Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125822 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marsyaa Ramadhani
"Skripsi ini mengkaji perbandingan hukum di Indonesia dan Filipina atas ketentuan mengulangsewakan objek sewa yang dilakukan oleh penyewa dalam perjanjian sewa menyewa. Perbandingan hukum ini dilaksanakan dengan melakukan komparasi hukum perjanjian sewa menyewa di Indonesia yang didasari oleh Kitab Undang-Undang Hukum perdata dan The Civil Code Of The Philippines yang merupakan dasar dari hukum perjanjian sewa menyewa di Filipina Dalam skripsi ini, metode yang digunakan ialah metode yuridis normatif dengan pendekatan komparatif, pendekatan kasus dan pendekatan perundang-undangan. Skripsi ini akan mengupas teori hukum perjanjian lebih khusus hukum perjanjian sewa menyewa dan lebih detil ketentuan mengulangsewakan objek sewa yang dilakukan oleh penyewa kepada pihak lain di Indonesia dan Filipina beserta putusan-putusan hakim di Indonesia dan Filipina dalam mengadili perbuatan mengulangsewakan objek sewa yang dilakukan penyewa kepada pihak lain. Berdasarkan pembahasan tersebut, didapati faktor-faktor pembanding yang merupakan dasar perbandingan ketentuan mengulangsewakan objek sewa oleh penyewa kepada pihak lain. Melalui hasil perbandingan tersebut, ditemukan perbedaan dan persamaan atas ketentuan hukum dalam mengulangsewakan objek sewa yang dilakukan oleh penyewa kepada pihak lain.

This thesis examines the legal comparison between Indonesia and the Philippines regarding the provision of subleasing an object in a lease agreement by a tenant. The legal comparison is conducted by comparing the laws of lease agreements in Indonesia, based on Indonesian Civil Code, and the laws of lease agreements in the Philippines, based on The Civil Code of the Philippines. In this thesis, the juridical-normative method is employed, using a comparative approach, case approach, and statue approach. This thesis will explore the legal theory of agreements, specifically lease agreements, and in more detail, the provisions concerning the subleasing of an object by a tenant to another party in Indonesia and the Philippines, along with court decisions in Indonesia and the Philippines regarding the act of subleasing an object by a tenant to another party. Based on the discussion, comparative factors are identified as the basis for comparing the provisions regarding the subleasing of an object by a tenant to another party. Through the results of this comparison, differences and similarities are found in the legal provisions regarding the subleasing of an object by a tenant to another party."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firza Achmad Singgih Afero
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan sewa guna-usaha dengan objek kapal di Indonesia serta dampak tidak diratifikasinya Konvensi Penahanan Kapal (Arrest of Ships) terhadap Lessor (Perusahaan Pembiahyaan Dalam Negeri) dan pengaruhnya terhadap perjanjian sewa guna-usaha. Penulis memperoleh kesimpulan bahwa dengan tidak diratifikasinya konvensi tersebut memiliki dampak yang cukup signifikan kepada Lessor serta berpengaruh terhadap kegiatan pembiayaan kapal melalui sewa guna-usaha di Indonesia. Ratifikasi atas Konvensi Penahanan Kapal merupakan suatu aspek legal dalam pembiayaan kapal melalui sewa guna-usaha, namun hingga saat ini ratifikasi atas konvensi tersebut masih belum terlaksana.

This thesis discussed the regulation of the leasing of ship as well as the impact to the Lessor (National Finance Company) regarding to the Convention on the Arrest of Ships which has not been ratificated and the effect to the lease contract. Author concluded that ratification of the Convention on Arrest of Ships which has not been carried out since today have a significant impact to the Lessor as well as effects the transaction of ship financing through leasing in Indonesia. Ratification of the Convention on the Arrest of Ships plays as an important role as one the legal aspect in ship financing through leasing, but until today the ratification of the convention mentioned has not been carried out.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S61107
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanita Adventine Desianty
"Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya di tuntut bertindak saksama, menjaga kepentingan para pihak, dan memberikan penyuluhan hukum kepada para pihak terkait dengan pembuatan akta tersebut. Adapun pada prakteknya, terdapat akta Notaris dengan objek sewa Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan Yang Telah Berakhir Jangka Waktunya. Oleh karenanya muncul permasalahan sebagaimana dianalisis dalam tesis yakni perihal: 1 Bagaimana kedudukan Akta Perjanjian Sewa Menyewa dengan Objek Sewa Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan yang telah berakhir jangka waktunya? dan 2 Bagaimanakah peran dan tanggung jawab Notaris atas Akta Perjanjian Sewa Menyewa dengan Objek Sewa Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan yang telah berakhir jangka waktunya? Metode yang digunakan dalam penelitian ini yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis.
