Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122686 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arinda Widya Laraswati
"Hubungan Uni Eropa (UE) dan Myanmar mengalami pasang surut sejak tahun 1990an hingga saat ini, dan diwarnai banyak pemberian sanksi UE atas Myanmar. Hubungan mereka mulai membaik ketika Myanmar melakukan transisi politik di tahun 2010. Sanksi-sanksi UE dicabut dan peningkatan kerja sama terjadi seiring dengan perubahan politik Myanmar. Namun, pasca demokrasi, hubungan keduanya kembali memanas ketika terjadi penyerangan oleh militer Myanmar terhadap etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine pada tahun 2017. Ribuan etnis Rohingnya dilaporkan menjadi korban dan mengakibatkan arus pengungsi cukup besar keluar Myanmar. UE merespon tindakan militer Myanmar dan mengecam pemerintah yang dianggap tidak melakukan apa-apa. Namun, respon UE kali ini tidak setegas dan sekeras sanksi-sanksi UE sebelumnya. Sanksi UE menuai protes dari NGO dan pembela hak asasi manusia karena dianggap tidak memberikan insentif yang kuat bagi militer Myanmar. Tesis ini bertujuan untuk menganalisis praktik teori Selective Aid Sanctions dalam keputusan sanksi bantuan UE ke Myanmar terkait konflik Rohingya 2017-2019. Penelitian ini bersifat kualitatif dan fokus pada faktor yang mempengaruhi keputusan UE dalam memberikan sanksi kepada Myanmar. Berdasarkan teori Selective Aid Sanctions, keputusan sanksi UE ini kemungkinan dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu kondisi hubungan UE-Myanmar, eksternalitas negatif yang ditimbulkan terhadap UE dan pertimbangan jenis sanksi bantuan luar negeri. Penulis menemukan bahwa kondisi hubungan UE-Myanmar yang sudah semakin membaik meningkatkan kepentingan ekonomi maupun keamanan UE di Myanmar sehingga sulit untuk membuat keputusan sanksi seperti dahulu. Sementara untuk dua variabel lainnya, penulis tidak menemukan keterkaitan yang kuat yang dapat mempengaruhi keputusan sanksi UE.

The relationship between the EU and Myanmar has had its ups and downs since the 1990s until now and has been marked by many EU sanctions against Myanmar. Their relationship began to improve when Myanmar made a political transition in 2010. EU sanctions were lifted, and increased cooperation occurred as Myanmar's politics changed. However, post-democracy, the relationship between the two became heated again when there was an attack by the Myanmar military against the Rohingya in Rakhine State in 2017. Thousands of Rohingya were reported to have been victims and resulted in a large flow of refugees out of Myanmar. The EU responded to the actions of the Myanmar military and condemned the government for doing nothing. However, the EU's response this time was not as firm and harsh as previous EU sanctions. The EU sanctions have drawn protests from NGOs and human rights defenders because they are deemed not to provide strong incentives for the Myanmar military. This thesis aims to analyze the practice of Selective Aid Sanctions theory in the decision of EU aid sanction to Myanmar related to the 2017-2019 Rohingya conflict. This research is qualitative research and focuses on the factors of EU’s decision in imposing sanctions on Myanmar. Based on the theory of Selective Aid Sanctions, the EU sanctions decision may be influenced by three things, namely the condition of the EU-Myanmar relationship, the negative externalities caused to the EU and the consideration of the types of foreign aid sanctions. The author finds that the improving condition of EU-Myanmar relations has increased the economic and security interests of the EU in Myanmar, making it difficult to make sanctions decisions as in the past. Meanwhile, for the other two variables, the authors did not find a strong relationship that could influence the EU sanctions decision."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamia Dian Ayu Faniati
"Skripsi ini membahas perlindungan dalam hukum internasional terhadap etnis yang tidak memiliki kewarganegaraan. Perlindungan terhadap kelompok etnis dan hak atas bekewarganegaraan sudah cukup banyak pengaturannya dalam hukum internasional. Tetapi dalam prakteknya masih terdapat banyak pelanggaran. Etnis Rohingya adalah salah satu contoh kelompok etnis yang tidak diakui kewarganegaraanya sehingga hak-haknya sering dilanggar, bahkan mereka sering mendapat penganiayaan. Hal ini menyebabkan sebagian etnis Rohingya melarikan diri ke negara lain untuk mencari perlindungan. Negara asal, negara transit, negara tujuan, dan UNHCR berperan dalam menanggulangi arus pengungsi Rohingya ini. Peran yang diambil tersebut didasarkan pertimbangan kemanusiaan terhadap penderitaan pengungsi Rohingya dan perlindungan HAM.

