Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89016 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Dardiri
"Thesis ini dilatar belakangi oleh adanya pandangan yang pro dan kontra terhadap pragmatisme, di samping adanya daya tarik terhadap pandangan pragmatisme Richard Rorty, yang terang-terangan mendekonstruksi epistemologi, dan pandangannya yang menyentuh isu postmodernisme. Thesis ini ingin menjawab permasalahan: Bagaimanakah pandangan Richard Rorty tentang pragmatisme, sehingga ia dianggap sebagai penerus tradisi pragmatisme Amerika bahkan sebagai pendiri neopragmatisme?; Bagaimanakah kritiknya terhadap epistemologi? Apakah benar pragmatismenya menyentuh issu postmodernisme?
Thesis ini penting dan diharapkan bermanfaat bagi dunia akademis, umumnya dalam bidang filsafat, juga bagi masyarakat luas, karena Richard Rorty mengajak kita untuk selalu membuka diri dan memperbaharui diri lewat dialog secara terus menerus daripada mempertahankan status quo dan merasa puas terhadap hasil-hasil yang telah dicapai.
Tujuan yang ingin dicapai dalam thesis ini adalah mengungkapkan pokok-pokok pikiran Richard Rorty tentang pragmatisme dan kritiknya terhadap epistemologi; juga ingin mengetahui sejauh mana pragmatismenya menyentuh issu postmodernisme. Metode yang digunakan adalah: metode hernrneneutik; metode analisis-sintesis; metode historis, dan metode kids.
Pragmatismenya merupakan reaksi terhadap pandangan Descartes, Locke, dan Kant. Pemikirannya dipengaruhi oleh Wittgenstein, Heidegger, dan Dewey. Pemikirannya juga berkaitan dengan para filsuf pragmatis sebelumnya, utamanya Dewey, sekaligus sebagai penerus ide-ide Dewey. Meskipun demikian, pragmatismenya memiliki kekhasan.
Bagi Rorty, kesadaran bukanlah entitas yang menilai status ontologis di mana proses mental berlangsung. Oleh sebab itu, epistemologi yang berdasarkan pemikiran demikian tidak diperlukan. Pragamatisme atau neopragmatismenya nampak dari cara memperlakukan kesadaran dan epistemologi.
Setelah kematian epistemologi, hernmeneutikalah yang berperan. Filsafat yang diperlukan sekarang bukan filsafat sistematis, melainkan filsafat edifikasi. Dari pandangannya tentang epistemologi dan filsafat, ternyata ia juga seorang postmodernis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriani Irsan
"Di dalam banyak penelitian, kreasi pengetahuan hanya berbicara mengenai bagaimana mengontrol pengetahuan tetapi tidak mampu mendukung pengetahuan yang ada sehingga seringkali kegiatan-kegiatan perusahaan tidak membuat kreasi pengetahuan timbul. Kreasi pengetahuan yang produktif dan berkelanjutan membutuhkan lebih banyak usaha/aktivitas yang dijalankan oleh individu-individu di dalam organisasi sehingga memampukan pencapaian hal tersebut. Enabler pengetahuan mencakup aktivitas-aktivitas organisasi yang dihubungkan dengan kreasi pengetahuan terdiri dari lima enabler yaitu: 1. visi bersama, 2. pengelolaan percakapan, 3. mobilisasi penggerak pengetahuan, 4. penyediaan lingkungan yang kondusif, 5. penyebaran pengetahuan internal.