Dari hasil penelitian ini ditemukan 2 dua simpulan yaitu: 1 kedudukan Akta Perjanjian Sewa Menyewa tersebut batal demi hukum karena tidak memiliki objek perjanjian. Akibat dari batal demi hukum tersebut adalah perjanjian tersebut tidak pernah lahir; dan 2 Notaris berkewajiban untuk bertindak saksama dan menjaga kepentingan para pihak yang membuat akta tersebut, serta Notaris seharusnya memberikan penyuluhan hukum kepada para pihak. Dalam hal ini, Notaris dapat diberikan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi perdata yaitu tuntutan berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga.
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu: 1 Notaris agar lebih cermat, teliti, saksama dan menaati kewajiban yang ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan peraturan perundang-undangan lainnya dan Kode Etik Notaris; dan 2 pihak yang menderita kerugian akibat batal demi hukum akta perjanjian tersebut dapat mengambil tindakan berupa pelaporan atas pelanggaran yang dilakukan Notaris kepada Majelis Pengawas Daerah dan tuntutan biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.

Notary, in performing its duty and function have to act precisely, maintain both parties interest, and educate them on making deed. In practice, there is a deed of lease agreement with an object of lease agreement is the expired Right to Build on the Rights of Management. Therefore, problem has emerged and will be analysis in this Research, such as 1 How is the position of a Deed with an object of Lease agreement is the expired Right to Build on the Rights of Management and 2 How is the role and responsibility of a Notary who made a Deed of Lease agreement which object is the expired Right to Build on Rights of Management Method used in this research is analytical normative juridical.
According to the research, there are 2 two conclusions 1 Deed is null and void as an effect of no object of agreement. 2 Notary has an obligation to act precisely and maintain both parties interest, and also educate them on making deed. Notary could be awarded sanction whether administrative sanction or civil sanction.
Suggestion that could be given to party that suffer loss are reporting this violation to Area Supervisory Board and bring charges to the Notary to cover expense, loss, and interest.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Fadhil Avisena
"Sektor real estate merupakan salah satu sektor yang berperan penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat di Indonesia dan kerap mengalami pertumbuhan yang cukup baik apabila dilihat dari segi harga jual, pengaruhnya terhadap produk domestik bruto, sekaligus cara pemanfaatan properti di sektor real estate tersebut. Apabila melihat dari pemanfaatannya, salah satu mekanisme yang kerap kali digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah dengan cara menyewa rumah atau properti real estate lainnya. Berkenaan dengan hal tersebut, salah satu transaksi yang kerap dipilih dalam hal ini adalah transaksi sewa guna usaha (leasing). Meskipun pelaksanaan transaksi sewa guna usaha (leasing) pada sektor real estate telah berjalan masif, tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan pengaturan yang komprehensif. Hal tersebut berbanding terbalik dengan Belanda yang telah memiliki peraturan secara khusus untuk sewa guna usaha (leasing) pada sektor real estate. Pengaturan tersebut pun berisikan komponen-komponen yang sangat detail, seperti mekanisme kenaikan dan penurunan nominal sewa guna usaha, kompensasi, sewa guna usaha bersama, bahkan sampai persyaratan formil sekalipun. Merespons fenomena tersebut, penulis akan melakukan perbandingan hukum terhadap peraturan mengenai sewa guna usaha (leasing) pada sektor real estate di Indonesia dan Belanda dengan menggunakan studi doktrinal. Dalam hal ini, penulis akan merujuk pada studi kepustakaan yang utamanya adalah perbandingan peraturan perundang-undangan dan implementasinya dari kedua negara tersebut. Selain untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pengaturan sewa guna usaha (leasing) pada sektor real estate, capaian yang akan diraih dalam skripsi ini adalah identifikasi pengaturan yang dapat diadaptasi oleh Indonesia berdasarkan peraturan di Belanda sehingga peraturan di Indonesia dapat lebih berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia.

