Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101064 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yona Felinda Putri
"Dalam melewati masa transisi, dewasa muda di Indonesia mengalami berbagai masalah yang berkaitan dengan tahap perkembangannya. Untuk dapat menjalani kehidupannya dengan lebih baik, dewasa muda membutuhkan religiusitas. Religiusitas terbagi ke dalam dua orientasi, yaitu orientasi intrinsik dan ekstrinsik. Diketahui bahwa religiusitas salah satunya dipengaruhi oleh keterlibatan ayah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara keterlibatan ayah dengan orientasi religiusitas intrinsik dan orientasi religiusitas ekstrinsik pada dewasa muda. Terdapat 193 orang, laki-laki (N=79) dan perempuan (N= 114) yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Keterlibatan ayah diukur dengan menggunakan alat ukur Father Involvement Scale (FIS) dan religiusitas dengan menggunakan alat ukur Religious Orientation Scale-Revised(ROR-R). Uji korelasi dilakukan dengan teknik korelasi Spearman, dan menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dengan orientasi religiusitas intrinsik ( (193)= 0,160, p<0,05, one-tailed) dan orientasi religiusitas ekstrinsik ( (193)= 0,274, p<0,05, one-tailed). Artinya, peningkatan skor keterlibatan ayah disertai dengan peningkatan orientasi religiusitas intrinsik dan orientasi religiusitas ekstrinsik pada individu. Untuk itu, untuk meningkatkan orientasi religiusitas, ayah perlu meningkatkan keterlibatannya dalam pengasuhan.

In passing through the transition period, emerging adults in Indonesia experience various problems related to their stage of development. To be able to live their lives better, emerging adults need religiosity. Religiosity is divided into two orientations, namely intrinsic and extrinsic orientations. It is known that religiosity is influenced by father involvement. This study aims to see if there is a relationship between father involvement with intrinsic religiosity orientation and extrinsic religiosity orientation in emerging adults. There were 193 people, male (N=79) and female (N=114) who participated in this study. Father involvement was measured using the Father Involvement Scale (FIS) and religiosity using the Religious Orientation Scale-Revised (ROR-R). Correlation tests were conducted using the Spearman correlation technique, and showed that there was a positive and significant relationship between father involvement and intrinsic religiosity orientation (r_s(193)= 0.160, p<0.05, one-tailed) and extrinsic religiosity orientation (r_s(193)= 0.274, p<0.05, one-tailed). This means that an increase in father involvement score is accompanied by an increase in intrinsic religiosity orientation and extrinsic religiosity orientation in individuals. Therefore, to improve religiosity orientation, fathers need to increase their involvement in parenting."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Arsyitia
"Penelitian ini membahas mengenai hubungan antara keterlibatan ayah dan hubungannya dengan penyelesaian konflik secara konstruktif dalam konteks hubungan romantis pada individu berusia emerging adulthood 18-25 tahun . Adanya penyelesaian konflik yang konstruktif membantu seorang emerging adult dalam memenuhi tugas perkembangannya dalam eksplorasi dalam kehidupan cinta untuk membangun intimasi dengan orang lain. Penelitian kuantitatif ini mengukur keterlibatan ayah menggunakan Father Involvement Scale dan Nurturance Fathering Scale dari Finley dan Schwartz 2004 dan mengukur penyelesaian konflik secara konstruktif menggunakan subskala compromise pada Romantic Partner Conflict Scale Zacchilli, 2009 . Hasil penelitian dari 284 responden 81 pria dan 203 wanita emerging adult di Jabodetabek menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan.

Study investigated the relationship between father involvement with constructive conflict resolution in romantic relationships of emerging adult 18 25 years old . Constructive conflict resolution helps emerging adults to fulfill their developmental tasks, which is about exploration of love life to build intimacy with others. This quantitative study measured father involvement using Father Involvement Scale and Nurturance Fathering Scale from Finley and Schwartz 2004 and measured constructive conflict resolution using compromise subscale in Romantic Partner Conflict Scale Zacchilli, Hendrick Hendrick, 2009 . The results from 284 emerging adults 81 male and 203 female in Jabodetabek showed a positive and significant correlation.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67952
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhillan Zhalyla
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara keterlibatan ayah dan sosioseksualitas pada emerging adulthood. Keterlibatan ayah diartikan sebagai sejauh mana ayah terlibat dalam berbagai aspek di kehidupan anak Finley, Mira, Schwartz, 2008 dan sosioseksualitas diartikan sebagai perbedaan individual pada keinginan seseorang untuk terlibat dalam hubungan seksual tanpa komitmen Penke Asendorpf, 2008.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur keterlibatan ayah adalah Nurturant Fathering Scale domain afektif dan Father Involvement Scale domain perilaku yang dikembangkan oleh Finley dan Schwartz 2004. Untuk mengukur sosioseksualitas digunakan Revised Sociosexual Orientation Inventory dari Penke dan Asendorpf 2008.
Responden penelitian ini merupakan 526 individu yang berada di periode emerging adulthood 18-25 tahun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah, baik pada domain afektif dan domain perilaku, dengan sosioseksualitas pada emerging adulthood.