Dalam disertasi ini dibahas mengenai pengaruh yang signifikan antara komponen enabler pengetahuan dengan kreasi pengetahuan terhadap pengetahuan perusahan di kelompok Kalbe dan perbedaan yang signifikan antara komponen enabler pengetahuan dengan kreasi pengetahuan terhadap pengetahuan perusahaan dilihat dari sudut pandang kelompok manajer dan kelompok karyawan di kelompok Kalbe. Populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan kelompok Kalbe yang berjumlah 9300 orang (300 manajer dan 9000 karyawan) dengan sampel penelitian berjumlah 200 responden (40 manajer dan 160 karyawan) ditentukan dengan cara stratified purposive random sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan LISREL (Linear Structural Relationship) dan Metode Persamaan Struktural (Structural Equation Model) diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Visi bersama selalu disosialisasikan baik pada pertemuan-pertemuan formal dan infomal serta pada billboard setiap lantai gedung sehingga karyawan mengetahui apa yang menjadi visi bersama perusahaan. Visi bersama sebagai enabler pertama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyediaan lingkungan yang kondusif dan mobilisasi penggerak pengetahuan (hal 173);
2. Partisipasi karyawan yang aktif berbicara dalam setiap pertemuan CFI? (cross functional team) yang diadakan memegang peranan yang sangat penting untuk mengetahui apakah ide/konsep yang telah dibuat CFC (cross functional comittee) dapat dijalankan atau tidak. Pengelolaan percakapan tidak Iepas dari peran direksi/manajer,
3. Mobilisasi pengggerak pengetahuan dipengaruhi signifikan oleh visi bersama dan pengelolaan percakapan. Peran penggerak pengetahuan di kelompok usaha Kalbe dipegang oleh direksi/manajer yang secara sporadis mengusahakan agar setiap pertemuan terjadi sharing dan saling benchmark di antara perusahaan yang rutin diadakan,
4. Penyediaan lingkungan yang kondusif dipengaruhi secara signifikan oleh visi bersama, dalam arti bahwa dengan mengetahui visi bersama, maka setiap kegiatan yang dijalankan akan mendukung pencapaian visi bersama sehingga kebebasan menggunakan internet, teleconference adalah untuk kepentingan perusahaan dan membuat antar karyawan saling berinteraksi dengan cepat (hal 181).
5. Penyebaran pengetahuan internal tercermin melalui berita-berita yang dirangkum di dalam bulletin-board perusahaan,
6. Kreasi pengetahuan dipengaruhi secara signifikan oleh visi bersama, pengelolaan percakapan, mobilisasi penggerak pengetahuan dan penyebaran pengetahuan internal (hal 187-188),
7. Adapun program untuk meningkatkan sumberdaya yang dilakukan adalah mengadakan seminar-seminar dengan memanggil para pakar yang anti di bidangnya, pelatihan in -house training dan external training. Pengetahuan perusahaan di kelompok kalbe bukan hanya jarang dimiliki tetapi juga sulit ditiru (hal 191-192).
Adapun rekomendasi yang diusulkan dalam penelitian ini adalah:
1. Perlu ditekankan kepada sluruh direksi/manajer bahwa peran penggerak pengetahuan rnerupakan tugas dan tanggungjawab mereka sehingga memberikan job description yang jelas dan diperhitungkan sebagai indikator penilaian kinerja jabatan,
2. Penyebaran pengetahuan internal tugas dari seluruh manajer yang ada dan didukung oleh seluruh karyawan,
3. Perlu forum bagi karyawan baik di kantor pusat maupun cabang untuk dapat mempresentasikan kreasi pengetahuan secara langsung ke manajer-manajer dan rekan kerja sebagai wadah untuk membangkitkan kreasi pengetahuan Ialu setelah itu dianalisis apakah kreasi pengetahuan tersebut bermanfaat atau tidak. Bagi karyawan Iebih baik mengikuti workshop/training (Iebih aktif) daripada mengikuti seminar-seminar yang sifatnya hanya mendengarkan saja (Iebih pasif),
4. Perlu forum bagi karyawan baik di kantor pusat maupun cabang untuk dapat mempresentasikan kreasi pengetahuan secara langsung ke manajer-manajer dan rekan kerja sebagai wadah untuk membangkitkan kreasi pengetahuan Ialu setelah itu dianalisis apakah kreasi pengetahuan tersebut bermanfaat atau tidak.

Most researches convey the knowledge creation is all about controlling knowledge rather than supporting it; which allows inability of knowledge creation in corporate activities. lt needs more works/activities on individual level within the organisation to enable the attainment of productive and sustainable knowledge creation. There are live enablers which are organisational activities related to knowledge creation: [1] Common goal, [2] Conversation management, [3] Knowledge-mover mobilisation, [4] The provision of supportive environment, [5] lntemal knowledge distribution.
