Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55672 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zezsyazeoviennazabrizkie, Ziggy
Jakarta: Penerbit Pt Gramedia Pustaka Utama, 2022
808.83 ZEZ k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Caesania Githa Nadhira
"Topik mengenai difabel merupakan salah satu topik yang dibicarakan dalam karya sastra. Sering kali penderita disabilitas mendapat perlakuan berbeda dari masyarakat. Novel Tanpa Daksa (TD) merupakan salah satu karya sastra Jawa yang menghadirkan tokoh difabel dalam ceritanya. Masalah yang diteliti adalah bagaimana disabilitas digambarkan dalam novel TD, dan bagaimana pandangan tentang disabilitas ini apabila dikaitkan dengan budaya Jawa. Penelitian ini bertujuan menggambarkan citra tokoh difabel dalam novel TD serta kaitannya dengan nilai budaya Jawa. Penelitian ini menggunakan pendekatan sastra objektif menurut Abrams (1988:50) dengan metode deskriptif kualitatif menurut Satoto (2014:15). Analisis citra tokoh menggunakan teori strukturalisme oleh Nurgiyantoro (1998:37). Hasil penelitian ini adalah tokoh utama novel TD mengalami difabel fisik dan difabel mental. Walaupudigambarkan memiliki status sosial yang dianggap tinggi, dengan keadaannya tersebut, ia tetap mendapat diskriminasi dari tokoh lain. Penelitian ini juga menjelaskan nilai- nilai budaya Jawa yang terkandung dalam novel TD, yaitu aja dumeh, ngundhuh wohing pakarti, dan nrima ing pandum. Berdasarkan analisis, dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai makhluk sosial hendaknya saling menghargai satu sama lain dan merangkul semua perbedaan.

Topic of diffables is one of the topics discussed in literature. Often people with disabilities receive different treatment from society. Novel Tanpa Daksa is one of Javanese literary works that presents a disabled character in the story. Problem of this study is how disability is described in the novel, and how the view of disability is related to Javanese culture. This study aims to describe the image of a diffable character in the novel and its relation to Javanese cultural values. This study uses an objective literary approach according to Abrams (1988: 50) with a qualitative descriptive method according to Satoto (2014: 15). Analysis of character image using structuralism theory by Nurgiyantoro (1998: 37). The results of this study are that the main character of the novel has physical disabilities and mental disabilities. Even though he is described as having a high social status, under these circumstances, he still receives discrimination from other figures. This research also explains the Javanese cultural values contained in the novel, namely aja dumeh, ngundhuh wohing pakarti, and nrima ing pandum. Based on the analysis, it can be concluded that humans as social beings should respect each other and embrace all differences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sapuroh
"Ramayana merupakan epos asal India yang menginspirasi pengarang Indonesia untuk menghasilkan karya saduran, baik berupa sastra klasik maupun sastra modern. Novel Sitayana karya Cok Sawitri merupakan salah satu saduran Ramayana yang mengambil pola penceritaan Sitayana atau perjalanan Sita. Dengan metode kualitatif, penelitian ini melihat bagaimana tokoh Sita dikonstruksi ulang melalui kontestasi ideologi gender. Dengan mengacu pada Ramayana Walmiki terjemahan Goldman (1984—2017), pembedahan struktur dengan teori sekuen Alain Viala atas teks Sitayana menemukan bahwa karya ini menghadirkan narasi yang berbeda dari epos Ramayana. Kritik yang ditampilkan Sita terhadap dominasi patriarki sejalan dengan kritik Beauvoir terhadap faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab perempuan dijadikan liyan. Akan tetapi, gugatan teks Sitayana terhadap epos Ramayana memunculkan ambiguitas. Di satu sisi ia menggunggat pengkultusan Rama sebagai sosok sempurna, tetapi di sisi lain ia tidak dapat melepaskan Sita dari esensi perempuan mulia yang ditentukan oleh masyarakat patriarki.

