Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132990 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manurung-Samosir, Anar Tiur
"ABSTRAK
Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui sejauhmana peranan kegiatan PKK melalui program-programnya dalam meningkatkan peranan wanita baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, khususnya di desa transmigrasi Sungai Bahar XVI Jambi. Kaum wanita di daerah transmigrasi menghadapi banyak masalah terutama dalam menghadapi lingkungan barunya yang berbeda secara fisik maupun budaya, sementara mereka dituntut untuk. berperan aktif dalam kegiatan pembangunan di tempat mereka yang baru. Untuk membantu wanita memperingan permasalahan yang mereka hadapi, Departemen Transmigrasi mengadakan pembinaan kegiatan PKK di daerah transmigrasi. Pelaksanaan pembinaan kegiatan PKK di lokasi transmigrasi ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan peran wanita, sehingga keberhasilan gerakan PKK adalah juga keberhasilan peningkatan peran wanita.
Penelitian ini dilaksanakan di desa Sungai Bahar XVI yang dipilih secara purposif dari kawasan transmigrasi Sungai Bahar di Kecamatan Mestong. Yang dijadikan sampel penelitian adalah ibu rumah tangga yang tinggal menetap di lokasi tersebut, yang dipilih secara acak, sebesar 10% yaitu sebanyak 50 sampel. Setelah itu dipilih empat orang ibu yang dijadikan sebagai contoh kasus: dua orang ibu yang aktif dalam kegiatan PKK dan dua orang ibu yang tidak aktif. Selain itu ditambah dengan Kepala Unit Pemukiman beserta stafnya dan Kepala Desa juga beserta stafnya sebagai informan pangkal.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif dimana data dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara. Disamping itu digunakan juga pengumpulan data yang bersifat kuantitatif dengan kuesioner. Data kuantitatif ini dipakai sebagai data dasar untuk mendukung data yang bersifat kualitatif.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa dengan adanya kegiatan PKK, wanita juga mulai berkiprah di sektor publik dan semakin mantap dalam peran domestik mereka. Bagi sebagian besar responden (S60), PKK tidaklah menjadi beban, bahkan bisa memperingan beban psikologis dalam menghadapi permasalahan dan kesulitan di lokasi yang serba baru.
Disarankan agar para ibu anggota PKK dimotivasi untuk memikirkan aktivitas atau keterampilan yang mereka sukai dan ingin kuasai, kemudian mempelajari bagaimana mencari bahan-bahannya dan orang yang bisa mengajar mereka. Dengan inisiatif sendiri diharapkan mereka akan lebih cepat mandiri dan bisa lebih berperan baik di sektor domestik maupun public.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Muslih
"Pelaksanaan program transmigrasi sebagai strategi pemberdayaan masyarakat miskin yang tidak memiliki lahan dan keswadayaan masyarakat sebagai dampak dari program transmigrasi di Unit Pemukiman Transmigrasi Sungai Bahar Kabupaten Muara Jambi secara umum berada diatas rata-rata dari desa lainya yang ada di wilayah ini baik untuk kategori desa tradisional maupun desa sejenis (desa transmigrasi), namun hal ini tidak merata terjadi pada masing-masing unit di Pemukiman Transmigrasi Sungai Bahar ini, dimana masih di temukan Unit Pemukiman yang memiliki perkembangan yang sangat lamban dari unit lainnya meskipun fasilitas yang diberikan adalah dengan pet-khan yang sama. Perkembangan yang terjadi pada unit-unit ini setidaknya juga berpengaruh pada pelaksanaan dan wujud keswadayaan yang di hasilkan oleh masyarakat di Unit/desa yang ada di kawasan pemukiman ini.
