Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134317 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Palijama, Fientje
"Sebagai warga Negara Indonesia, maka kedudukan, hak dan kewajiban anak cacat adalah sama dengan warga negara lainnya (normal). Oleh karena itu peningkatan peran para penyandang cacat dalam pembangunan nasional sangat penting untuk mendapat perhatian sebagaimana mestinya.
Masalah anak cacat tidak dapat dipisahkan dari hakekat pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Upaya penanganan masalah anak cacat perlu mendapat perhatian yang intensif baik oleh pemerintah, masyarakat, lembaga sosial. Di Kota Ambon banyak anak yang mengalami masalah sosial (khususnya anak cacat) sementara hanya terdapat satu panti sosial. Peran dan tanggung jawab Panti Sosial Bina Asih Leleani menjadi penting dalam upaya merehabilitasi kondisi fisik dan mental dari penyandang cacat.
Dalam kaitan itulah, peran dan tanggung jawab Panti Sosial Bina Asih menjadi penting untuk menyelenggarakan proses pembinaan dan pengasuhan anak yang dimasukan dalam proses rehabilitasi. Dalam proses rehabilitasi dibutuhkan adanya prinsip-prinsip pengasuhan yang dikemukakan oleh Hurlock yaitu (1).keakraban, (2).kepedulian, (3). kemandirian, (4). kedisiplinan dan (5).kestabilan emosi.
Pertanyaan dalam penelitian ini adalah (1). Bagaimanakah prinsip pengasuhan dalam proses rehabilitasi anak cacat, (2). Apa hambatan dalam melaksanakan proses rehabilitasi anak cacat pada Panti Sosial Bina Asih Leleani.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prinsip pengasuhan dalam proses rehabilitasi anak cacat, dan mengetahui faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan rehabilitasi. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Lokasi tempat penelitian berada di Ambon yakni Panti Sosial Bina Asih Leleani. Alasan Panti Sosial tersebutl adalah karena di Ambon hanya ada satu panti dan panti ini menjalankan praktek pekerja sosial anak cacat. Jumlah informan yang di PSBAL adalah 4 orang dan orang tua dari anak asuh 4 orang.
Hasil penelitian, menunjukkan bahwa sebagian prinsip pengasuhan anak cacat dalam prakteknya di Panti Sosial Bina Asih Leleani Ambon, dapat dilaksanakan :
1. Terciptanya suasana yang akrab dan atau harmonis antara para pengasuh dan anak anak cacat.
2. Prinsip kepedulian baik di dalam panti maupun di luar panti (rumah orang tua) pada hakekatnya turut memberikan kontribusi yang positif untuk upaya kemandirian bagi anak-anak cacat.
3. Upaya mencapai kemandirian ini dapat dilihat melalui sikap dan kemauan anak untuk berusaha serta peningkatan keterampilan kerja menurut bakat yang disandang anak-anak cacat.
4. Demikian pula tercapainya kemandirian anak-anak tersebut, disebabkan karena adanya disiplin yang mengalami peningkatan melalui unsur kepatuhan terhadap aturan-aturan termasuk norma dan sanksi yang diberikan bagi anak-anak cacat dalam menjalankan setiap bentuk kegiatan pembinaan dan pengasuhan di dalam panti sosial bina asih leleani.
5. Akan tetapi pada prinsip kestabilan emosional terkesan bahwa para pengasuh masih memiliki sikap yang sering marah dalam menghadapi anak-anak pada saat pelaksanaan kegiatan pembinaan di dalam panti. Kesan yang bermunculan inilah jika tidak ditanggulangi akan berpengaruh terhadap upaya merehabilitasikan kondisi fisik dan mental dan anak-anak cacat di lingkungan Panti Sosial Bina Asih Leleani.