This paper discusses the protection according to international law on ethnic groups who have no nationality. Protection of ethnic groups and the right to nationality have regulate in international law. But in practice there are still many violations to these rights. Ethnic Rohingya is one of examples for ethnic groups that is not recognized on their nationality. It caused their rights are often violated, even they often get abuse. Some ethnic Rohingyas fled to other countries to seek protection. Country of origin, transit countries, destination countries, and UNHCR's role in tackling these Rohingya refugee flows. The role taken by humanitarian considerations were based on the suffering of the Rohingya refugees and protection of human rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1264
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Singh, Bilveer, 1956-
"On violence against Muslim Rohingya, a minority ethnic in Burma"
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2014
305.8 SIN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marieta Nurnissa
"Hak asasi manusia dianggap sebagai hak yang inheren dan tidak dapat diambil secara sewenang-wenang. Namun, kenyataannya seringkali hak tersebut dirampas dari mereka yang tidak dianggap sebagai warga negara di suatu negara. Stateless persons sebagai sekumpulan individu yang tidak diakui oleh negara manapun seringkali mengalami pelanggaran atas hak asasi manusianya serta tidak mendapatkan perlindungan dari negara tempat mereka tinggal. Salah satu contoh stateless persons ialah kaum etnis Rohingya yang dianggap sebagai the most persecuted ethnic minority in the world. Skripsi ini menganalisis berbagai hak asasi manusia bagi stateless persons, khususnya kaum Rohingya; seperti hak untuk memiliki kewarganegaraan; serta tanggapan dari pemerintah Myanmar dan masyarakat internasional atas krisis tersebut. Kesimpulan yang diperoleh ialah hak asasi manusia yang paling utama bagi kaum etnis Rohingya ialah hak untuk memiliki kewarganegaraan sebagai the right to have rights. Namun, terlepas dari tidak adanya status warga negara tersebut, penegakan atas hak asasi manusia bagi kaum etnis Rohingya sebagai hak yang inheren tetap harus dijalankan.

Human rights are considered inherent and cannot be arbitrarily deprived from one individual. However, the fact shows that many individuals are still arbitrarily deprived from their rights. Stateless persons, as certain individuals who are not considered as a citizen by the country they currently residing in, often experience the violation of their human rights and are not bound to any protection. One of the examples is the ethnic community of Rohingya whom UN considered as the most persecuted minority ethnic in the world. This thesis addresses the problem of human rights of stateless persons, especially the Rohingyas such as the right to nationality also, responses from the Myanmar government and the international community. The conclusion of the thesis is that the main right that should be given to the Rohingyas is the right to nationality, as the right to have rights. Nevertheless, despite of their status as stateless persons, their inherent human rights as human beings should still be enforced.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Mika Yohana
"Skripsi ini membahas politisasi agama yang terjadi di dalam konflik antara Buddha Rakhine dan Muslim Rohingya di Myanmar dari tahun 2012 hingga tahun 2017. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan penjelasan yang bersifat eksplanatif. Penelitian ini menggunakan teori instrumentalis dalam menganalisis politisasi agama yang terjadi dalam konflik Rohingya dan Rakhine. Permainan isu agama membangkitkan sentimen anti-Muslim Rohingya dan menyebabkan situasi semakin panas sehingga terjadi pengusiran terhadap Muslim Rohingya secara besar-besaran dari wilayah Rakhine. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pemerintah sebagai aktor penting dalam pembentukan identitas nasional Myanmar yang menyebabkan eksklusifitas agama Buddha di Myanmar dan dalam proses ini framing anti-Muslim Rohingya pun terjadi. Melalui konflik ini pemerintah mendapatkan keuntungan ekonomi dan politik.

This thesis discusses the politicization of religion that occurred in the conflict between Buddha Rakhine and Rohingya Muslims in Myanmar from 2012 to 2017. This research is qualitative research with explanatory explanations. This study uses instrumentalist theory in analysing the politicization of religion that occurred in the Rohingya and Rakhine conflicts. The religious issue game aroused anti-Muslim Rohingya sentiments and caused the situation to become hotter, resulting in massive expulsion of Rohingya Muslims from the Rakhine region. The results of this study prove that the government as an important factor in the formation of Myanmar's national identity that led to the exclusivity of Buddhism in Myanmar and in this process the anti-Muslim Rohingya framing ensued. Through this conflict, the government gets economic and political benefits."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maftuha
"Tesis ini membahas tentang Dampak Kebijakan Politik Budaya Burmanifikasi Pada Masa Pemerintahan Ne Win 1962-1988 Terhadap Etnis Rohingya. Pembahasan tesis ini dibatasi pada kurun waktu pemerintahan Ne Win di Myanmar 1962-1988 . Pembahasan tesis ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan terhadap faktor munculnya tindakan diskriminasi pada masa pemerintahan Ne Win di Myanmar dan bagaimana dampak dari kebijakan burmanifikasi di Myanmar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat faktor sejarah, faktor agama, dan faktor budaya yang melandasi munculnya kebijakan diskriminatif terhadap etnis Rohingya. Adapun tindakan diskriminatif pemerintah militer Myanmar pada masa Ne Win telah menimbulkan reaksi dari etnis Rohingya yang berupa penerimaan cara menggunakan nama-nama yang diadopsi dari nama-nama etnis Burma, menerima status imigran, dan menerima aturan dalam perkawinan campur. Sedangkan perlawanan dilakukan dengan cara pemberontakan dan pelarian. Tesis ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian sejarah dan sumber sekunder.

