Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185776 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dasrul
"Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun dengan sistem landfill di Indonesia dimulai sejak tahun 1994. Dasar dari pengelolaan dengan sistem landfill tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 Tentang Pengelolaan Limbah Saban Berbahaya dan Beracun. Sebelum adanya PP Nomor 19/1994 tersebut tidak ada Iimbah B3 yang dikelola sesuai dengan standar lingkungan termasuk belum ada landfill limbah B3 di Indonesia. Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan industri maka pertumbuhan Iimbah B3 semakin banyak oleh karena itu pemerintah merasa perlu membangun pusat pengelolaan Iimbah B3 termasuk landfill.
Terdapat dua alasan mengapa dibangun Pusat Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun. Pertama, sebagian besar industri di Indonesia merupakan industri skala menengah dan skala kecil. Kedua, jika setiap industri diharuskan untuk mengelola dan menimbun limbahnya sendiri, maka biaya yang dikeluarkan akan jauh lebih besar terutama bagi pengahasil skala kecil. Sebagai perbadingan adalah untuk memproses 4000 ton limbah berbahaya biayanya mencapai US$ 539 per ton, sedangkan biaya untuk mengolah 52.000 ton Ilimbah hanya membutuhkan US$ 63 per ton dengan menggunakan "fuel blending process" (Kupchenko, 1993).
Namun demikian sudah hampir 12 tahun sejak landfill pertama dibangun di Cileungsi, Bogor, belum ada lagi fasilitas serupa dibangun di tempat lain di Indonesia, padahal ada beberapa investor yang tertarik untuk masuk kedalam bisnis ini. Dilihat dari potensi pasar, maka PT. PPLI yang mengoperasikan landfill limbah B3 di Cileungsi Bogor tersebut baru dapat menyerap sekitar 10% dari potensi pasar limbah B3. Dengan demikian ada sekitar 90% lagi limbah B3 yang dikelola atau dibuang secara illegal. Dari survey yang dilakukan terhadap responden/calon investor diketahui bahwa ada paling tidak empat faktor yang menjadi kendala bagi investor untuk masuk kedalam bisnis landfill yaitu, sulitnya mencari lokasi yang sesuai dengan persyaratan teknis, sulitnya prosedur perizinan, resiko yang relatif besar dan adanya masalah sosial masyarakat. Responden mengharapkan jika keempat kendala tersebut bisa teratasi oleh pemerintah maka akan menarik bagi mereka untuk masuk kedalam bisnis landfill."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T18722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milda Restuti Iriany
"Bengkel motor skala Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Jakarta Timur berpotensi menghasilkan Limbah B3 yang harus dikelola. Permasalahan dalam penelitian adalah pengelola bengkel belum melakukan pengelolaan Limbah B3 sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak mendukung keberlanjutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun strategi keberlanjutan pengelolaan Limbah B3 dari bengkel UMKM. Metode yang digunakan adalah metode campuran (kuantitatif dan kualitatif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 8 jenis Limbah B3 yang dihasilkan dengan jumlah rata-rata per bengkel antara 128,91 kg hingga 392,35 kg dalam satu bulan, tingkat penerapan (pemenuhan persyaratan) pengelolaan Limbah B3 berkisar antara 37% hingga 63% dan Limbah B3 belum banyak dimanfaatkan oleh industri daur ulang karena mayoritas Limbah B3 dikelola oleh pengepul tidak berizin. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa diperlukan penguatan terhadap pengelola bengkel dengan meningkatkan pengetahuan dan sikap terkait pengelolaan Limbah B3 melalui pembinaan dan pengawasan yang dapat dilakukan bersama-sama, baik oleh pemerintah maupun industri.

Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) scale motorcycle repair shops in East Jakarta City have the potential to generate hazardous waste that must be properly managed. The problem identified in this study is that repair shop managers have not implemented hazardous waste management in accordance with existing regulations and do not promote sustainable practices. The objective of this research is to develop a strategy for the sustainable management of hazardous waste in MSME repair shops. The method used was a mixed methods (quantitative and qualitative). The results showed that there are 8 types of hazardous waste generated with an average amount per repair shop ranging between 128.91 kg to 392.35 kg per month, the level of implementation (compliance with requirements) of hazardous waste management ranged from 37% to 63% and hazardous waste has not been widely utilized by the recycling industry because the majority of hazardous waste is managed by unlicensed collectors. The conclusion of the study show that it is necessary to strengthen repair shop managers by increasing knowledge and attitudes related to hazardous waste management through guidance and supervision that can be performed collaboratively by both the government and the industry."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cholisa Amalia Putri Rinjani
"Adanya peningkatan jumlah kendaraan bermotor akan mengakibatkan timbulan limbah B3 dari bengkel juga akan meningkat. Hal ini membahayakan apabila pihak pengelola bengkel tidak melakukan pengelolaan dengan baik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komposisi dan jumlah, mengobservasi pengelolaan, serta memberikan rekomendasi pengelolaan limbah B3 untuk bengkel diler mobil yang berada di Jakarta Selatan. Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel, observasi, dan wawancara di tiga bengkel diler mobil yang ada di Jakarta Selatan. Hasil yang ditemukan adalah jenis dan komposisi limbah B3 yang ditimbulkan PT. X adalah 53,64% oli bekas, 29,37% onderdil bekas, 13,79% botol oli bekas, 2,84% kain majun bekas, dan 0,37% serbuk gergaji; Bengkel PT. Y adalah 71,22% oli bekas, 20,94% kain majun bekas, dan 7,84% botol oli bekas; Bengkel PT. Z adalah 90,67% oli bekas, 4,55% botol oli bekas, 3,17% kain majun bekas, 1,14% onderdil bekas, 0,25% serbuk gergaji, dan 0,22% botol pelarut bekas. Pengelolaan yang dilakukan oleh ketiga bengkel belum sepenuhnya memenuhi syarat dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 6 Tahun 2021. Beberapa rekomendasi pengelolaan yang diberikan adalah penggantian wadah, penambahan simbol dan label B3, memperbaiki tempat penyimpanan, dan membuat laporan pengelolaan limbah B3.

The increase of car units is directly proportional to the hazardous and toxic wastes generated from car repair shops. This will endanger the environment and health if the wastes are not effectively managed. This research aims to identify the types and compositions, observe existing management, and recommend the proper management of hazardous wastes generated from the repair shops. The methods used are sampling, observing, and interviewing three car dealership repair shops located in Jakarta Selatan. The result shows that in Bengkel PT. X, the composition consists of 53,64%  used oil, 29,37% used spare parts, 13,79% used oil bottles, 2,84% used rags, and 0,37% sawdust; PT. Y consists of 71,22% used oil, 20,94% used rags, and 7,84% used oil bottles; PT. Z consists of 90,67% used oil, 4,55% used oil bottles, 3,17% used rags, 1,14% used spare parts, 0,25% sawdust, and 0,22% used solvent bottles. The hazardous waste management done by each repair shop is still not fully in accordance with Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 6 Tahun 2021. Some recommendations for these repair shops are to change the waste containers, add hazardous waste symbol and label, fix the storage room according to existing regulation, and write biannual waste management report."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Nurlaily