Faktor yang berpengaruh dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi di Panti Sosial Bina Asih Leleani, hasil penelitian menunjukkan bahwa :
1. Disamping ada hambatan dari dalam seperti lemahnya sumber daya manusia
2. Hambatan dari luar seperti kurangnya dukungan dari sistim-sistim sumber terkait dalam mendukung kegiatan pengasuhan di Panti Sosial Bina Asih Leleani."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suminto
"Penelitian ini menyoroti tentang pelaksanaan peranan para pekerja sosial dalam proses rehabilitasi sosial penyandang cacat tubuh di PRSBD "Prof. Dr. Soeharso" Surakarta. Permasalahannya adalah bahwa di dalam proses rehabilitasi sosial, para pekerja sosial memiliki posisi yang sangat strategis bagi terbentuknya penyandang cacat tubuh yang mandiri. Posisi strategis dimaksud adalah bahwa para pekerja sosial berwenang penuh untuk melakukan intervensi terhadap klien melalui berbagai peranan yang dimiliki. Peranan pekerja sosial itu sendiri dalam penerapannya mencakup berbagai aspek kehidupan yang sangat luas, yaitu meliputi: individu, keluarga, kelompok dan organisasi sosial masyarakat.
Konsep/istilah "peranan pekerja sosial" yang dipakai dalam penelitian ini, secara operasional pengertiannya mengacu pada ketentuan buku panduan pekerja sosial terbitan Departemen Sosial yang sampai sekarang masih dijadikan pegangan seluruh Pekerja Sosial di PRSBD "Prof. Dr. Soeharso" Surakarta.
Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dukumentasi, wawancara dan observasi. Untuk setting penelitian ini dipilih sebanyak 41 orang sebagai informan yang terbagi dalam dua kategori, yaitu (1) 25 orang sebagai informan utama yang diambilkan dari para pekerja sosial di unit 1 seksi 1 instalasi yang secara teknis terlibat langsung di dalam proses rehabilitasi sosial, dan (2) 16 orang sebagai informan tambahan, yang terdiri dari 6 orang pejabat struktural (Kepala Seksi) yang terkait langsung dengan proses rehabilitasi sosial, serta ditambah 10 orang lagi informan dari klien yang sedang mengikuti rehabilitasi sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pekerja sosial di PRSBD "Prof. Dr. Soeharso" telah berusaha melaksanakan peranannya menurut ketentuan buku panduan, namun tidak semua peranan tersebut dapat terpenuhi. Hal ini disebabkan ada beberapa peranan di tingkat mikro (seperti: pencari informasi, evaluator, pembentuk opini, elaborator, pencatat teknisi prosedural, pengikut dan pengatur kompromi) dan di tingkat makro (peranan sebagai penggerak) tidak dapat/kurang relevan pelaksanaannya dalam kehidupan panti (seperti PRSBD). Peranan-peranan tersebut lebih relevan pelaksanaannya di luar panti. Misalnya, seperti yang dilaksanakan para pekerja sosial di kecamatan yang mendampingi kelompok masyarakat miskin dalam program Inpres Desa Tertinggal (IDT), atau Kelompok Usaha Bersama (KUBE) beberapa periode lalu.
Di dalam penelitian ini juga terungkap bahwa profesionalisme pekerja sosial di PRSBD "Prof. Dr. Soeharso" masih menjadi persoalan, karena sebagian besar dari mereka berlatar belakang pendidikan SLTP/SLTA/Sarjana Mudal Sarjana Non Profesi Pekerjaan Sosial (lihat Tabel 5). Di samping masalah ketidakprofesionalan, para pekerja sosial dalam melaksanakan peranannya juga dihadapkan berbagai kendala, seperti : faktor klien (tingkat kemampuar yang berbeda, sensitif, tidak disiplin, dll.), faktor birokrasi (kurang koordinasi), maupun sarana dan prasarana yang sudah tidak dapat mendukung kegiatan operasional dan belum mendapatkan ganti atau ditambah jumlahnya.
