Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146774 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Madeleine Sebastian Effendy
"Skripsi ini meneliti mengenai pengaturan terkait dengan inseminasi donor sebagai suatu tindakan reproduksi berbantu di Indonesia dan Negara Bagian Indianapolis, Amerika Serikat. Secara khusus, skripsi ini juga akan meneliti mengenai tanggung jawab hukum dari dokter terhadap suatu tindakan reproduksi berbantu apabila terjadi suatu pelanggaran di mana seorang dokter memasukkan spermanya sendiri dalam tindakan reproduksi berbantu tanpa persetujuan pasien hingga menghasilkan kurang lebih 90 orang anak, seperti yang dilakukan oleh Dokter Donald Cline di Negara Bagian Indianapolis. Kasus Dokter Donald Cline merupakan salah satu kasus reproduksi berbantu yang cukup terkenal mengingat beliau merupakan salah satu dokter fertilitas terbaik di Indiana pada masanya. Akan tetapi, para korban dari Cline menganggap bahwa pertanggungjawaban hukum yang dilakukan oleh Cline tidak setimpal dengan perbuatannya, dan hal ini didasari oleh adanya suatu kekosongan hukum di Negara Bagian Indianapolis saat itu. Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipologi preskriptif. Permasalahan dalam skripsi ini adalah apabila terjadi suatu kasus dimana seorang dokter memasukkan spermanya sendiri dalam tindakan reproduksi berbantu tanpa persetujuan pasien, bagaimanakah pertanggungjawaban hukum atas hal tersebut. Selain itu, permasalahan dalam skripsi ini juga bagaimana kasus Donald Cline jika dilihat dari sudut pandang hukum Indonesia, sebagai bentuk pencegahan apabila hal serupa terjadi di Indonesia. Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah jika kasus Donald Cline terjadi di Indonesia, sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia saat ini, dokter dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif, perdata, dan pidana.

This thesis examines the regulation related to donor insemination as an act of assisted reproduction in Indonesia and Indianapolis, United States. In particular, this thesis will also examine the legal responsibility of a doctor for an act of assisted reproduction if there is a violation where a doctor inserts his own sperm in an act of assisted reproduction without the patient's consent and produce approximately 90 children, as done by Doctor Donald Cline in Indianapolis. The case of Doctor Donald Cline is one of the most famous fertility fraud cases considering he was one of the best fertility doctors in Indiana during his time. However, the victims of Cline considered that the legal liability of Cline was not commensurate with his actions, and this was based on the nonexistence of a legal basis to judge Cline in at that time. In conducting the research, the researcher used doctrinal research method with prescriptive typology. The problem in this thesis is if there is a case where a doctor inserts his own sperm in assisted reproduction without the patient's consent, how is the legal liability for this. In addition, the problem in this thesis is also how the Donald Cline case if seen from the perspective of Indonesian law, as a form of prevention if something similar happens in Indonesia. The conclusion of the problem is that if the Donald Cline case occurs in Indonesia, in accordance with the current law in Indonesia, doctors can be held liable administratively, civilly, and criminally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Palmadica Esthinia
"Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab hukum rumah sakit terhadap dokter tetap dan dokter tidak tetap. Fokus dari penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab rumah sakit terhadap dokter tetap dan tidak tetap menurut hukum positif di Indonesia, serta pengaturan dan hubungan hukum rumah sakit dengan dokter tetap dan dokter tidak tetap. Pembahasan dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi RSUD Kota Depok. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan metode kualitatif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa di Indonesia, tanggung jawab rumah sakit terhadap dokter tetap dan dokter tidak tetap adalah sama, sesuai dengan Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata dan Pasal 46 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, serta hasil studi RSUD Kota Depok. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar pemerintah membuat peraturan pelaksana yang mengatur ketentuan tanggung jawab rumah sakit secara tegas.

This research discusses the hospital legal liability to permanent doctor and non-permanent doctor. This research focuses on the hospital legal liability to permanent doctor and non-permanent doctor according to positive law in Indonesia. The discussion conducted through literature study and study of RSUD Kota Depok. This research uses normative juridical with qualitative method.
