Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154607 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Santoso Suryadi
"Pemberian kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak-pajaknya dikenal sebagai sistem self assessment, merupakan salah satu upaya mencapai peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak yang dimulai pada saat reformasi peraturan perundang-undangan perpajakan tahun 1984.
Salah satu undang-undang yang diberlakukan adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan, dengan memperhatikan perkembangan yang terjadi hingga saat ini telah disempurnakan dengan perubahan sebanyak dua kali yaita pada tahun 1991 dan 1994.
Dalam situasi perekonomian yang normal dan pelaksanaan pembangunan yang berjalan lancar, pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan berpotensi besar untuk mempero]eh penghasilan yang dapat dikenakan Pajak Penghasilan, sehingga dapat diandalkan untuk menjamin penerimaan negara.
Dengan demikian telah diatur pemungutan pajaknya dengan mengeluarkan peraturan pemerintah, yang hingga saat ini telah dikenal tiga peraturan pemerintah yang mengaturnya dengan beberapa peraturan pelaksanaannya, terakhir dengan penerapan tarif yang bersifat final sehingga memudahkan penghitungan pajak terutang bagi Wajib Pajak.
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan beberapa klien penulis yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah, selain itu jugs dilakukan kepada rekan-rekan penulis yang menjalankan jabatannya selaku Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta para pejabat di Kantor Pertanahan Kotamadya/Kabupaten Badan Pertanahan Nasional, maka telah didapat keterangan bahwa kebijakan perpajakan untuk transaksi semacam ini tidak selalu dirasakan lebih baik bagi para Wajib Pajak dan banyak diantara para pejabat yang terkait dengan transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan yang kurang memahami peraturan perpajakan ini sehingga dapat mengakibatkan tidak tercapainya maksud dari pemberlakuan peraturan ini.
Walaupun pemberlakuan peraturan yang mengaturnya telah memperhatikan asas-asas perpajakan yang lazimnya berlaku, akan tetapi masih dirasakan adanya penyimpangan bagi Wajib Pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Santoso Suryadi
"Setiap transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan, yang dihitung berdasarkan tarif final yang telah ditentukan dikalikan nilai transaksi sebagai dasar pengenaan pajaknya. Dengan demikian tanpa melihat apakah nilai pengalihan (jual) yang terjadi lebih tinggi atau lebih rendah daripada nilai perolehan (bali), tetap dikenakan pajak dengan tarif final yang telah ditetapkan, artinya yterhadap transaksi yang merugi (tidak mendapat tambahan kemampuan ekonomis), tetap harus terkena Pajak Penghasilan (PPh). Undang-undang Pajak Penghasilan. mengatur 'bahwa pajak dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis (penghasilan), akan tetapi undang-undang itu sendiri mengatur pula bahwa terhadap penghasilan tertentu, yang antara lain adalah penghasilan dari transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Memenuhi ketentuan itu, pemerintah mengatur pengenaan Pajak Penghasilan atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dengan Peraturan Pemerintah, yang berlaku saat ini dengan penerapan tarif final yang dihitung berdasarkan nilai transaksi (tidak dengan nilai tambahan kemampuan ekonomis/keuntungan/penghasilan) dari Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari setiap transaksi pasti akan terkena pajak tanpa harus melihat apakah atas transaksi tersebut diperoleh keuntungan atau diderita kerugian. Asas kepastian hukum sebagai salah satu asas dalam pemungutan pajak yang harus diperhatikan, tidak terpenuhi oleh karena Peraturan Pemerintah yang mengatur hal ini jelas bertentangan dengan isi dari undang-undangnya sendiri, bahkan ketentuan undang-undang ternyata tidak memberi kepastian untuk diterapkan dalam pelaksanaan pemungutan pajak secara nyata. Selanjutnya jika tidak terjamin terlaksananya asas kepastian hukum, seyogianya terjamin terlaksananya asas keadilan yang tidak kalah pentingnya sebagai salah satu asas dalam pemungutan pajak oleh negara. Pajak memang perlu bagi negara, akan tetapi sebagai negara hukum, konsekuensinya adalah rakyat harus mendapatkan jaminan untuk memperoleh kepastian hukum serta keadilan.