The real estate sector plays a crucial role in sustaining livelihoods in Indonesia and often experiences significant growth, as evidenced by sales prices, its impact on gross domestic product, and the utilization of properties within the real estate sector. Regarding utilization, one common mechanism employed by the Indonesian population is leasing homes or other real estate properties. In this regard, one commonly chosen transaction is leasing. Despite the widespread implementation of leasing transactions in the real estate sector, comprehensive regulations are lacking. This stands in contrast to the Netherlands, which has specific regulations governing leasing in the real estate sector. These regulations encompass detailed components such as mechanisms for lease adjustments, compensation, joint leasing arrangements, and even formal requirements. In response to this phenomenon, the author aims to conduct a comparative legal analysis of leasing regulations in the real estate sectors of Indonesia and the Netherlands using a doctrinal approach. The primary methodology involves a literature review comparing legislation and its implementation in both countries. Beyond identifying similarities and differences in leasing regulations in the real estate sector, this thesis seeks to identify regulations that Indonesia can adapt from the Netherlands to enhance its own legal framework in response to evolving human needs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nur Azizah
"Kegiatan yang timbul dalam hubungan antar masyarakat pada dasarnya selalu dikaitkan atau didahulukan dengan adanya pembuatan perjanjian. Salah satunya merupakan perjanjian hutang pihutang dimana dalam hal ini pihak kreditur harus menjamin kepastian agar objek tersebut tidak berada atas penguasaan orang lain. Berdasarkan kepada putusan Mahkamah Agung Nomor 804 K/PDT/2019 dalam hal ini pihak penyewa meminta penundaan atas pelaksanaan lelang eksekusi atas kredit macet oleh pihak yang menyewakan selaku pemilik dari objek sewa tersebut. Penelitian ini mengangkat masalah perihal akibat hukum pembebanan hak tanggungan terhadap perjanjian sewa menyewa dan hak yang seharusnya dipertahankan oleh penyewa dalam hal dilaksanakannya eksekusi. Metode penelitian yang digunakan merupakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian penelitian preskriptif yang bertujuan menggambarkan masalah hukum dan memberikan solusi atau saran sebagai penyelesaiannya dalam mengatasi suatu permasalahan. Hasil penelitian ini adalah akibat hukum dari adanya pembebanan Hak Tanggungan yang diadakan kemudian setelah mengikatnya perjanjian sewa menyewa harus didahulukan pelaksanaannya hingga masa perjanjian sewa menyewa tersebut berakhir. Perjanjian yang sah mengikat bagi para pihak sebagai undang-undang dimana dalam hal ini perjanjian sewa menyewa mengikat terlebih dahulu daripada adanya pembebanan hak tanggungan terhadap objek sewa sehingga dalam hal ini pelaksanaan atas perjanjian sewa menyewa harus didahulukan. Perpanjangan perjanjian sewa menyewa sebagaimana tertuang dalam akta notaris Nomor 01 tertanggal 01 Maret tahun 2017 yang mana para pihak dalam hal ini sepakat terhadap klausul Pasal 5 perjanjian pihak yang menyewakan selaku pemilik atas objek tersebut menyatakan bahwa pada saat dilakukan perpanjangan perjanjian terhadap objek sewa tidak berada atas suatu jaminan hutang dari pihak yang menyewakan. Bentuk pelindungan hukum bagi pihak penyewa dapat mengajukan gugatan wanprestasi atas dasar pihak yang menyewakan melalaikan dan/atau tidak dipenuhinya prestasi sebagaimana yang telah diperjanjikan sebelumnya disertai dengan meminta ganti kerugian yang diperoleh selama perjanjian sewa menyewa masih berlangsung. Apabila perjanjian sewa menyewa telah berakhir, maka dalam hal ini bentuk pelindungan yang dapat diajukan oleh pihak penyewa dapat berupa gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum terhadap pihak yang menyewakan.