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka yang dapat disarankan adalah agar pihak-pihak yang berkompeten melakukan upaya peningkatan profesionalisme para pekerja sosial, meminimalisir prosedur birokrasi yang cenderung berbelit-belit, serta diberikannya aksesibilitas seluas-luasnya bagi para eks klien (penyandang cacat tubuh) sehingga mereka menjadi mandiri dan dapat menjalankan aktivitas kehidupan dan penghidupannya secara layak sesuai amanat Undang-Undang Nomor: 4 Tahun 1997, pasal 1."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwia Safitrasari
"Penelitian ini menjelaskan mengenai peran perawat, serta bentuk dukungan sosial yang dilakukan kepada anak penyandang cacat ganda di Wisma Tuna Ganda Palsigunung. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Di dalam penelitian ini di jelaskan bahwa peran perawat dalam memberikan dukungan sosial. Selain itu penelitian ini juga melihat bentuk-bentuk dukungan sosial. Dan juga memperhatikan dampak negatif dan juga manfaat dari pemberian dukungan sosial. Dukungan sosial tersebut dilakukan oleh pimpinan, kepala bagian rehabilitasi, kepala bagian keperawatan, perawatan, dan juga kepala bagian fisioterapi yang sering berinteraksi terhadap anak-anak asuh. Selain itu terdapat pula hambatan yang muncul dalam pemberian dukungan sosial tersebut.

This study describes the role of nurses, as well as forms of social support to children with disabilities do double at Wisma Tuna Ganda Palsigunung. This study is a descriptive qualitative research design. In this study explained that the role of nurses in providing social support. In addition this study also looked at other forms of social support. And also pay attention to the negative impact and also benefits from the provision of social support. Social support is done by the leader, head of rehabilitation, head of nursing, care, and also head of the physiotherapy department who often interact to foster children. In addition there are also obstacles that arise in the provision of social support."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Malik
"Program Rumah Singgah dalam memberdayakan anak jalanan adalah merupakan salah satu program jaring pengaman sosial (JPS) yang diluncurkan Pemerintah. Program tersebut dimaksudkan untuk mengurangi dampak krisis yang melanda Indonesia sejak tahun 1997, yang sampai saat ini masih belum pulih. Disamping melalui rumah singgah, upaya menangani anak jalanan telah pula dilakukan oleh berbagai instansi pemerintah dan lembaga masyarakat sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
Banyaknya lembaga sosial kemasyarakatan (LSK) yang terlibat dalam mendirikan dan mengelola rumah singgah, disatu pihak adalah merupakan pertanda baik yaitu adanya kepedulian pada hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Namun dipihak lain banyak pula diantara mereka yang tidak didukung oleh komitmen moral dan professional yang memadai. Akibatnya banyak rumah singgah dikelola seadanya, terkadang menyalahgunakan paket dana operasional yang disediakan pemerintah. Disamping itu ada pula oknum rumah singgah yang memperlakukan anak jalanan secara tidak wajar. Hal ini diperparah lagi dengan tidak adanya seleksi yang ketat dan tidak berfungsinya kontrol dari pemerintah. Lemahnya kontrol pemerintah karena disain program tidak didukung dengan sistem pengawasan dan pengendalian yang baik. Akibatnya suatu rumah singgah sangat tergantung dari kualitas para pengelolanya semata. Secara umum pelaksanaan operasional rumah singgah ditentukan oleh unsur-unsur, yaitu kebijaksanaan pemerintah, disain program, anak jalanan, komunitas lokal serta pengelolaan rumah singgah itu sendiri.
Berkenaan dengan hal tersebut penelitian yang penulis lakukan adalah bertujuan untuk mengungkap gambaran manajemen sosial rumah singgah. Untuk itu penulis meneliti salah satu diantara rumah singgah yang ada. yaitu rumah Singgah Bina Masa Depan (RSBMD) yang terletak di JI. Paseban Raya No. 59 Jakarta - Pusat.
Dari hasil penelitian secara umum diperoleh kesimpulan bahwa pengelolaan rumah singgah dipengaruhi beberapa unsur yang saling terkait satu sama lainnya. Unsur-Unsur tersebut meliputi ; latar belakang LSK sebagai lembaga yang mendirikan rumah singgah, model manajemen yang dikembangkan, tenaga pengelola sebagai pelaksana, komunitas dan sumber-sumber setempat, serta pedoman atau petunjuk teknis yang ditetapkan.
Diperoleh data bahwa Pengelolaan RS-BMD secara internal yang dilaksanakan selama ini berlangsung dalam suasana kekeluargaan. Artinya setiap petugas dapat mengerjakan semua tugas secara bersama-sama atau sendiri-sendiri. Sistem administrasi, ketatausahaan dan pencatatan terhadap semua aktifitas dan asset, serta pendokumentasian, belum ditata dan terlaksana sebagaimana selayaknya suatu lembaga yang professional dalam pengaturan manajemen modern.