The result of the research shows that in Indonesia, hospital has the same liability toward permanent doctor and non-permanent doctor, in accordance with Article 1367 paragraph (3) of the Civil Code and Article 46 of Law No. 44 Year 2009 concerning Hospital. As the outcome, this research suggests the government to issue implementation of regulations concerning hospital liability strictly.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69279
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayangsari Kesuma
"Tulisan ini menganalisis bagaimana penerapan tanggung gugat rumah sakit terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh dokter yang melakukan tindakan malpraktik. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi bagaimana ketentuan hukum perdata menilai malpraktik kedokteran sebagai Perbuatan Melawan Hukum, bagaimana penerapan tanggung gugat rumah sakit atas malpraktik kedokteran, dan bagaimana hukum memberikan perlindungan terhadap pasien atas terjadinya sengketa medis pada putusan Nomor 484/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel, 66/PDT/2016/PT.DKI, 1001 K/Pdt/2017 dan putusan Nomor 11/Pdt.G/2019/PN.SGT?. Penulisan ini akan menggunakan metode yuridis-normatif atau penelitian doktrinal, sehingga penulis akan melaksanakan penelusuran literatur serta studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa teori yang menilai bagaimana rumah sakit bertanggung jawab atas kelalaian medis dokter seperti doktrin vicarious liability, teori central responsibility, teori ostensible agency, dan teori corporate liability.

This paper analyzes how the hospital is liable for losses incurred by doctors who commit malpractice. The formulation of the problems that will be discussed in this study include how the provisions of civil law assess medical malpractice as a tort, how the implementation of hospital liability for medical malpractice, and how the law provides protection to patients for medical malpractice in Decision Number 484/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel, 66/PDT/2016/PT.DKI, 1001 K/Pdt/2017 and Decision Number 11/Pdt.G/2019/PN.SGT. This paper will use the juridical-normative method or doctrinal research. This writing will use the juridical-normative method or doctrinal research, so that the author will carry out literature searches and literature studies. The results show that there are several theories that assess how hospitals are responsible for doctors' medical negligence such as the doctrine of vicarious liability, central responsibility theory, ostensible agency theory, and corporate liability theory.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayangsari Kesuma
"Tulisan ini menganalisis bagaimana penerapan tanggung gugat rumah sakit terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh dokter yang melakukan tindakan malpraktik. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi bagaimana ketentuan hukum perdata menilai malpraktik kedokteran sebagai Perbuatan Melawan Hukum, bagaimana penerapan tanggung gugat rumah sakit atas malpraktik kedokteran, dan bagaimana hukum memberikan perlindungan terhadap pasien atas terjadinya sengketa medis pada putusan Nomor 484/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel, 66/PDT/2016/PT.DKI, 1001 K/Pdt/2017 dan putusan Nomor 11/Pdt.G/2019/PN.SGT?. Penulisan ini akan menggunakan metode yuridis-normatif atau penelitian doktrinal, sehingga penulis akan melaksanakan penelusuran literatur serta studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa teori yang menilai bagaimana rumah sakit bertanggung jawab atas kelalaian medis dokter seperti doktrin vicarious liability, teori central responsibility, teori ostensible agency, dan teori corporate liability.

This paper analyzes how the hospital is liable for losses incurred by doctors who commit malpractice. The formulation of the problems that will be discussed in this study include how the provisions of civil law assess medical malpractice as a tort, how the implementation of hospital liability for medical malpractice, and how the law provides protection to patients for medical malpractice in Decision Number 484/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel, 66/PDT/2016/PT.DKI, 1001 K/Pdt/2017 and Decision Number 11/Pdt.G/2019/PN.SGT. This paper will use the juridical-normative method or doctrinal research. This writing will use the juridical-normative method or doctrinal research, so that the author will carry out literature searches and literature studies. The results show that there are several theories that assess how hospitals are responsible for doctors' medical negligence such as the doctrine of vicarious liability, central responsibility theory, ostensible agency theory, and corporate liability theory.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Januari Gunari
"Skripsi ini membahas tentang tanggung jawab hukum dokter terkait penyerahan narkotika kepada pasien yang membutuhkan berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Menteri Kesehatan yang berlaku serta membahas analisis putusan No. 958/Pid.Sus/2016/PN SBY. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dan tipe penelitian yang termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah telah diaturnya penyerahan narkotika oleh dokter dalam Undang-Undang dan Peraturan Menteri Kesehatan serta terdapat penyimpangan yang dilakukan oleh dokter Harryanto dalam putusan No. 958/Pid.Sus/2016/PN SBY. Agar tidak terjadi kasus serupa di kemudian hari seharusnya Kementerian Kesehatan melakukan sosialisasi kepada para dokter mengenai peraturan yang ada terkait penyerahan obat narkotika kepada pasien serta terjalinnya kerjasama antara BNN dan Kementerian Kesehatan dalam pengawasan tindak penyerahan obat narkotika oleh dokter.