"Tingginya limbah B3 dari bengkel sepeda motor akibat dari meningkatnya kendaraan bermotor dapat memicu dampak yang berbahaya bagi manusia, lingkungan dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi mengenai pengelolaan limbah B3 di bengkel kendaraaan bermotor roda dua. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi limbah B3 bengkel, menganalisis timbulan dan komposisi limbah B3 bengkel serta mengevaluasi pengelolaan limbah B3 dari aktivitas bengkel resmi sepeda motor. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu berdasarkan SNI 19-3964-1994. Hasil penelitian timbulan limbah B3 bengkel selama delapan hari sampling pada bengkel 1, 2 dan 3 berturut-turut yaitu 0,66 kg/hari, 0,72 kg/hari dan 0,69 kg/hari. Limbah B3 yang dihasilkan adalah kain majun bekas, limbah oli, limbah botol oli, limbah botol coolant, dan onderdil bekas. Berdasarkan hasil observasi pengelolaan limbah B3 di bengkel, pengelolaan yang sudah diterapkan yaitu pewadahan, penyimpanan dan pengangkutan. Akan tetapi pengelolaan limbah B3 masih belum sesuai dengan peraturan. Rekomendasi untuk pengelolaan limbah B3 yaitu menyediakan wadah limbah padat berupa wadah plastik PVC/PP/HDPE, memasang simbol B3 dan label jenis limbah, menyediakan APAR, dan menggunakan kendaraan pengangkut tertutup

The high level of hazardous waste from motorcycle repair shops as a result of the increase in motorized vehicles can trigger harmful impacts on humans, the environment and other living things. It is necessary to evaluate the management of hazardous waste in two-wheeled motor vehicle workshops. This study aims to identify hazardous workshop waste, analyze the generation and composition of workshop hazardous waste, also evaluate hazardous waste management from authorized motorcycle workshop activities. The sampling method used is based on SNI 19-3964-1994. The results of the study on the generation of hazardous waste in the workshop for eight sampling days at workshops 1, 2 and 3, respectively, were 0.66 kg/day, 0.72 kg/day and 0.69 kg/day. Hazardous waste generated include used cloth, waste oil, waste oil bottles, waste coolant bottles, and used auto parts. The results of observations of hazardous waste management in the workshop, the management that has been applied is receptacle, storage and transportation. However, hazardous waste management is still not in accordance with regulations. Recommendations for hazardous waste management are providing solid waste containers in the form of PVC/PP/HDPE plastic containers, installing hazardous symbols and waste type labels, providing fire extinguishers, and using closed transport vehicles."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmal Dzaky Baskara Gunawan
"Salah satu sektor yang paling banyak menghasilkan emisi adalah sektor transportasi sebanyak 23%. Pada abad ke-21. Kendaraan Bermotor listrik (KBL) mulai bermunculan di jalanan terutama yang menggunakan Lithium Ion Batteries (LIBs). KBL merupakan salah satu solusi dalam mengurangi polusi udara. KBL lebih unggul dibandingkan kendaraan yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya. Indonesia menyambut hal ini dengan membuat instrumen hukum untuk mendorong program percepatan KBL melalui Peraturan Presiden No. 55/2019 yang diubah dengan Peraturan Presiden No. 79/2023. Instrumen ini hadir sebagai suatu upaya untuk mendorong penggunaan KBL oleh masyarakat Indonesia dalam mengurangi polusi udara. Namun, inovasi terhadap mobil listrik yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca tidak lepas dari timbulnya suatu permasalahan baru. Permasalahan tersebut adalah potensi limbah baterai mobil listrik yang telah terpakai, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Atas hal tersebut, penulis meninjau permasalahan pengelolaan limbah baterai KBL melalui konsep tanggung jawab produsen. Konsep tanggung jawab produsen pertama kali diperkenalkan dalam UU No. 18/2008. Konsep tanggung jawab produsen atau biasa disebut Extended Producer Responsibility (EPR), merupakan konsep yang menitikberatkan tanggung jawab produsen dalam pengelolaan barang yang mereka produksi. Hal ini penting, karena baterai KBL masuk kedalam kategori limbah B3, yang membutuhkan penanganan khusus dalam pengelolaannya. Penelitian ini menggunakan metode penulisan yuridis-normatif, yaitu melihat kesesuaian kebijakan pengelolaan limbah B3 dengan berbagai bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Selain itu, penulis utamanya akan mengaitkan kebijakan tersebut dengan konsep pengelolaan limbah B3 terutama konsep EPR. Berdasarkan penelitian ini, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan pengelolaan limbah baterai KBL dengan peraturan yang sudah ada saat ini. Hal ini penting, agar konsep EPR yang masih dilakukan secara sukarela oleh produsen, dapat berjalan secara sirkular.