Sistem perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, pengawasan belum berjalan, terutama yang bersifat eksternal. Dalam merekrut tenaga pengelola, khususnya pekerja sosial dan tenaga administrasi, tidak dilakukan seleksi secara ketat guna memperoleh tenaga professional. Hal ini terjadi karena imbalan yang disediakan sangat rendah dan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan minimal di Jakarta. Dalam memenuhi keperluan yang dibutuhkan RSBMD, sepenuhnya sangat tergantung pada Yayasan. Dukungan komunitas sekitar terhadap RS-BMD belum memadai. Dukungan dan kerjasama dengan pihak-pihak atau lembaga lain masih bersifat pasif. Artinya, dukungan dan kerjasama muncul bila diminta oleh pengelola RS-BMD.
Walaupun dengan pengelolaan yang demikian ternyata 98 orang anak jalanan yang menjadi dampingan RS-BMD, dapat memperoleh pemberdayaan dalam bentuk beasiswa, usaha ekonomi produktif dan latihan keterampilan. Padahal jumlah yang ditargetkan hanya 44 orang anak. Mereka dapat menjalani pendidikan formal dari tingkat SD, SLTP sampai dengan SLTA sebanyak 54 orang. Disamping itu terdapat tiga kelompok usaha dan yang lainnya dapat mengikuti latihan keterampilan dan memperoleh dampingan. Selain pemberdayaan pada anak jalanan juga dilakukan pemberdayaan pada orang tua anak jalanan.
Berdasarkan hasil dan temuan penelitian tersebut penulis mengajukan suatu model pengembangan rumah singgah yang berbasiskan komunitas lokal. Komunitas lokal dapat terlibat mulai dari gagasan pendirian rumah singgah, persiapan-persiapan, peiaksanaan, sampai pada tahap pengawasan dan pengendalian, serta ikut bertanggung jawab akan kelangsungan dimasa yang akan datang. Diharapkan dengan model ini rumah singgah mempunyai basis yang kuat untuk melaksanakan misinya dan tidak terbatas pada target proyek yang bersifat jangka pendek."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melani Bernadette
"ABSTRACT
Penelitian ini membahas mengenai implementasi teknologi transformasi klien dalam sebuah organisasi pelayanan kemanusiaan berbasis anak, Yayasan Bandungwangi. Implementasi teknologi transformasi klien dapat dilihat dari tahapan intervensi yang dilakukan Bandungwangi terhadap anak korban ESKA. Selain itu penelitian ini juga membahas mengenai faktor-faktor yang mendorong pemilihan teknologi transformasi klien dalam menjawab kebutuhan anak korban ESKA di Yayasan Bandungwangi. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Penelitian ini berjenis deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara, studi dokumen dan observasi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Bandungwangi mengimplementasikan teknologi transformasi klien berupa people changing dan people-processing yang dapat dilihat melalui tahapan intervesi terhadap klien. Tahapan tersebut terdiri dari tahap penjangkauan, pendampingan, intervensi lanjutan, monitoring dan evaluasi, dan terminasi. Selain itu terdapat pula beberapa faktor yang mendorong pemilihan teknologi tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah faktor penyesuaian dengan work plan proyek Down to Zero, pengetahuan dan pengalaman sumber daya manusia, karakteristik klien, ketersediaan akses layanan dan keterbatasan sumber dana dan waktu. Penelitian ini menyarankan agar pihak Bandungwangi meningkatkan pelayanan sosial dan intervensi yang dilakukan kepada anak korban ESKA agar kebutuhan anak korban ESKA dapat terjawab atau terpenuhi.

