdahulu di tahun 1990 dan 1996. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menyusun glosarium istilah pertanian di Kabupaten Karawang. Penelitian dibatasi pada tataran leksikon. Metode yang digunakan adalah metode pupuan lapangan dengan 50 titik pengamatan, 100 informan, dan daftar tanyaan sebanyak 200 kosakata swadesh dan 125 istilah pertanian. Teknik analisis data menggunakan peta bahasa, isoglos, dan dialektometri. Hasil menunjukkan bahwa terdapat tiga daerah pakai kosakata, yaitu kosakata Betawi, kosakata Jawa, dan kosakata Sunda. Hal ini masih sesuai dengan hasil kedua penelitian terdahulu, tetapi saat ini telah mengalami perubahan daerah distribusi.

This research uses dialectology to mapping distribution of language variation and agricultural terms in Karawang regency. The results of this research are compared to two former research in 1990 and 1996. Besides, this research is also to compose a glossary of agricultural terms in Karawang regency. The conduct of this research is limited to the lexicon level. Method that being used was field research method with 50 observatory points, 100 informants, and list of questions which consist of 200 swadesh vocabulary and 125 agricultural terms. Data analytical technique used language map, isogloss, and dialectrometric. Result shown that there are three vocabulary using areas, which are Betawi vocabulary, Java vocabulary, and Sunda vocabulary. This is still suitable with two former research result. However, the areas have been changed nowadays."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
T43171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Munawarah
"Depok berbatasan langsung dengan Jakarta dan menjadi daerah penyangga untuk diarahkan sebagai kota pemukiman, pendidikan, perdagangan, dan pariwisata, Bertambahnya sarana pendidikan dan sarana umum, seperti sekolah, universitas, mal, pertokoan, dan hotel, juga memberikan dampak yang signifikan dalam hubungan komunikasi antardaerah. Struktur demografi Depok yang disertai dengan semakin banyaknya alat transportasi memungkinkan tingkat interaksi yang tinggi bahkan hingga ke pelosok. Beberapa perguruan tinggi dan hotel berbintang telah menjadikan Depok sebagai tujuan urbanisasi. Hal yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana situasi kebahasaan di Depok dengan latar belakang perkembangan Kota Depok tersebut. Penelitian ini mengungkapkan distribusi dan variasi bahasa di Depok—sebagai daerah urban—yang terjadi akibat kontak bahasa antarpenutur bahasa di kota tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang berancangan sosiodialektologi, yaitu ancangan penelitian yang menggabungkan sosiolinguistik dengan dialektologi. Data bahasa dijaring dengan menggunakan kuesioner yang berisi 235 daftar tanyaan, yang dikumpulkan dari 63 kelurahan di Depok sebagai titik pengamatan (TP) dengan menggunakan metode pupuan lapangan dengan teknik bersemuka dan perekaman, lalu dianalisis dengan menggunakan metode berkas isoglos penghitungan jarak kosakata dengan menggunakan metode dialektometri melalui teknik segitiga antardesa dan etima. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan kajian dialektologi terdapat dua bahasa yang berbeda digunakan di Depok, yaitu bahasa Betawi dan bahasa Sunda. Selain itu, ditemukan tiga daerah pakai bahasa di Depok, yaitu bahasa Sunda, bahasa Betawi Pinggiran, dan bahasa Betawi, dengan daerah pakai terluas bahasa Betawi Pinggiran. Namun, berdasarkan penghitungan dialektometri, perbedaan bahasa hanya ditemukan pada kosakata kata ganti, sapaan, dan acuan dengan hasil penghitungan dialektometri mencapai 70%, Sementara itu, pada kosakata dasar Swadesh, kosakata sistem kekerabatan, dan kosakata secara keseluruhan hanya ditemukan perbedaan dialek. Hasil penghitungan dialektometri tertinggi pada kosakata dasar Swadesh sebesar 55%. Adapun hasil penghitungan dialektometri tertinggi pada kosakata sistem kekerabatan ditemukan sebesar 48%. Sementara itu, hasil penghitungan dialektometri keseluruhan tertinggi sebesar 53%. Dengan demikian, rumusan persentase dialektometri yang diajukan Lauder, yaitu di atas 70%, tidak semuanya tercapai, padahal mereka mengaku berbahasa yang berbeda sebagai masyarakat penutur bahasa Betawi dan penutur bahasa Sunda. Dengan demikian, hal itu dapat menjadi pembuktian adanya kontak bahasa yang intens antarpenutur bahasa di Depok. Berdasarkan analisis sosiodialektologi, dapat disimpulkan bahasa Betawi Pinggiran yang secara definitif memakai kata ora sudah mulai luntur dan tidak banyak digunakan pada masyarakat Depok, namun bahasa Betawi Pinggiran yang memakai kata khas, seperti nomina umum (common noun) yang merujuk pada sebutan orang berdasarkan jenis kelamin dan usia (wadon, lanang, bocah), menempati areal pemakaian terluas di Depok. Temuan sosiodialektologi lainnya memperlihatkan adanya saling meminjam kata sapaan antara bahasa Betawi dan bahasa Sunda akibat kontak bahasa.