Untuk memahami dan menjawab perbedaan yang terjadi, mengenali faktor-faktor yang mempengaruhi, melihat perubahan sosial ekonomi sebagai dampak dari program tersebut serta penemuan model keswadayaan yang berlaku di kawasan pemukiman lid, dilakukan suatu kajian mengenai teori dan konsep keswadayaan yang dibangun oleh para ahlinya seperti, David Caftan, David Morris, covey, Soedjatmoko, Dawan Rahardjo, Soetjipto Wiryosarjono dan Bambang Ismawan. Dengan memperhatikan fenomena yang terjadi dilapangan dilakukan pengelompokkan terhadap konsep dan teori keswadayaan tersebut menjadi keswadayaan internal, keswadayaan internal kolektif dan keswadayaan eksternal.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan pertimbangan wujud keswadayaan yang terjadi dapat diketahui dengan menelusuri kembali proses pemberdayaan yang dialami oleh masyarakat, pengalaman dan upaya yang dilakukan untuk memanfaatkan peluang-peluang dan kesempatan yang diberikan melalui program ini serta motivasi untuk mengubah tingkat kehidupan berdasarkan motif keikutsertaan mereka. Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai keswadayaan masyarakat desa rnaka dilakukan wawancara mendalam tak terstuktur kepada informan yang dianggap relevan, dan pengamatan tak terlibat kepada institusi kelembagaan yang ada sebagai upaya pengumpulan data primer. Sedangkan data sekunder dilakukan dengan mengkaji dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diajukan. Untuk melihat perbedaan tingkat keswadayaan di unit pemukiman ini maka di lakukan komparasi terhadap desa yang merniliki tingkat keswadayaan tinggi (Desa Suka Makmur) dan keswadayaan rendah (Desa Jenang) yang di tetapkan secara purporsive berdasarkan identifikasi perkembangan sarana dan prasanan secara fisik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan program transmigrasi belum secara optimal memberikan dampak pada proses pemberdayaan masyarakat, hal ini terlihat dari pola hubungan yang masih bersifat patron client pada hubungan dan plasma dan berlakunya monopoli kapitalistik pada hubungan tersebut. Disamping itu pengembangan wilayah yang seharusnya di dukung oleh pengembangan terhadap fasilitas penunjang, tidak dilakukan pada unit-unit di kawasan ini. Ketiadaan dukungan ini disebabkan oleh tidak kontinyunya proses monitoring dan evaluasi program dan lepasnya peran leading sector (c.q.pihak transmigrasi), dan ketiadaan lembaga independent yang berperan sebagai perekat antara Tim TP3D dengan pihak perkebunan sebagai pemodal sehingga menghilangkan posisi tawar-menawar bagi petani plasma. Pelaksanaan program hanya mengejar target semata sehingga peserta yang diikutsertakan tidak terseleksi sesuai dengan tujuan program, pembinaan yang dilakukan menjadi tidak optimal karena adanya penduduk yang tidak menetap dan tidak terpenuhinya persyaratan tugas dan unsur pembina yang terjadi di Desa Jenang.
Temuan lainnya memperlihatkan bahwa keswadayaan masyarakat desa di pemukiman transmigrasi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : Motivasi untuk mengubah hidup, Stabilitas dan manajemen kepemimpinan Kepala Desa, berfungsi tidaknya Lembaga Ekonomi Desa dan aktifitas Kelompok Tani. Interaksi sosial antara masyarakat didalam Kelompok Tani di kedua desa ini di pengaruhi oleh aktifitas mereka dan keterlibatan dari masing-masing kelompok serta lestari tidaknya ikatan awal proses penempatan mereka. Namun secara lebih luas interaksi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro sepeni adanya dukungan dari kestabilan pemerintahan desa dan dukungan otoritas desa, perkembangan KUD dan peran lembaga sosial. Dari tingkat pendapatan jika dibandingkan sebelum mereka mengikuti program ini, dari beberapa informan, terjadi peningkatan pendapatan. Kondisi ekonomi keluarga peserta dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ketrampilan yang dimiliki, jiwa kewiraswastaan, biaya pemeliharaan kebun, biaya sekolah anak pada level SLTA dan bantuan buat keluarga dekat. Semakin dominan biaya yang di keluarkan tanpa diikuti dengan ketrampilan dan jiwa kewiraswastaan maka semakin kurang baik kondisi ekonomi keluarga mereka. Perubahan lingkungan pemukiman penduduk yang juga merupakan wujud keswadayaan internal terlihat dari perubahan rumah standar menjadi permanen yang hanya II, 75% terjadi di Desa Jenang dan 85 % di Desa Suka Makmur. Model faktor internal dari temuan penelitian ini adalah merupakan motivasi yang didasarkan pada motif keikusertaan yang diiringi oleh motivasi untuk mengubah hidup, kemampuan adaptasi dan kesadaran untuk mengembangkan fasilitas yang diberikan. Model faktor internal kolektif dari temuan penelitian ini adalah merupakan hubungan antara kelompok tani sebagai wadah keswadayan di tingkat mikro dan KUD sebagai wadah keswadayan di tingkat makro sedang model faktor eksternal merupakan hubungan antara unsur internal kolektif dengan pihak outsider (PTP dan Bank).
