Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152063 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sondakh, Bernard Kent
"Pada tanggal 17 Desember 2002, International Court of Justice (ICJ) di Den Haag telah memutuskan Malaysia sebagai pemilik sah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan (Sili). Keputusan tersebut diambil dengan menggugurkan seluruh argumentasi hukum yang diajukan oleh Indonesia maupun Malaysia dan pertimbangan terhadap kepemilikan SIli diputuskan oleh ICJ dengan menerapkan prisnsip effective occupation."
2003
HUPE-XXXIII-1-Mar2003-76
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"After the loss of Sipadan and Ligitan Islands. the possibility of lossing outer islands will take a full concern throughout the nation. It can be a potential threat at the same time, thus the outer islands should get special attention and supervision to prevent problems that may interfere the integrity of Indonesia. The problem exists such as 1) lack of conclusive legal issues with bordering countries, 2) the unsynchronised role and activities of government agencies, 3) a relatively high cost to create the level of presence of security forces especially on uninhabited islands, 4) the ineffective usage of IT."
JPUPI 3:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhridho S.B.P. Susilo
"Pengaturan Konsepsi Negara Kepulauan dalam UNCLOS 1982 memberikan dasar hukum yang diakui secara internasional sekaligus serangkaian hak dan kewajiban bagi negara-negara yang mengklaim dirinya sebagai negara Kepulauan, salah satunya Indonesia. Bagi Indonesia, pengaturan ini memperkuat dan menyempurnakan klaim yang dilakukannya pada tahun 1957 sebagai Negara Kepulauan, jauh sebelum UNCLOS 1982 ditandatangani, dan juga memberikan hakhak dan kewajiban-kewajiban pada Indonesia. Salah satu hak yang diberikan oleh UNCLOS 1982 adalah hak untuk membentuk dan menetapkan archipelagic sea lane atau alur laut kepulauan, yaitu suatu jalur yang menghubungkan antara satu bagian laut lepas atau zona ekonomi eksklusif dengan bagian lain dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif dan berfungsi untuk perlintasan kapal-kapal asing, baik kapal dagang, maupun kapal perang. Hak ini telah dilaksanakan oleh Indonesia melalui penetapan tiga ALKI yang diatur lewat PP No. 37 Tahun 2002. Mengingat pentingnya makna alur tersebut bagi Indonesia maupun dunia internasional, tidak hanya dari segi komersial, namun juga militer, maka sudah sepantasnya negara kepulauan yang bersangkutan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengamankan alur-alur tersebut dari gangguan yang mengancam baik terhadap kapal-kapal asing yang lewat disitu maupun terhadap kepentingan nasionalnya. Dalam kaitannya dengan hal ini, TNI-AL yang memiliki kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang untuk menegakkan hukum dan mengamankan perairan Indonesia memiliki peran yang sangat besar. Dalam skripsi ini akan dibahas konsep pengamanan ALKI berdasarkan UNCLOS 1982 dan PP No.37 Tahun 2002, serta langkah-langkah dan kebijakan yang telah dilakukan TNI-AL dalam rangka pengamanan ALKI tersebut, beserta dasar hukum dan kasus terkait yang pernah terjadi di ALKI.

The incorporation of Archipelagic States Conception and Principles in the UNCLOS 1982 gives a legal basis recognized by international law as well as certain rights and obligations for those states who claim themselves to be Archipelagic State, one of them is Indonesia. For Indonesia, this incorporation strenghten dan perfects its claim as an Archipelagic State done in 1957, long before UNCLOS 1982 was signed, and also gives rights and obligations to Indonesia. One of the right that is governed by UNCLOS 1982 is the right to designate archipelagic sea lanes, a lane that connects one part of the high seas or exclusive economic zone with another part of high seas or exclusive economic zone, and functions as a passage for international ships, whether merchant or government ships or warhips. This right has been excercised by Indonesia through the designation of three archipelagic sea lanes known as 'Alur Laut Kepulauan Indonesia' or 'ALKI' as regulated in the Government Regulation Number 37 Year 2002. Considering the importence of that sea lanes for Indonesia as well as International worlds, not just commercially, but also miltary, therefore it is vital for the archipelagic state in question to take meassures to secure the sea lanes from any obstructions that can endanger foreign ships passing through the sea lanes, as well as its own national interests. In this case, the Indonesian Navy (TNI-AL), that has authorities and jurisdictions given by Indonesian laws to enforce law and security of Indonesian waters plays a big role. In this mini thesis, the concept of the security of ALKI based on UNCLOS 1982 and Government Regulation Number 37 Year 2002 will be dicussed, along with the steps and policy that has been taken by TNI-AL to secure it, as well as the legal basis and relevant cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S26233
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"makalah disampaikan dalam seminar tentang masalah hukum batas laut indonesia, diselenggarakan oleh BPHN Departemen Hukum dan HAM RI, tanggal 8-9 juni 2005 di Jakarta"
300 MHN 1:1 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammed Ali Berawi
"Tesis ini berupaya memberikan gambaran tentang pemberdayaan pulau-pulau terluar tidak berpenghuni di sekitar Selat Malaka. Tekanan penelitian ini adalah berupaya menggambarkan kondisi pulau-pulau terluar yang tidak berpenghuni di sekitar Selat Malaka, bagaimana pemberdayaan terhadap pulau-pulau terluar tidak yang berpenghuni dan peran stake holder yang berperan dalam pemberdayaan pulau-pulau terluar tidak berpenghuni untuk meningkatkan ketahanan nasional, khususnya segi kesejahteraan dan keamanan.
Dalam penelitian ini dapat digambarkan bahwa pulau-pulau terluar yang menjadi objek penelitian merupakan pulau-pulau terluar yang tidak berpenghuni dan mempunyai peran strategis dalam menjaga tetap utuhnya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun dilihat kenyataannya, bahwa masih banyak permasalahan yang terdapat di pulau-pulau terluar tersebut. Kerawanan terhadap tindak kejahatan, pelanggaran batas wilayah, aktivitas ilegal maupun pengklaiman sepihak oleh pihak asing masih terjadi di pulau-pulau terluar, khususnya pulau-pulau terluar di sekitar selat Malaka. Selain itu, pulau-pulau terluar rawan hilang akibat abrasi air laut dan efek dari pemanasan global.
Beberapa teori pendukung yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pemberdayaan dari Ife, yang menjelaskan bahwa pemberdayaan merupakan suatu konsep untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Kieffer bahwa pemberdayaan memerlukan adanya unsur partisipatif pada pemberdayaan. Dijelaskan juga oleh Parson et al bahwa pemberdayaan merupakan proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar.
Penelitian tentang pemberdayaan pulau terluar yang tidak berpenghuni di sekitar Selat Malaka ini juga tidak terlepas dengan bagaimana untuk memberdayaakan ruang yang ada. Khususnya ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang merupakan kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut maupun ruang udara, dan juga kekayaan alam yang terdapat di wilayah nusantara. Dalam pemberdayaan pulau-pulau terluar tidak berpenghuni, yang merupakan ruang negara juga didukung dengan bagaimana partisipasi masyarakat, peran lembaga, pembangunan berkelanjutan, untuk memberdayakan pulau-pulau tersebut.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang berusaha menggambarkan kondisi alamiah yang bersifat deskriptif analisis. Untuk mendukung penelitian ini, dilaksanakan penelitian studi literatur didapat dari berbagai sumber dan juga tinjauan langsung di lapangan. Dari hasil yang diperoleh ternyata masih banyak kekurangan dan tidak tersedianya sarana prasarana yang dapat menunjang dalam meningkatkan kesejahteraan maupun keamanan. Kondisi real dilapangan menunjukkan bahwa masih kurangnya pemberdayaan terhadap pulau-pulau terluar yang mempunyai peran strategis ini. Dalam penelitian ini terdapat pulau-pulau yang berpotensi untuk diberdayakan, baik secara ekonomi maupun pertahanan, yaitu Pulau Berhala dan Pulau Nipa.
Penelitian ini memberikan rekomendasi agar dalam pemberdayaan pulau-pulau terluar tidak berpenghuni di sekitar Selat Malaka, harus dilaksanakan oleh stake holder yang mempunyai kewenangan besar dan dapat melaksanakan berbagai program yang sesuai dengan karakter masing-masing wilayah pulau. Untuk meciptakan ketahanan negara, diperlukan penguatan aspek pertahanan di pulau-pulau terluar, khususnya yang berada di jalur penting, yaitu Selat Malaka.;prasarana yang dapat menunjang dalam meningkatkan kesejahteraan maupun keamanan. Kondisi real dilapangan menunjukkan bahwa masih kurangnya pemberdayaan terhadap pulau-pulau terluar yang mempunyai peran strategis ini. Dalam penelitian ini terdapat pulau-pulau yang berpotensi untuk diberdayakan, baik secara ekonomi maupun pertahanan, yaitu Pulau Berhala dan Pulau Nipa.
Penelitian ini memberikan rekomendasi agar dalam pemberdayaan pulau-pulau terluar tidak berpenghuni di sekitar Selat Malaka, harus dilaksanakan oleh stake holder yang mempunyai kewenangan besar dan dapat melaksanakan berbagai program yang sesuai dengan karakter masing-masing wilayah pulau. Untuk meciptakan ketahanan negara, diperlukan penguatan aspek pertahanan di pulau-pulau terluar, khususnya yang berada di jalur penting, yaitu Selat Malaka. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T30247
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andi Darma
"ABSTRAK Tesis ini membahas tentang tugas Komando Armada I yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan operasi maritim untuk mengantisipasi dan merespon berbagai kemungkinan khususnya terhadap kegiatan Perompakan atau Sea Armed Robbery yang terjadi di wilayah Perairan Selat Malaka dan sekitarnya kegiatan Perompakan atau Sea Armed Robbery yang terjadi di wilayah Perairan Selat Malaka dan sekitarnya sebagai implementasi pelaksanaan tugas pokok dalam melaksanakan Operasi Militer (OMSP). Dalam upaya tersebut, Koarmada I memandang perlu adanya suatu satuan/unit reaksi cepat dalam melengkapi sistem keamanan yang saat ini sudah berjalan. Terobosan yang dilakukan adalah pembentukan Fleet One Quick Response (FOQR). Semenjak dibentuknya satuan pemukul reaksi cepat atau yang lebih dikenal dengan FOQR dan berdasarkan Laporan Tahunan Staf Operasi (Sops) Lantamal IV tahun 2016 satuan ini telah berhasil melakukan penangkapan/penindakan terhadap pelaku kejahatan di laut, terutama di Perairan Selat Malaka. Oleh karena itu penelitian ini akan menjelaskan bagaimana kerjasama trilateral negara pantai antara Indonesia, Malaysia dan Singapura untuk bersama-sama melakukan pengamanan Selat Malaka, dimana Selat tersebut sangat strategis sebagai jalur perlintasan perdagangan dunia, khususnya kapal-kapal pengangkut bahan bakar dan bahan industri berbagai negara. Hal ini sesuai dengan ketetapan dari Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) yang menyatakan bahwa kedaulatan wilayah negara pantai atas wilayah lautnya di selat yang dipergunakan bagi pelayaran internasional, termasuk kewenangan atas air, udara, dasar laut dan tanahnya diakui secara resmi. Maka, strategi pertahanan dan keamanan daerah ini memerlukan suatu perhatian khusus terutama dari littoral states yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura dengan mengadakan kerjasama untuk mengatasi ancaman kejahatan di Selat Malaka.

ABSTRACT
This thesis discusses the task of the Fleet I Command which is responsible for carrying out maritime operations to anticipate and respond to various possibilities specifically for the Sea Armed Robbery activities that occur in the Malacca Strait water   and its surroundings as  the implementation of the main tasks in carrying out Military Operations (OMSP). In this effort, the Fleet I Command considers the need for a quick response unit / unit to complement the security system that is currently underway. The breakthrough is the establishment of Fleet One Quick Response (FOQR). Since the formation of a quick response unit or better known as FOQR and based on the Annual Report of Operation Staff (Sops) Main Naval Base IV in 2016 this unit has succeeded in making arrests / prosecution of the perpetrators of crimes at sea, especially in the Malacca Strait water. Therefore this study will explain how the coastal country trilateral cooperation among Indonesia, Malaysia and Singapore to jointly secure the Malacca Strait, where the Strait is very strategic as a world trade crossing lane, especially ships carrying fuel and industrial materials of various countries . This is in accordance with the provisions of the 1982 Sea Law (UNCLOS 1982) which states that the sovereignty of the coastal region over its sea area in the strait is used for international shipping, including authority over water, air, sea floor and land officially recognized. Therefore, this regional defense and security strategy requires special attention, especially from littoral states, namely Indonesia, Malaysia and Singapore by establishing cooperation to overcome the threat of crime in the Malacca Strait.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>