Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56827 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syafrida
"Indonesia mempunyai peluang yang lebih baik untuk mendominasi pasaran ekspor minyak atsiri, sementara kemampuan SDM, ilmu pengetahuan dan teknologi yang masih rendah berdampak pada rendahnya daya saing minyak atsiri Indonesia. Oleh sebab itu diperlukan strategi pengembangan dan keunggulan kompetitif minyak atsiri Indonesia sehingga dapat meningkatkan daya saing minyak atsiri Indonesia di dunia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing minyak atsiri Indonesia di dalam perdagangan minyak atsiri dunia, faktor-faktor yang perlu diperhitungkan dalam pembuatan strategi pengembangan minyak atsiri Indonesia serta alternatif strategi pengembangan dan keunggulan kompetitif minyak atsiri Indonesia.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang menggambarkan secara deskriptif bagaimana daya saing minyak atsiri Indonesia di pasar dunia, bagaimana strategi pengembangan minyak atsiri nasional yang dikaitkan dengan peningkatan keunggulan daya saing minyak atsiri Indonesia serta bagaimana peran pemerintah dalam mempengaruhi daya saing minyak atsiri Indonesia. Untuk mengetahui daya saing minyak atsiri Indonesia digunakan metode RCA (Revealed Competitif Advantage) sedangkan untuk perumusan alternatif strategi digunakan metode PHA (Proses Hirarki Analitik).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa komoditas minyak atsiri Indonesia dapat diandalkan sebagai komoditas ekspor, karena mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan nilai RCA yang lebih besar dari satu yaitu berkisar antara 1,75-3,77 pada periode 1994-1998 (Pusdatin,Dirjen Daglu Depperindag dan diolah oleh penulis).
Berdasarkan analisis PHA didapatkan bahwa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan berdasarkan urutan prioritasnya adalah : Kondisi permintaan, Strategi, Struktur dan Persaingan industri, Kondisi faktor, Kebijakan pemerintah, Industri pendukung dan terkait (kemasan) serta Kesempatan/peluang. Pelaku yang diharapkan lebih berperan berdasarkan urutan prioritasnya adalah : Industri minyak atsiri, Asosiasi, Pemerintah, Negara tujuan ekspor, Perguruan Tinggi, Lembaga keuangan/perbankan dan negara pesaing. Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan urutan prioritasnya adalah: Pertumbuhan dan Perluasan Pasar, Peningkatan Perolehan Devisa dan Peningkatan Daya Saing. Adapun alternatif strategi yang ingin diterapkan dalam upaya peningkatan keunggulan daya saing minyak atsiri Indonesia berdasarkan urutan prioritasnya adalah : Diversifikasi produk, Pernberdayaan Pengembangan Pranata Ekspor dan Pengembangan lklim Usaha yang Kondusif."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shahabudin
"Dengan makin meningkatnya kebutuhan bahan bakar minyak. Kebutuhan biaya dan distribusinya menjadi sesuatu yang memberatkan bagi Pemerintah maupun Pertamina, hal ini terlihat dengan makin besarnya subsidi BBM. Undang-undang minyak dan gas bumi yang baru nomor 22 tahun 2001 memungkinkan adanya peranan perusahaan lain diluar Pertamina untuk menangani penyediaan BBM.
Disamping itu dengan akan dimulainya pasar bebas AFTA yang akan dimulai pada tahun 2003, tidak dapat dihindari masuknya perusahaan global didalam pemasaran BBM di Indonesia seperti halnya yang telah terjadi di negara-negara ASEAN lainnya. Sehingga akan terjadi suatu perubahan srategi bisnis dari usaha monopolistik menjadi usaha yang dapat bersaing. Untuk mengantisipasi era pasar bebas yang tidak lama lagi akan di mulai maka perlu disiapkan langkah strategi bisnis bahan bakar minyak di Indonesia dalam menghadapi era pasar bebas mendatang.