This dissertation discusses the effect of enablers on knowledge creation and how significant it would affect Kalbe Group's corporate knowledge. Furthermore, we will also see the significant differences of that effect between managers and subordinates within the group. Research population is 9300-total Kalbe Group's employees (300 managers and 9000 subordinates); 200 (40 managers and 160 subordinates) of which are determined as respondent samples by stratified purposive random sampling method.
The data polling process - conducted in accordance with the Linear Structural Relationship (LISREL) method and the Structural Equation Model - resulting in the following conclusions:
[1] The common goal of the corporation has always been well-socialised to its employees, either in format or infonnal meetings. The usage of billboard presentation on every floor of the corporate building has also been a common way of presenting it common goal as the first enabler has significant effect on providing supportive environment and mobilising knowledge-mover (p 173).
[2] Subordinates' participation in form of active-conversing within cross functional team (CFT) meetings proved to be crucial in determining whether the concepts or ideas generated by the cross functional committee (CFC) are applicable. Thus, the conversation management is an executivelmanagerial responsibility.
[3] Knowledge-mover mobilisation is effected significantly by common goal and conversation management. This role of knowledge-mover in Kalbe Group is engaged by executive officers/managers who sporadically endeavour the presence of sharing and benchmarking in every routine corporate meeting.
[4] The provision of supportive environment is effected significantly by common goal, to the extent of by comprehensively realising the common goal; every activity conducted within the corporation is every effort to achieve if. Hence, the free usage of today's telecommunication technology (i.e. internet, teleconference, etc.) is for the corporate interest and helping faster interaction between employees (p 181).
[5] lnternal knowledge distribution is reflected by information attached on corporate bulletin board.
[6] Knowledge creation is effected signincantly by common goal, conversation management, knowledge-mover mobilisation and internal knowledge distribution (p 187-188).
[7] There are also programmes conducted to enhance the human resource, e.g. seminars involving relevant expertise, in-house training and external; which come to the image that Kalbe Group?s corporate knowledge, not only scarcely found in other corporations, it is also hardly to follow (p 191-192).
However, there are some recommendations generated from this research to be considered:
[1] the important role as knowledge-movers for all members of executive board and managers should be put into theirjob description, and also into the perspective of their performance evaluation indicator.
[2] Managers have the duty in distributing internal knowledge with the full support of their subordinates.
[3] For employee-enhancement programmes, interactive workshops/trainings are more endorsed to be participated than those of passive seminars.
[4] There is a necessity in providing a forum for subordinates in the headquarters as well as branches, to express their views and ideas in the manner of openness and straight-forwardness both to managers and colleagues alike that would generate knowledge creation; Those polled ideas can be analysed later on of its contribution to the enhancement of corporate knowledge.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
D799
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Mahmudah
"Based on various research,it has shown that political parties have not given enough information access to public. With limited access to political information,this has become a major concern especially for beginner voters.This doesn't only relate to the implementation of the KIP Laws Number 14 in the Year of 2008 Article 15,but also to the importance of beginner voters to use enough political information before they participate in the Legislative Election in 2014. Hence,this research is done first, to get the real picture of knowledge of beginner voters about access to public information,second to identify the need of accurate information in politics, third to know what obstacles that the voters face in trying to get the access.The research method used is qualitative,with a structured interview.The informants are selected based on purposeful samplings.Based on the research, the majority of informants do not know about their rights to get information,as mentioned in the KIP Laws Number 14 in the year of 2008.It is known that majority of respondents think that public has the right to know the list of political parties.Then,it is known that most of the respondents don't have a hard time getting access to any information about technical know-hows of the Legislative Election in 2014.
Hasil dari berbagai survei menunjukkan parpol belum sepenuhnya melakukan keterbukaan informasi. Terbatasnya akses informasi politik publik Indonesia, khususnya bagi pemilih pemula menjadi permasalahan yang perlu mendapat perhatian. Bukan hanya terkait implementasi UU KIP No.14 Tahun 2008 pasal 15, tapi juga terkait dengan pentingnya informasi politik yang dapat menjadi pedoman pemilih pemula untuk berpartisipasi pada Pemilu legislatif 2014. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan pemilih pemula mengenai akses informasi publik, serta untuk mengetahui kebutuhan informasi di bidang politik dan untuk mengetahui hambatan yang dihadapi pemilih pemula dalam mengakses informasi tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan wawancara terstruktur dan informan dipilih berdasarkan purposeful sampling. Dari penelitian ini diketahui mayoritas informan tidak mengetahui tentang hak memperoleh informasi yang dijabarkan dalam UU KIP No.14 Tahun 2008. Diketahui pula bahwa kebanyakan informan menganggap daftar partai politik sebagai informasi politik yang berhak diketahui oleh publik. Kemudian didapatkan informasi bahwa kebanyakan dari mereka tidak menemui hambatan yang berarti untuk mengakses informasi terkait teknis pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014."