Depok City, bordered to the north by Jakarta, serves as its buffer and is intended to be residential, educational, commercial, and tourism areas. The increase in educational and public facilities (schools, universities, malls, shops, and hotels) in Depok also has a significant impact on its interregional communication relations. The demographic structure of Depok and the growing number of transportation modes allow high levels of interactions even to its remote areas. Also, top universities and starred hotels have made Depok an urbanization destination. This background has triggered the interest to study the linguistic situation in Depok City by considering its development. This study reveals the variations and distribution of languages in Depok emerging as the results of language contacts between speakers of the languages in this urban area. This study used the qualitative research method with a sociodialectological design, combining sociolinguistics with dialectology. Using the field survey method (with face-to-face and recording techniques), the data were collected from questionnaires containing 235 questions, distributed to 63 subdistricts as the observation points. The data were analyzed by using the isogloss bundle method to calculate the vocabulary distance by utilizing the dialectometry method, specifically the inter-village triangles and etyma technique. The findings on the dialectological study indicate that there are two languages ​​used in Depok: Betawi and Sundanese. In addition, three language-speaking areas in Depok were identified: Sundanese, Peripheral Betawi, and Betawi, in which the Peripheral Betawi language occupies the largest area of use. However, with a dialectometry calculation reaching 70%, the language differences were only found in pronouns, address terms, and references, whereas, only dialect differences were found in the Swadesh basic vocabulary, kinship system vocabulary, and overall vocabulary. The highest dialectometry calculation of the basic Swadesh vocabulary reached 55%, whereas the highest dialectometry calculation result in the kinship system vocabulary stood at 48%. Furthermore, the highest overall dialectometry calculation was 53%. Thus, the dialectometric percentage formula (>70%) proposed by Lauder (2007) is not entirely proven in Depok although the inhabitants claim to speak different languages as members of Betawi-speaking and Sundanese-speaking community. This can also prove that there have been intense language contacts between speakers of the languages in Depok. The results of the sociodialectological analyses concluded that the definitive use of the word ora by the speakers of Peripheral Betawi language has begun to fade and is not widely used in Depok; however, the Peripheral Betawi language using distinctive words, such as common nouns or address terms based on gender and age (wadon, lanang, bocah) has occupied the largest area of ​​use. Finally, another sociodialectological finding shows there is a mutual borrowing of address terms between Betawi and Sundanese due to the language contacts."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Husna Jaya
"Skripsi ini mencoba menjelaskan mengenai variasi fonologis dan leksikal bahasa Minangkabau di Kota Padang melalui kajian dialektologi. Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menggunakan metode pupuan lapangan, yaitu dengan mendatangi informan dan merekamnya. Selain itu, dalam pengolahan data, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk melalukan penghitungan dialektometri, sedangkan metode kualitatif digunakan untuk menjelaskan peta dan temuan-temuan yang diperoleh. Penelitian ini dilakukan di Kota Padang dengan 22 titik pengamatan yang dipilih sebanyak dua kelurahan di tiap-tiap kecamatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya ada satu bahasa di Kota Padang dengan satu titik pengamatan yang mempunyai kekhasan secara fonologis.