Teknik penelitian yang dilakukan adalah mempelajari faktor Internal dan eksternal yang dianalisis dengan metode SWOT melalui penelitian kondisi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi Pertamina didalam bisnis bahan bakar minyak. Dari analisis SWOT tersebut dapat diketahui posisi perusahaan dan strategi yang harus diterapkan oleh perusahaan di dalam bisnis bahan bakar minyak pada era pasar bebas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan masih mempunyai kondisi internal yang kuat dan masih adanya peluang yang cukup besar di dalam bisnis bahan bakar minyak di Indonesia, meskipun ancaman yang akan di hadapi cukup besar pada era pasar bebas. Strategi yang dibutuhkan oleh perusahaan adalah strategi Intensif atau integration.
Adapun strategi bisnis bahan bakar minyak yang perlu dilakukan oleh Pertamina adalah mengupayakan maksimalisasi pangsa pasar, mengembangkan kompetensi inti dalam infrastruktur distribusi bahan bakar minyak, memperkuat integrasi vertikal antara pengolahan dan pemasaran bahan bakar minyak, meningkatkan kualitas mutu bahan bakar minyak serta cost effectiveness dalam penyediaan distribusi bahan bakar minyak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T8918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Ketidakmampuan memenuhi permintaan dari konsumen menjadi permasalahan utama pada penyulingan minyak sereh wangi di Desa Cimungkal Sumedang. Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan alternatif tindakan dalam rangka meningkatkan produksi minyak sereh wangi hasil penyulingan di Desa Cimungkal. Pemetaan proses produksi dilakukan dengan Value Stream Mapping (VSM) sebagai langkah awal untuk mengetahui waktu proses (lead time produksi) dan mengidentifikasi pemborosan yang terjadi, menganalisis penyebab terjadinya masalah di level manufaktur, serta merumuskan tindakan perbaikan untuk meningkatkan produksi minyak sereh wangi. Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa aktivitas pada proses produksi minyak sereh wangi yang merupakan pemborosan dan harus diminimalkan. Dengan pemetaan dapat diketahui bahwa lead time penyulingan minyak sereh wangi awal adalah sebesar 647 menit atau 10,78 jam. Setelah dilakukan perbaikan (Future State) terjadi perbaikan Total lead time menjadi 274 menit. Value added activity mengalami peningkatan sebesar 38,93%, nonvalue added mengalami penurunan sebesar 3,63%, dan necessary but nonvalue added turun sebesar 35,3 %. Penelitian ini juga menghasilkan rumusan strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi minyak sereh wangi."
Bandung: Unisba Pusat Penerbitan Universitas (P2U-LPPM), 2017
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Roni Dwi Susanto
"Semakin pentingnya kedudukan kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng dan perolehan devisa telah menyebabkan pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kepentingan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok atau kepentingan untuk meningkatkan perolehan devisa, melalui ekspor crude palm oil (CPO).
Mengingat bahwa industri minyak goreng sawit Indonesia sampai saat ini masih belum berjalan dengan kapasitas penuh, bahkan menurut beberapa survei hanya berkisar 50-60 persen dari kapasitas terpasang, maka kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng. Untuk itu pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan, baik melalui penghapusan bea masuk maupun pengenaan pajak ekspor serta alokasi CPO kepada Badan Urusan Logistik (BULOG).
Dari gambaran intervensi pemerintah yang telah dilakukan selama ini terhadap minyak sawit Indonesia terlihat bahwa senantiasa terjadi benturan-benturan kepentingan dalam penerapan kebijakan. Dua dilema kebijakan yang dihadapi yaitu:
1. Pilihan antara pengembangan industri minyak goreng dalam negeri atau mengimpor minyak goreng dan mengekspor bahan mentah pembuatan minyak goreng (CPO) sebagai penghasil devisa;
2. Pilihan antara menggunakan instrumen minyak goreng impor atau pengaturan produksi minyak goreng dalam negeri untuk pengelolaan (stabilisasi) harga minyak goreng dalam negeri.Dilema ke dua ini langsung terkait dengan jaminan ketersediaan minyak goreng dalam negeri, dengan demikian harga minyak goreng tidak akan berfluktuasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran terhadap kondisi penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia dan pengaruhnya terhadap industri minyak goreng serta gejolak harga minyak goreng di pasar domestik. Untuk itu dalam penelitian ini diidentifikasi faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit domestik dan pengaruhnya terhadap harga minyak goreng. Disamping itu penelitian ini juga berupaya mengkaji kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah yang pada dasarnya bertujuan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng. Analisis yang digunakan meliputi analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan pendekatan ekonometrika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan harga bahan baku industri minyak goreng (CPO) maka harga minyak gorengpun akan naik, atau dengan kata lain harga minyak goreng berbanding lurus dengan harga CPO domestik. Secara teoritis hal ini sangat wajar, karena dengan naiknya salah satu harga input produksi maka perusahaan yang rasional akan menaikkan harga outputnya agar tetap dapat mempertahankan keuntungannya. Ditunjukkan bahwa apabila harga CPO domestik naik sebesar Rp. 1000,00 per ton maka harga minyak goreng sawit akan naik sebesar Rp. 2000,15 per ton. Hasil ini nyata pada tingkat kepercayaan di atas 90%. Sedangkan perubahan harga CPO di pasar internasional juga berpengaruh positif terhadap perubahan harga minyak goreng. Berdasarkan hasil regresi ditunjukkan bahwa kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar US$ 1 per ton akan menaikkan harga minyak goreng sebesar Rp. 0.42 per ton, cateris paribus.