Activities that arise in intersociety relations are frequently accompanied by or preceded by the formation of agreements. One of these is a debt contract, wherein the creditor must guarantee that the object is not in the possession of another party. Based on Supreme Court Decision Number 804 K/PDT/2019, the tenant in this case requested a delay in the execution auction for bad credit by the renting party as the owner of the rental object. This study raised questions about the legal implications of encumbering mortgage rights on lease agreements and the rights that tenants should retain in the event of execution. The research method utilized was a normative juridical research method with a prescriptive research type that aimed to describe legal problems and provide solutions or suggestions for problem resolution. The result of this research is that the legal consequences of the encumbrance of Mortgage Rights held after the binding of the lease agreement must take precedence over its implementation until the lease agreement's term expires. A valid agreement binds the parties as a law; in this case, the lease agreement binds prior to the encumbrance of mortgage rights against the lease agreement object, so the lease agreement must be implemented first. The extension of the lease agreement as stated in notarial deed No. 01, dated 1 March 2017, in which the parties agreed to the clause of Article 5 of the agreement of the renting party as the owner of the object, stating that at the time of the extension of the agreement, the object of the lease is not subject to a debt guarantee from the renting party. The form of legal protection for the tenant is to file a lawsuit for default on the grounds that the renting party has neglected and/or failed to perform as previously agreed, along with a demand for compensation, while the lease is still in effect. If the lease agreement has expired, the tenant may file a tort lawsuit against the renting party as a form of protection."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kresnowati Kahfianazli Oktapentari
"ABSTRAK
Melihat pertumbuhan penduduk yang cepat dewasa ini masalah perumahan dirasakan semakin penting. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah penduduk dengan jumlah perumahan sangat berbeda, oleh karena itu harus mendapat perhatian dari pemerintah. Salah satu perhatian pemerintah adalah membangun rumah-rumah negara untuk tempat tinggal pegawai negeri sipil bersama dengan keluarganya. Selanjutnya, titik berat masalah terletak pada proses pengalihan rumah negara kepada pegawai negeri sipil dengan cara sewa bell. Pokok permasalahan adalah mengapa proses pengalihan rumah negara harus dengan sewa beli tidak dengan pengikatan jual beli?, dan bagaimana pelaksanaan pengalihan rumah negara apabila menggunakan sewa beli?. Dalam penelitian ini digunakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, memakai studi dokumen atau studi kepustakaan sebagai alat pengumpulan data, sedangkan studi dokumen tersebut menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Lalu setelah dilakukan analisa, kesimpulam dalam penelitian adalah bahwa berdasarkan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara, pengalihan rumah negara kepada pegawai negeri sipil dilakukan dengan cara sewa beli, sedangkan rumah negara yang dapat dialihkan adalah rumah
negara golongan III saja, dan syarat-syarat dari pengalihan rumah negara dapat dilihat dari subjek dan objek perjanjian sewa beli rumah negara yang mempunyai kekhususan. Saran dalam penulisan ini adalah, sewa beli dalam masyarakat Indonesia lebih baik diatur dalam suatu undang-undang, karena dengan adanya undang-undang sewa bell, maka terdapat suatu pegangan yang pasti bagi semua pihak guna menghindari kesimpang siuran, dalam merumuskan isi perjanjian sewa beli walaupun pembelinya pegawai negeri sipil harus tetap perlu dipertimbangkan, supaya tidak menimbulkan kerugian yang berlebihan dipihak penyewa beli dan penyeleksian calon pembeli rumah negara hendaknya dilakukan dengan teliti oleh pihak yang berwenang dan memprioritaskan kepada mereka yang belum mempunyai rumah."
2007
T 18215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Claudia Maria Yossy
"I. Problem Identification Tarzan Ltd is currently looking forward to expand its cash reserves. The company has recently received a sales and leaseback proposal from East Finance Ltd as a means to achieve this particular objective. With a current debt ratio of 74% and a requirement from its major lender that said debt ratio should not reach 75%, it is important for Tarzan Ltd to determine whether or not the proposal will result in its debt ratio exceeding its current amount before accepting the proposal, and whether or not the proposal will result in a gain in cash reserves.