This study was conducted to examine the correlation between father involvement and sociosexuality among emerging adults. Father involvement defined as the extent to which father's participation in all aspects of children's life Finley Schwartz, 2004. Meanwhile, sociosexuality defined as individual differences of someone's willingness to have sex without a commitment Pendke Asendopf, 2008.
The instruments used in this study are Nurturant Fathering Scale for affective domain and Father Involvement Scale conative domain developed by Finley and Schwartz 2004. To measure father involvement and Revised Sociosexual Orientation Inventory Penke Asendorpf, 2008 to measure sociosexuality.
Respondents of this study are 526 emerging adults 18 25 years old. The result indicated that there is a negative and significant relationship between father involvement, both on affective domain or conative domain, and sociosexuality on emerging adulthood.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S69787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsa Dhiya M
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara interaksi ayah-orang dewasa keterikatan dengan orang dewasa baru yang berada dalam hubungan romantis. Keterlibatan Ayah memiliki dua aspek yaitu aspek afektif dan aspek perilaku. Aspek afektif dari interaksi ayah menggunakan Nurturant Fathering Scale (NFS), sedangkan aspek perilaku Interaksi ayah diukur menggunakan Skala Keterlibatan Ayah (FIS). Keduanya adalah alat ukur dikembangkan oleh Finley dan Schwartz (2004). Kemelekatan orang dewasa memiliki dua dimensi, yaitu dimensi kecemasan dan penghindaran. Untuk mengukur kedua dimensi orang dewasa attachment, digunakan untuk mengukur Experience dalam bentuk Close-Short Relations (ECR-S) Milik Wei, Russell, Mallinckrodt, dan Vogel (2007). Sebanyak 551 responden dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan aspek afektif Interaksi ayah memiliki hubungan dengan kecemasan lampiran (r = -0,129, p <0,01, dua sisi) tetapi tidak memiliki hubungan dengan menghindari keterikatan. Kemudian Ditemukan bahwa perilaku interaksi ayah tidak berhubungan kecemasan atau menghindari keterikatan.

This study aims to examine the relationship between father-adult interactions with new adults who are in romantic relationships. Father's involvement has two aspects, namely affective aspects and behavioral aspects. The affective aspect of the father's interaction uses the Nurturant Fathering Scale (NFS), while the behavioral aspects of the father's interaction are measured using the Father's Involvement Scale (FIS). Both are measuring tools developed by Finley and Schwartz (2004). Adult attachment has two dimensions, namely the dimensions of anxiety and avoidance. To measure both dimensions of adult attachment, it is used to measure Experience in the form of Close-Short Relations (ECR-S) by Wei, Russell, Mallinckrodt, and Vogel (2007). A total of 551 respondents in this study. The results of this study indicated that the affective aspect of the father's interaction had a relationship with attachment anxiety (r = -0.129, p <0.01, both sides) but had no relationship with attachment avoidance. Later it was found that the father's interaction behavior was not related to anxiety or attachment avoidance."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Farahmia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan ayah dan intimasi pada emerging adult yang sedang menjalani hubungan romantis. Sejumlah 441 emerging adult yang sedang terlibat dalam hubungan romantis seperti berpacaran menjadi partisipan dalam penelitian ini.
Penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif non-eksperimental dengan desain korelasional. Keterlibatan ayah diukur menggunakan Reported Father Involvement Scale untuk mengukur keterlibatan ayah domain perilaku dan Nurturant Fathering Scale untuk mengukur keterlibatan ayah domain afektif Finley dan Schwartz. 2004. Sementara itu, intimasi diukur mengggunakan Miller Social Intimacy Scale MSIS yang dikembangkan oleh Miller dan Lefcourt 1982.
Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara keterlibatan ayah, baik pada domain perilaku r=0,35, n=441, p>.01, two-tail maupun afektif r=0,13,n=441, p>.01, two-tail, dengan intimasi pada emerging adult yang menjalani hubungan romantis.