Harga minyak goreng berhubungan negatif dengan penawaran CPO domestik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa apabila pasokan CPO di pasar domestik meningkat maka akan dapat menurunkan harga minyak goreng sawit. Apabila penawaran CPO di pasar domestik meningkat sebesar 1 ton maka harga minyak goreng akan dapat turun sebesar Rp. 0,11 per ton, cateris paribus. Apabila pasokan CPO berkurang, maka produksi minyak goreng berkurang yang pada gilirannya menyebabkan minyak goreng di pasaran menjadi berkurang sehingga memicu kenaikan harga minyak goreng.
Bagi produsen CPO rangsangan untuk mengekspor CPO lebih menarik dibandingkan dengan kewajiban mereka dalam memenuhi kebutuhan domestik. Walaupun telah ditetapkan pajak ekspor, selama kegiatan ekspor masih memberikan keuntungan yang lebih besar daripada menjual di dalam negeri maka produsen CPO akan berusaha untuk mengekspor. Sehingga sering ditemukan ekspor CPO secara illegal. Dengan demikian catatan jumlah ekspor resmi berbeda dengan kenyataan aktual CPO yang dilarikan ke luar negeri yang cenderung lebih besar dari catatan volume ekspor. Sehingga jumlah CPO yang dipasok di dalam negeri berkurang lebih besar dari jumlah CPO yang diekspor.
Semakin meningkatnya kebutuhan minyak goreng masyarakat, maka kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng juga meningkat. Dari hasil pengujian ditunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan permintaan bahan baku CPO untuk industri minyak goreng maka akan diikuti dengan kenaikan jumlah penawaran CPO di pasar domestik, walaupun kenaikan penawaran CPO di pasar domestik tidak sebesar permintaan CPO. Apabila permintaan CPO untuk industri minyak goreng meningkat sebanyak 10 ribu ton maka penawaran CPO domestik juga akan meningkat tetapi hanya sebesar 2,1 ribu ton, cateris paribus. Oleh karena itu untuk menutupi kesenjangan lonjakan permintaan tersebut, pemerintah seringkali harus campur tangan guna menjamin ketersediaan pasokan CPO.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi CPO adalah melalui pembukaan areal perkebunan kelapa sawit. Pengukuran terhadap pengaruh perubahan variabel luas areal perkebunan kelapa sawit terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa apabila terjadi pertambahan areal perkebunan kelapa sawit seluas 1000 hektar maka akan terjadi kenaikan penawaran CPO di pasar domestik sebesar 2,13 ribu ton CPO, cateris paribus. Data Ditjen Perkebunan (1998) menunjukkan bahwa dari areal perkebunan kelapa sawit seluas 2,79 juta hektar-dihasilkan 5.64 juta ton CPO atau rata-rata satu hektar perkebunan kelapa sawit menghasilkan 2.02 ton CPO.