Rekomendasi terhadap hasil temuan penelitian ini dalam rangka pengaplikasian perencanaan strategis pada desa transmigrasi yang berbasis keswadayaan disarankan dengan mengupayakan : lebih menekankan kepada pendekatan swadaya internal, internal kolektif dan eksternal, melakukan indentifikasi hasil studi kelayakan berdasarkan target calon transmigran dan lokasi transmigrasi, indentifikasi isu-isu prioritas kebutuhan masyarakat setempat, menetapkan misi program dengan cara menentukan transmigrasi yang akan dilayani dan mekanisme pelaksanaannya secara mikro dan makro, menetapkan visi program dengan cara menentukan situasi ideal program transmigrasi yang ingin dicapai berdasarkan nilai yang berlaku, menetapkan tujuan program dengan memperhatikan gambaran program yang ingin dicapai dalam jangka pendek maupun jangka panjang untuk mempercepat terwujudnya pusat pertumbuhan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11433
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soumokil, Tontji
"Pertemuan antar kelompok etnis yang berlainan dapat menimbulkan sejumlah masalah, seperti: adaptasi, integrasi, konflik sosial dan sebagainya. Desa Waimital sebagai desa yang dihuni para transmigran asal Jawa dan penduduk setempat, mengalami banyak masalah integrasi. Karena itu, pertanyaan yang akan dijawab antara lain: bagaimana proses integrasi sosial bisa terwujud di antara mereka; hal-hal apa yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan proses tersebut.
Teori-teori integrasi dalam sosiologi yang dikemukakan oleh para sosiolog (seperti, Landecker, Durkheim, Parson, Angell dan sebagainya) dapat dipakai untuk menjelaskan atau menggambarkan proses integrasi yang terjadi pada kelompok-kelompok yang berbeda latar belakang sosial-budaya dalam studi ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi antara metode deskriptif dan eksplanasi dengan memilih masyarakat desa Waimital kecamatan Kairatu Propinsi Maluku sebagai lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan menerapkan empat cara, yaitu: wawancara berstruktur dengan responden sampel, wawancara bebas dengan sejumlah informan, pengamatan langsung terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, penelaahan dokumen. Data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif dengan bantuan tabel-tabel silang.
Kenyataan menunjukkan bahwa penempatan para transmigran asal Jawa di desa Waimintal dilakukan secara bertahap. Pada tahun 1954/1955 berhasil dikumimkan transmigran gelombang I asal Jawa Timur dan Tengah sebanyak 257 KK {880 Jiwa); tahun 1970/1971 transmigran gelombang ke-II asal Daerah Khusus Yogyakarta sebanyak 50 KK (233 Jiwa); dan pada tahun 1972/1973 gelombang ke-III(terakhir) asal Jawa Timur sebanyak 100 KK (479 Jiwa) ditempatkan di desa ini. Sampai dengan saat penelitian ini berlangsung diketahui bahwa dari jumlah penduduk desa sebanyak 3280 orang ternyata 2974 orang adalah etnis Jawa ; 243 orang adalah etnis Ambon, dan 63 orang lain adalah etnis Sulawesi, Flores dan Timor.
Dalam perjalanan sejarah perkambangan masyarakat Waimintal dari tahun 1954 sampai saat penelitian ini dilaksanakan, temuan penelitian lapangan menunjukkan bahwa kebijaksanaan pemukiman penduduk yang diterapkan pemerintah dengan sistem 'integrated pluralism' (dimana orang Ambon dan Jawa tidak dipisahkan secara geografis berdasarkan asal-usul) mendorong mereka untuk membiasakan dirinya melihat sesuatu dalam perspektif yang lebih luas.