Peneliti Bidang Studi Komunikasi dan Media pada BPPKI Jakarta, 2016
607 JSKM 20:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Ayu Putri
"ABSTRAK
Dokter anak merupakan lini pertama penanganan masalah kesehatan pada anakanak.
Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (GPPH) adalah gangguan
perkembangan mental dan perilaku yang sering terjadi pada anak-anak usia sekolah
dasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara pengalaman
praktek dengan tingkat pengetahuan/pemahaman, persepsi, dan sikap terhadap
GPPH diantara dokter anak di Indonesia. Rancangan studi potong lintang dan
metode uji acak sederhana digunakan dalam pemilihan sampel penelitian ini. Data
yang didapat adalah hasil dari kuesioner yang telah diuji validitas dan
reliabilitasnya menggunakan formula Pearson Alpha dan Cronbach’s Alpha. Hasil
dianalisis dengan uji korelasi spearman menggunakan program SPSS versi 20. Dari
total 109 responden, penelitian ini mengambil 96 responden melalui randomizer
sesuai formula sampel. Hasil dari 96 responden menunjukan bahwa tingkat
pengetahuan/pemahaman, persepsi, dan sikap terhadap GPPH berada pada tingkat
yang sangat rendah dan rendah (65.6%, 57.3%, dan 76%). Hasil analisis statistik
menunjukan bahwa hanya terdapat perbedaan bermakna antara persepsi dengan
pengalaman praktek (p<0.05), sehingga terdapat korelasi antara pengalaman
praktek dengan persepsi terhadap GPPH. Kesimpulannya, tingkat
pengetahuan/pemahaman, persepsi, dan sikap terhadap GPPH adalah sangat rendah
dan rendah dikalangan dokter anak, sehingga memerlukan edukasi lebih lanjut
terhadap ADHD kepada dokter anak tanpa melihat pengalaman praktek yang
dimiliki.

ABSTRACT
Pediatricians are the first primary care to seek for children’s health
problem. Attention – Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD) is a common mental
and behavioral developmental disorder in children. In Indonesia, pediatricians
usually do not realize ADHD and effect to its inappropriate management thus leads
to high prevalence of ADHD. The aim of this research is to identify the correlation
between practice experience and level of knowledge / understanding, perception,
and attitude towards ADHD among pediatricians in Indonesia. For the sample
selections, a cross-sectional study design with simple random sampling method was
used in this research. The data that has been acquired from questionnaire is
analyzed with spearman correlation test method using SPSS program 20th version.
The result from 96 respondents showed the level of knowledge / understanding,
perception, and attitude towards ADHD were in very poor and poor levels (65.6%,
57.3%, and 76% respectively). Statistical analysis showed that there were no
significant differences in between knowledge / understanding and attitude with
practice experience (p>0.05) that imply there are no correlation between practice
experience and level of knowledge / understanding and attitude towards ADHD. On
the other hand, there was a significant difference in between perception with
practice experience (p<0.05) that implies there is a correlation between practice
experience and level of perception towards ADHD. In conclusion, the levels of
knowledge / understanding, perception, and attitude towards ADHD were very
poor and poor on knowledge / understanding, perception, and attitude among
pediatricians in Indonesia, so that a follow-up about ADHD is necessary among
pediatricians without considering their practice experience."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julizar Firmansyah
"Berdasarkan pelacakan filosofis mengenai arkeologi pengetahuan dari Michel Foucault ada beberapa hal yang dapat ditarik sehubungan dengan masalah penelitian. Pertama, sejarah dalam pengertian arkeologi pengetahuan berjalan sesuai prinsip diskontinuitas yang inti filosofisnya ialah pemutusan terhadap subjek, karena subjektivitas hanya menggiring manusia pada dominasi. Diskontinuitas terdiri atas ambang batas, selaan, retakan, mutasi, dan transformasi.
Tugas ahli sejarah justru memperlihatkan berbagai diskontinuitas. Kedua, arkeologi pengetahuan bertujuan mengeksplisitkan episteme. Ketiga, hal terpenting untuk mengetahui cara kerja arkeologi pengetahuan adalah mengkaji regularitas-regularitas diskursif dengan menggunakan metode penelitian kritis-reflektif dan interpretatif.
Hasil penelitian menunjukkan, penerapan diskontinuitas dalam studi modernisasi melahirkan apa yang disebut Mansour Faqih sebagai arkeologi pembangunan. Jika modernisasi tidak dikaji dengan arkeologi Foucault, maka orang tidak dapat melihat relasi antara pengetahuan dan kekuasaan negara-negara maju di dalamnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karman
"Konstruksi merupakan konsep teori yang taksa namun amat berpengaruh terhadap ilmu pengetahuan. gagasan yang sejalan dengan konstruksi adalah konstruktivisme, konstruksionisme konstruksi realitas sosial, konstruksipnisme sosial, sosial konstruksionis,konstruktivisme sosial, sosial konstruktivis atau secara sederaha disebut konstruksi sosial, kokonstruksi. salah satu modelnya diperkenalkan oleh Peter L.Berger yang dikenal dengan teori social construction of reality/teori dialketika. teori ini banyak digunakan dalam penelitian berparadigma konstruktivisme. tulisan ini akan menjelaskan pokok-pokok pemikiran Peter L. Berger, yang mencakup masyarakat sebagai kenyataan objektif dan subjektif. tulisan ini juga akan menyajikan keterbatasan teori ini dan kritik terhadap teori ini"
Kementerian Komunikasi dan Informatika ,
384 JPPKI 5:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gigay Citta Acikgenc
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas cara menjamin keterandalan sumber pengetahuan testimoni di era teknologi informasi dan komunikasi. Perdebatan mengenai cara menjustifikasi testimoni dilatari oleh tradisi epistemologi modern yang tercermin pada argumentasi reduksionisme dan anti-reduksionisme. Reduksionisme merujuk pada tesis bahwa jaminan keyakinan berbasis testimoni mesti dilandaskan pada sumber non-testimoni seperi persepsi inderawi dan penalaran induktif. Sedangkan, anti-reduksionisme menyatakan bahwa keterandalan pengetahuan testimonial dapat dijamin oleh testimoni itu sendiri. Thesis ini berpijak pada prinsip kebenaran yang akan dibagikan oleh pemberi maupun penerima testimonisecara alami karena niat baikyang melekat padanya. Penelitian ini menolak prinsip justifikasi yang dipakai oleh reduksionisme dan anti-reduksionisme. Sebab, prinsip justifikasi tidak menghitung keterlibatan aktif agen epistemik sebagai pemberi dan penerima testimoni serta mengabaikan risiko gullibility dan intellectual irresponsibility pada proses akuisisi dan transmisi testimoni. Berdasarkan problem tersebut, skripsi ini hendak mendemonstrasikan prinsip kebajikan intelektual sebagai upaya teoretis yang lebih baik daripada prinsip justifikasi dalam menjamin keterandalan sumber pengetahuan testimoni.

ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses the problem of testimony rsquo s reliability in the age of infosphere. The early argumentation of the justification of testimony typically traced to two views reductionism and anti reductionism. According to reductionists, to justify testimonial knowledge acquired by the hearer from a speaker, we need to possess non testimonial source of knowledge, such as inductive reasoning or perception. In contrast to reductionism, anti reductionists argue that testimony is a basic source of justification. This research refutes the principle of justification in both reductionism and anti reductionism to answer the problem of reliability in testimony because of two reasons first, the principle of justification fails to see the active roles of a speaker and a hearer in knowledge acquisition, second, the principle of justification ignores the risk of gullibility and intellectual irresponsibility in the process of transmission of testimony. Based on the problems of principle of justification, I will demonstrate how intellectual virtues of virtue epistemology have better approach to warrant the reliability of testimony. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haidar Bagir
"ABSTRAK
Minat penulis terhadap persoalan ini sesungguhnya bukan baru
saja terbentuk. Sejak Iebih dari lima tahun yang Ialu, penulis bersama
beberapa rekan telah mendirikan Pusat Pengembangan Tasawuf Positif
llMaN. Sejak pertama kali dicanangkan, pusat ini memang memfokuskan
perhatian pada pengembangan tasawuf-mistisisme Islam-yang di
samping tidak antiaktivitas-duniawi, juga bersifat rasional dan memiliki
apresiasi terhadap sains. Pelekatan kata ?positif" sebagai ajektif bagi kata
?tasawuf" memang dimaksudkan untuk menekankan aspek-aspek tersebut
di atas seraya membedakannya dengan jenis tasawuf yang secara negatif
menyangkai rasionalitas dan sains. Dalam rangka itu, tugas penulisan
disertasi, sebagai persyaratan untuk meraih gelar doktor ini, penulis
anggap sebagai wahana yang tepat untuk mengembangkan minat penulis
itu ke tataran ilmiah yang Iebih tinggi.
Minat penulis juga didorong oleh kenyataan, sejauh pengetahuan
penulis, bahwa selama ini belum ada studi khusus mengenai masalah ini,
khususnya yang terkait dengan (perbandingan antara) pemikiran Mulia
Shadra dan Heidegger yang menjadi fokus disertasi ini. Kalaupun selama
ini sudah ada studi yang membandingkan antara pemikiran Mulia Shadra
dan Heidegger, kesemuanya berfokus pada pembandingan aspek
ontologis kedua filosof. Lebih dari itu, pemikiran Heidegger yang disoroti
pun terbatas pada Heidegger awal. Fokus disertasi ini pada gagasan
Heidegger tentang berpikir (thinking)-yang menandai pemikiran
Heidegger Ianjut-ini kiranya sekaligus dapat mengkaji apa yang disebut-
sebut sebagai ?pembelokan" (tuming)? yang disebut-sebut telah terjadi dalam pemikiran tokoh ini di masa-masa yang Iebih belakangan dalam
hidupnya.
Rumusan Masalah
Disertasi ini secara khusus akan menyoroti persoalan pengalaman mistis
dilihat dari sudut pandang epistemologi Mulia Shadra untuk kemudian
dibandingkan dengan hal yang sama dalam gagasan Heidegger tentang
berpikir (denken).
Seperti akan diungkapkan dalam subbab konsep-konsep dasar di
bawah ini, ada cukup bahan yang menunjukkan betapa pemikiran Mulia
Shadra dan Heidegger, yang terpisah oleh dua budaya yang berbeda dan
masa yang merentang sepanjang lebih dari tiga abad itu, terdapat cukup
butir-butir mendasar yang bisa diperbandingkan. Selain dari ontologi
keduanya yang sama-sama memajukan kajian atas ada (being atau
wujud) sebagai poros filsafat, dalam aspek epistemologi pun tergambar
jelas adanya kesejajaran-kesejajaran mendasar. Yakni, sifatnya yang
bukan saja mentransendensikan pendekatan diskursif-analitis, melainkan
malah mengandalkan pada metode iluminatif, kalau tak malah
sepenuhnya mistis. Facia Mulia Shadra, hal ini mengambil bentuk teorinya
tentang pengetahuan presensial, sedangkan pada Heidegger pada gagasannya tentang berpikir (denken) yang memujikan pemahaman
poetik.
Beberapa pertanyaan kunci yang hendak dijawab dalam penelitian
disertasi ini adalah:
1. Mungkinkah menjelaskan pengalaman mistis, yang biasanya
dianggap tidak terperikan, melalui bahasa dan aturan-aturan berpikir yang
bisa diverifikasi secara publik, khususnya dalam kerangka epistemologi
Mulia Shadra dan gagasan Heidegger tentang berpikir; dan, jika bisa,
seperti apa bentuknya?
2. Adakah kemungkinan bagi alternatif metode perolehan
pengetahuan yang bersifat mistis?