Ketidakadilan dalam pelaksanaan pemungutan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak-hak atas tanah dan atau bangunan itu dengan jelas dapat diketahui dari hal-hal sebagai berikut : (1) dasar pengenaan pajak yang menurut undang-undang seharusnya adalah tambahan kemampuan ekonomis atau penghasilan neto tidak diterapkan dalam pelaksanaan pemungutan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak-hak atas tanah dan atau bangunan, (2) ukuran yang harus dipakai untuk ?ability-to-pay? adalah seluruh jumlah penghasilan neto (?the global amount of ability-to-pay?) juga tidak diterapkan dalam pengenaan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak-hak atas tanah dan atau bangunan, (3) bagi semua wajib Pajak, biaya yang dikeluarkan Wajib Pajak untuk merealisasikan penghasilan yang dikenakan pajak, seharusnya diperkenankan untuk dikurangkan dalam menghitung penghasilan yang dikenakan -pajak, ternyata dalam kenyataannya ?tidak diperkenankan, (4) bagi Wajib Pajak orang pribadi yang mendapat penghasilan dari penjualan hak-hak atas tanah dan atau bangunan seharusnya menurut undang-undang diberikan pengurangan sejumlah penghasilan yang tidal( dikenakan pajak (PTKP), namun dalam sistem yang sekarang diterapkan, tidak diberikan pengurangan semacam itu, (5) menurut Undang-undang Pajak Penghasilan semua Wajib Pajak apapun jenis penghasilan yang diterima, apabila jumlah penghasilannya sama, seharusnya dikenakan pajak dengan tarif pajak yang sama, namun tidak diterapkan atas penghasilan dari transaksi hak-hak atas tanah dan atau bangunan, (6) Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur suatu struktur tarif pajak progresif, sehingga bagi Wajib Pajak yang berpenghasilan lebih tinggi dikenakan pajak dengan tarif yang lebih tinggi, sehingga terjadi redistribusi penghasilan untuk menciptakan pembagian penghasilan yang lebih adil, (7) besarnya tarif seharusnya digantungkan kepada jumlah total penghasilan neto yang diterima, sedang dalam sistem yang berlaku sekarang, besarnya tarif tetap saja, sehingga juga tidak ada keadilan vertikal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
D1041
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gde Wiyadnya
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
S17713
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Mirza
"Penelitian ini membahas pemajakan atas floating crane ditinjau dari sisi Pajak Penghasilan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perbedaan penafsiran dan sudut pandang mengenai floating crane menyebabkan adanya permasalahan dalam pengenaan PPh-nya. Implementasi dinilai sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, namun disatu sisi terlihat tidak mengakomodir kebutuhan industry pelayaran khususnya pengusaha floating crane. Saran dari penelitian ini adalah agar pembuat kebijakan sebaiknya lebih mengkoordinasi dan melakukan komunikasi dengan baik antara pihak-pihak terkait agar kedepannya peraturan yang diterbitkan dapat lebih jelas, tepat dan mengakomodir industry dengan baik.

This study discusses the taxation of floating crane viewed from the perspective of the income tax. This study used a qualitative approach to the types of descriptive research. Results of the study concluded that the differences of interpretation and points of view regarding the floating crane causes the problems in the imposition of income tax. Implementation of the policy has been running fine and according to the regulations, but on the other side it does not accommodate the needs of cruise industry particularly floating crane company. Advice from the research is that policy-makers should better coordinate and communicate well between the parties related so the future regulation can be more clear, precise and accommodate the industry well."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46600
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novelia Irva Nelga
"Pada tahun 2016 pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan tarif pajak penghasilan atas pengalihan tanah dan bangunan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016. Peraturan ini dikeluarkan dalam rangka mendukung industri properti yang melemah beberapa tahun terakhir, sehingga menyebabkan harga ndash; harga properti melambung tinggi yang salah satu penyebabnya adalah tingginya pajak penghasilan yang harus ditanggung perusahaan dan menyebabkan investor enggan berinvestasi di Indonesia serta masyarakat berpenghasilan rendah semakin tidak mampu membeli properti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui justifikasi dan implikasi kebijakan penurunan tarif pajak penghasilan atas pengalihan tanah dan bangunan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa justifikasi penurunan tarif pajak penghasilan ini adalah untuk kemudahan berusaha, meningkatkan investasi, dan melindungi masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, implikasi penurunan tarif pajak penghasilan ini bagi penerimaan pajak adalah menurunnya penerimaan pajak dan implikasi bagi perusahaan real estate adalah tidak adanya penurunan harga properti setelah penurunan tarif pajak penghasilan dan penjualan properti juga sampai saat ini juga belum menunjukkan peningkatan.