This thesis discusses about the regulation and the delivery of narcotic drugs by doctor also analysis of the Verdict Number 958 Pid.Sus 2016 PN SBY. The writer uses juridical normative research methods and the type of this study is descriptive. Conclusion over these are doctors may delivering narcotic drugs towards the patients, under certain circumstances in accordance with the Law and Regulation of The Minister of Health also the defendant on this Verdict making digression. Thus, it needs cooperation between BNN and Ministry of Health in overseeing the act of delivering narcotics by doctors towards patients.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanina Cakreswara
"ABSTRAK
Hukum kedokteran atau hukum kesehatan merupakan cabang ilmu yang masih
tergolong muda di Indonesia. Hukum kedokteran yang baru berkembang dan
malpraktek yang baru dikenal konsepnya ini berbanding terbalik dengan
banyaknya sorotan terhadap hukum kesehatan, khususnya kepada dokter dan
rumah sakit. Berangkat dari permasalahan tersebut, skripsi ini membahas
malpraktek medis yang dilakukan dokter ditinjau dari segi hukum pidana dan
mengenai pertanggungjawaban pidana dokter tersebut. Penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan jenis yuridis-normatif. Teknik pengumpulan data
adalah dengan studi kepustakaan. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder.
Data sekunder yang digunakan terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran, putusan
Mahkamah Agung No. 1347 K/PID.SUS/2010, dan Putusan Pengadilan Negeri
Manado No. 90/PID.B/2011/PN.MDO, buku-buku hukum, serta berbagai kamus.
Kesimpulan skripsi ini yaitu malpraktek medis adalah kelalaian atau ketidakhatihatian
seorang dokter dalam pelaksanaan kewajiban profesionalnya, sementara
ruang lingkup malpraktek adalah kelalaian yang menyebabkan kematian atau
luka.

ABSTRACT
Health law is considered a new branch of law in Indonesia. The developing health
law and the newly recognized concept of malpractice are inversely proportional to
the vast attention given to health law, particularly to doctors and hospitals.
Departing from this problem, this thesis discusses about medical malpractice
committed by doctor from criminal law perspective and about doctor's criminal
liability. This research is a qualitative judicial-normative research. Data collection
technique used is literature study. Data are collected in the form of secondary
data. Secondary data used consist of Indonesian Penal Code, The Law of Republic
Indonesia Number 29 of 2004 on Doctor's Practice, Supreme Court decision No.