One of the sectors that produces the most emissions is the transportation sector, which accounts for 23%. In the 21st century. Electric Vehicles (Evs) began to appear on the streets, especially those using Lithium Ion Batteries (LIBs). They are one of the solutions in reducing air pollution. They are superior to vehicles that use fossil fuels as their energy source. Indonesia welcomed this by creating a legal instrument to encourage the acceleration of the KBL program through Presidential Regulation No. 55/2019 which was amended by Presidential Regulation No. 79/2023. This instrument is present as an effort to encourage the use of KBL by the Indonesian people in reducing air pollution. However, innovation in electric cars that aims to reduce greenhouse gas emissions cannot be separated from the emergence of a new problem. This problem is the potential waste of used electric car batteries, which can cause environmental pollution. For this reason, the author reviews the problem of KBL battery waste management through the concept of producer responsibility. The concept of producer responsibility was first introduced in Law No. 18/2008. The concept of producer responsibility or commonly called Extended Producer Responsibility (EPR), is a concept that emphasizes the responsibility of producers in the management of the goods they produce. This is important, because KBL batteries fall into the category of hazardous waste, which requires special handling in its management. This research uses a juridical-normative writing method, which looks at the suitability of B3 waste management policies with various primary, secondary, and tertiary legal materials. In addition, the author will mainly relate the policy to the concept of hazardous waste management, especially the concept of EPR. Based on this research, the government needs to improve the supervision of KBL battery waste management with the current regulations. This is important, so that the concept of EPR, which Is still carried out voluntarily by producers, can run circularly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Nur Laili
"

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa sampah B3 rumah tangga dan menganalisis persepsi masyarakat terhadap potensi resiko penggunaan pestisida. Identifikasi sampah dilakukan menggunakan acuan SNI 19 3964 1994 dan dilakukan selama 8 hari kepada 65 KK di daerah desa dan 55 KK di daerah kota. Analisa persepsi masyarakat terhadap potensi resiko penggunaan pestisida dilakukan menggunakan metode wawancara dengan melihat 3 aspek utama yaitu penggunaan, pembuangan, dan persepsi responden terhadap resiko penggunaan pestisida. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sampah B3 rumah tangga di daerah kota sampah B3 rumah tangga menyumbang 8,22% dan di daerah desa menyumbang 5,30% pada aliran sampah padat perkotaan, dengan nilai timbulan mencapai 21,93 g/orang/hari (kota) dan 11,31 g/orang/hari (desa). Dalam hal penggunaan pestisida terdapat 56,92% responden di desa dan 65,96% responden di kota yang tidak menggunakan pestisida sesuai instruksi pemakaian. 78,72% responden di kota membuang sampah kemasan pestisida mereka secara tercampur tanpa ada pemisahan dan 41,54% responden di desa membuang sampah pestisida mereka dengan cara dibakar. Dalam melihat potensi resiko penggunaan pestisida responden di kota cenderung memberikan nilai resiko yang lebih tinggi daripada menurut penilaian responden di desa.


This research conducted to analyze household B3 waste and analyze public perceptions of the potential risks of using pesticides. Waste identification is carried out using the reference SNI 19 3964 1994 and carried out for eight days to 65 households in the rural area and 55 households in the urban area. Analysis of the public perception of the potential risks of using pesticides carried out using the interview method by looking at three main aspects: the use, disposal, and respondents’ perceptions of the risks of using pesticides. This study’s results indicate that household hazardous waste in urban areas contributed 8.22% and in rural areas contributed to 5.30% in solid waste generation, with a generation value reaching 21.93 g/person/day (city) and 11.31 g/person/day (village). 56.92% of rural respondents and 65.96% of urban respondents in the city did not use pesticides according to the instructions. 78.72% of urban respondents disposed of their pesticide packaging waste mixed with no separation, and 41.54% of rural respondents disposed of their pesticide waste by burning. In seeing the potential risks of using pesticides, urban respondents tend to give a higher risk value than according to the rural respondents’ assessment.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiolyn Wina Putri
"Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Kegiatan pelayanan kesehatan di Puskesmas menghasilkan limbah padat bahan berbahaya dan beracun (B3) yang akan berdampak pada permasalahan lingkungan dan kesehatan. Kota Administrasi Jakarta Selatan adalah salah satu kota yang mengalami laju pertumbuhan penduduk cukup besar dan memiliki jumlah Puskesmas terbesar kedua di Provinsi DKI Jakarta, sehingga jumlah limbah yang dihasilkan akan semakin bertambah. Dengan demikian, diperlukan pengelolaan limbah berkelanjutan yang terintegrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengelolaan limbah padat B3 Puskesmas di Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan menilai aspek pengelolaan limbah yang terintegrasi dan berkelanjutan dan menentukan prioritas masalah pada aspek pengelolaan limbah padat B3. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian deskriptif dengan jumlah sampel 35 Puskesmas Kelurahan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa skor aspek pengelolaan limbah di Puskesmas Kota Administrasi Jakarta Selatan tergolong baik, dengan nilai 79,18 dari 100. Prioritas masalah disusun berdasarkan nilai terendah yaitu dimulai dari aspek kelembagaan dengan skor 60, aspek sosial budaya dengan skor 66,29, aspek teknis dengan skor 75,36, aspek lingkungan dengan skor 94,29, dan aspek hukum dengan skor 100.