3. Adakah sifat-sifat atau unsur-unsur mistis dalam pemikiran
Heidegger, khususnya yang kemudian?
4. Apa sajakah kesejalanan-kesejalanan dan perbedaan-perbedaan
antara epistemologi mistis Mulla Shadra dan gagasan Heidegger tentang
berpikir?
Tujuan Penelitian
1. Melanjutkan kajian intelektual tentang hakikat pengalaman mistis yang, betapapun juga, dirasakan masih sangat kurang-sekaligus
mengkaji kemungkinan alternatif metode perolehan pengetahuan
(knowledge acquisition) yang bersifat mistis, melalui penelitian atas
epistemologi Mulia Shadra dan gagasan Heidegger tentang berpikir.
2. Menggali Iebih jauh sifat mistis pemikiran Heidegger.
3. Mencari titik-titik kesejalanan dan juga perbedaan antara epistemologi
mistis Mulia Shadra dan gagasan Heidegger tentang berpikir.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memperkaya upaya-upaya dialog antara pamikiran Barat dan Timur,
khususnya islam.
2. Mendukung upaya pengembangan spiritualisme atau mistisisme
yang menghargai rasionalitas dan, dengan demikian, membantu
mencegah penyalahgunaannya oleh para pseudomistik untuk
membodohi masyarakat yang mengikutinya.
3. Khusus dalam hubungannya dengan kajian atas gagasan Heidegger
tentang berpikir yang bersifat poetik, memperkaya bahan-bahan bagi
analisis Iiterer (kesusastraan) terhadap karya-karya sastra-baik
yang nyata-nyata mengambil bentuk puisi maupun prosa-yang
menggunakan bahasa-bahasa yang benar-benar bersifat poetik-
imajinatif dan nonproposisional, yang menandai banyak di antara
karya-karya sastra modern dan pascamodern."
2004
D650
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Jaelani
"Tesis ini membahas mengenai perkembangan epistemologi dan peran perempuan dalam pengetahuan melalui pemikiran dan kritik Sandra Harding. Studi mengenai perempuan tidak akan relevan tanpa adanya epistemologi yang berbasis feminisme karena setiap studi mengenai perempuan berdasarkan pada kacamata patriarkal. Oleh karena itu, diperlukan epistemologi baru untuk mencapai pemahaman yang lebih konkrit mengenai perempuan sebagai subjek yang setara dengan laki laki dalam pengetahuan.

The focus of this study is to examine epistemology development and women role on knowledge from critics and notion by Sandra Harding. Study about women wont become relevant without feminism based epistemology, because every study about women are based on patriarchy viewpoint. Because of this, we need a new epistemology to reach more concrete understanding about women as equal subject as men on knowledge.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia , 2016
S70472
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Pamela
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan mengenai kontrasepsi dan sikap dalam penggunaan metode kontrasepsi pria pada TNI AL di Komando Armada RI Kawasan Timur. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional dengan melibatkan 160 responden. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden sebanyak 56,9% memiliki pengetahuan rendah dan 54,4% responden memiliki sikap tidak setuju dalam penggunaan metode kontrasepsi pria. Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan metode kontrasepsi dan sikap suami dalam penggunaan metode kontrasepsi pria pada TNI AL di Koarmatim (p value = 0,635; α = 0,05). Konseling dan penyuluhan metode kontrasepsi pria perlu diadakan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku TNI AL dalam ber-keluarga berencana.

The purpose of this research was to identify the correlation between the knowledge and attitude in utilization of male contraceptive on Indonesian National Navy in Fleet Command Eastern Region of the Republic of Indonesia. It used descriptive correlative method with cross sectional approach. 160 respondents were involved in this research. The result of this research defined that 56,9% respondents had low knowledge about male contraceptive and 54,4% respondent had contra attitude in utilization of male contraceptive. Bivariate analysis result showed that there was no correlation between contraception methods knowledge and husband attitude in utilization male contraceptive on Indonesian National Navy in Fleet Command Eastern Region of the Republic of Indonesia (p value = 0,635; α = 0,05). Counseling and publication about male contraceptive is needed to be held for increasing the knowledge, attitude, and behavior among Indonesian National Navy."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55347
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>