II. Analysis Following the requirements of AASB 117, there are some rules that the proposal will have to comply with. As required by the AASB, both leases-building and land leases-will be classified separately (AASB 117:15A) as operating and finance leases. According to the standards set in AASB 117, the land lease would be classified as an operating lease due to a lack of transfer of ownership at the end of lease term (AASB 117:8). In addition to that, it would also be classified as an operating lease because of its indefinite economic life and a lack of bargain purchase option (AASB 117:8). Due to the fact that there will be a substantial transfer of ownership and risks at the end of the building lease to the lessee, the lease should be classified as a finance lease (AASB 117:8). In addition to that, the present value of the minimum lease payments is said to cover a substantial major amount of the leased building at 91%. Furthermore, seeing as the classification of lease depends on the substance of the lease rather than the contract, it is also considered that the building lease is classified as a finance lease due to the term being for the major part of the asset`s economic life (10 years) and the lessee`s option to purchase the asset at the end of the lease term (AASB 117:10). Due to the different classification of the two leases, the accounting treatment for both leases would differ according to AASB 117. Profit and loss resulting from the land lease as an operating lease would have to be recognised immediately (AASB 117:61), while any profit or loss resulting from the building lease as a financial lease would have to be amortised over the term. In conclusion, while the land lease can be classified as an operating lease, the building lease cannot be classified as an operating lease. The lease will have to be classified as a finance lease according to the requirements of AASB 117 and shall have different accounting treatments."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Dashinta Hamid
"Dalam transaksi Sewa Guna Usaha secara Sales and Lease Back, pertamatama pelaku usaha menjual dahulu barang modal yang telah dimilikinya kepada perusahaan pembiayaan atau Lessor, dan kemudian setelah menjadi pemilik barang modal tersebut, Lessor dapat menyewakannya kembali kepada pelaku usaha yang bersangkutan. Sedangkan untuk pengalihan hak milik Kapal Laut harus dibuat dengan akta balik nama kapal dihadapan penjabat pencatat dan pendaftar balik nama kapal dimana kapal didaftarkan, diikuti dengan pendaftaran akta balik nama tersebut. Setelah hal itu dilakukan barulah Lessor menjadi pemilik yang sah atas Kapal Laut sehingga dapat menyewakannya kembali kepada si pelaku usaha. Untuk alasan efisiensi, pada perusahaan pembiayaan PT. Xxxx FINANCE hal ini tidak dilakukan. Namun untuk melindungi kepentingan PT. Xxxx FINANCE sebagai Lessor atas Kapal yang menjadi objek sewa guna tersebut, dibuat perjanjian pembebanan hipotik, dimana si pelaku usaha bertindak sebagai pemberi hipotik, dan perusahaan pembiayaan sebagai penerima hipotik. Atas dasar itu penulis bermaksud melakukan analisa kedudukan Lessor terhadap Kapal yang merupakan objek sewa guna tersebut apakah sebagai pemilik ataukah sebagai penerima jaminan? Adapun metode penelitan dalam penulisan tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif yaitu dengan menganalisa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan dan pembuatan perjanjian sewa guna usaha serta kepemilikan dan pembebanan hipotik kapal laut.

For a Leasing Transaction in the form of Sales and Lease Back, at first a Lessee shall sell its owned capital goods to finance company or Lessor, and then after becoming the owner of the capital goods, Lessor can lease out back the capital goods to the Lessee. Nevertheless for transferring of ownership of a Vessel must be executed with a Name Conversion Deed (Akta Balik Nama) in front of the authorized registration officer where the vessel is registered, and followed by registration of the deed. Only after it is concluded the Lessor legally becomes the owner of the Vessel so that it can lease out the Vessel back to the Lessee. For efficient purpose it's not done in PT. Xxxx Finance. To protect the interest of PT. Tifa Finance as Lessor, instead of making a Name Conversion Deed, they make a Hypothec Deed, in which the customer acts as hypothec giver and Lessor as receiver. Based on those transactions the author wants to analyze the position of Lessor against the Vessel which is the lease object, as owner or guarantee receiver? This research uses normative juridical method by analyzing the law and regulation, the implementation and the execution of lease agreement, as well as the ownership and hypothec on Vessel."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T30245
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saint Anderonikus
"ABSTRAK
Transaksi sewa guna usaha atau yang lebih dikenal dengan leasing sejak
tahun 1974 sudah menjadi salah satu pilihan dan solusi bagi para pelaku bisnis
untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam melakukan usahanya. Untuk itu segala
sesuatu yang menyangkut transaksi leasing ini harus dimengerti dengan jelas baik
oleh pihak penyedia jasa pembiayaan dalam bentuk pemberian jasa sewa guna
usaha atau yang lebih dikenal dengan lessor maupun oleh pengguna jasa sewa
guna usaha tersebut atau yang dikenal dengan lessee. Kegiatan sewa guna usaha
ini terbagi menjadi dua, yaitu sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease)
dan sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease). Selain itu, dalam kegiatan
sewa guna usaha pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara
membeli barang penyewa guna (lessee) oleh lessor yang kemudian barang
tersebut disewa-guna-usaha kembali oleh lessee atau yang lebih dikenal dengan
sale and lease back. Barang modal yang dibiayai bermacam-macam dan kapal
laut adalah salah satu contohnya. Pembiayaan kapal laut yang dituangkan dalam
perjanjian sewa guna usaha ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati terutama
dalam segi hukumnya mengenai status kepemilikan kapal laut, mengingat dalam
transaksi sewa guna usaha dengan skema sale and lease back status kepemilikan
dari kapal laut sebelum dilakukannya transaksi sewa guna usaha berada di tangan
lessee dan mengingat bahwa ada beberapa hal yang wajib dilakukan agar
peralihan hak kepemilikan dari kapal laut tersebut dapat dianggap telah dilakukan
dengan sah menurut hukum dan apa akibat hukumnya apabila peralihan hak
kepemilikan dari kapal laut tersebut belum dilakukan dengan sah.