Public Health Center (PHC) is a health service facility that organizes public health and individual health efforts. Health service activities in PHC produce hazardous and toxic solid waste that will have an impact on environmental and health problems. South Jakarta City has a fairly large population growth rate and second largest number of PHC in DKI Jakarta Province so that the amount of waste generated will increase, therefore integrated sustainable waste management is needed. This study aims to determine the description of the management of toxic and solid waste in South Jakarta City PHC by assessing the waste management aspects and determining the priority problems in the aspects of hazardous and toxic solid waste management. This research is a quantitative study with a descriptive research design with a sample size of 35 Village Public Health Centers. The results of this study indicate that the score of waste management aspects in South Jakarta City PHC is classified as good, with a score of 79,18 out of 100. Priority problems are arranged based on the lowest value, starting from the institutional aspects (score 60), socio-cultural aspects (score 66,29), technical aspects (score 75,36), environmental aspects (score 94,29), and legal aspects (score 100)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifaldi Luthfi
"Seiring dengan meningkatnya jumlah masyarakat yang menggunakan kendaraan roda dua dimana menurut informasi dari Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Selatan bahwa Tahun 2018 jumlah kendaraan bermotor di Kota Jakarta Selatan berjumlah 8.136.410 motor dan hal ini terus bertambah hingga tahun 2020. Dengan perawatan yang dilakukan pengendara motor, akan menghasilkan jumlah limbah yang tinggi khususnya untuk jenis limbah B3. Oleh karena itu, maka perlu adanya penelitian yang berkaitan dengan pengelolaan limbah B3 pada aspek mengetahui komposisi, timbulan, evaluasi alur pengelolaan limbah B3 dari kegiatannya, pengetahuan pihak bengkel terkait pengelolaan limbah B3, serta memberikan rekomendasi dari hasil evaluasi dan pengamatan. Metode yang dilakukan adalah memberikan wawancara dan pengamatan secara langsung ke bengkel non resmi dan untuk pengambilan sampel dilakukan berdasarkan SNI 8529 : 2018 untuk pengambilan sampel, SNI 19 – 3964 – 1994 yakni metode pengukuran timbulan dan komposisi sampah perkotaan serta cara penilaian berdasarkan literatur. Jumlah komposisi limbah B3 yang dihasilkan dari tiga bengkel X, Y, dan Z yang paling banyak adalah pada oli bekas yaitu 48%, 49%, dan 73%, sedangkan timbulan tiga bengkel X, Y, dan Z yang dihasilkan rata – rata sejumlah 0,81 kg/motor, 0,83 kg/motor, dan 0,54 kg/motor. Secara keseluruhan, pengelolaan limbah B3 untuk ketiga bengkel ini tergolong buruk dari hasil penilaian. Adanya rekomendasi terkait alur pengelolaan yang belum sesuai dari berbagai jenis limbah B3 yang dihasilkan.

