Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92830 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silmiyanti Zurlen
"Era globalisasi melanda dunia yang telah dimulai pada tahun 1973 dengan adanya embargo minyak oleh Timur tengah terhadap negara-negara Barat, telah memaksa dunia untuk mencari wilayah di belahan dunia lain untuk memenuhi kebutuhan ekonomi (Sunardi, 1997). Mulailah kerjasama antar negara makin mengglobal, batas-batas negara mulai samar, kepentingan ekonomi menjadi motor penggerak di tiap penjuru dunia. Ciri dari globalisasi ini makin menguat ketika secara perlahan perang dingin berakhir dengan pecahnya negara Uni Sovyet akibat Glasnost dan Perestroika yang memberikan indikasi, bahwa dunia akan berubah secara global dan drastis. Kecenderungan duniapun berubah kepada bentuk kerjasama regional berdasarkan kedekatan geografi (memiliki wilayah strategis). Kecenderungan beberapa dekade terakhir memperlihatkan semakin banyaknya terbentuk blok-blok kerjasama ekonomi regional sebagai bentuk adanya interdependensi antar negaranegara di dunia. Hal ini tak luput melanda kawasan Asia Tenggara, dalam hal ini adalah negara-negara ASEAN yang dibentuk karena adanya kedekatan geografis dalam satu kawasan (Ibid).
Pembentukan regionalisasi ini umumnya didorong kondisi ekonomi negara di kawasan tersebut yang semakin berhubungan erat, satu sama lainnya. Melalui pembentukan kerjasama regional tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan kegiatan perdagangan dan investasi diantara sesama negara anggota (Hendra Esmara, 1994: 67).
Gagasan wilayah segitiga pertumbuhan (growth triangle) telah dipromosikan sebagai suatu model kerjasama ekonomi di lingkungan ASEAN, yang melibatkan baik sektor swasta maupun pemerintah dari beberapa negara ASEAN. Seperti gagasan kerjasama ekonomi ASEAN, dasar manfaat segitiga pertumbuhan perlu didapatkan pada komplementaris masing-masing pihak, yang karenanya dalam proses akan diperoleh manfaat dari spesialisasi dan produksi dengan skala ekonomis.
Salah satu konsep segitiga pertumbuhan yang dianggap sukses hingga kini adalah kerjasama wilayah SIJORI. Konsep segitiga pertumbuhan yang dilontarkan pada bulan Desember 1989 oleh wakil I PM Singapura Goh Chok Tong, yang meliputi tiga wilayah di tiga negara ASEAN, yaitu Singapura, Johor (Malaysia) dan Riau (Indonesia) telah menimbulkan sambutan dari berbagai kalangan. Adapun pemikiran tersebut terlihat dari adanya hubungan ekonomi antara Pulau Batam dan Singapura yang secara geografi saling berdekatan. Pembangunan Pulau Batam yang telah dilakukan sejak tahun 1970 yang pada prinsipnya merupakan upaya untuk mengembangkan wawasan strategis dalam rangka?."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Alifa
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dampak ketidakpastian terhadap fleksibilitas institusi internasional dalam kasus kerja sama perdagangan Cross-Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) antara Tiongkok dengan Taiwan. Kerja sama antara Tiongkok dengan Taiwan menarik untuk diteliti karena kedua negara tersebut dapat menjalin kerja sama dalam sebuah institusi, meskipun hubungan politik antara keduanya kerap dipenuhi oleh ketegangan. Penelitian ini menggunakan teori rational institution design yang menjelaskan bahwa negara merancang institusi internasional sesuai dengan hambatan yang dimilikinya. Teori rational institution design menggagas bahwa ketidakpastian sebagai hambatan kerja sama menyebabkan terbentuknya institusi internasional yang fleksibel. Metode process-tracing digunakan untuk meraih penjelasan mengenai mekanisme kausal antara ketidakpastian dan fleksibilitas institusi internasional dalam proses pembentukan ECFA. Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa ECFA dirancang dengan fleksibilitas untuk menghadapi ketidakpastian mengenai politik domestik di Taiwan, secara khusus adalah pergantian kekuasaan di Taiwan yang berdampak pada perkembangan hubungan lintas selat Taiwan. Melalui rangkaian negosiasi, Tiongkok dan Taiwan memilih untuk merancang ECFA dengan fleksibilitas sebagai perjanjian sementara yang tidak memiliki batas waktu penyelesaian serta memasukkan ketentuan pemutusan kontrak ke dalam rancangan ECFA. Rancangan institusi tersebut dipilih oleh Taiwan dan Tiongkok dengan mempertimbangkan perlawanan terhadap ECFA dari partai oposisi Taiwan, karena keduanya tidak dapat memastikan apa yang dilakukan oleh partai oposisi terhadap ECFA apabila partai oposisi berkuasa di Taiwan.