This thesis tries to explain the phonological and lexical variations of the Minangkabau language in Padang City through the study of dialectology. This research is a field research using field pupil method, that is by going to the informant and recording it. In addition, in data processing, this research uses quantitative and qualitative methods. Quantitative methods are used to pass dialectometric calculations, while qualitative methods are used to explain the maps and findings obtained. This research was conducted in Padang City with 22 points of observation selected by two sub districts in each sub district. The results of this study indicate that there is only one language in Padang City with a single point of observation that has a phonological uniqueness."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S68943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diar Luthfi Khairina
"Condet pernah dijadikan sebagai Cagar Budaya Betawi. Akan tetapi, keputusan tersebut telah dicabut oleh pemerintah. Seiring dengan perkembangan zaman, bahasa Betawi juga semakin terabaikan. Berdasarkan hal tersebut, skripsi ini akan memperlihatkan persebaran dan variasi bahasa Betawi di wilayah Condet yang terletak di kawasan Jakarta Timur. Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan di wilayah Condet hanya satu, yaitu bahasa Melayu dialek Jakarta subdialek Pinggiran.

Condet had been granted as a cultural heritage area. But, the status was removed by the government. As the results, Betawi language as a mother tongue in this area has been slightly forgotten. The purpose of this research is to define the spread and variants of Betawi language in this area. Collected and processed data were conducted in qualitative and quantity method. The results of this research prove that the only spoken language in this area is Malay languange of Jakarta dialect and Pingguran subdialect.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57972
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Almira Sagitta
" ABSTRAK
Kota Makassar adalah pusat pemerintahan, pendidikan, dan perekonomian di Sulawesi Selatan. Hal ini menjadi daya tarik masyarakat untuk menetap di Kota Makassar. Kota Makassar didiami oleh berbagai macam etnis dan dapat dibuktikan dari adanya perkampungan etnis atau suku tertentu yang ada di Kota Makassar seperti Kampung Toraja dan Kampung Mandar. Hal tersebut mempengaruhi kondisi kebahasaan di Kota Makassar. Atas dasar tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan variasi bahasa apa saja yang terdapat di Kota Makassar dan menjelaskan letak batas bahasa dan dialek di Kota Makassar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan penghitungan dialektometri, ditemukan dua bahasa yang terdapat di Kota Makassar, yakni bahasa Makassar dan bahasa Mandar.

ABSTRACT Makassar City is the center of government, education, and economy in South Sulawesi. This becomes a public appeal for citizens to settle in Makassar City. Makassar inhabited by various ethnic and can be proven by the existence of ethnic villages in Makassar such as Toraja Village and Mandar Village. It affects the language situation in Makassar city. Based on that, this study was conducted to describe any language variation in Makassar and explain where the limits of language and dialect in Makassar. The method used in this study are qualitative and quantitative. Based on the dialectometry calculation, two languages are found in Makassar City, which is Makassar language and Mandar language."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S66169
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fuji Margiati
"ABSTRAK
Penelitian ini tentang distribusi bahasa di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan bidang kajian dialektologi. Penelitian dialektologi di Indonesia sebagaian besar masih terfokus di Pulau Jawa. Berdasarkan data, penelitian dialektologi di Pulau Kalimantan hanya sebesar 3,57 dari keseluruhan penelitian dialektologi yang pernah dilakukan. Sebagai salah satu daerah yang termasuk wilayah Kalimantan, Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan daerah yang kaya akan bahasa. Kabupaten Kutai Kartanegara bukan hanya dihuni oleh suku Melayu sebagai suku asli, tetapi juga suku pendatang dari luar daerah, seperti suku Dayak, suku Jawa, suku Banjar, dan suku Bugis. Suku-suku ini hidup menyebar di setiap kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pelacakan bahasa di setiap kecamatan untuk mengetahui distribusi bahasa yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara. Penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu metode pupuan lapangan dengan dengan mendatangi informan secara langsung ke titik pengamatan, sedangkan metode gabungan digunakan untuk mengitung persentase dialektometri, berkas isoglos, dan interpretasi data dalam bentuk uraian. Penelitian ini menyimpulkan bahwa di Kabupaten Kutai Kartanegara terdapat empat bahasa, yaitu bahasa Kutai, bahasa Bugis, bahasa Jawa, dan bahasa Dayak Kenyah.