Untuk variabel kebijakan pemerintah tentang produksi dan tata niaga minyak sawit terlihat bahwa dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah sejak tahun 1979 telah berhasil meningkatkan penawaran minyak sawit domestik (berpengaruh positif). Akan tetapi pengaruhnya belum dapat memberikan dampak yang berarti dalam menjamin ketersedian pasokan CPO di pasar domestik, karena dengan adanya kebijakan tersebut penawaran CPO domestik hanya meningkat sebesar 199,84 ribu ton dalam kurun waktu 19 tahun.
Ketidakefektifan kebijakan pemerintah dalam menjamin ketersediaan CPO untuk keperluan industri minyak goreng dalam negeri menyebabkan harga minyak goreng senantiasa mengalami gejolak. Kebijakan pemerintah melalui instrumen alokasi CPO dalam negeri dan alokasi CPO untuk ekspor hanya bertahan dalam jangka pendek. Disamping itu kebijakan tersebut harus dibayar cukup mahal karena dalam jangka panjang menghambat promosi ekspor dan dalam jangka pendek menurunkan perolehan devisa negara melalui ekspor CPO.
Upaya stabilisasi harga minyak goreng melalui mekanisme alokasi dan penetapan harga bahan baku dinilai banyak kalangan tidak efektif. Dapat dikemukakan beberapa faktor sebagai penyebabnya, seperti:
a. Permintaan dunia terhadap minyak sawit (CPO) terus mengalami peningkatan dan harga di pasar internasional juga meningkat cukup pesat.
b. Secara operasional mekanisme alokasi CPO produksi PTP melalui KPB (Kantor Pemasaran Bersama) tidak lagi banyak pengaruhnya pada pemenuhan kebutuhan bahan baku industri minyak goreng.
c. CPO tidak hanya digunakan oleh industri minyak goreng. Penggunaan CPO untuk bahan baku industri lain (bukan industri minyak goreng) dalam negeri juga terus meningkat. Jenis industri tersebut antara lain adalah margarin, sabun dan oleokimia.
d. Mekanisme alokasi dan penetapan harga CPO yang disertai operasi pasar minyak goreng pada saat-saat tertentu (seperti menjelang tahun baru, bulan puasa dan lebaran) menyebabkan margin keuntungan produsen minyak goreng sangat tipis.
e. Harga CPO akan cenderung tetap tinggi karena permintaan domestiknya lebih besar daripada kapasitas produksi CPO.
Dari hasil perhitungan elastisitas harga CPO internasional terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1% akan menurunkan penawaran CPO domestik sebesar 0,32%.
Harga CPO internasional berpengaruh negatif terhadap penawaran CPO domestik, ditunjukkan dengan nilai dugaan parameter sebesar -0.69, yang berarti apabila terjadi kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1 dollar US maka penawaran CPO domestik akan turun sebesar 0.69 ribu ton.
Dari hasil pendugaan dapat dinyatakan bahwa permintaan CPO domestik searah dengan jumlah produksi minyak sawit. Permintaan minyak sawit domestik sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi minyak goreng sawit walaupun tidak dapat diabaikan permintaan CPO oleh industri margarin dan sabun yang konsumsinya meningkat di atas 15% dari tahun ke tahun.
Pertumbahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita, berpengaruh positif terhadap permintaan minyak sawit domestik, hal ini ditunjukkan oleh koefisien yang bertanda positif sebesar 0.003 yang berarti setiap kenaikan penduduk 1.000 orang akan meningkatkan permintaan minyak sawit domestik sebesar 3 ton. Sedangkan hasil pendugaan parameter untuk pendapatan per kapita terhadap permintaan minyak sawit domestik sebesar 0,0006 menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pendapatan per kapita sebesar Rp. 1000 maka akan meningkatkan permintaan CPO domestik sebanyak 0,6 ton, dan sebaliknya.
Dalam jangka pendek, kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri jelas lebih buruk dalam hal perolehan devisa. Hal ini terjadi karena dalam jangka pendek, kebijakan ini bersifat sebagai subtitusi impor, sehingga akan menurunkan penerimaan ekspor. Disamping itu, kebijakan ini mungkin saja kurang efisien dalam jangka pendek karena teknologi dan manajemen industri pengelolaan pada umumnya belum dapat dikuasai dengan baik.