Sejalan dengan kebijaksanaan politik tersebut itu, orang Ambon sudah menjalin hubungan perkawinan campuran dengan orang Jawa. Karena itu, hubungan interaksional dengan mereka dan di antara mereka tidak hanya terbatas pada kesamaan asal-usul semata-mata, tetapi mulai terjalin hubungan yang lebih luas dengan sesama warga desa, lama kelamaan diberi makna kultural struktural di dakamnya sehingga dengan kekuatan itu konflik sosial dapat dihindari.
Di samping itu, kurun waktu lamanya kehidupan bersama dengan pola pemukiman yang membaur di antara mereka memungkinkan pola interaksi yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari mencerminkan status 'ketetanggan' yang ada pada seseorang.
Dalam hubungan interaksional yang lebih luas yakni antar kelompok, nilai-nilai etika agama dan budaya yang dianut masing-masing kelompok dapat diterapkan seluruhnya. Sebab itu, rendahnya tingkat pengetahuan timbal-balik tentang nilai, norma dan adat kebiasaan ternyata tidak ditafsirkan secara kaku dan sempit, karenanya interaksi dan partisipasi timbal-balik nyata lebih intensif. Tidak ditemukan sikap anti pati antara satu terhadap yang lain, sekalipun individu maupun salah satu kelompok berada pada posisi pengambil prakarsa. Kesediaan seperti itu mencakup berbagai derajat pemahaman simpatik terhadap sesama warga desa sebagai tetangga, sebagai teman seperkumpulan maupun sebagai teman kerja sama dalam mengatasi masalah ekonomi rumah-tangga. Karena itu, identitas diri mereka berkembang dan kembali muncul dalam peranan-peranan sosial yang ditampilkannya.
Kenyataan menunjukkan bahwa dengan adanya motivasi agama budaya yang berada di antara mereka sekaligus menjadi potensi positif untuk mendorong proses integrasi sosial. Karena mereka mampu secara tepat dapat menempatkan kepelbagaian agama dan budaya tidak sebagai dikotomi yang mesti dipertentangkannya melainkan suatu dualisme yang berjalan sejajar untuk saling melengkapi dalam sisi kelebihan dan kekurangannya. Karena itu, kekuatan-kekuatan integratif yang ada di dalam masyarakat dapat berfungsi sebagai sarana-sarana sosialisasi guna mencapai derajat integrasi sosial yang diinginkan, yakni kehidupan berdampingan secara harmonis.
Kesimpulan dari studi ini adalah integrasi sosial di antara mereka telah tercapai, sekalipun kenyataan-kenyataan lain mungkin saja bisa melahirkan konflik konflik insidental yang bersifat personal di dalam masyarakat desa yang diteliti ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zalbi Ikhsan
"Pertemuan antar kelompok etnis yang berlainan dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti ; adaptasi, integrasi, konflik sosial dan sebagainya. Desa Sidorahayu sebagai desa pemukiman transmigran yang berasal dan Jawa ( Jawa Barat, Jawa tengah, dan Jawa Timur ), maupun transmigran lokal yang berasal dari Sumatera Selatan sendiri, mengalami juga masalah integrasi. Karena itu masalah yang akan dijawab antara lain; bagaimana proses integrasi sosial bisa terwujud /tercapai diantara kelompok etnis yang ada, hal-hal apa yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan proses tersebut.
Teori - teori integrasi yang dikemukakan oleh para sosiolog banyak dipakai dan digunakan sebagai acuan utama untuk menjelaskan atau menggambarkan proses integrasi yang terjadi pada kelompok - kelompok yang berbeda latar belakang sosial budaya dan asal usul daerah dalam studi ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi antara metode deskripsi dan eksplanasi dengan memilih masyarakat desa Sidorahayu , Kecamatan Babat Toman- Musi Banyu Asin-Sumatera Selatan, sebagai lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan; wawancara berstruktur dengan responden sampel, wawancara bebas dengan sejumlah informan, pengamatan langsung terhadap kehidupan masyarakat, dan penelaahan dokumen. Data yang diperoleh dianalisa secara kuantitatif dengan bantuan tabel-tabel.