ABSTRACT
This research about distribution of language in Kutai Kartanegara district with Dialectology approach. Most of dialectology research in Indonesia is still focused in Java Island. Based on data, dialectology research in Kalimantan island only about 3,57 of dialectology research that had been done. As one of the region in Kalimantan, Kutai Kartanegara District is a region rich with many language. This district is inhabited by, not only Malay Tribe as the original tribe, but also other tribe such as Dayak, Javanese, Banjar, and Bugis. These tribes live spread out of all sub district in Kutai Kartanegara District. Because of that, to understand the distribution of language in this district, it is required to track the language in every sub district in Kutai Kartanegara District. This research use two methods. The first method is The Pupuan Lapangan Method where we come directly to the interviewees in the observation point. The second method is The Compilation Method, which we use to count the dialectometry percentage, isogloss bundle, and to interpret the data into description. This research conclude that there are four languages in the Kutai Kartanegara District, that is Kutai, Bugis, Javanese, and Dayak Kenyah."
2017
S69949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satwiko Budiono
"Adanya Tata Bahasa Baku Bahasa Using (1997) dan Kamus Bahasa Using-Indonesia (2002) yang dibuat oleh Hasan Ali membuat bahasa Using semakin mantap memisahkan diri dari bahasa Jawa. Terlebih lagi, terdapat pula peraturan pemerintah Banyuwangi tentang muatan lokal yang diajarkan pada pendidikan dasar adalah bahasa Using. Akan tetapi, Badan Bahasa (2008: 39) dalam Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia tetap menggolongkan bahasa masyarakat Banyuwangi sebagai bahasa Jawa dialek Using.
Berdasarkan kondisi tersebut, tulisan ini akan melihat situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan metode dialektologi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode kuantitatif yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan penghitungan dialektometri. Selain itu, variasi bahasa juga akan diperlihatkan ke dalam bentuk peta bahasa.

The existences of Tata Bahasa Baku Bahasa Using (1997) and Kamus Bahasa Using-Indonesia (2002) that be made by Hasan Ali have affected Using language to be separated away from Javanese language. Likewise, there are also Banyuwangi government’s policies about the application of “local-content” curriculums in elementary schools which acknowledge Using language as their local language. However, Banyuwangi language is still classified as Using dialect of Javanese in Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia by Badan Bahasa (2008:39).
Based on these conditions, the research will focus on literary situation in Banyuwangi regency using dialectology method, in quantitative and qualitative. Dialectometrics are applied on this research as quantitative calculation method. In addition, the varieties of the language will be shown in form of language map.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57973
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soriente, Antonia
"Salah satu masalah yang banyak dibicarakan dalam linguistik masa kini adalah bahasa-bahasa yang terancam punah. Indonesia dengan aneka ragam budaya dan bahasa merupakan salah satu panorama di mana masalah ini merupakan topik yang sangat menonjol. Pada Konferensi Linguistik Austronesia tahun 1994, telah diramalkan bahwa dalam abad mendatang hampir 90% bahasa marjinal di dunia akan hilang terdesak oleh arus globalisasi dan massifikasi.
Rumpun bahasa Austronesia merupakan kelompok bahasa terbesar di dunia yang salah satu subkelompoknya, Indonesia, mencakup 10% dari semua bahasa di dunia. Sebagaimana ditunjukkan oleh Steinhauer (1994:21), dari tahun ke tahun ancaman kepunahan bahasa daerah di Indonesia sungguh mengerikan. Dan hal ini terjadi dalam satu situasi di mana perbedaan di antara berbagai bahasa dan dialek belum jelas dan deskripsinya belum pula dilakukan. Sebenarnya Indonesia dengan dinamika dan keragaman bahasanya dapat merupakan kiblat linguistik. Namun dalam kenyataannya ia merupakan terra incognita karena kekayaan linguistiknya belum tergali. Misalnya, pengkajian kebahasaan di Palau Kalimantan teramat sedikit jika dibandingkan dengan di pulau lain di Indonesia. Dari pengamatan semua karya yang membahas bahasa di Kalimantan, dapat dikatakan bahwa masih banyak daerah Kalimantan yang belum dikaji sama sekali, baik dari sudut deskriptif maupun dari sudut dialektologi dan geografi dialek. Bahkan di banyak daerah di Kalimantan, name bahasa dan sebarannya banyak yang belum pasti. Penelitian geografi dialek dapat memperlihatkan stratifikasi pewujudan unsur kebahasaan secara menyeluruh.