ABSTRACT
This thesis explains the impact of uncertainty on the flexibility of international institution within the case of trade cooperation between China and Taiwan in Cross-Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA). Cooperation between China and Taiwan is a considerably interesting subject, because they managed to establish a cooperation agreement despite their constrained political relations. I utilized rational institution design theory as an analytical framework in assessing how states design international institution based on the cooperation barriers they face. The theory suggested that uncertainty as cooperation barrier led to the formation of flexible institution. Process-tracing method was applied in this research to acquire explanation of causal mechanisms between uncertainty and the flexibility of ECFA. Findings in this research show that the flexibility possessed by ECFA is a response to uncertainty about Taiwans domestic politics, particularly power shift in Taiwan that gives significant impact on the development of cross-Strait relations. Throughout a series of negotiations, China and Taiwan decided to design ECFA with some degree of flexibility as an interim agreement that does not specify any deadline and ECFA also includes termination clause. The institutional design is chosen because China and Taiwan needs to consider resistance from Taiwanese opposition parties towards ECFA, as they are uncertain about what the opposition will do to ECFA once they are in power. "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Dwi Permata Ayu
"Sanksi ekonomi terus mengalami perkembangan, baik dari segi praktik, bentuk, dan aktor yang memberlakukannya, terlepas dari perdebatan yang terus berlangsung mengenai efektivitas dan dampaknya. Sehubungan dengan hal tersebut, tulisan ini mengkaji dinamika sanksi ekonomi dalam konteks hubungan internasional melalui analisis taksonomi atas 52 literatur yang relevan dengan tiga tema, yakni: (1) motif sanksi ekonomi; (2) efektivitas sanksi sebagai kebijakan luar negeri; dan (3) konsekuensi sanksi ekonomi. Fokus pertama adalah pada pengkategorian sanksi menjadi dua jenis motivasi: instrumental, yang bertujuan mengubah kebijakan negara target, dan simbolik, yang umumnya digunakan untuk memperkuat dukungan domestik Selain itu, tulisan ini mengevaluasi efektivitas sanksi, menunjukkan bahwa meskipun beberapa kasus berhasil, secara umum sanksi sering kali gagal mencapai tujuan yang diinginkan dan memiliki dampak negatif yang luas pada ekonomi dan stabilitas politik negara target. Konsekuensi sosial dan kemanusiaan dari sanksi juga dibahas sebagai bagian dari dampak globalnya. Tulisan ini mendesak adanya pendekatan yang lebih terintegrasi dan multidisiplin dalam memahami pengaruh sanksi ekonomi, dengan menekankan pentingnya menggabungkan berbagai perspektif untuk menilai keefektifan dan etika dari penerapan sanksi sebagai alat kebijakan luar negeri. Dengan demikian, tulisan ini tidak hanya memberikan wawasan terhadap dinamika sanksi ekonomi tetapi juga mengusulkan rekomendasi kebijakan yang strategis.