Ramayana is an Indian originated epos which inspired Indonesian authors to produce rechauffes in forms of classical and modern literature. Cok Sawitri’s Sitayana is an adaptation with  the pattern of “Sitayana” or “the passage of Sitayana” narration. Through qualitative method, the study examines the reconstruction of Sita by means of the gender ideology argument. Referring to the Ramayana Walmiki version by Goldman (1984-2017), a structural dissection with Alain Viala’s theory of sequences about Sitayana discovered that the work presents a distinct narration from the original. The critics exhibited by Sita directed towards the dominance of patriarchy meet with Beauvoir’s critic against factors led to the idea of women being considered as others. Notwithstanding, argument about Sitayana towards Ramayana epos brought out an ambiguity. It critized Rama as the embodiment of supremacy and nobility, yet on the other hand, it failed to free Sita from the notion of a virtuous woman who is determined by patriarchy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Thufail
"Pada tanggal 30 September tahun 1965, Partai Komunis Indonesia (PKI) dinyatakan bertanggung jawab dalam gerakan pengambilalihan kekuasaan dengan kekerasan. Peristiwa tersebut tentunya mendapatkan reaksi berupa penolakan terhadap kelompok komunis dari masyarakat. Peristiwa besar tersebut menjadi inspirasi untuk sastrawan di Indonesia. Salah seorang sastrawan yang terinspirasi peristiwa tersebut adalah Mahfud Ikhwan yang menulis novel Kambing dan Hujan. Dalam novel itu dikisahkan mengenai penolakan masyarakat terhadap komunis. Bagaimana penolakan itu digambarkan dalam novel kiranya menarik untuk dikaji. Penelitian ini mendeskripsikan dan mengungkapkan penolakan masyarakat terhadap komunis dalam novel Kambing dan Hujan (2015) karya Mahfud Ikhwan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan struktural dan sosiologi sastra. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penolakan masyarakat dilukiskan melalui anggapan-anggapan buruk (stigmatisasi) masyarakat mengenai kaum komunis.

The Indonesian Communist Party (PKI) was blamed for the violent takeover movement on September 30, 1965. The incident undoubtedly elicited a reaction in the form of community rejection of the communist group. This fantastic event served as an inspiration for Indonesian writers. Mahfud Ikhwan, author of the novel Goat and Rain, was one of the writers who was inspired by this event. The novel tells the story of society's rejection of communism. It would be interesting to investigate how the rejection is described in the novel. This paper examines Mahfud Ikhwan's novel Kambing dan Hujan (2015), which depicts society's rejection of communism. This study employs a qualitative approach with a structural approach and literature sociology. According to the findings of this study, the public's stigmatization of communists reflects the community's rejection.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Diki Permata Fridadixa
"My Name is María Isabel (1993) karya Alma Flor Ada merupakan sebuah kisah yang diceritakan dari sudut pandang seorang anak berlatar belakang budaya Hispanik bernama “María Isabel Salazar López” yang meninggalkan negara asalnya untuk tinggal di kota New York. Buku ini meningkatkan kesadaran tentang perlakuan diskriminatif atau tidak menyenangkan yang diterima oleh sang gadis Hispanik setelah pindah ke tempat baru. Penelitian ini menggunakan teori kekerasan simbolik Pierre Bourdieu dan teori relasi kuasa Michel Foucault guna menganalisis bagaimana kekerasan simbolik dan relasi kuasa antara guru dan murid di kelas memengaruhi identitas budaya dan harga diri María Isabel sebagai murid dari etnis minoritas, serta perkembangannya untuk mengatasi kekerasan tersebut. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kekerasan simbolik yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kekuasaan antara guru dan murid telah melemahkan harga diri María Isabel sekaligus membungkam suaranya. Namun demikian, penelitian ini juga menemukan bahwa terlepas dari efek negatif yang diakibatkan oleh kekerasan simbolik yang diterimanya, María Isabel telah menunjukkan ketahanan yang luar biasa terhadapnya dengan membela identitas budaya Hispanik melalui esainya.