Dari data kegiatan yang dilakukan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, terlihat bahwa di antara lima kelompok jenis penelitian, penelitian dialektologi dan geografi dialek hanya merupakan 9,12 persen semua penelitian linguistik. Berdasarkan wilayah penelitian, Kalimantan hanya memperlihatkan 12 persen dari seluruh penelitian di. Indonesia. Dari gambaran yang menunjukkan gabungan antara wilayah penelitian dengan jumlah bahasa yang diteliti, dapat diketahui bahwa penelitian dialek di Kalimantan baru dilakukan tiga kali. Itu pun dilakukan di luar Kalimantan Timur (Lauder 1992).
Penelitian dialektologi di Indonesia sangat sedikit walaupun hal itu sangat berguna untuk memberikan penjelasan. Misalnya penjelasan tentang jarak antara bahasa standar dan dialek dalam situasi di mana penggunaan bahasa daerah sangat besar, dan bagaimana perkembangan bahasa yang diteliti serta apa hubungannya dengan bahasa-bahasa yang berkerabat dengannya. Dari gambaran situasi kebahasaan dapat diketahui berapa banyak bahasa atau dialek telah ditemukan di Indonesia. Pemetaan bahasa perlu diadakan baik di daerah yang monolingual maupun yang plurilingual. Kemudian pemetaan tersebut sangat berguna juga untuk perkembangan teari linguistik: fonologi, historis-komparatif, morfologi dan sintaksis, serta pengajaran dan pembinaan bahasa dengan informasi berapa jumlah penutur dan untuk apa pemakaiannya. Penyebaran berian-berian pada peta sangat bermanfaat dalam penyusunan kamus etimologi.
Dialektologi, dalam kontras dengan linguistik historis-komparatif, dianggap sebagai telaah variasi bahasa pada dimensi yang bukan-waktu, yakni pada dimensi ruang dan jarak geografis. Bahasa yang dipakai pada wilayah yang begitu luas sering diucapkan agak berbeda antara satu bagian wilayah dengan bagian wilayah yang lain. Perbedaan itu dapat terjadi pada segi-segi fonetis, fonologis, dan sintaksis. Melalui peta-peta, dialektologi dapat menampilkan hal itu. Dalam bidang ini, Indonesia mempunyai kekurangan yang tidak kecil. Sampai sekarang, tidak ada kejelasan berapa jumlah bahasa dan dialek yang sebenarnya ada. Melalui data yang ada di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, diketahui bahwa di Indonesia terdapat tidak kurang dari 500 bahasa dan dialek, banyak yang tanpa tradisi tulisan. Tapi tak pernah dijelaskan, mana yang dialek dan mana yang sub-dialek dalam jumlah tersebut.
Jawaban atas permasalahan ini hanya dapat diperoleh apabila diadakan pemetaan bahasa dan dialek secara cermat dan menyeluruh. Dengan demikian dapat dibandingkan bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Dan pemilahan antara bahasa, dialek dan subdialek dapat pula dilakukan. Dengan demikian bidang dialektologi dan linguistik historis komparatif perlu dimanfaatkan guna memperjelas jumlah bahasa den dialek dan mengetahui situasi kebahasaan yang sebenarnya. Dalam kenyataan, sampai sekarang ini studi dialektologi di Indonesia sangat terbatas. Jumlah penelitian sangat terbatas, belum memadai, jika dibandingkan dengan jumlah bahasa dan dialek yang ada di Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>