Economic sanctions continue to evolve in terms of their practice, form, and the actors who implement them, despite ongoing debates about their effectiveness and impact. Considering this, this paper examines the dynamics of economic sanctions in the context of international relations through a taxonomic analysis of 52 relevant pieces of literature focusing on three themes: (1) the motives behind economic sanctions; (2) the effectiveness of sanctions as a foreign policy tool; and (3) the consequences of economic sanctions. The first focus is on categorizing sanctions into two types of motivations: instrumental, aimed at changing the policies of the target country, and symbolic, generally used to strengthen domestic support. Additionally, this paper evaluates the effectiveness of sanctions, showing that while some cases are successful, in general, sanctions often fail to achieve the desired goals and have wide-ranging negative impacts on the economy and political stability of the target country. The social and humanitarian consequences of sanctions are also discussed as part of their global impact. This paper advocates for a more integrated and multidisciplinary approach to understanding the influence of economic sanctions, emphasizing the importance of incorporating various perspectives to assess the effectiveness and ethics of using sanctions as a foreign policy tool. Thus, this paper not only provides insights into the dynamics of economic sanctions but also proposes strategic policy recommendations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sungkar, Ali Mohamad
"Krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1997-1998 mengakibatkan perubahan posisi tawar-menawar pada dua tingkat, yaitu: pertama, pada level internasional, yaitu antara lembaga-lembaga keuangan internasional terhadap Pemerintah Indonesia dan kedua, pada tingkat domestik, yaitu antara kubu liberal terhadap kubu nasionalis dan kubu populis. Masing-masing perubahan pada dua level analisis yang berbeda ini memberikan sumbangan yang menentukan arah perubahan kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia pada masa krisis ekonomi.
Berbeda dengan berbagai penelitian terdahulu mengenai kebijakan perdagangan Indonesia, penelitian ini lebih banyak menyentuh dimensi politik dalam perubahan kebijakan. Artinya, penelitian ini lebih banyak berusaha menyelami masalah pergulatan antar berbagai kekuatan yang memiliki kepentingan dan ideologi yang bertentangan dalam rangka memperebutkan pengaruh atas kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia.
Dalam penelitian ini, krisis ekonomi merupakan prakondisi yang diasumsikan mendahului dan mengakibatkan perubahan konfigurasi power, baik di tingkat internasional (Indonesia vis-a-vis lembaga keuangan internasional) maupun domestik (antara kubu liberal, nasionalis dan populis). Adapun perubahan konfigurasi power yang disebabkan krisis ekonomi tersebut pada gilirannya mengakibatkan perubahan kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Data-data mengenai krisis ekonomi, perubahan konfigurasi power dan perubahan kebijakan perdagangan diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, jurnal-jurnal, media massa maupun terbitan-terbitan lainnya. Seluruh data yang terkumpul dianalisis dan dilaporkan secara kronologis. Artinya, setiap gejala yang muncul dan keterkaitan antar gejala akan dijelaskan secara mendalam dan terperinci, serta dituangkan dalam laporan penelitian yang tersistematisasi berdasarkan urutan kejadian.
Penelitian ini menemukan bahwa dari rangkaian langkah kebijakan yang ditempuh Pemerintah Indonesia dalam mengatasi krisis ekonomi, jelas terlihat besarnya pengaruh lembaga keuangan internasional dan kelompok liberal dalam proses liberalisasi reformasi ekonomi Indonesia pada masa krisis ekonomi 1997-1998. Isi MEFP I (31 Oktober 1997), MEFP II (15 Januari 1998) dan supplementary MEFP III (10 April 1998) yang diajukan Pemerintah Indonesia memperlihatkan keberhasilan lembaga-lembaga keuangan internasional memaksakan liberalisasi lebih lanjut terhadap perekonomian Indonesia.