This postgraduate thesis discusses about the Impact of Cultural Political Policy Burmanification in Ne Win era 1962 1988 on Ethnic Rohingyas. The discussion of this thesis was limited to the Ne Win government period in Myanmar 1962 1988 . The discussion of this thesis was conducted to answer the question of the factors of Burmanifications policies in the Ne Win Era. Also, to answer about the impact of Burmanification policies in Myanmar. The results of this study indicate that there are historical factors, religious factors, and cultural factors that underlie the emergence of discriminatory policies against ethnic Rohingya. The discriminatory actions of the military government of Myanmar during the Ne Win period have caused a reaction from the Rohingyas in the form of acceptance of using names adopted from Burmese ethnic names, accepting immigrant status, and accepting rules in mixed marriages. While the resistance that was done by rebellion and escape. This thesis is a qualitative research using historical research methods and secondary sources."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T48121
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryasa Rabbanie Tinumbang
"Banyaknya Pengungsi Rohingya yang berdatangan di Aceh sejak tahun 2009, hal tersebut menimbulkan potensi gangguan keamanan dan ketertiban di Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga pemerintah yang memiliki tugas pokok sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Namun, ketika menghadapi masalah pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh, peran intelijen kepolisian menjadi sangat penting dalam mendeteksi potensi tindakan kriminal dan mencegahnya sejak dini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tugas dan fungsi intelijen kepolisian dalam upaya penanganan dan pencegahan pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh, serta faktor yang menghambat kinerjamereka dan bagaimana tugas dan fungsi dapat dioptimalkan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi partisipatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Direktorat Intelkam Polda Aceh memiliki peran penting dalam deteksi dini potensi konflik, pelayanan administrasi dan pengawasan, serta pengumpulan dan penyajian informasi kepada pimpinan dan instansi terkait, termasuk dalam penanganan pengungsi Rohingya di Aceh dengan melakukan deteksi dini konflik, menyediakan informasi dasar pengambilan keputusan, dan menerapkan strategi melibatkan masyarakat, membangun jaringan informasi, dan mendorong partisipasi masyarakat untuk meminimalisir potensi konflik.. Namun, masih terdapat tantangan dalam melaksanakan tugas dan fungsi intelijen kepolisian, seperti keterbatasan sumber daya dan kurangnya koordinasi antara instansi terkait. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan peningkatan koordinasi antara instansi terkait, pengembangan kapasitas intelijen kepolisian, dan perluasan jaringan kerja sama dengan pihak internasional untuk memperkuat upaya penanganan dan pencegahan pengungsi Rohingya di Aceh.

The large number of Rohingya refugees arriving in Aceh since 2009 has led to potential security and order disturbances in the Indonesian National Police (Polri) is a government agency that has a main task in accordance with Law Number 2 of 2002 concerning the Indonesian National Police, namely maintaining security and public order, enforcing the law, and providing protection, protection, and services to the community. However, when dealing with the Rohingya refugee problem in Aceh Province, the role of police intelligence becomes very important in detecting potential criminal acts and preventing them early on. The purpose of this study is to analyze the duties and functions of police intelligence in the handling and prevention of Rohingya refugees in Aceh Province, as well as factors that hinder their performance and how duties and functions can be optimized. The research method used is qualitative with data collection techniques through interviews and participatory observation. The results showed that the  Directorate of Intelligence  of the Aceh Regional Police has an important role in early detection of potential conflicts, administrative and supervisory services, as well as collecting and presenting information to leaders and related agencies, including in handling Rohingya refugees in Aceh by conducting early detection of conflicts, providing basic information for decision making, and implementing strategies to involve the community, build information networks, and encourage community participation to minimize potential conflicts. However, there are still challenges in carrying out the tasks and functions of police intelligence, such as limited resources and lack of coordination between related agencies. