Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166432 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Artanto Salmoen Wargadinata
"Apabila kita akan mengadakan pengamatan apa dan bagaimana peranan Lobi Yahudi (Jewish Lobby) di dalam sistim politik Amerika Serikat (AS), maka hal tersebut dapat dilakukan dengan memfokuskan pada peranannya di Kongres (Congress) AS.
Hubungan keduanya merupakan salah satu contoh dari realisasi dari kehidupan demokrasi di Amerika yang tercantum di dalam konstitusinya, yaitu menjamin setiap hak individu dan kelompok untuk mengajukan petisi yang secara tidak langsung juga menggambarkan bentuk pluralisme kebudayaan dan demokrasi di antara warga AS.
Landasan konstitusi AS yang terutama menjamin munculnya peranan kelompok Pelobi (lobbyists) adalah pada Amandemen ke-I. Tetapi meskipun demikian, keberadaan pelobi di AS mempunyai sejarah panjang sampai di terimanya mereka secara resmi di dalam sistim politik negara itu. Istilah Lobbyists itu sendini baru muncul pada tahun 1832, sebelumnya lebih sexing disebut sebagai lobby agent.
Pada awal kemunculan dari Para lobbyists tersebut banyak mendapat tanggapan yang kurang positif dari sebagian warga AS, karena dianggap bisa menimbulkan perpecahan di dalam masyarakat, sebagai mana yang ditengarai oleh Madison di dalam the Federalist Nola, yang disebutnya dengan istilah faction.
Meskipun banyak tantangan yang dihadapi oleh para pelobi dan pendukungnya tetapi secara berangsur-angsur kehadiran mereka dapat diterima dan diperlukan untuk menampung dan menyalurkan suara warga masyarakat di Kongres. Pada tahun 1911 Federal Lobbying mulai diterima secara resmi pada saat pembentukan Kongres AS ke-62. Penerimaan terhadap pelobi-pelobi semakin di tingkatkan dengan pembentukan 2(dua) perundang-undangan mengenai Lobbying, yaitu : The Foreign Agents Registration Act of 1938 (FARA- 1938) dan The Federal Regulation of Lobbying Act of 1946 (FRLA-1946).
FARA 1938 tersebut dikeluarkan untuk mengatur para lobbyists yang mewakili kepentingan negara asing, sedangkan FRLA 1946, merupakan UU yang mengatur kegiatan Pelobi Domestik. (Lee: n.d.)(The Washington Lobby: 1987: 36). Di dalam menjalankan fungsinya tersebut para pelobi mempunyai banyak teknik yang memungkinkan mereka mem peroleh dukungan di Kongres, seperti : koalisi (Coalition Organizing), langsung (Direct Lobbying), menghimpun dukungan dari masyarakat(Grass-Roots Techniques) dan dukungan di dalam masa kampanye (Campaign Support). (The Washington Lobby: 1987: 3-6)(Mackenzie: 1986: 102) Diantara sekian banyak teknik tersebut, maka Campaign Support merupakan salah satu teknik yang dapat menggambarkan secara langsung kedekatan hubungan pelobi dengan Kongres AS. Sehubungan dengan itu, maka The Washington Lobby {1987: 9-10) menyebutnya sebagai berikut:

ABSTRACT
Campaign contributions to members of Congress serve two important functions for lobbying organizations. Political support not only can indulge a congressman to back the group's legislative interests but also can help to ensure that members friendly to the group's goals remain in office.
Untuk mengupayakan dukungan terhadap para kandidat anggota Kongress tersebut, maka dibentuklah lembaga yang disebut Political Action Committees (PACs). Lahirnya terminologi PACs untuk pertamakali disebutkan di dalam The Federal Election Campaign Act (FECA) pada tahun 1971, yaitu ketentuan UU yang mengatur mengenai dana pembiayaan dalam pemilihan anggota lembaga federal seperti Kongres. (Burns, et al: 1989: 270) (Friendly dan Elliot: 1987: 88-89) Kebanyakan PAC yang terbentuk ber hubungan dengan kepentingan bisnis, tetapi ada juga yang sifatnya spesifik bertujuan untuk mendukung kebijaksanaan LN AS terhadap satu kepentingan tertentu, misalnya: PAC Pro-Israel, yang bertujuan untuk memunculkan isu fungsi Israel."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amir Santoso
Jakarta: UI-Press, 1991
PGB 0544
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Angga Natariandi
"Skripsi ini membahas tentang gerakan sosial yang terjadi di Bolivia khususnya yang berkembang dan membesar dari tahun 1985 sampai dengan 2006. Gerakan sosial yang terjadi semakin membesar seiring kebijakan pemerintah sebagai bentuk dari perubahan politik yang terjadi di Bolivia yang dianggap membawa dampak buruk bagi rakyat Bolivia. Pembasmian ladang koka dan kebijakan ekonomi baru melalui privatisasi (air dan hidrokarbon) menjadi faktor yang membuat perlawanan rakyat Bolivia tumbuh dan membesar. Bentuk perlawanan rakyat Bolivia menjadi unik ketika gerakan sosial dapat dikatakan berhasil menjatuhkan kekuasaan yang telah mapan (dalam skripsi mengacu pada neoliberalisme). Proses keberhasilan gerakan sosial akan menjadi tujuan akhir penulis untuk memaparkan sekaligus menjelaskan fenomena yang terjadi di Bolivia. Indikator akhir keberhasilan gerakan sosial tidak terlepas dari peran MAS dan Morales, yang mengambil perubahan politik bergeser ke "kiri" dengan menggunakan teori hegemoni Gramsci.

This thesis discusses about social movements in Bolivia especially that developed and expand from 1985 to 2006. The social movement that more expand along government policy that perform of political change in Bolivia that assumed bringing a negative impact for the Bolivian. Eradication coca and new economic policy with privatization (water and Hydrocarbon) became a factor that make the struggle of the Bolivian rise and expand. The struggle of people be unique when social movement can be said successfully makes the government power is fallen (in this thesis is focused to neoliberalism). The success of the social movements will be the objectives of the writers to flatten and explain the phenomenon in Bolivia. The success of the social movements indicators can not quit from MAS and Morales, they took political change to the left ideology and Gramscian?s Hegemony theory."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5945
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"pemicu lemahnya kinerja dan moralitas politisi kita karena hadirnya logika bisnis dalam proses kandidasi dan pengakaran partai politik. uang seolah menjadi instrumen tunggal untuk membesarkan partai dan memperoleh banyak pemilih. bingkai ini mempengaruhi pemilihan sumber-sumber kandidat politisi dan kualitas ikatan dengan pemilih. hal ini juga diperparah oleh adanya politik "sandera" pada pengawas pemilu yang dilakukan oleh politisi demi memuluskan langkahnya bermain uang dalam suksesi. fakta pemilu 2004 dan 2009 justru menunjukkan bahwa banyaknya uang tidak menjamin daya saing kandidat dan partai politik. partai relatif baru dan pendanaannya terbatas mampu bersaing bahakan menyalip perolehan suara partai tua dan berkecukupan dana. karena itu, partai politik dan politisi harus meninjau ulang praktek politiknya agar terhindar dari politik biaya tinggi dengan hasil yang mengecewakan. untuk menuju kesana maka penting melakukan reformasi keuangan partai politik melalui revitalisasi poliitik keseharian partai, diversifikasi sumber pembiayaan partai politik dan penguatan lembaga pengawas pemilu."
Tasikmalaya: FISIP Universitas siliwangi,
320 AJPP
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
Peraturan Pemerintah (PP) No.6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah akhirnya ditanda tangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 Februari 2005 yang lalu. Aturan pelaksanaan mengenai pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sebagaimana amanat UU No.32/2004 tentang pemerintahan daerah tersebut di tengan kontroversi berbagai aspek pelaksanaan pilkada. "
Jakarta: Akbar Tandjung Institute, 2005
320 JPJ
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
The, Liang Gie
Yogyakarta: Seksi Penerbitan FISIP-UGM, 1970
320 THE i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"[ ABSTRAK
Artikel ini membahas mengenai Perjanjian Schengen dan Maastricht. Perjanjian ini pada awalnya
hanya bekerjasama di bidang ekonomi. Namun, setelah kerjasama ekonomi berkembang, negara-negara anggota
ingin memperluas kerjasama di bidang politik, budaya, pendidikan, hukum, dan lain-lain. Perluasan kerjasama
ini dimaksudkan untuk meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan antar negara-negara Eropa sehingga dapat
mewujudkan integrasi Eropa yang kuat. Perjanjian Schengen dan Perjanjian Maastricht merupakan langkahlangkah
ke kesatuan Eropa yang utuh. Kedua perjanjian ini menghasilkan berbagai keputusan di bidang politik
dan ekonomi yang semakin meningkatkan kerjasama antar negara Eropa.

ABSTRACT
This article discusses the Schengen and Maastricht Treaty. This treaty was originally only in the field
of economic cooperation. However, after developing economic cooperation, the member states want to expand
cooperation in the fields of politics, culture, education, law, and etc. Expansion of cooperation is intended to
increase the sense of unity amongst European countries so as to realize a strong European integration. Schengen
and the Maastricht Treaty are the steps to European unity intact. Both of these treaty resulted in numerous
decisions in the political and economic fields that are increasing cooperation among European countries., This article discusses the Schengen and Maastricht Treaty. This treaty was originally only in the field
of economic cooperation. However, after developing economic cooperation, the member states want to expand
cooperation in the fields of politics, culture, education, law, and etc. Expansion of cooperation is intended to
increase the sense of unity amongst European countries so as to realize a strong European integration. Schengen
and the Maastricht Treaty are the steps to European unity intact. Both of these treaty resulted in numerous
decisions in the political and economic fields that are increasing cooperation among European countries.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Miriam Budiardjo, 1923-2007
Jakarta: UI-Press, 1997
PGB 0514
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>