Sebagai hasil kajian, penelitian ini secara meyakinkan menyimpulkan bahwa perubahan kebijakan ekonomi Indonesia, termasuk di bidang perdagangan, ke arah sistem ekonomi pasar hanya akan terjadi apabila krisis ekonomi dapat menjadi momentum bagi kekuatan-kekuatan internasional dan kubu liberal di dalam negeri untuk menekan Pemerintah Indonesia agar mengadopsi kebijakan yang lebih liberal."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T8039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Satrio Yodhatama
"Kebijakan luar negeri Rusia pada era kontemporer memiliki sejumlah dinamika, salah satunya adalah tren peningkatan intensitas hubungan dengan aktor-aktor di kawasan Asia-Pasifik, atau pendekatan Rusia ke Timur. Hal tersebut terjadi seiring dengan dinamika politik dan ekonomi pada lingkup domestik serta struktural. Meskipun demikian, kajian pendekatan Rusia ke Timur masih kurang diperdalam oleh akademisi hubungan internasional dari kawasan Asia-Pasifik itu sendiri, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, tinjauan pustaka ini akan melihat perkembangan pendekatan ke Timur dalam kebijakan luar negeri Rusia dengan eksplorasi terhadap 39 literatur akademis yang membahas topik tersebut dengan metode taksonomi sehingga diharapkan akan dapat menghasilkan suatu gambaran utuh terkait pendekatan Rusia ke Timur. Tinjauan pustaka ini menghasilkan sejumlah temuan berupa: (1) pendekatan Rusia ke Timur didorong oleh sejumlah pertimbangan yang bersifat strategis, ideasional, dan khusus pada lingkup domestik dan struktural; (2) penerapan pendekatan Rusia ke Timur secara garis besar berlangsung dalam dimensi geopolitik dan geoekonomi yang cenderung belum menunjukkan hasil yang optimal jika diperbandingkan dengan retorika Pemerintah Rusia yang bernada optimis terhadap pelaksanaannya akibat berbagai faktor internal dan eksternal; (3) jangkauan wilayah pendekatan Rusia ke Timur mencakup sebagian negara dan kawasan Asia-Pasifik prioritas Rusia yang memberikan prospek hubungan yang menguntungkan dengan Rusia, terutama dalam dimensi ekonomi dan strategis; (4) pendekatan Rusia ke Timur secara umum mengalami dinamika dan evolusi sepanjang implementasinya dari 2012 hingga saat ini. Sementara itu, terdapat sejumlah celah penelitian yang teridentifikasi, baik kontekstual maupun tekstual, yang secara garis besar berkaitan dengan kurang beragamnya perspektif yang digunakan dalam pembahasan pendekatan Rusia ke Timur serta kurangnya pengkajian pendekatan Rusia ke Timur oleh akademisi Asia-Pasifik itu sendiri, khususnya Tiongkok.

Russian foreign policy in the contemporary era has a number of dynamics, one of which is the trend of increasing intensity in relations with actors in the Asia-Pacific region, or Russia's turn to the East. This occurs in tandem with political and economic dynamics on both the domestic and structural levels. However, the study of Russia's pivot to the East remains underexplored by international relations scholars from the Asia-Pacific region itself, including Indonesia. Therefore, this literature review will examine the development of the Russian Foreign Policy’s Turn to the East by exploring 39 academic works under this topic using taxonomic analysis, with the aim of providing a comprehensive overview of Russia's turn to the East. This literature review has led to several findings: (1) Russia's turn to the East is driven by several strategic, ideational and special considerations at the domestic and structural levels; (2) the implementation of Russia's turn to the East generally occurs within geopolitical and geoeconomic dimensions, which has led to rather suboptimal results when compared to the optimistic rhetoric of the Russian government regarding its execution, due to various internal and external factors; (3) the scope of Russia's turn to the East includes certain countries and regions in the Asia-Pacific that are prioritized by Russia and offer promising prospects for beneficial relations with Russia, especially in the economic and strategic dimension; (4) Russia's turn to the East has generally experienced dynamics and evolution throughout its implementation from 2012 to the present. Meanwhile, several research gaps have been identified, both contextual and textual, which broadly relate to the lack of diverse perspectives used in the discussion of Russia's turn to the East and the lack of study of Russia's turn to the East by Asia-Pacific scholars themselves, particularly from China.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Yolam Riwinda
"Globalisasi dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi merupakan dua hal yang mendorong interkoneksi di abad 21. Perkembangan teknologi ini mendorong digitalisasi ekonomi, atau yang biasa disebut dengan ekonomi digital. Sejak pertama kali dibahas pada tahun 1990an, ekonomi digital terus berkembang secara praktis, maupun akademis melalui literatur-literatur yang membahasnya. Tulisan ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan bagaimana ekonomi digital dilihat dalam ilmu Hubungan Internasional? Dengan menggunakan perspektif ilmu HI, penulis mengkaji literatur-literatur yang membahas ekonomi digital. Penulis berpendapat bahwa ekonomi digital merupakan fenomena hubungan internasional yang  berpengaruh pada pergeseran peran aktor internasional, serta menciptakan dimensi baru dalam tata kelola global.Di era ekonomi digital, muncul aktor-aktor non negara yang memainkan peranan penting, hingga pada titik tertentu bersaing dengan negara dalam mengatur tata kelola. Ekonomi digital juga bersifat multidimensional, karena berdampak pada berbagai sektor. Pertama, memunculkan jenis pasar baru seperti e-commercedi sektor ekonomi. Kedua, mendorong e-government sebagai dampak di sektor politik. Ketiga, memunculkan isu keamanan cyber di sektor keamanan. Terakhir, di sektor pembangunan global, muncul dimensi baru, yakni pertimbangan aspek digital dalam pembangunan berkelanjutan.