In 2016 the government issued a policy to reduce the income tax rate on the transfer of land and buildings through Government Regulation No. 34 of 2016. This regulation was issued in order to support the property industry that weakened in recent years, causing property prices to soar which one of the causes is the high income tax to be borne by companies and causing investors reluctant to invest in Indonesia as well as low income people are increasingly unable to buy property. The purpose of this study is to find out the justification and implication of the policy of decreasing income tax rate on the transfer of land and buildings. This research is a qualitative research with descriptive design.
The results show that the justification of the reduction of income tax rates is for ease of business, increase investment, and protect low income communities. In addition, the implication of this reduction in income tax rates for tax revenues is the decline in tax revenues and the implications for real estate firms is the absence of declining property prices after the decline in income tax rates and property sales has also not shown an increase.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sutopo
"Sistem administrasi PBB sebelum diberlakukan Undang-Undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan menimbulkan masalah ketidakadilan dalam menetapkan pajak, ketidakpastian dalam menyampaikan pajak yang terutang, lemahnya sanksi dan sulitnya melakukan pembayaran PBB sebagai akibatnya penerimaan PBB sangat rendah. Setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan upaya penyempurnaan administrasi PBB terus dilakukan sehingga tahun 1993/1994 Pemerintah telah melaksanakan SISTEP ke Daerah Tingkat 11 seluruh Indonesia.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seberapa jauh faktor-faktor penetapan pajak, ketepatan dalam menyampaikan SPPT, penerapan sanksi dan cara pembayaran pajak dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pemungutan pajak.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif yaitu tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dan aktual.
Berdasarkan analisa secara statistik 4 (empat) angka korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r signifikansi 5% yang besarnya 0,361. Pernyataan pertama signifikan (r hitung = 0,551 a r tabel = 0,361). Pernyataan ke dua signifikan (r hitung = 0,706 > r tabel = 0,361). Pernyataan ke tiga non-signifikan ( r hitung = 0,325 < r tabel = 0,361). Pernyataan ke empat signifikan (r hitung = 0,412 > r tabel = 0,361).
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa faktor-faktor ketepatan dalam penetapan pajak, penyampaian SPPT secara tepat waktu dan cara pembayaran pajak yang sederhana dapat meningkatkan keberhasilan pemungutan pajak sedangkan penerapan sanksi yang tidak penuh dapat mengurangi tingkat keberhasilan pemungutan pajak.
Dari hasil penelitian dapat disarankan : koordinasi antar instansi terkait perlu ditingkatkan, hubungan baik dengan aparat pemerintah daerah perlu ditingkatkan, secara selektif terhadap Wajib Pajak tertentu perlu diterapkan sanksi secara penuh, untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam membayar PBB maka penyuluhan secara terpadu dan berkesinambungan perlu terus dilakukan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjipto Nugroho
"Dalam usaha pengamanan penerimaan negara dari sektor pajak pemerintah menetapkan suatu Peraturan Pemerintah tentang PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN.
Dalam kenyataannya kebijakan perpajakan ini tidak saja bersubstansi sebagai kebijakan pelaksanaan dari Undang-undang Pajak Penghasilan tetapi lebih bersubstansi sebagai kebijakan yang memperkenalkan suatu pengenaan pajak penghasilan yang berbeda dari konsep dasarnya. Persoalannya ialah apakah pengenaan pajak seperti yang ditetapkan oleh kebijakan perpajakan dimaksud merupakan pengenaan pajak penghasilan yang memenuhi prinsip-prinsip keadilan.
Teori dasar perpajakan mendeskripsikan bahwa sistem pajak adil apabila pajak yang dirancang mencerminkan prinsip prinsip keadilan horizontal maupun keadilan vertikal, artinya bahwa pajak yang adil adalah pajak yang dipungut berdasarkan basis dasar pengenaan pajak dan basis struktur tarif yang ditentukan secara tepat. Dalam sistem pajak penghasilan prinsip keadilan horizontal dirumuskan oleh pengertian penghasilan kena pajak sedang prinsip keadilan vertikal dirumuskan oleh struktur tarif progresif yang bermakna bahwa bagi yang berpenghasilan yang lebih besar akan mempunyai kewajiban untuk membayar pajak yang lebih besar.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi penelitian kualitatif berdasarkan pendekatan positivistik dengan metoda analisis teoritis dan analisis empiris terhadap kasus nyata mengenai pengenaan pajak yang dipungut berdasarkan kebijakan perpajakan yang diteliti.