1347 K/PID.SUS/2010, Manado District Court decision No.
90/PID.B/2011/PN.MDO, law textbooks, and various dictionaries. The conclusion
of this thesis is that medical malpractice is doctor's negligence in doing his
professional duties, while the scope is a negligence that causes harm or death.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43884
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Krido Sasmita A M Sakali
"ABSTRAK
Proses pembuktian dugaan malpraktek dengan menggunakan pembuktian secara konvensional, kadang kala menimbulkan pro kontra di masyarakat. Pro kontra ini terjadi karena melihat tidak adanya keseimbangan dalam pembuktian apalagi
dokter sebagai terdakwa dalam kasus tersebut. Walaupun disisi lain ada MKDKI
(Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) sebagai lembaga
independen yang memiliki kewenangan terlebih dahulu dalam melakukan
pemeriksaan terkait disiplin kedokteran dinilai tidak bisa berbuat apa-apa, dan
dirasakan oleh masyarakat bahwa pasti akan lebih menguntungkan dokter. Untuk
melihat kondisi tersebut sebagai bagian yang menjadi suatu kondisi yang terjadi
saat ini, maka penulis mengkonversinya dalam suatu penulisan tesis dengan 3
(tiga) pertanyaan penelitian, yaitu: Bagaimanakah tindakan Kepolisian dalam hal
terdapat pengaduan dari pasien/keluarga pasien atas dugaan malpraktek walaupun
MKDKI dalam laporannya menyatakan sebaliknya? Apakah putusan MKDKI
bisa digunakan sebagai laporan pihak dokter dengan menerapkan metode res ipsa
loquitur? Bagaimanakah konsep res ipsa loquitur diterapkan dalam kasus dugaan
malpraktek dokter ketika terjadi kelalaian terhadap pasien dalam lingkup hukum
pidana?. Penelitian ini menelaah dan menganalisis data sekunder dan juga
menggunakan data primer sebagai data pendukung. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa sikap kepolisian bisa sertamerta mengesampingkan putusan
MKDKI yang notabene, hanya merupakan data biasa walaupun laporan tersebut
menyatakan tidak adanya dugaan malpraktek. Tidak digunakannya laporan
MKDKI sebagai bukti awal dalam proses pra ajudikasi, tidak menghilangkan
esensi dari laporan tersebut, sebab ketika masuk dalam proses ajudikasi maka
laporan MKDKI merupakan hasil dari pernyataan dokter sebagai bahan
pembelaan dan ketika sistem pembuktian terkait tindakan dokter yang berakibat
kelalaian digunakan konsep res ipsa loquitur maka laporan MKDKI adalah bagian
yang tidak terpisah dari pernyataan dokter di Pengadilan nanti. Res ipsa loquitur
sebagai metode yang digunakan dokter digunakan dalam mengajukan bukti dan
fakta dalam mengungapkan tindakanya yang berakibat cacat atau meninggal

ABSTRACT
The process of proving the alleged malpractice by using conventional verification,
sometimes raises the pros and cons in the community. Pros and cons of this
happened because of lack of balance seen in the proof let alone doctors as
defendants in the case. While on the other hand there MKDKI (Indonesian
Medical Disciplinary Board) as an independent agency having authority to
advance the discipline of medical related examination assessed can not do
anything about it, and felt by the people that would be more advantageous doctor.
To see these conditions as part of becoming a condition that occurs at this time,
then convert it to an author writing a thesis with three (3) research questions,
namely: How does the police action in the event of a complaint from the patient /
family of the alleged malpractice though MKDKI in reports to the contrary? Is
MKDKI decision could be used as a doctor's report by applying the method IPSA
loquitur res? How does the concept of res IPSA loquitur applied in cases of
alleged malpractice occurs when a doctor's negligence to patients within the
scope of the criminal law?. This study examines and analyzes of secondary data
and also uses primary data as supporting data. The results of this study showed
that the attitude of the police can arbitrarily overrule the decision MKDKI that in
fact, just an ordinary data although the report states the absence of the alleged
malpractice. Failure to use the report as evidence MKDKI early in the preadjudication
process, do not eliminate the essence of the report, because when
entered in the adjudication process MKDKI report is the result of a doctor's
statement as a defense and proof systems associated action when doctors used the
concept of negligence resulting in res IPSA loquitur then MKDKI report is an
integral part of the doctor's statement in court later. Res IPSA loquitur as
physicians used the method used in the filed evidence and facts revealed actions
that result in disability or death."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurnilasari Tri Putri
"Berbeda dengan profesi lain, dokter dalam upaya menyembuhkan, mengurangi penderitaan, memperkecil komplikasi buruk dari suatu penyakit, atau menunda kematian seorang pasien, selalu bersinggungan dengan risiko kerugian fisik seperti rasa sakit atau bahkan sampai ke risiko kematian pasien. Sebagai dampak peningkatan wawasan masyarakat dalam hal kebutuhan perlindungan hukum, masyarakat awam menganggap kerugian yang dialami pasien pasca pemberian tindakan medis adalah malpraktek kemudian mengajukan tuntutan ke kepolisian. Di satu sisi, masyarakat melupakan bahwa seorang dokter tidak bisa menjanjikan kesembuhan kepada pasien.
Malpraktek adalah perbuatan medis yang menyimpang dari standar prosedur operasional. Persoalan utama dalam kasus/tuduhan malpraktek adalah bagaimana membuktikan bahwa perbuatan medis tersebut menyimpang dari standarnya. Terlebih lagi, dokter tidak dapat dipersalahkan sekalipun tindakan medisnya mengakibatkan kematian pasien jika tidak melanggar standar tersebut.
Metodologi penulisan yang digunakan dalam penyelesaian tesis ini adalah deskriptif analitis kualitatif yaitu dengan cara melakukan analisis terhadap data-data lapangan dan kemudian dielaborasi dengan pendapat para pihak terkait (dokter, jaksa, kepolisian) dan hasil tinjauan pustaka untuk mendapatkan pemecahannya.
Dari penelitian diketahui, tidak semua standar prosedur operasional dalam bentuk tertulis. Padahal untuk membuktikan tuduhan malpraktek diperlukan standar prosedur tertulis yang dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan dalam tindakan medis yang diberikan sehingga dapat menjatuhkan sanksi yang tepat dalam proses pertanggungjawaban hukumnya. Oleh karena itu untuk mengantisipasi agar tidak terjadi tindakan malpraktek, setiap dokter harus memiliki standar prosedur operasional tertulis untuk semua bidang spesialisasi dan alat hukum harus memiliki kompetensi untuk memahami kaidah-kaidah atau prosedur yang berlaku di bidang kedokteran.

Differ from other profession, a doctor during performing an act or service to their patients Is considered to face the possibility to cause injury or even death to the patient. On the other hand, as well as the necessity of being protected from lawsuit is increasing, commonly that injuries will be called as medical malpractice and will be proceeded to the criminal trial. Whilst, people usually forget that doctor cannot promise any protection from the death.
Medical malpractice is a medical act or omission, which deviate from the accepted standard operational procedure. The main problem in the case of medical malpractice is how to proof that act or omission is deviate from it-accepted standard. Furthermore, doctor cannot be sentence by law though his act causes fatal injury unless it breaking the standard.
A descriptive-qualitative analytic is being applied to analyze the data as it is to be clarified with some professionals such as doctor, prosecutor, and police as well as references in order to obtain the resolution.
From the research, it is discovered that a few standard operational procedure is being documented where others is not. It is known that this documented standard is required to proof whether there is a deviation or not from the medical act or omission that was performed by doctor. Then, it liability can be conducted as well. Finally, doctor must have all standard operational procedure documented in order to prevent malpractice. Whilst, on the other hand, especially the prosecutor and the police shall develop and keep updating their competency to comprehend those medical procedure in order to attain the malpractice case comprehensively."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tesalonika Virginia
"Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab hukum rumah sakit dan dokter terhadap sebuah metode persalinan dalam air, baik terhadap rumah sakit dan dokter yang menyediakan fasilitas persalinan dalam air tetapi juga bagaimana tanggung jawab dokter dan rumah sakit apabila terjadi suatu kelalaian yang dilakukan oleh seorang dokter dalam melakukan persalinan dalam air. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dan tipologi bersifat deskriptif. Permasalahan dalam skripsi ini adalah apabila suatu tindakan medis dikategorikan sebagai sebuah tindakan malpraktik bahkan lebih jauh lagi sebagai perbuatan melawan hukum bagaimanakah pertanggungjawaban rumah sakit dan dokter atas hal tersebut. Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah perbuatan melawan hukum ataupun kelalaian yang dilakukan menimbulkan kewajiban bagi dokter dan rumah sakit untuk bertanggung jawab. Penulis menggunakan Putusan Nomor 312/PDT.G/2014/PN.JKT.SEL terkait persalinan water birth yang terjadi di rumah sakit.
This thesis discusses about the legal responsibilities of hospitals and doctors to a water birth method to both the hospital and doctors who provide water birth facilities, but also how the responsibility of doctors and hospitals in case of a default done by a doctor in performing for water delivery. In conducting this thesis, the writer uses juridicial normative library research methods and the typology is descriptive. The problem in this thesis is that if a medical procedure is categorized as a malpractice action even further as an unlawful act liability how hospitals and doctors be responsible on the matter. The conclusion to these problems is an unlawful act or omission which do give rise to liability for doctors and hospitals to be responsible."