Kenyataan menunjukkan, bahwa penempatan transmigran di desa Sidorahayu dilaksanakan dari bulan juli 1981 sampai dengan bulan September 1982, telah berhasil memukimkan sebayak 707 KK ( 3.044 jiwa ) dengan perbandingan asal usul daerah atau etnis: Etnis Sunda 1.047 jiwa ( 34.39 % ), Jawa sebayak 1.162 jiwa (37.32%) dan Melayu sebanyak 861 jiwa (28.29 % ).
Dalam sejarah perkembangan masyarakat desa Sidorahayu dari tahun 1981 / 1982 sampai saat penelitian ini berlangsung, temuan penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, telah terjadi perkembangan penduduk desa dikarenakan adanya perpindahan, sehingga penduduk desa yang dulunya berjumlah 3.044 jiwa ( 707 KK ) sekarang berjumlah 2.639 jiwa ( 646 KK ). Kedua kebijaksanaan pemukiman penduduk yang diterapkan dengan sistem ?integrated pluralism ? yang tidak memisahkan secara geografis asal usul, telah mendorong mereka untuk membiasakan diri melihat sesuatu dalam perspektif yang lebih luas. Sejalan dengan kebijakan tersebut, maka telah banyak terjadi perkawinan campuran antara Melayu - Jawa, Melayu - Sunda, Jawa - Sunda dan sebaliknya. Sebab itulah hubungan interaksional sesama mereka dan diantara mereka tidak hanya terbatas pada kesamaan asal usul daerah/kelompok etnis, tetapi mulai terjalin hubungan yang lebih luas dengan sesama warga desa, dan ini bermakna bahwa telah terjadi kultural struktural didalamnya, yang dengan kekuatan itu konflik sosial dapat dihindari. Hal ini didukung pula oleh lamanya kurun waktu kehidupan bersama dengan pola pemukiman yang membaur diantara mereka, memungkinkan pola interaksi yang ditampilkan dalam kehidupan sehari - hari mencerminkan status ketetanggaan yang ada pada seseorang.
Dalam hubungan interaksional yang lebih luas yakni antar kelompok, nilai-nilai etika agama yang mereka anut dan budaya masing -masing kelompok dapat diterapkan sepenuhnya. Rendahnya tingkat pengetahuan timbal balik tentang nilai, norma dan adat kebiasaan ternyata tidak diartikan secara kaku, karenanya interaksi dan partisipasi timbal balik nyata lebih intensif. Tidak diketemukan sikap antipati antara satu sama lain, sekalipun individu maupun salah satu kelompok berada pada posisi pengambil prakarsa. Kesediaan seperti itu mencakup berbagai derajat pemahaman simpatik terhadap sesama warga desa, sebagai tetangga, sebagai teman seperkumpulan, sebagai teman kerja sama dalam mengatasi masalah ekonomi rumah tangga. Karenanya identitas diri mereka berkembang dan muncul kembali dalam peranan sosial yang ditampilkan.
Sampai saat penelitian ini berlangsung, kenyataan menunjukkan, bahwa dengan adanya motivasi agama dan budaya diantara mereka sekaligus menjadi potensi positif untuk mendorong proses integrasi sosial. Mereka mampu secara tepat dapat menempatkan perbedaan asal usul daerah dan paham aliran agama yang dianut, ataupun bidang usaha dan pekerjaan yang berbeda, tidak sebagai dikotomi yang harus dipertentangkan, melainkan sebagai suatu dualisme yang berjalan sejajar dan beriringan untuk saling melengkapi dalam sisi kelebihan dan kekurangannya. Karena itu kekuatan - kekuatan integratif yang ada dalam masyarakat dapat berfungsi sebagai media, sarana dan wahana sosialisasi guna mencapai derajat integrasi sosial yang diinginkan, yakni kehidupan berdampingan secara damai dan harmonis.