ABSTRACT
This study discusses the implementation of client transformation technology in a child based humanitarian service organization, Yayasan Bandungwangi. Implementation of client transformation technology can be seen from the stage of the intervention conducted Bandungwangi against child victims of CSEC. In addition, this study also discusses the factors that encourage the selection of client transformation technology in answering the needs of child victims of CSEC in Bandungwangi. The research approach used is qualitative. This research is a descriptive type. Data collection is done by conducting interviews, document studies, and observation. Based on the result of research, it can be concluded that Bandungwangi implements client transformation technology in the form of people changing and people processing which can be seen in the intervention stages of the client. These stages consist of outreach, mentoring, advanced intervention, monitoring and evaluation, and termination. In addition, there are also several factors that encourage the selection of these technologies. These factors are adjusting factors with Down to Zero project work plans, human resource knowledge, and experience, client characteristics, availability of service access and limited funding and time resources. This research suggests that Bandungwangi improves social services and interventions conducted for CSEC victims so that the needs of CSEC victims can be answered or fulfilled."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leny Sukowati
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang pelaksanaan program pelayanan luar lembaga di
Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak (P3SA) serta melihat kendala yang
ditemukan dalam pelaksanaanya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program pelayanan luar
lembaga merupakan program yang ada karena adanya kebijakan Standar Nasional
Pengasuhan Anak (SNPA). Dalam pelaksanaannya ditemukan kendala dalam hal
sumber daya manusia, sistem pendampingan, dan kebijakan yang terkait dengan
program, dan menyarankan agar P3SA/SDC lebih jauh lagi terlibat dalam
pendampingan kepada penerima manfaat terutama dalam pelaksanaan FDS dan
CDS yang merupakan kegiatan utama dari program pelayanan luar lembaga.

ABSTRACT
This thesis discusses the implementation of an external service program at the
Child Development Center of Social Services (SDC) and see the constraints that
are found in practice. This study is a qualitative research with descriptive design .
The results showed that an external service program is an existing program
because of the policy of the National Childcare Standards. Found in the
implementation constraints in terms of human resources , guidance systems , and
policies related to the program , and suggested that P3SA / SDC further involved
in the assistance to the beneficiaries , especially in the implementation of the FDS
and CDS which is the main activity of the service program outside the institution ,, This thesis discusses the implementation of an external service program at the
Child Development Center of Social Services (SDC) and see the constraints that
are found in practice. This study is a qualitative research with descriptive design .
The results showed that an external service program is an existing program
because of the policy of the National Childcare Standards. Found in the
implementation constraints in terms of human resources , guidance systems , and
policies related to the program , and suggested that P3SA / SDC further involved
in the assistance to the beneficiaries , especially in the implementation of the FDS
and CDS which is the main activity of the service program outside the institution ,]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Lestarida Regina Audya
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas upaya PSBR Taruna Jaya dalam memenuhi kebutuhan dasar anak akan kesejahteraan dan perlindungan, juga menggambarkan teknologi PSBR sebagai suatu human service organization dalam memberikan pelayanan sosial kepada para anak penyandang masalah kesejahteraan sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa PSBR telah memenuhi kebutuhan anak akan kesejahteraan dan perlindungan, kemudian PSBR menggunakan people proessing technology dan people sustaining technology dalam pemberian pelayanan sosial tanpa merubah personal atrribute anak yang menyebabkan tidak adanya peningkatan kesejahteraan ketika sang anak keluar dari PSBR.

ABSTRACT
This research discusses the PSBR Taruna Jaya efforts in fulfilling basic needs of the child welfare and protection, also illustrates the PSBR technology as a HSO in providing social services to the children with social welfare issues. This research used a descriptive approach with qualitative methods.
These results indicate that the PSBR has fulfilled the needs of the child welfare and protection and then PSBR uses people proessing technology and people sustaining technology in the provision of social services without changing personal atributte that not led to an increase in well-being when the child hes been out of PSBR.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61526
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Purika Hidayat
"Kemiskinan merupakan permasalahan sosial yang sampai saat ini masih mengundang banyak perhatian banyak pihak. Banyak konsep-konsep kemiskinan yang telah ada tetapi hanya menunjukkan kemiskinan dalam konteks kuantitatif (berapa jumlah orang miskin). Sementara kemiskinan dalam konteks kualitatif tidak tercermin/tersentral. Berbagai studi dan proyek-proyek telah dilaksanakan dengan tujuan untuk mengurangi kemiskinan.