According to Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Selatan, the number of motorcycles in Jakarta has increased to 8.136.410 motors in 2018 and keep increasing until 2020. This affects the waste generation from the maintenance and repairs of motorcycle users, especially the hazardous and toxic waste. Therefore, this research aims to identify the activities that generate hazardous and toxic waste, analyze the existing hazardous and toxic waste management and its facilities, analyze composition and amount of hazardous and toxic waste generated, and give recommendations according to existing regulations. The method used in this research is interview and direct observation. Sampling is done according to SNI 85:2018, while the measurement of waste generation and its composition is done according to SNI 19-3964-1994. The result shows that used engine oil takes up the most part of hazardous and toxic generation in each repair shop, which are 48% for repair shop X, 49% of repair shop Y, and 73% for repair shop Z. The average hazardous and toxic waste generated from repair shop X is 0,81 kg/motor, Y is 0,83 kg/motor, and Z is 0,54 kg/motor. Overall, the hazardous and toxic waste management classified as bad from the result of the assessment. The recommendations for these repair shops are for container, storage, and transportaion aspects.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati Caesaria
"ABSTRAK
Tesis ini membahas pengendalian persediaan untuk barang perishable yang memiliki usia penggunaan pendek. Dalam penelitian ini, barang perishable yang digunakan adalah bahan kimia yang apabila kadaluarsa akan menjadi limbah B3. Semakin ketatnya peraturan pemerintah terkait limbah B3, perusahaan dituntut untuk dapat melakukan pengendalian terhadap B3 yang digunakan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan membandingkan sistem persediaan bahan kimia saat ini dan dengan usulan perbaikan terhadap permasalahan yang sedang dihadapi PTXYZ dengan metode Continous Review Method dan dikombinasikan dengan metode FIFO untuk pengendalian barang perishable. Hasil penelitian menyarankan bahwa diperlukan modifikasi prosedur persediaan bahan kimia untuk mengurangi timbulan limbah B3 yang dihasilkan akibat kelebihan bahan kimia yang tidak digunakan.
ABSTRACT
This thesis will further discuss about the inventory control of perishable materials that have a short shelf life. The perishable material used for this study is chemical which if expired will becategorized as hazardous waste. With the enforcement of government regulation about hazardous waste, companies are required to control their hazardous material and chemical waste generated. This study is using a quantitative analysis by comparing between current chemical inventory system and the proposed system using Continuous Review Method combined with FIFO to solve the problem currently faced by PT XYZ. The result of this study recommend that a modification of perishable inventory procedure is necessary to reduce hazardous waste generated caused by unused chemical."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Heltina
"Limbah fenol merupakan salah satu bahan buangan berbahaya yang dapat menimbulkan permasalahan bagi lingkungan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengeliminasi fenol. Proses fotokatalisis dapat digunakan untuk mendegradasi senyawa fenol. TiO2 nanotube TiNT merupakan salah satu diantara beberapa material fotokatalis. Untuk meningkatkan kinerja fotokatalis dalam mendegradasi fenol diperlukan kombinasi dengan proses adsorpsi. Carbon nanotube CNT memiliki kemampuan adsorpsi yang baik dan dapat bertindak sebagai penangkap elektron elektron trapping sehingga dapat dikombinasi dengan TiNT. Kombinasi TiNT dan CNT dapat meningkatkan kinerja fotokatalis dalam mendegradasi fenol. Rekayasa komposit TiNT-CNT bertujuan untuk mendapatkan material TiNT dan komposit TiNT-CNT. Kinerja komposit TiNT-CNT diuji efektivitasnya dalam mendegradasi fenol.
Penelitian ini diinvestigasi terhadap sintesis, karakterisasi dan aktivitas fotokatalis TiNT dan komposit TiNT-CNT. TiNT disintesis dari TiO2 P25 nanopartikel yang ditambahkan NaOH dengan metode hidrotermal pada suhu 130oC, kecepatan 600 rpm selama 6 jam. Variasi yang dilakukan adalah lama waktu pencucian dengan HCl, waktu hidrotermal dan suhu kalsinasi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan TiNT yang memenuhi kriteria nanotube dan mempunyai kinerja fotokatalis dalam mendegradasi fenol. Treatment CNT menggunakan asam HNO3 dan surfaktan cocoPAS bertujuan untuk menghasilkan gugus fungsional CNT sehingga gugus fungsional tersebut diharapkan dapat berikatan dengan gugus fungsional TiNT. Sedangkan penambahan surfaktan bertujuan menghasilkan dispersi CNT dan TiNT. Komposit terjadi karena adanya interaksi elektrostatik antara TiNT dan CNT. Sintesis komposit TiNT-CNT dengan CNT yang sudah dimodifikasi dengan perlakuan asam dan surfaktan cocoPAS menggunakan metode pengadukan selama 3 jam. Kinerja komposit TiNT-CNT diuji efektivitasnya dalam mendegradasi fenol.