Kesimpulan dari studi ini adalah integrasi sosial diantara kelompok etnis yang ada kini telah tercapai, yakni telah terbina dan terciptanya kehidupan berdampingan dan bertetangga secara rukun, damai dan harmonis. Namun sekalipun tercapainya integrasi sosial tersebut, tidak sekaligus berarti tidak adanya benih-benih konflik atau potensi konflik. Benih-benih konflik atau potensi konflik, terutama dikarenakan perbedaan dalam mata pencaharian, bidang usaha dan penguasaan lahan pertanian yang mencolok, cukup potensial dan masih perlu diwaspadai dimasa-masa mendatang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Hermyastuti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1986
S10560
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subur Kurniawan
"Tanah dalam arti ruang mempunyai kedudukan yang strategis bagi kehidupan manusia,
terutama untuk pembangunan.Salah satu bentuk pembangunan itu adalah pembangunan
dibidang pertanian, baik oleh pemerintah, swasta maupun perorangan.Transniigrasi
lazimnya diartikan sebagai kegiatan sehubungan dengan tanaman pangan, sehubungan
dengan itu kualitas tanah yang dicari adalah yang baik untuk tanaman pangan dan
penetapan suatu daerah transmigrasi hams benar-benar dinilai kemampuan
tanahnya.Keberhasilan suatu daerah transmigrasi mengakibatkan peningkatan jumlah
penduduk.
Penggunaan tanah tidak statis melainkan berkembang kearah peningkatan kualita dan
peningkatan luas, karena jumlah manusia meningkat. Pengaruh tekanan penduduk dapat
meningkatkan teknologi pertanian di suatu daerah, misalnya merubah tanah alang-alang
menjadi sawah.
Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Panaragan Jaya dan UPT Mulyo Kencono secara
administrasi masuk ke dalam wilayah Kecamatan Tulang Bawang Tengah, sedangkan UPT
Kartasari masuk wilayah Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Lampung Utara.
Ketiga UPT mi memiliki persamaan yaitu kondisi fisik yang relatif sama, penempatan
penduduk pada waktu sama, yaitu pada tahun 1974 dan penyerahan UPT kepada
pemerintah daerah pada tahun yang sama pula, yaitu tahun 1981.
Masalah dalam penelitian mi adalah bagaimana pola perubahan penggunaan tanah di tiga
UPT tahun 1981 dan tahun 1996, dan bagaimana persamaan dan perbedaan dal pola
perubahan penggunaan tanah di tiga UPT tersebut tahun 1981 dan tahun 1996 ? (Pola
perubahan yang dilihat adalah sejauh 5 km dari pusat UPT dari tiap-tiap UPT)
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pola penggunaan tanah di UPT Panaragan Jaya
relatif tidak mengalami perubahan, yaitu didominasi oleh penggunaan tanah tegalan.
Sedangkan di UPT Mulyo Kencono mengalami perubahan dan penggunaan tanah tegalan
menjadi sawah sampai dengan 3 km dari pusat UPT. Di UPT Kartasani mengalami
perubahan penggunaan tanah padang menjadi sawah. Persamaan dari penubahan penggunaan tanah pertanian di tiga UPT adalah pada
penggunaan, tanah perkebunan yang mengalami peningkatan luas: Sedangkan dan
persentase penggunaan tanah intensif (sawali dan tegalan) makin jauh dan pusat UPT
persentase relatif makin. berkurang. Perbedaan perubahan penggunaan tanah terdapat pada
perubahan luas perkebunan dan sawah. Peningkatan jumlah penduduk, kepadatan, dan
persentasejumlah petani sejalãn dengan peningkatan penggunaan tanah pertanian"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Arman
"Abstrak
Naskah ini membahas tentang perdagangan lada Jambi yang meliputi wilayah produksi, produksi, transportasi, pemasaran dari hulu ke hilir dan aktor-aktor yang terlibat dari keseluruhan perdagangan. Jalur perdagangan dibagi dua, Pertama, dari daerah produksi di hulu dibawa ke hilir (Pelabuhan Jambi). Kedua, dari hulu melalui jalur alternatif ke Muaro Tebo menuju Selat Malaka melalui Indragiri dan Kuala Tungkal. Adapun pelaku perdagangan melibatkan produsen utama lada di Jambi. Produsen lada, petani Minangkabau yang tinggal di sepanjang Sungai Batanghari, dan pedagang adalah Portugis, Cina, Belanda, dan Inggris, maupun sultan dan bangsawan Jambi. Masa kejayaan perdagangan lada Jambi tidak bertahan lama karena petani lada beralih menanam komoditas lain, seperti padi dan kapas terlebih ketika harga lada anjlok di pasaran dunia.