Namun demikian, faktor negatif kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri mestinya dapat diatasi dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong industri minyak goreng untuk terus menerus meningkatkan efisiensinya. Dalam kaitan ini, strategi yang perlu ditempuh adalah pemberian insentif dan kemudahan (proefisiensi) dalam proses produksi, bukan proteksi. Salah satu bentuk kebijakan yang bersifat proefisiensi ialah penghapusan berbagai faktor yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi seperti perizinan usaha dan biaya-biaya non-fungsional. Bila hal ini dapat dilakukan, maka, dalam jangka panjang industri minyak goreng dalam negeri akan berubah dari industri yang bersifat subtitusi impor menjadi industri yang bersifat promosi ekspor."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T7501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bramastra Lalean
"perusahaan minyak Lestari Oil adalah suatu perusahaan minyak asing yang bekerja sama dengan Pertamina melalui sistem bagi hasil dengan pembagian keuntungan 85 15 untuk pertamina : Lestari Oil. Perusahaan ini mendapatkan konsesi dan beroperasi di suatu bagian wilayah negara Indonesia sejak tahun 1979. Konsesi ini akan berakhir pada tahun 2000. Sebelum tahun 1979, blok ini telah dieksplorasi oleh perusahaan minyak X selama 10 tahun, tetapi perusahaan minyak X tidak berhasil menemukan lapangan minyak. Dalam waktu 10 tahun pertama, perusahaan minyak Lestari Oil telah berhasil menemukan dan mengembangkan beberapa lapangan minyak, dan sekarang pada tahap 10 tahun terakhir.
Produksi awal perusahaan Lestari Oil adalah 30.000 barel per han (bph) dan lapangan L di lepas pantai. Dan produksi awal kemudian ditemukan dan dikembangkan beberapa lapangan minyak baru seperti M (lepas pantai), K, N, S, dan Lapangan V (pantai). Produksi puncak dari seluruh total lapangan pernah mencapal sekitar 70.000 bph. Dengan terus diproduksikannya minyak dan sumur-sumur di lapangan tersebut, maka produksi minyak mentah Lestari Oil lambat laun mengalami penurunan Saat ini tingkat produksi minyak Lestari Oil berkisar sekitar 35.000 bph (industri minyak adalah industri ýang tidak terbaharui). Dengan kecenderungan tingkat produksi yang semakin turun, bila tidak ada penambahan cadangan baru dengan penemuan-penemuan lapangan baru, maka pada suatu waktu produksi minyak Lestari Oil akan mencapai suatu batas ekonomis tertentu yang tergantung pada besar biaya operasinya.
Saat ini, dinyatakan di daerah konsesi yang dikontrak oleh Lestari Oil, sebagai daerah yang telah jenuh, jadi tidak ada lagi untuk sementara ini program pencarian cadangan cadangan baru maupun program-program pengeboran sumur-sumur baru. Lestari Oil sedang menghadapi tahapan decliningnya. Sebagai layaknya suatu organisasi atau perusahaan, maka tentu saja Lestari Oil dengan kondisinya tersebut menghadapi problematika untuk terus mengoptimalkan aset-asetnya, terus Survive, dan agar terus mampu meraih keuntungan dalam persaingannya dengan perusahaan-perusahaan minyak lainnya, yaitu mempunyal tingkat profitability yang di atas rata-rata perusahaan di dalam industri minyak. Diperlukan kemampuan dalam mengidentiflkasikan faktor-faktot kunci di dalam maupun di luar lingkungan Lestari Oil untuk dianalisa dan dipelajari sebaik-baiknya dan secara mendalam agar Lestari Oil dapat menyusun perencanaan strategis yang tepat dan menyusun formulasi langkah-Iangkah strategis yang dirasa perlu untuk menerapkan pada prioritas utama, efisiensi dan efektifitas usaha dalam memproduksikan inyak bumi pada kondisi yang paling optimum.