.Globalization and the development of information and communication technology are two things which encourage interconnection in the 21stcenturyTechnological developments encourage economic digitalization, or what is commonly referred to as the digital economy. Since it’s first discussed during the 1990s, digital economy has been developing practically, as well as academically through the literatures. This paper aims to answer the following question: how is the digital economy seen in International Relations? Using IR perspective, this writing examines some of the literatures about digital economy. Digital economy is an international relations phenomenon which influences the shifting role of international actors, and creates a new dimension in global governance. In this era, the role of non-state actors emerge – to some extent – compete with the state in regulating governance. The digital economy is also multidimensional, as it affects various sectors. First, in the economy sector, it creates new types of markets, such as e-commerce. Second, in the politics, digital transformation enables e-government for the state. Third, in the security sector, it raises concern towards cybersecurity. Fourth, in the global development sector, a new dimension emerges, namely the consideration of digital aspects in sustainable development."
2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabil Afifa
"Industri kreatif menjadi salah satu fenomena yang berkembang seiring dengan masifnya globalisasi. Perkembangannya begitu masif sehingga mulai diperhatikan dalam kajian studi Hubungan Internasional. Salah satunya adalah dalam proses diplomasi ekonomi yang berlangsung, dengan industri kreatif ini menjadi salah satu keunggulan kompetitif yang dapat bersaing di pasar global. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kelola industri kreatif yang berpengaruh terhadap diplomasi ekonomi Indonesia dengan sub sektor mode sebagai studi kasus. Dipilihnya Indonesia adalah karena adanya kedekatan antara isu ekonomi kreatif dengan diplomasi ekonomi yang dilakukan. Sementara sub sektor mode dipilih karena menjadi salah satu kontributor tertinggi dalam industri kreatif Indonesia. Dalam melakukan analisis, penulis menggunakan kerangka konsep governance dalam industri kreatif dan juga diplomasi ekonomi. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penulis menemukan bahwa tata kelola industri kreatif ini berpengaruh dalam diplomasi ekonomi. Pengaruh ini terlihat dari masuknya industri kreatif ke dalam ranah politis, di mana menjadikan sub sektor mode sebagai isu non- tradisional dalam pelaksanaan diplomasi ekonomi. Tentunya hal ini tidak terlepas dari aktor-aktor sub sektor mode selain pemerintah dalam tingkat domestik Indonesia. Selain itu, juga terdapat aspek-aspek lain yang mempengaruhi berjalannya diplomasi ekonomi tersebut yang berkaitan dengan tata kelola industri kreatif Indonesia itu sendiri seperti konteks hubungan internasional, ekonomi politik internasional, hingga perekonomian itu sendiri.