The aim of this study is to examine the relationship between father involvement and intimacy among emerging adult involves in romantic relationship. Total of 441 emerging adults involve in romantic relationship such as dating relationship became participant in this study.
This study is a quantitative non experimental research with corellational design. Reported Father Involvement Scale used to measure behavioral domain of father involvement and Nurturant Fathering Scale used to measure affective domain of father involvement Finley dan Schwartz. 2004 . Meanwhile, Miller Social Intimacy Scale MSIS developed by Miller and Lefcourt 1982 used to measure intimacy.
Result showed that there is no significant relationship between father involvement, both in behavioral domain r 0,35, n 441, p .01, two tail and affective domain r 0,13,n 441, p .01, two tail, with intimacy among emerging adult involves in romantic relationship.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathan Akbar
"Indonesia dapat dikatakan sebagai negara yang kaya akan keragaman suku, agama, ras, dan budaya. Keragaman demikian salah satunya mendorong penerapan budaya kolektivisme di mana tercermin melalui semangat gotong royong. Selain itu, Indonesia turut dipandang sebagai negara beragama. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara religiusitas dan kolektivisme pada emerging adulthood. Studi kuantitatif korelasional dilaksanakan terhadap sebanyak 241 partisipan yang merupakan Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, berusia 18-25 tahun, minimal telah menempuh pendidikan SMA/SMK sederajat, serta penganut salah satu dari enam agama yang sah di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa religiusitas dan kolektivisme memiliki hubungan positif yang signifikan pada emerging adulthood. Individu dapat membangun religiusitas sebagai sarana memupuk budaya gotong royong dan mengeksplorasi identitas melalui penerapan budaya kolektivisme.

Indonesia is a counry rich in ethnic, religious, racial and cultural diversity. Such diveristy encourages the application of a culture of collectivism, which is reflected through the spirit of gotong royong. In addition, Indonesia is also seen as a religios country. This study aims to examine the relationship between religiosity and collectivism in emerging adulthood. A quantitative correlation study was conducted on 241 participants who were citizens of the Republic of Indonesia, aged 18 – 25 years, had at least a high school education, and adhered to one of the six legal religions in Indonesia. The results showed that religiosity and collectivism have a significant positive relationship in emerging adulthood. Individuals can build religiosity as a means of fostering a culture of gotong royong and exploring identity through the application of a culture of collectivism."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Salsabila Mahdiyah
"Indonesia merupakan negara yang beragama dan agama menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Allport dan Ross (1967) ketaatan terhadap agama atau religiusitas individu dapat dilihat berdasarkan orientasinya, yaitu orientasi religiusitas intrinsik dan orientasi religiusitas ekstrinsik. Dalam proses individu memaknai agama dalam hidupnya, dapat dilihat dari bagaimana nilai atau value yang tertanam dalam dirinya. Nilai atau value merupakan pedoman bagi individu untuk berperilaku, mengambil keputusan, dan mengevaluasi peristiwa. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara tipe-tipe nilai Schwartz dengan orientasi religiusitas. Peneliti menggunakan alat ukur PVQ-21 untuk mengukur nilai dan Religious Orientation Scale- Revised (ROS-R) untuk mengukur orientasi religiusitas, dengan metode Pearson Correlation. Melalui penyebaran kuesioner, peneliti memperoleh 241 partisipan emerging adulthood dan menemukan hasil yang cukup beragam. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara nilai dan orientasi religiusitas. Lebih spesifik, tipe-tipe nilai yang berkorelasi dengan orientasi religiusitas intrinsik adalah benevolence, conformity, tradition, dan stimulation, sedangkan nilai yang berkorelasi dengan orientasi religiusitas ekstrinsik adalah benevolence, achievement, stimulation, tradition, hedonism, dan conformity.

Indonesia is a religious country and religion is one of the important aspects of daily life. According to Allport and Ross (1967), adherence to their religion or religiosity can be seen based on their orientation, which is intrinsic religiosity orientation and extrinsic religiosity orientation. In the process of how individuals perceive religion in their lives, it can be seen based on how values are embedded in them. Values are guidelines for individuals to behave, make decisions, and evaluate events. The purpose of this study is to see the relationship between Schwartz's value types and religiosity orientation. The researcher used the PVQ-21 to measure values and the Religious Orientation Scale- Revised (ROS-R) to measure religiosity orientation, using the Pearson Correlation method. Through the distribution of questionnaires, researchers obtained 241 emerging adulthood participants and found quite diverse results. The results showed there is a relationship between types of several values and religiosity orientation. More specifically, the types of values that correlate with intrinsic religiosity orientation are benevolence, conformity, tradition, and stimulation, while the values that correlate with extrinsic religiosity orientation are benevolence, achievement, stimulation, tradition, hedonism, and conformity."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Beatric Rosiana
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara keterlibatan ayah dengan autonomy pada remaja akhir. Instrumen yang digunakan untuk mengukur keterlibatan ayah adalah Nurturant Fathering Scale (NFS) dan Father Involvement Scale (FIS) dari Finley dan Schwartz (2004). Sementara instrumen untuk mengukur autonomy adalah Adolescent Autonomy Questionnaire (AAQ) dari Noom, Dekovic dan Meeus (2001). Sampel penelitian ini berjumlah 109 orang yang berusia 17 - 21 tahun dan tinggal bersama dengan orangtua. Hasil dari penelitian ini adalah tidak adanya hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah dengan autonomy pada remaja akhir (r = 0.036, p>0.05; r = 0.025, p>0.05; r = 0.038, p>0.05).

The purpose of this study is to examine and find out whether there is a relationship between father involvement and autonomy in late adolescent. This study used two measurement tools which are Nurturant Fathering Scale (NFS) and Father Involvement Scale (FIS) by Finley and Schwartz (2004) to measure father involvement and Adolescent Autonomy Questionnaire (AAQ) by Noom, Dekovic and Meeus (2001) to measure autonomy. The subject of this research consisted of 109 student with age 17 - 21 years old and live together with their parents. The results of this study showed no significance relationship between father involvement and autonomy in late adolescent (r = 0.036, p>0.05; r = 0.025, p>0.05; r = 0.038, p>0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Azizah
"Keterlibatan orang tua diketahui memiliki peranan penting dalam perkembangan konsep
diri anak dan remaja. Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara keterlibatan ayah dengan konsep diri pada remaja. Responden yang berpartisipasi
dalam penelitian ini merupakan remaja akhir dengan rentang usia 18-21 tahun sebanyak
415 orang mahasiswa. Keterlibatan ayah didefinisikan sebagai partisipasi ayah dalam
berbagai aspek kehidupan anaknya. Konsep diri didefinisikan sebagai persepsi individu
mengenai dirinya sendiri yang dibentuk oleh interaksi individu dengan lingkungan.
Keterlibatan ayah terdiri dari dua domain yang diukur menggunakan skala dari Finley
dan Schwartz (2004), yaitu Nurturant Fathering Scale (NFS) untuk mengukur
keterlibatan ayah dalam domain afektif, dan Reported Father Involvement Scale (RFIS)
untuk mengukur keterlibatan ayah dalam domain perilaku. Konsep diri diukur
menggunakan Adolescents Self-Concept Short Scale (ASCSS) dari Veiga dan Leite
(2016). Hasil pengukuran menggunakan teknik statistik Pearson Correlation
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah, baik
dalam domain afektif maupun domain perilaku, dengan konsep diri pada remaja.
Parental involvement is known to play an important role in the development of
childrens and adolescents self-concepts. This research is specifically aimed to
examine the relationship between father involvement and self-concept in adolescents.
Respondents who participated in this study were late adolescents with age range of
18-21 years, as many as 415 college students. Father involvement is defined as
fathers participation in various aspects of his child's life. Self-concept is defined as
an individuals perception of itself formed by individual interactions with the
environment. Father involvement consisted of two domains measured by the scale of
Finley and Schwartz (2004), is Nurturant Fathering Scale (NFS) to measure the
involvement of fathers in affective domain, and Reported Father Involvement Scale
(RFIS) to measure father's involvement in behavioural domain. Self-concept is
measured using the Adolescents Self-Concept Short Scale (ASCSS) of Veiga and
Leite (2016). The measurement results using the Pearson Correlation statistical
technique shows that there is a significant link between father involvement, both in
the affective domain and the behavioural domain, and the self-concept in adolescents"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azka Nada Fatharani
"Dewasa awal merupakan masa peralihan dari remaja menuju dewasa. Di Indonesia ditemukan data bahwa tingkat pernikahan sekaligus perceraian didominasi oleh pasangan dari kelompok dewasa awal. Untuk mengurangi perceraian, dibutuhkan kesiapan menikah. Salah satu aspek dalam kesiapan menikah adalah agama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah religiusitas berhubungan dengan kesiapan menikah pada dewasa awal di Indonesia. Sebanyak 610 dewasa awal berusia 19-30 tahun di Indonesia menjadi partisipan pada penelitian ini. Perhitungan menggunakan Spearman Correlation dan ditemukan koefisien korelasi sebesar r=0.0373, N=610, P<0.00. Berdasarkan temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara religiusitas dengan kesiapan menikah. Hal tersebut menandakan bahwa semakin religius seseorang, maka semakin tinggi pula kesiapan menikah yang dimilikinya.

Emerging adulthood is a period of transition from adolescence to adulthood. In Indonesia, it was found that the rate of marriage and divorce is dominated by couples from emerging adulthood. To reduce divorce, it takes readiness to marry. One of the aspect that can influence marriage readiness is religion. This study aims to determine whether religiosity is related to readiness for marriage in emerging adulthood in Indonesia. A total of 610 early adults aged 19-30 years in Indonesia were participants in this study. Calculations using Spearman Correlation and found a correlation coefficient r=0.0373, N=610, P<0.00. Based on these findings, it can be concluded that there is a significant and positive relationship between religiosity and marriage readiness. This indicates that the more religious a person is, the higher his marriage readiness will be."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>