Alma Flor Ada‟s y m is r s l (1993) is a story told from the perspective of a child of Hispanic background named “Mar a Isabel Salazar López” who left her country to live in New York City. The book raises the awareness of the discriminatory or unfavorable treatment received by the Hispanic girl upon her moving to the new place. This study uses Pierre Bourdieu‟s symbolic violence theory and Michel Foucault‟s power relation theory to analyze how the symbolic violence and the teacher-student power relation in the classroom affect Mar a Isabel‟s cultural identity and self-esteem as an ethnic minority student, and her development to cope with the violence. The result of this research finds that the symbolic violence caused by the teacher-student power imbalance has weakened Mar a Isabel‟s self-esteem and silenced her voice. Nevertheless, the research also discovers that despite the negative effects of the symbolic violence she receives, Mar a Isabel has demonstrated remarkable resistance towards it by standing up for her Hispanic cultural identity through her essay."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
JPK 17:5(2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nahla Faizah
"Novel The Color Purple merupakan sebuah novel yang menceritakan proses pemberdayaan diri seorang perempuan kulit hitam Afro-Amerika kelas bawah bernama Celie yang harga dirinya diinjak-injak, dijadikan objek seksual, dan kerap mendapat kekerasan dari laki-laki. Tokoh Celie yang menganggap bahwa sudah sewajarnya perempuan menghadapi perilaku tersebut kemudian tercerahkan dengan kehadiran tokoh-tokoh perempuan lain yang menyimpang dari stereotip gender yang berlaku. Secara teoritis, penelitian ini mengungkapkan objektifikasi yang dialami oleh terhadap perempuan, serta perlawanan perempuan dalam menghadapi objektifikasi. Penelitian ini menggunakan kajian kritik feminis, teori objektifikasi Martha Nussbaum dan Rae Langton, dan teori subjektivitas gender Simone de Beavoir sebagai pisau analisis untuk meninjau subordinasi perempuan oleh laki-laki dan bentuk resistensi yang dilakukannya. Penelitian ini menemukan bahwa pembagian peran gender tradisional terjadi melalui proses yang dilanggengkan di masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan perempuat diposisikan sebagai objek seksual, properti dan kekerasan. Di samping itu, keberhasilan tokoh perempuan dalam meraih subjektivitasnya merefleksikan bentuk perlawanan terhadap patriarki yang bersifat individualis tanpa adanya dukungan dari otoritas masyarakat, tempat sistem patriarki itu mengakar. Dengan kata lain, transformasi tokoh perempuan yang bebas dari belenggu laki-laki tidak berpengaruh signifikan pada lingkungan sekitarnya karena tidak mengubah struktur masyarakat yang berlaku.

The Color Purple novel is a novel that tells the self-empowerment process of a lower-class black African-American woman named Celie whose self-esteem is trampled on, made into a sexual object, and often subjected to violence from men. Celie's character, who thinks that it is natural for women to face this behaviour, is then enlightened by the presence of other female characters who deviate from the prevailing gender stereotypes. Theoretically, this study reveals the objectification experienced by women, as well as women's resistance in the face of objectification. This study uses the study of feminist criticism, the objectivity theory of Martha Nussbaum and Rae Langton, and Simone de Beavoir's theory of gender subjectivity as an analytical tool to examine the subordination of women by men and the forms of resistance they do. The result of the research shows that the division of traditional gender roles occurs through processes that are perpetuated in society. This resulted in woman being positioned as sexual objects, property and violence. In addition, the success of the female figure in achieving their existence to be free from objectification reflects the form of rebellion that is individualistic in nature without the support of the prevailing societal authority, a place where the patriarchal system takes root. In other words, the transformation of Celie's character does not have a significant effect on the surrounding environment because it does not change the prevailing social structure."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Diki Permata Fridadixa
"My Name is María Isabel (1993) karya Alma Flor Ada merupakan sebuah kisah yang diceritakan dari sudut pandang seorang anak berlatar belakang budaya Hispanik bernama “María Isabel Salazar López” yang meninggalkan negara asalnya untuk tinggal di kota New York. Buku ini meningkatkan kesadaran tentang perlakuan diskriminatif atau tidak menyenangkan yang diterima oleh sang gadis Hispanik setelah pindah ke tempat baru. Penelitian ini menggunakan teori kekerasan simbolik Pierre Bourdieu dan teori relasi kuasa Michel Foucault guna menganalisis bagaimana kekerasan simbolik dan relasi kuasa antara guru dan murid di kelas memengaruhi identitas budaya dan harga diri María Isabel sebagai murid dari etnis minoritas, serta perkembangannya untuk mengatasi kekerasan tersebut. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kekerasan simbolik yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kekuasaan antara guru dan murid telah melemahkan harga diri María Isabel sekaligus membungkam suaranya. Namun demikian, penelitian ini juga menemukan bahwa terlepas dari efek negatif yang diakibatkan oleh kekerasan simbolik yang diterimanya, María Isabel telah menunjukkan ketahanan yang luar biasa terhadapnya dengan membela identitas budaya Hispanik melalui esainya. Kata kunci: My Name is María Isabel, kekerasan simbolik, relasi kuasa, murid etnis minoritas, identitas budaya