Creative industry become one of the phenomenon that develops along with the massive globalization. Its development was so massive that it began to be noticed in studies of International Relations. For example is the ongoing economic diplomacy process, with creative industry become one of the competitive advantages that can compete in the global market. This paper aims to analyse the relationship between creative industry governance with Indonesia's economic diplomacy in the fashion sub-sector. The choice of Indonesia was due to the closeness between the issues of the creative economy and the economic diplomacy undertaken. While the fashion sub-sector was chosen because it is one of the highest contributors to Indonesia's creative industry. In conducting the analysis, the author use the framework of governance in the creative industries and also economic diplomacy. Based on the analysis that has been done, the author find that the governance of creative industries is influential in Indonesia's economic diplomacy. This influence can be seen from the significant of the creative industry have to the political sphere, which makes the fashion sub-sector as a non-traditional issue in the implementation of economic diplomacy. Of course this is inseparable from the actors of the fashion sub-sector besides the government at the Indonesian domestic level. In addition, there are also other aspects that affect the course of economic diplomacy relating to the governance of Indonesia's creative industry itself such as dynamic in international relations, international political economy, and of course the economy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukamtono
"Pada saat Partai Buruh berkuasa di Canberra, mereka menghadapi dua persoalan yaitu : pertama, persoalan intern yaitu terpuruknya perekonomian nasional Ausatralia diakibatkan hutang luar negeri yang membengkak. Ke dua, persoalan ektern yaitu perubahan tatanan hubungan internasional yang drastis dikarenakan runtuhnya Uni Soviet, dan issue-issue internasional pun turut berubah.
Perubahan tersebut, malah dijadikan jalan keluar pemerintah Australia untuk menggairahkan kembali perekonomian nasionalnya dengan merespon usulan pemerintah Jepang tentang pembentukan suatu komunitas ekonomi di kawasan Asia Pacific yang kemudian dikenal dengan sebutan APEC. Kawasan Asia Pasifik, bagi pemerintah Australia merupakan pasar yang potensial bagi barang-barang komoditinya. Sehingga akan meningkatkan devisanya. Upaya yang dilakukan pemerintah Australia tersebut sebagai daya tarik penulis untuk mengkajinya secara lebih mendalam.
APEC adalah sebuah kerjasama regional yang sifatnya terbuka (Open Regionalism), multilateral dan informal. Sehingga negara-negara kawasan bisa saling berdialog membahas persoalan ekonomi kawasan dan dunia tanpa adanya hambatan ideologi, dan politik. Jelas hal ini sangat menguntungkan pemerintah Australia dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya yaitu perbaikan ekonomi domestiknya. Sehubungan hal itu, maka penulis menggunakan Teori National Interest dan Open Regionalism atau New Face of Regionalism. Dalam teori national interest, penulis mengambil pemikiran dari Fred.A. Sondermann yaitu setiap negara pada umumnya akan mengupayakan tercapainya target minimal dari kepentingan nasional yang berupa national survival.
Wacana tentang Open Regionalism sebagai alternatif pemecahan masalah kawasan muncul setelah usainya perang dingin (Post Cold War). Masyarakat internasional tidak lagi terkotak-kotak secara ideologi. Sehingga memungkinkan terjadinya kontak terbuka antar negara yang pada akhirnya mendorong munculnya suatu kerjasama regional.
Hasil penelitian tesis ini menunjukkan bahwa dalam rangka membangkitkan kembali perekonomian nasionalnya yang sedang terpuruk, pemerintah Australia sangat mengharapkan forum kerjasama ekonomi regional Asia Pasifik (APEC). Menurut pandangan pemerintah Australia, wadah kerjasama ekonomi tersebut sangat sesuai dengan perkembangan dunia saat ini yang interdependensi. Dalam hal ini, pemerintah Australia tidak lagi dibayang-bayangi ketakutan terhadap ancaman bahaya komunis lagi terutama dari Uni Soviet. Dan, ia dapat dengan bebas meningkatkan kerjasama ekonomi dengan negara yang secara ideologi berbeda, seperti RRC, Vietnam dan lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wicaksono
"IMF merupakan organisasi internasional yang tujuan utamanya adalah menjaga kurs mata uang dunia agar tidak mengalami gejolak yang dapat mengganggu perdagangan internasional. Syarat utama yang diajukan lembaga ini untuk memulihkan perekonomian suatu negara yang sedang mengalami krisis adalah liberalisasi ekonomi. Akan tetapi dalam kasus Indonesia, pemerintah Indonesia cenderung untuk tidak melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh lembaga ini. Atas dasar ini maka pokok permasalahan di dalam tesis ini adalah mengapa pemerintah Orde Baru tidak serius untuk melaksanakan syarat-syarat yang diajukan IMF.