Telaah teoritis mendeskripsikan bahwa pajak penghasilan yang didefinisikan oleh kebijakan perpajakan dimaksud tidak mencerminkan pajak penghasilan yang adil. Analisis empiris juga mendeskripsikan bahwa pajak penghasilan yang dipungut berdasarkan kebijakan perpajakan ini tidak adil berdasarkan kenyataan yang memperlihatkan kecenderungan beban pajak yang lebih besar dibandingkan beban pajak yang seharusnya. Pajak yang didefinisikan dalam kebijakan perpajakan ini lebih mengarah sebagai rancangan bagi suatu jenis pajak yang lain."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Hanif
"Skripsi ini membahas tentang Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Persewaan Tanah dan/atau Bangunan yang dikaitkan dengan asas kepastian hukum. Skripsi ini di latarbelakangi dari pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017 yang mengatur bahwa layanan penginapan beserta akomodasinya bukanlah merupakan suatu objek pajak pajak penghasilan final atas usaha persewaan tanah dan/atau bangunan .Penilitian ini dilakukan di kota Tangerang. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penilitian ini menemukan terdapat kendala dalam pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Persewaan Tanah dan/atau Bangunan dikarenakan sistem pemungutan pajak dengan self assessment system.

This thesis discusses the Collection of Income Tax on Income from Land and / or Building Rental Business which is associated with the principle of legal certainty. This thesis is based on the arrangement in Government Regulation Number 34 of 2017 which stipulates that lodging services and their accommodations are not an object of final income tax tax on land and / or building rental business This research was conducted in the city of Tangerang. This research is a qualitative research with descriptive design. The results of this study found that there were obstacles in collecting Income Tax on Income from Land and / or Building Rental Business due to the tax collection system with the self assessment system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renita Ayu Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan perhitungan PPh secara proporsional bagi suami isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan terpisah serta menganalisis faktor penghambat dalam pengimplementasiannya.  Kondisi saat ini, masih banyak WP dengan status Memilih Terpisah yang belum menjalankan perhitungan dan pelaporan PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penelitian ini dilakukan metode post-positifisme dan dengan studi pustaka dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan pertama, belum terpenuhinya indikator implementasi dengan kriteria evaluasi kebijakan William N. Dunn terkait efektivitas, efisiensi, perataan, kecukupan, responsivitas dan ketepatan pada kebijakan PPh atas penghasilan OP bagi suami isteri yang menjalankan hak dan kewajiban perpajakan terpisah. Hal ini dikarenakan masih terdapat gap antara teori terkait perhitungan PPh dengan kebijakan perhitungan PPh secara proporsional untuk WP suami isteri yang memiliki NPWP terpisah. Kebijakan tersebut justru membuat WP harus mengeluarkan biaya tambahan karena terdapat potensi kurang bayar pada perhitungan PPh secara proporsional. Selain itu kebijakan tersebut juga memberatkan WP untuk melakukan perhitungan PPh kembali secara proporsional meskipun setiap bulannya pemberi kerja sudah melakukan pemotongan PPh 21. Kedua, faktor penghambat yang dihadapi oleh WP dan fiskus dalam implementasi ketentuan perhitungan PPh secara proporsional untuk WP suami isteri yang menjalankan kewajiban perpajakan sendiri-sendiri yaitu terbatasnya pengetahuan WP terkait kebijakan perhitungan PPh secara proporsional, keraguan untuk mengajukan penghapusan karena adanya konsekwensi penelitian, dan adanya tambahan biaya kepatuhan untuk menjalankan ketentuan tersebut. Sementara itu, faktor penghambat dari sisi fiskus yaitu keterbatasan sistem IT untuk mengawasi dan mengintegrasikan data suami isteri, jumlah SDM yang tidak sebanding dengan jumlah WP serta penyelarasan ketentuan di setiap KPP.