Hasil karakterisasi diperoleh bahwa TiNT mempunyai morfologi nanotube pada waktu hidrotermal selama 6 jam dan lama waktu pencucian dengan HCl adalah 1 jam. Kinerja fotokatalis TiNT yang paling maksimum dalam mengeliminasi fenol adalah TiNT pada kalsinasi 700 C dengan persen degradasi sebesar 54. Diperoleh TiNT yang memiliki struktur kristal anatase dengan ukuran 27 nm, luas permukaan spesifik 29,7 m2/g. Proses perlakuan asam pada CNT berhasil meningkatkan jumlah oksigen dalam carbon yang mengarah pada terbentuknya gugus fungsional karboksilat pada permukaan CNT. Sedangkan proses penambahan surfaktan mampu mendispersi senyawa komposit TiNT-CNT. Kristalinitas dan ukuran kristal katalis merupakan parameter yang paling mempengaruhi aktivitas fotokatalisis disamping luas permukaan dan morfologi. Pada komposit TiNT-CNT morfologi yang diperoleh berbentuk acak. Kinerja paling tinggi dalam mendegradasi fenol adalah fotokatalis komposit TiNT-CNT dengan CNT yang ditreatment asam HNO3. Loading maksimum CNT dalam komposit TiNT-CNT adalah sebesar 2 yang mempunyai kinerja untuk eliminasi fenol sebesar 62. Dari hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa rekayasa komposit Titania nanotube TiNT dan Carbon nanotube CNT mempunyai potensi yang menjanjikan sebagai alternatif dalam mengolah limbah fenol.

Phenol waste is one of the hazardous waste materials that can cause problems for the environment. Efforts are made to overcome the problem is to eliminate phenol. The photocatalytic process can be used to degrade the phenol compounds. TiO2 nanotubes TiNT is one of several photocatalyst materials. To improve the performance of photocatalyst in degrading phenol is required combined with the adsorption process. Carbon nanotubes CNTs have excellent adsorption capability and can act as electron trapping electron trapping so that it can be combined with TiNT. The combination of TiNT and CNT can improve the performance of photocatalyst in degrading phenol. TiNT CNT composite design aims to obtain TiNT and TiNT CNT composite materials. The performance of TiNT CNT composites tested its effectiveness in degrading phenol.
This study investigated the synthesis, characterization and activity of TiNT photocatalysts and TiNT CNT composites. The TiNT was synthesized from TiO2 P25 nanoparticles added NaOH by hydrothermal method at 130oC, 600 rpm for 6 hours. The variations performed were the length of washing time with HCl, hydrothermal time and calcination temperature. It aims to obtain TiNT that meets the nanotube criteria and has a photocatalytic performance in degrading phenol. Treatment of CNTs using acid HNO3 and surfactant cocoPAS aims to produce CNT functional groups so that the functional groups are expected to bind to the TiNT functional group. While the addition of surfactant aims to produce CNT and TiNT dispersions. Composites occur because of the electrostatic interaction between TiNT and CNT. The synthesis of TiNT CNT composites with modified CNTs with acid and surfactant treatments cocoPAS using a stirring method for 3 hours. The performance of TiNT CNT composites tested its effectiveness in degrading phenol.
The characterization results show that TiNT has nanotube morphology at the hydrothermal time for 6 hours and the washing time with HCl is 1 hour. The maximum TiNT photocatalyst performance in eliminating phenol is TiNT at calcination of 700 C with 54 degradation percentage. TiNT has an anatase crystalline structure of 27 nm in size, a specific surface area of 29.7 m2 g. The acid treatment process of CNTs has successfully increased the amount of oxygen in the carbon that leads to the formation of carboxylic functional groups on the CNT surface. While the process of addition of a surfactant is able to disperse the compound TiNT CNT. The crystallinity and crystal size of the catalyst is the parameters that most influence the activity of photocatalysis in addition to surface area and morphology.In the morphologically obtained TiNT CNT composite obtained randomly. The highest performance in degrading phenol is TiNT CNT composite photocatalyst with acid treated HNO3 CNT. The maximum CNT loading in the TiNT CNT composite is 2 which has a performance for phenol elimination of 62. From the results obtained it can be stated that the composite design of Titania nanotubes TiNT and Carbon Nanotubes CNT has a promising potential as an alternative in treating phenol waste.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
D2376
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>