Penelitian di dalam tesis ini bertujuan untuk melihat bagaimana interaksi antara negara dengan organisasi internasional. Sejumlah teori yang digunakan sebagai alat bantu analisa dalam tesis ini difokuskan pada interdependensi, organisasi internasional dan kepentingan nasional suatu negara. Teori-teori tersebut pada intinya mengemukakan bahwa ada dua kepentingan yang berbeda di dalam hubungan interdependensi, yaitu kepentingan organisasi internasional dan kepentingan nasional suatu negara. Organisasi intemasional berkepentingan agar hubungan antar negara yang saling tergantung antara satu dan lainnya tidak menjadi rusak karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan yang telah disepakati. Namun demikian, dalam hubungan interdependensi peran organisasi internasional dipandang perlu karena tanpa adanya lembaga ini, setiap negara akan dengan mudah melanggar peraturan yang telah disepakati. Akan tetapi di sisi lain setiap negara memiliki kepentingannya sendiri yang harus dipertahankan dan diperjuangkan. Dalam konteks ini, tuntutan IMF kepada pemerintah Indonesia untuk meliberalisasikan perekonomiannya merupakan variabel penyebab dari sikap pemerintah yang menolak untuk melaksanakan tuntutan tersebut.
Penolakan ini disebabkan oleh karena tuntutan tersebut bertentangan dengan kepentingan nasional Indonesia, yaitu pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik.
Dari berbagai fakta yang dianalisa, dapat ditarik kesimpulan bahwa liberalisasi ekonomi menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi dan mengganggu stabilitas politik. Pertumbuhan ekonomi ditujukan tidak saja untuk mensejahterakan seluruh masyarakat, tetapi yang lebih penting di dalam pertumbuhan ekonomi tersebut terdapat kepentingan lainnya yaitu menciptakan stabilitas politik, dengan cara membagi-bagikan hasil dari pertumbuhan itu yang kepada bagian-bagian utama dari elit politik.
Artinya melalui pertumbuhan ekonomi, pemerintah berusaha untuk menjaga kesetiaan dari para pendukung utamanya.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santoso
"Hubungan Australia - Indonesia berjalan sejak masa awal kemerdekaan Indonesia. Hubungan antara Indonesia dengan Australia semakin meningkat bersamaan dengan kepentingan ekonominya di berbagai bidang. Hubungan Indonesia - Australia pada masa pasca perang dingin mengalami perubahan bersamaan dengan berubahnya tata dunia internasional dari bipolar ke multipolar. Perubahan-perubahan ini mendorong Australia berperan secara aktif di IGGI, APEC, ARF, IMF dan organisasi-organisasi multilateral lainnya.
Perkembangan hubungan Australia dari waktu ke waktu perlu dianalisis akibat dari perubahan eksternal dan internal di Indonesia dan Australia serta lingkungan dunia secara global. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui perkembangan hubungan di bidang ekonomi antara Australia dan Indonesia berdasarkan tinjauan kebijakan ekonomi Indonesia di sektor perdagangan dan industri, yang dijalankan kedua negara tersebut.
Teori yang dipergunakan adalah mengenai konsep kebijakan publik dan hubungan ekonomi antar negara. Metode penelitian adalah desain penelitian deskriptif dan analisis data menggunakan pendekatan kualitatif/historis. Dalam hal ini subjek atau pokok penelitian adalah kebijakan-kebijakan ekonomi Indonesia di sektor perdagangan dan industri yang dilakukan akibat hubungan antara Australia - Indonesia dan metode pengumpulan data melalui analisis data sekunder. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Australia memiliki kepentingan yang cukup besar di bidang ekonomi di Indonesia. Hubungan Australia dari waktu ke waktu tetap berkisar pada masalah ekonomi dan tidak jauh pula dari masalah politik. Oleh karena itu, peranan Australia yang semakin aktif di dunia internasional dapat digunakan untuk mengambil inisiatif dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan mempertimbangkan hubungan antara Indonesia - Australia, dimana dapat digunakan untuk meningkatkan perekonomian dan peranannya di badan-badan organisasi multilateral."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>