Berbagai studi dan proyek-proyek penanggulangan dan pengentasan telah dilaksanakan dengan tujuan untuk dapat dikuranginya kemiskinan secara kuantitatif. Salah satu program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan terutama di daerah perkotaan adalah Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Program ini dilaksanakan untuk menguatkan ketahanan ekonomi rakyat dengan cara pemberdayaan, dengan tujuan untuk keluar dari kemiskinan akibat dari krisis ekonomi.
Adapun kegiatan program P2KP meliputi kegiatan ekonomi berupa suntikan modal usaha dan pembangunan sarana dan prasarana fisik yaitu dengan membentuk kelompok yang dinamakan Kelompok Swadaya Masyarakal (KSM). Pendekatan yang dilaksanakan dalam P2KP adalah penguatan kelembagaan masyarakat melalui pemberdayaan kelompok (KSM) agar dapat membangun inisiatif dalam menyadari potensi yang ada pada masing-masing individu dalam upaya untuk dapat mandiri. Untuk mengetahui keefektifan dari pemberdayaan ini maka penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sampai pada tahap mana proses pemberdayaan serta hasil pemberdayaan yang dicapai dalam pelaksanaan P2KP.
Adapun tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian evaluasi menggunakan analisis kuantitatif melalui pengumpulan data dengan menyebar kuesioner, wawacancara mendalam dan observasi. Populasi pada penelitian ini adalah pada kelurahan penerima manfaat P2KP yaitu pada Kelurahan Pondok Labu dan Cipete Selatan. Adapun sampelnya para anggota KSM yaitu 10 KSM berhasil dan 10 KSM tidak berhasil pada Kelurahan Pondok Labu dan 10 KSM berhasil dan 10 KSM tidak berhasil pada Kelurahan Cipete Selatan (kriteria berhasil atau tidak berhasil adalah menurut penilaian BKM). Teknik analisa data menggunakan uji statistik asosiasi dengan menggunakan coefisien contingensi. Berbagai teori yang menjelaskan kemiskinan digunakan untuk memahami kondisi kemiskinan yang terjadi dan untuk memperkaya wawasan pemahaman terhadap gejala dan kenyataan yang diamati.
Hasil evaluasi ketepatan pelaksanaan P2KP diketahui bahwa kelompok sasaran menunjukan 100 % anggota KSM yang dievaluasi bukanlah kelompok orang miskin melainkan masyarakat bukan miskin yang memiliki usaha. Akibatnya evaluasi atas proses pemberdayaan komunitas yang diteliti ini pun rnenjadi terbatas yaitu "KSM" yang memiliki usaha. Dan untuk hasil evaluasi mengenai proses pemberdayaan hanya pada tahap partisipasi belum sampai pada tahap inisiatif kemandirian. Keberhasilan hasil pemberdayaan anggota KSM adalah anggota KSM yang tepat memandang pentingnya kegiatan pendampingan. Dan teridentifikasi pula bahwa pemahaman terhadap proses pemberdayaan anggota KSM menghasilkan pemberdayaan pada tahap partispasi. Di samping itu juga terdapat beberapa permasalahan program seperti sosialisasi program pendampingan dan hasil pemberdayaan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proses pemberdayaan yang dilakukan di lokasi studi tidak tepat sasaran karena penerima program bukanlah kelompok masyarakat miskin yang dituju oleh program melainkan orang yang bukan kategori miskin, yaitu orang yang secara ekonomi berada jauh di atas standar ambang batas kemiskinan. Hasil lain yang diperoleh dari penelitian ini ternvata hasil pemberdayaan masyarakat hanya sampai level partisipasi belum pada tahap inisiatif kemandirian.
Namun demikian jika upaya perbaikan tidak dilakukan maka akan terjadi permasalahan yang lebih serius. Untuk itu diperlukan langkah-langkah perbaikan program kedepan yaitu dengan lebih mendalami arti, makna dan dimensi kemiskinan dalam penentuan sasaran penerima manfaat sehingga tidak terjadi lagi penyimpangan target sasaran serta strategi sosialisasi program yang harus dilakukan hingga ke lapisan paling bawah dari strata sosial masyarakat kita dan penempatan pendamping yang berlatar belakang memiliki pengalaman sebagai community worker regent sebagai pendamping masyarakat penerima program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didi Mulyadi
"Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK), merupakan upaya pemerintah dibidang kesehatan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan keluarga miskin.