2017
S66373
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ananda Putri
"Penolakan tindakan medis pada dasarnya adalah hak asasi seseorang untuk menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya sendiri. Penolakan tindakan medis sama pentingnya dengan persetujuan tindakan medis, namun belum banyak orang yang memahaminya karena hanya terfokus pada persetujuan tindakan medis saja. Skripsi ini meneliti mengenai pengaturan penolakan tindakan medis, tanggung jawab hukum dokter dan rumah sakit terhadap pasien jika terdapat penolakan tindakan medis di rumah sakit serta pengaturan dan tanggung jawab hukum dokter dan rumah sakit terkait penolakan tindakan medis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada hukum positif yaitu UU No. 36 Tahun 2009, UU No. 29 Tahun 2004, UU No. 44 Tahun 2009 dan PERMENKES No. 290 Tahun 2008. Di RSCM, ketentuan penolakan tindakan medis mengacu pada hukum positif tersebut dan diatur pula dalam peraturan internal yaitu Keputusan Direktur Utama KEPDIRUT RSCM Nomor HK 02.04/XI.3/0015/2017 dan petunjuk pelaksanaan atas peraturan internal tersebut yaitu KEPDIRUT RSCM Nomor HK 02.04/XI.3/20341/2015 dan Standar Prosedur Operasional Penolakan Tindakan Kedokteran No. Dokumen 55/TU.K/79/2012. Tanggung jawab hukum dokter dan rumah sakit terhadap pasien yang melakukan penolakan tindakan medis gugur sepanjang pasien tersebut sebelumnya sudah sepenuhnya memahami penjelasan dokter mengenai tindakan medis tersebut.
Di akhir penelitian ini, penulis menyarankan bahwa pemerintah perlu menetapkan batas usia dewasa bagi pasien yang dapat melakukan penolakan tindakan medis yaitu 18 tahun ke atas dan penolakan tindakan medis seharusnya juga dapat dilakukan dengan advance care directive, RSCM perlu mengganti penggunaan frasa ldquo;tingkat keberhasilan tindakan kedokteran supaya tidak bertentangan dengan makna perjanjian terapeutik, serta Majelis Kehormatan Etik Kedokteran MKEK sebaiknya lebih sering melaksanakan seminar, simposium, pelatihan maupun penyuluhan untuk membuat para dokter lebih memahami substansi Kode Etik dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Hukum Kesehatan. Selain itu, dokter juga sebaiknya selalu berusaha untuk memperbaharui ilmu pengetahuan yang dimilikinya yakni dengan cara rajin mengikuti seminar, simposium, pelatihan maupun penyuluhan yang dibuat oleh MKEK tersebut.

Informed refusal in fact is human rights of someone to determine what will be done to themselves. Informed refusal is as important as informed consent, nonetheless not a lot of people really understand about such concept because they only focus to informed consent. This thesis examines the regulation of informed refusal, legal responsibility of the doctor and the hospital if there are some informed refusals that are done in the hospital and the regulation and legal responsibility of the doctor and the hospital related to informed refusal in Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM .
The research method is normative juridical which is based on the positive norms which are UU No. 36 Tahun 2009, UU No. 29 Tahun 2004, UU No. 44 Tahun 2009 and PERMENKES No. 290 Tahun 2008. In RSCM, informed refusal is based on those positive norms and is also regulated in the internal regulation which is Keputusan Direktur Utama KEPDIRUT RSCM Nomor HK 02.04 XI.3 0015 2017 and the operational guidelines of the internal regulation which are KEPDIRUT RSCM Nomor HK 02.04 XI.3 20341 2015 and Standar Prosedur Operasional Penolakan Tindakan Kedokteran No. Dokumen 55 TU.K 79 2012. The doctor and the hospital will no longer be legally responsible of the patient who has done an informed refusal, as long as earlier the patient has understood very well the informed of the medical treatment.
By the end of this research, the writer suggests that the government should regulate that the legal age of a patient who will do an informed refusal is 18 years old and informed refusal should also be able to be done by advance care directive, RSCM needs to change the use of the phrase 'the successful rate of the medical treatment' so it won rsquo t be against the definition of Therapeutic Contract, and Honorary Council of Medical Ethics MKEK should hold a seminar, simposium, training or counseling session more often to make the doctors more aware of the substance of Code of Ethics and the regulations of Health Law. Besides, the doctors should also make effort to update their knowledges by attending some seminars, symposiums, trainings or counseling sessions held by MKEK.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>