This research aims to evaluate income tax calculation policy regarding maried filing separately and to analyze the obstacles in its implementation. At the present time, there are still many maried filing separately taxpayers that have not conduct their tax payment and submission based on the prevailing regulations. This research is post-positivisme method and conducted through literature review and in-depth interview. The results show that first, the indicator of implementation with evaluation criteria by William Dunn related to Effectiveness, Efficiency, Adequacy, Equity, Responsiveness, Appropriateness on tax income policy on married filing separately have not been found due to the gap between proportional tax calculation on married filing separatlely. This policy tends to cause the taxpayers to spend additional costs due to potential underpayment on the proportional income tax calculation. Furthermore, this policy will cause the taxpayers to recalculate their income tax proportionally even though their monthly income tax article 21 have been withheld by their employers. Secondly, the obstacles faced by taxpayer and tax official in the implementation of proportional income tax calculation on married filing separately are insufficient knowlegde of the taxpayers, the uncertain feeling of submitting cancellation due to the fear of being observed, and additional compliance cost to comply with the regulation. Meanwhile, the challenges found in tax official's side are the limit of IT System to control and integrate data regarding married taxpayers, insufficient number of tax personnels compared to the number of taxpayers and the harmonization of many regulations in every small tax office."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T55390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trijono Rudy Laksono
"BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan, sedangkan hak atas tanah adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Untuk membuktikan adanya perbuatan hukum peralihan hak atas tanah kecuali pemindahan hak melalui lelang, sebagaimana dikehendaki dalam Undang-Undang Pokok Agraria harus dibuktikan dengan akta otentik yang dibuat oleh PPAT.
Sebagai salah satu pejabat yang berwenang untuk membuat akta perolehan hak atas tanah dan bangunan, PPAT tunduk pada ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Namun, dalam praktik masih ditemukan adanya penyimpangan terhadap ketentuan tersebut, dimana akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan ditandatangani mendahului kewajiban pembayaran BPHTB. Salah satu contohnya adalah Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT X di Kabupaten Bogor, nomor 1029/2006, tanggal 22 Desember 2006, sedangkan BPHTB dibayarkan pada tanggal 26 Desember 2006. Atas dasar hal tersebut, dipandang perlu melakukan penelitian berkenaan dengan implementasinya dalam praktik terutama terkait dengan akibat hukum terhadap PPAT yang bersangkutan, dan bagaimana keabsahan terhadap akta tersebut.
Metode penelitian yang digunakan bersifat yuridis normatif, pengumpulan data menggunakan data sekunder yang dirangkaikan dengan hasil wawancara dengan informan yang terkait, sehingga diperoleh pembahasan yang sistematis. Hasil penelitian bersifat evaluatif analisis.
Hasil penelitian mengungkapkan, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, PPAT dikenakan sanksi administrasi dan Benda dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor. Akta tersebut tetap bisa dipakai sebagai dasar peralihan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor, dan akta tersebut tetap absah. Pemenuhan BPHTB dapat dilaksanakan apabila PPAT milaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan dengan tegas. Disamping itu adanya bentuk peraturan yang lengkap dan jelas sehingga mudah dimengerti dan dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun aparatur perpajakan serta PPAT.

BPHTB is the obtainable tax that is connected with land building rights, which further more called tax. The obtainable of the land and building rights is the law action that's caused the obtainable of land and building rights privately or institutionally. Meanwhile, the land rights that's stated on the legislation no.5, 1960 about the basic agrarian affair regulation. In order to prove that there is a law action on the transferring of the right for land use except the auction transferring of land right. Considering the agrarian affair regulation it must be proved by the authentic deeds which are made by PPAT (The Official Authorized to Make Land Deed).
PPAT as one of the official that has an authority to make the obtainable deed of land and building right. Its surrender to the obtainable of land and building tax 24:1 No.20, 2000. Hence, practically we still found the deviation of regulation. It happened when the transferring of the right for land and building has been signed before the advance payment of BPHTB. As we can see in the example here that the trade (buy and sell deed) made by the PPAT X in Bogor District No.1029/2006 December 26th, 2006. Other wise BPHTB was paid in December 2'1 2006. Based on the fact above, the research need to be done on dealing with practical implementation, especially related to the law effect toward it (PPAT) and the legality of its deed.
The research methodology use the juridical normative, data collection for collecting the data the systematical study has been used where the secondary data was connected to the data result of interviewers.
The result of the study is the evaluative analysis. It showed that the there is the infraction rule. PPAT will be taken administrative measures against PPPBB (The Land and Building Tax Service Office of Bogor). The deed can still be used as the basic transferring of the land right in Bogor Agrarian Office and it still legalized. The fulfillment of BPHTB can be applied when PPAT do the rule that has been legalized. On the other hand for the understanding, the complete and brief regulation must be stated and it can be done by the citizen and also by the official authorized tax (PPAT).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>