"
Kalimantan Barat: Balai Besar dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta, 2018
900 HAN 1:2 (2018) (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zakharias Giay
"Irian Jaya merupakan propinsi dengan masalah malaria tertinggi (SPR pelita V 54,05%), selain sebagai penerima transmigrasi cukup besar di Indonesia. Jayapura adalah kabupaten penerima transmigrasi ke-2 terbesar setelah Merauke dan memiliki masalah malaria lebih tinggi dari kabupaten Merauke. Kecamatan Arso juga sebagai penerima transmigrasi terbesar di kabupaten Jayapura dengan masalah malaria paling tinggi (AMI, Desember 1994: 579,48 per 1000 penduduk).
Jenis penelitian adalah "kasus kontrol', untuk mempelajari pengaruh tindakan pencegahan perorangan terhadap kejadian malaria. Selain itu untuk mengetahui pengaruh tindakan pencegahan perorangan terhadap kejadian malaria setelah dikontrol faktor-faktor kovariat. Populasi study yaitu kelompok umur 15 - 50 tahun. Analisis statistik dengan uji odds ratio dan kai kuadrat serta multiple regresi logistik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan pencegahan gigitan nyamuk mempengaruhi kejadian malaria. Jika tindakan pencegahan gigitan nyamuk tergolong kurang maka risiko kejadian malaria sebesar 2,464 kali dibandingkan yang memiliki tindakan pencegahan tersebut yang tergolong baik (p = 0,0126, 95% CI : 1,196-5,078). Sedangkan faktor kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari dan kebiasaan berpakaian pada waktu tidur malam tidak mempengaruhi kejadian malaria.
Faktor yang berperan sebagai kovariat yaitu status penyemprotan rumah dengan IRS dan lama bermukim di unit pemukiman transmigrasi. Risiko kejadian malaria akan meningkat menjadi 3,066 kali jika penduduk memiliki tindakan pencegahan gigitan nyamuk tergolong kurang setelah dikontrol oleh 2 faktor kovariat tersebut (p = 0,0075, 95% CI : 1,350-6,966 dan likelihood ratio = 0,0425).

Malaria incident and individual prevention action at transmigration settlement of sub-distrct Arso, district Jayapura, Province of Irian Jaya.Irian Jaya is made up of a Province which is susceptible against malaria - the highest among other Provinces in Indonesia (SPR of pelita [five years development plant] V was 54,05%), apart from a big transmigrant sites in Indonesia. Jayapura is the number two biggest transmigrant receiver after Merauke but having the higher malaria matters than Merauke district. Sub-district Arso is the biggest receiver city of transmigrant as well as Jayapura county by having the highest rate of malaria matters (AMI, December 1994: 579,48 per 1000 people).
Type of this research is 'case control' to learn the impact of individual prevention action against malaria incident. Apart from that, it is to find out the impact of individual prevention action against malaria incident after controlled by covariates factors. Study's subject was population under age group 15-50 years. Statistic analysis by means of odds ratio, chi square and multiple logistic regression as well.
The result of this research indicated that prevention action of mosquito bite impact on malaria incident. When such preventions is classified less so the malaria incident will be 2.464 times compared with one classified good (p = 0.0126,95% Cl :1,196-5,078). While other factors such as stay outside of house at night time and dressing habit on bed time do not effect malaria incident.