ABSTRACT
Lease transaction or better known as leasing has becoming one of choices
and solutions to the entrepreneurs to fulfil their needs in doing their business since
1974. Therefore, all things related to this lease transaction should be understood
clearly either by a party which provides the financing service in the form of
providing lease service or better known as lessor or by the user of the said lease
service or better known as lessee. This leasing activity is divided into two, which
are lease with option right (Finance Lease) and lease without option right
(Operating Lease). Apart from that, in leasing activity, procurement of capital
good can also be done by purchasing the lessee’s good by the lessor which
afterward such good is leased back by the lessee or better known as sale and lease
back. Capital goods which are financed are various and ship is one of the
examples. This ship financing which is provided in the lease agreement should be
done very carefully especially from the legal point of view with regard to status of
ship’s ownership, considering that in the lease transaction with sale and lease back
scheme the ownership status of the ship prior to the implementation of lease
transaction is in the lessee’s hand and considering that there are several things
which should be conducted in order such transfer of ownership right of the ship
can be assumed that it has been conducted legally according to the law and what
will be the legal impact if such transfer of ownership right of the ship has not been
legally conducted."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T23484
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Azizatun Khasanah
"Mekanisme transaksi Sewa Guna Usaha jenis Finance Lease memiliki ciri khas yang berbeda dengan jenis Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi atau Sewa Operasi (Operating Lease). Hak Opsi bagi Lessee untuk memiliki barang modal merupakan karakteristik utama jenis transaksi Leasing ini. Hak Opsi merupakan hak bagi Lessee untuk memiliki barang, mengembalikan barang, atau memperpanjang jangka waktu sewa guna usaha. Kepemilikan barang modal pada akhir masa sewa dilakukan dengan pembayaran Nilai Sisa merupakan hak Lessee pada mekanisme Finance Lease secara umum banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan Leasing saat ini. Namun, pada beberapa kasus di pengadilan, Hak Opsi bagi Lessee untuk memiliki barang modal menjadi gugur disebabkan adanya cidera janji atau wanprestasi yang dilakukan oleh Lessee. Ketika terjadi wanprestasi, sebagai akibatnya adalah barang modal ditarik oleh lessor yang kemudian dijual olehnya digunakan untuk menutupi sisa kewajiban Lessee. Selain itu, Lessee juga dikenakan ganti kerugian sebesar akumulasi seluruh pembayaran angsuran, biaya-biaya lainnya, dan termasuk Nilai Sisa yang mana mewakilkan harga perolehan barang modal selayaknya Hak Opsi dijalankan. Pada praktiknya, hasil penjualan barang modal tidaklah mampu menutupi nominal ganti kerugian yang ditagihkan kepada Lessee, sehingga Lessee harus membayar seluruh ganti kerugian selayaknya Hak Opsi dijalankan walaupun hak tersebut gugur.

The option right for the Lessee to own capital goods is the main characteristic of this type of Finance Lease transaction. The Option Right is the right for the Lessee to own the goods, return the goods, or extend the lease term. Ownership of capital goods at the end of the lease period by payment of Residual Value is the right of the Lessee in the Finance Lease mechanism generally applied by Leasing companies today. However, in some cases litigated in court, the Option Right for the Lessee to own capital goods becomes void due to a breach of promise or default committed by the Lessee. When a default occurs, the result is that the capital goods are withdrawn by the lessor which is then sold by him which is later used to cover the remaining obligations of the Lessee. In addition, the Lessee is also subject to compensation amounting to the accumulation of all instalment payments, other costs, and including the Residual Value which represents the acquisition price of the capital goods as if the Option Right was exercised. In practical terms, the proceeds from the sale of the capital goods are not able to cover the nominal compensation charged to the Lessee, so the Lessee must pay all compensation if the Option Right is exercised even though the right is cancelled."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>