Masalah yang diteliti, adalah mendapatkan gambaran mengapa TKK JPS-BK Kabupaten Pandeglang belum melaksanakan semua kegiaan TKK JPS-BK secara optimal dibandingkan dengan petunjuk yang ada, dengan ruang lingkup penelitian studi kasus tentang Pengelolaan TKK JPS-BK dengan pendekatan sistem.
Penelitian dilakukan secara kualitatif, dengan menggunakan data primer dan data skunder. Data primer didapat dari hasil wawancara dengan 7 orang dari TKPP JPS dan TKK JPS-BK, 4 orang Kepala Puskesmas, dan 24 orang Bidan di Desa. Data skunder diperoleh dari telaah dokumen kegiatan JPS-BK Analisa data dilakukan secara manual, dengan menggunakan analisis isi, dengan cara membandingkan hasil penelitian dengan teori pada tinjauan pustaka. Sehingga diperoleh gambaran tentang pengelolaan TKK JPS-BK di Kabupaten Pandeglang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, TKK JPS-BK di Kabupaten Pandeglang belum melaksanakan kegiatan secara optimal, antara lain : tidak disosialisasikannya SK ketingkat pelaksana, ketidakjelasan tujuan pengelolaan TKK JPS-BK bagi pelaksana program, tidak ada bagan struktur TKK JPS-BK, kurangnya pembinaan tenaga, ketidaksesuaian kebutuhan sarana, ketidaksesuaian alokasi dana, ketidakjelasan pemberian wewenang, tidak ada rincian kerja, tidak ada rencana kerja secara rinci, pengawasan dan evaluasi tidak dilakukan kelapangan, notulen rapat tidak dibuat secara khusus, dan tidak dibentuk UPM di tingkat Kecamatan dan Desa.
Untuk itu disarankan agar TKK JPS-BK Pandeglang melakukan sosialisasi SK, membuat bagan struktur, pembinaan tenaga lebih aktif, membuat rincian kerja, melaksanakan pengawasan dan evaluasi kelapangan, dan membuat notulen khusus. Selain itu harus pula dibentuk UPM di tingkat Kecamatan dan Desa.

Manajerial the TKK of SSN in Health Program in Kabupaten Pandeglang, In the Year 1999-2000A study was conducted within the context of SSN program-the Social Security Network in Health (SSN in Health) program, which is an effort in the health area made by the government to surmount the effect of the economical crisis against the health of poor families. This study was conducted to find some managerial backgrounds why the Kabupaten Coordination Team (TKK) of the SSN in Health Program had not optimally implemented all the TKK of the SSN in Health as compared to the theory.
This is a case study research conducted in Kabupaten Pandeglang used both primary and secondary data. The primary data was obtained from interviews with 7 persons in charge in SSN program, and in SSN in Health Program 4 heads Puskesmas, and 24 Village Midwives. The secondary data used were all necessary documents of the SSN in Health activities.
Data analysis is conducted using content analysis, and by comparing the research results with the theories in the references. The analysis was focused on managerial aspect of the TKK of the SSN in health at Kabupaten Pandeglang.
The research results indicated that the Pandeglang TKK of the SSN in health had not performed their activities optimally, for examples by not socializing the official decree down to the implementers, lack of clarity of managerial structure for the TKK of the SSN in health, lack of guidance, inadequacy of the facilities of the requirements, erroneous fund allocation, unclear authority, no specific work plan, no field supervision and evaluation, no specific minutes of the meeting, and no unit to resolve the community complaints at the Kecamatan of Villages.
So, it is suggested that the Pandeglang TKK of the SSN in health should begin to socialize the decree, to clear the function and responsibility of the local organizational structure, to be more active in giving guidance, to create a work plan, to conduct field supervision and evaluation, and to record all minutes of meeting. A Complaint resolution unit should also be established at the Kecamatan and Villages."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T 4425
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>