Factor is considered as covariat factor are house spraying activities status with IRS and the length of dwelling at transmigration settlement. The risk of malaria incident will increase to be 3.066 times if the population has less prevention action of mosquito bite after controlling by the two covariat factors (p = 0.0075,95% CI :1,350-6,966 and likelihood ratio is (0,0425).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nurcholis Al-Anwary
"Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain sandang dan pangan. Tetapi di sisi lain rumah juga dapat menjadikan sumber penularan penyakit jika kondisi sanitasi dan lingkungannya diperlakukan secara tidak higienis. Desa Pongangan Gresik merupakan salah satu desa yang mendapatkan paket binaan Penyehatan Lingkungan dan Pemukiman melalui program magang siswa Sekolah Perawat Kesehatan Gresik tahun 1995/1996 sampai 1998/1999. Untuk mengetahui adanya pengaruh positif terhadap penerapan paket program binaan Penyehatan Lingkungan Pemukiman tersebut perlu dilakukan penelitian terhadap perubahan perilaku masyarakat dalam mengkondisikan sanitasi perumahannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya peningkatan perilaku sanitasi perumahan di antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi paket binaan program Penyehatan Lingkungan Pemukiman, mengetahui skor perilaku sanitasi pada KK-Binaan lebih baik daripada skor perilaku sanitasi pada KK-Kontrol, serta untuk mengetahui faktor karakteristik (pendidikan, umur, pengetahuan,tanggungan keluarga, penghasilan, dan status kepemilikan rumah) yang paling dominan pengaruhnya terhadap peningkatan perilaku sanitasi perumahan di Desa Pongangan Gresik.
Disain penelitian ini adalah Kuasi Eksperimental (Non Randomized Pretest-Posttest Control Group Design) dengan pengumpulan data dilakukan melalui survei serta pengamatan langsung terhadap out come perilaku sanitasi pada masing-masing responden. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 orang kepala keluarga binaan dan 50 orang kepala keluarga kontrol.
Hasil penelitian pada analisis Bivariat menunjukkan ada peningkatan perilaku sanitasi yang bermakna antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi binaan program PLP. Dalam analisis ini juga diketahui perilaku sanitasi KK-Binaan lebih baik daripada perilaku sanitasi pada KK-Kontrol.
Pada analisis Multivariat diketahui, bahwa karakteristik yang paling dominan mempengaruhi perilaku KK-Binaan adalah tingkat pengetahuan dengan (p-value = 0,015) dan koefisien korelasi 0,341 sementara pada KK-Kontrol adalah tingkat penghasilan dengan (p-value = 0,023) dan koefisien korelasi 0,321. Untuk mengembangkan model penerapan paket binaan program PLP ini selanjutnya disarankan agar dilakukan pembinaan yang lebih intensif dari institusi terkait dengan melibatkan peran-serta masyarakat untuk membiasakan dan melembagakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui wadah organisasi Desa seperti PKK, Dasa Wisma dan kegiatan Getok Tular dengan group leader pada KK-Binaan. Demikian sehingga diperoleh hasil pembangunan yang efektif dan efisien bagi masyarakat.

The Impact of Implementation Program Promotion Package on Living Environment Improvement Towards Improving Living Sanitation Behavior at The Village of Pongangan Gresik, 2001Home is one of the main needs of human being, besides cloth and food, but in other side home is also become source to communicating the disease, if the condition of its sanitation and environment applied unhygenicly. The village of Pongangan, Gresik was one the villages that having package on living environment improvement through job training program of students Health Nursing School, Gresik in 1995/1996 to 1998/1999. Toidentify there is a positive impact to the application of that program, it should be conducted a study on community behavior change in conditioning its living sanitation.
The objective of this study was to determine the improvement of behavior living sanitation before and after conducting intervention of the program, to know the score of sanitation behavior to KK-Program and KK-Control. It also to know the characteristic factors (education, age, knowledge, family responsibility, income and the status of house ownership) that the most dominant has impact to the improvement of living sanitation behavior at the village of Pongangan, Gresik.
The design of this study used Non Randomized Pretest-Posttest Control Group. The data was collected through survey and direct observation to out come sanitation behavior to each respondent. The sample of this study is 50 families head program and 50 families head control.
The result of this study showed that on multivariate analysis there was the most dominant characteristic that influence to behavior of family head program is the education level with p-value = 0,015 and correlation coefficient 0,341. While on family head control was income level with p-value = 0,023 and correlation coefficient 0,321. To develop the implementation model, it is recommended to do promoting intensively of related institution by involving the Community Health Education. In generating and socializing the health and clean living behavior through village organization such as Family Life Education (PKK), Dasa Wisma and Getok Tular activities with leader group on family head program. So it can be obtained the result of building effectively and efficiently to community.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>