Alma Flor Ada’s My Name is María Isabel (1993) is a story told from the perspective of a child of Hispanic background named “María Isabel Salazar López” who left her country to live in New York City. The book raises the awareness of the discriminatory or unfavorable treatment received by the Hispanic girl upon her moving to the new place. This study uses Pierre Bourdieu’s symbolic violence theory and Michel Foucault’s power relation theory to analyze how the symbolic violence and the teacher-student power relation in the classroom affect María Isabel’s cultural identity and self-esteem as an ethnic minority student, and her development to cope with the violence. The result of this research finds that the symbolic violence caused by the teacher-student power imbalance has weakened María Isabel’s self-esteem and silenced her voice. Nevertheless, the research also discovers that despite the negative effects of the symbolic violence she receives, María Isabel has demonstrated remarkable resistance towards it by standing up for her Hispanic cultural identity through her essay. Keywords: My name is María Isabel, symbolic violence, power relation, ethnic minority student, cultural identity"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Putri Ramadani
"Peran dan kehadiran pengasuh sangat dibutuhkan anak-anak imigran karena kelekatannya dapat membantu mereka untuk beradaptasi dengan kondisi kehidupan dan lingkungan yang baru. Kelekatan anak dengan lingkungan fisik tempat tinggal mereka juga dapat mempengaruhi proses adaptasi mereka. Dua novel bertema migrasi, Journey of the Sparrows (1991) dan Esperanza Rising (2000), mendukung teori kelekatan (attachment theory) yang dikemukakan oleh Bowlby (1969, 1973, 1980) dan dapat digunakan sebagai contoh bagaimana teori ini dapat diaplikasikan oleh imigran yang tinggal di lingkungan baru. Studi berbasis literatur ini menggunakan perspektif attachment theory untuk menganalisis bagaimana dua bentuk kelekatan, antar manusia dan tempat, mendukung perkembangan individu kedua karakter utama serta mengatasi situasi yang sulit dan mengancam. Studi ini juga membahas bagaimana kesedihan dan kehilangan dapat meningkatkan kebutuhan akan bentuk-bentuk kelekatan dan berperan sebagai pendorong pada perkembangan individu. Studi ini menemukan bahwa keterikatan pada figur dewasa dan tempat dapat mendorong adaptasi dan perkembangan seseorang di lingkungan baru. Tantangan yang dihadapi oleh karakter utama di dalam novel tersebut dapat memberikan wawasan dalam masalah sosial dan emosional yang dihadapi oleh anak-anak imigran diseluruh dunia dan bagaimana kita, sebagai masyarakat, harus mengatasi masalah tersebut.

Among migrant children moving to a new country, the role of the caregiver is important because attachment to parental or familiar figures can help children to adapt to the new living conditions in another country. The attachment of the children to their home and hometown can also be powerful drivers of adaptation among migrant children in a new environment. Journey of the Sparrows (1991) and Esperanza Rising (2000) are two novels about young adults emigrating from their home country to the United States to look for a better life outside their troubled homeland. These two stories are in accordance with Bowlby’s theory of attachment (1969, 1973, 1980) and can be used as examples of how the theory might work for real-life migrants in a new environment. This literary-based study adopts psychological perspectives to analyze how the two forms of attachment, attachment to people and place, supported the main characters’ individual development in the new country, i.e., how they were able to overcome and recover from difficult and threatening situations in pursuit of better lives for them and their family. In addition, this paper also explores how grief and loss can foster the need for those forms of attachment and act as boosters for individual development. The study finds that attachment to parental or adult figures and places can encourage individual’s adaptation and development in the new environment. The challenges faced by the main characters in the novels may provide valuable insights to the social and emotional problems faced by migrant children worldwide and how we, as global citizens, should approach the problems."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Soenarjati Djajanegara
Depok : Fakultas Satra Universitas Indonesia , 1995
R 809.933 SOE c
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>