Penentuan strategi usaha secara manajerial - yang tepat bagi Lestari Oil di dalam perjalanan usahanya (khususnya dalam kondisi declining seperti sut ini) dan di dalam menghadapi persaingannya, dengan mencoba meninjau dan mempelajari semua aspek dan faktor yang terkait secara komprehensif, mendalam, dan menyeluruh, diharapkan dapat membawa implikasi pada optimalisasi usaha dan optimalisasi aset-aset Lestari Oil, paling tidak sampai batas perjanjian kontrak dengan Pertamina berakhir, yaitu tahun 2000. Analisa dan studi ekonomi, kemungkinan re-strukturisasi bagan organisasi guna menerapkan hubungan dan tatanan kerja yang lebih sesuai, dan analisa manajemen sumberdaya manusia juga disertakan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Hartanti
"Migas merupakan sumber daya alam yang strategis. Investasi di bidang migas mayoritas dilakukan oleh swasta asing yang dalam hal ini kehadirannya dirangsang oleh berbagai fasilitas. Salah satunya adalah kemudahan di bidang perpajakan. Skripsi ini bertujuan untuk membahas masalah insentif pajak tersebut dikaitkan dengan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Metode penelitian yang dilakukan adalah studi kepustakaan. Meliputi telaah literatur yang didukung dengan wawancara dengan narasumber yang kompeten. Skripsi dibatasi pada kontraktor yang menandatangani kontrak bagi hasil antara periode 1 Januari 1984 hingga 31 Desember 1994. Pembahasan ditekankan pada aspek PPH dan PPN/PPn.BM. Insentif yang didapatkan dalam aspek PPH ialah kesamaan definisi, biaya penyusutan yang dipercepat, masuknya unsur pajak dalam biaya operasi, sumbangan sebagai biaya, dibebaskan dari pungutan PPH pasal 22 dan adanya pajak yang ditanggung oleh pemerintah. Insentif yang didapatkan dalam aspek PPN/PPn.BM ialah reimbursement PPN/PPn.BM, pembebasan PPn.BM impor dan penundaan PPN jasa selama masa pra produksi. Fasilitas tersebut memang memberikan iklim yang kondusif bagi pengusahaan migas. Dengan konsekwensi adanya penerimaan pemerintah yang berkurang dari sektor pajak. Namun terdapat kelemahan, sehingga biaya operasi makin meningkat dan minyak yang dibagi menjadi makin kecil. Diperlukan peranan pemerintah agar biaya operasi dapat diprediksi dengan tepat dan tidak membesar."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
S19122
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Augustinus Wibowo Priba
"PT XYZ adalah perusahaan distribusi BBM yang telah berdiri sejak tahun 1968. Perusahaan ini mendistribusikan BBM (Solar, Diesel, Residu, Premium) produksi PERTAMINA kepada pelanggan-pelanggan industry sesuai dengan alokasi yang dimiliki.
Seiring dengan perkembangan jaman, pihak manajemen perlu untuk melakukan beberapa perbaikan sebagai upaya untuk dapat tetap bertahan dan bertumbuh secara berkelanjutan, terutama dalam menghadapi kendala- kendala yang semakin beragam (penyelundupan, pengoplosan BBM) dan persaingan yang semakin ketat (lersaingan biaya dan pelayanan).
Pada mulanya perusahaan menerapkan strategi ganda yaitu strategi low cost dan strategi diferensiasi. Ketidakkonsistenan dalam penerapan strategi ini menyebabkan perusahaan tidak mempunyai arah yang jelas dan tidak memiliki dasar yang pasti dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis.
Setelah melalui pengamatan dan survey terhadap pelanggan maka sejak setahun yang lalu PT. XYZ memutuskan menerapkan strategi diferensiasi ini maka PT. XYZ juga melakukan peningkatan kemampuan teknologi informasinya dengan menerapkan system computer terintegrasi.
Selama pelaksanaan strategi ini perusahaan dapat mempertahankan bahkan menambah pelanggannya selain itu dari segi pelayannya pun menunjukkan peningkatan dengan semakin berkurangnya keluhan pelanggan dan semakin cepatnya penyelesaian keluhan pelanggan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T5821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artono Darwanto; Sianturi, Harlyn
"ABSTRAK
PT Patra adalah sebuah perusahaan kontraktor bagi hasil
Pertamina, yang sudah beroperasi semenjak tahun 1979 di daerah
selat Malaka. Pada saat ini perusahaan ini memproduksi minyak
mentah dalam jumlah rata?rata 40,000 barrel/perhari, tetapi
pernah mericapai tingkat produksi tertinggi sekitar 70,000
barrel/perhari pada tahun 1988.
Untuk mendukung kelancaran operasi, perusahaan ini
menggunakan empat buah gudang, di empat tempat yang terpisah,
untuk menyimpan persediaan bahan baku, suku cadang, pipa, dll.
Dalam kurun waktu lebih dari sepuluh tahun operasi, PT Patra
telah berusaha untuk menjalankan sistem persediaan dengan
sebaik mungkin, dibawah pengawasan dan pengaturan suatu bagian
Inventory Control. Tetapi, dengan semakin berkembangnya
perusahaan, masalah sistem persediaan ini pun menjadi semakin
rumit. Pada akhir tahun 1991, nilai persediaan perusahaan ini
telah mencapai US$ 12,493,979.67.
Dari hasil tanya jawab dengan berbagai pihak yang
terlibat dalam sistem manajemen persediaan pada PT Patra, dan
juga dengan menganalisa laporan-laporan, data-data yang ada,
ternyata pengelolaan persediaan perusahaan ini masih perlu
diperbaiki. Hal ini terlihat pula dari adanya keluhan?keluhan
pihak pemakai barang karena terjadinya stock-out terutama untuk
beberapa jenis barang yang berhubungan langsung dengan kegiatan
operasi dan terjadinya penumpukkan persediaan untuk beberapa
Jenis barang yang lain, seperti yang terlihat pada lampiran 5.8. permasalahan yang ada juga menyangkut sistem
pemberian kode identifikasi barang yang beluin berfungsi dengan
baik, serta sistem kontrol yang belum memadai.
Setelah menganalisa penyebab?Penyebab permasalahan, maka
dalam karya akhir ini diberikan usulan untuk mengatasi
persoalan sistem persediaan PT Patra, agar perusahaan ini dapat
meningkatkan pelayanan, menurunkan resiko terjadinya
penumpukafn barang, dan meningkatkan kinerja dari sistem
manajemen persediaan.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nadila Amalia
"Minyak serai wangi merupakan minyak atsiri yang berasal dari tanaman serai wangi (Cymbopoghon nardus) yang memiliki aktivitas repelensi terhadap nyamuk Anopheles. Sifat minyak serai wangi yang mudah menguap dan berminyak dalam pengaplikasian menimbulkan masalah dalam formulasi repelan nyamuk. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan minyak serai wangi dalam bentuk nanoemulsi gel, mengevaluasi sediaan dan menguji stabilitas fisik nanoemulsi gel. Nanoemulsi gel dibuat dengan berbagai konsentrasi minyak serai wangi yaitu 2,5%, 5% dan 6,5% menggunakan berbagai konsentrasi tween 80 dan sukrosa palmitat sebagai surfaktan dan propilenglikol sebagai kosurfaktan. Sediaan nanoemulsi gel minyak serai wangi menunjukkan penampilan fisik yang cukup stabil selama penyimpanan 4 minggu pada suhu rendah (4°C ± 2°C), cycling test serta uji sentrifugasi. Formulasi terbaik dari ketiga formulasi adalah nanoemulsi gel F2 yang mengandung minyak serai wangi 5% karena memiliki stabilitas yang cukup baik, ukuran globul yang lebih kecil dan viskositas yang lebih kental.

Citronella oil is an essential oil of Lemongrass (Cymbopoghon nardus) which has a repellent activity against Anopheles mosquitoes. The volatile and oily nature of citronella oil in application creates problems in the mosquito repellant formulation. This study aims to formulate citronella oil into nanoemulsion gel form, evaluate the preparation and test the physical stability of the nanoemulsion gel. Nanoemulsion gel was formulated in various concentrations of citronella oil, which were 2.5%, 5% and 6.5% using various concentrations of Tween 80 and sucrose palmitate as surfactant and propylenglycol as a cosurfactant. The citronella oil nanoemulsion gel preparation showed a fairly stable physical appearance during 4 weeks of storage at low temperature (4 ° C ± 2 ° C), cycling test and centrifugation test. The best formulation of the three formulations is nanoemulsion gel F2 containing 5% citronella oil because it has fairly stable stability, smaller globule size and more viscous."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>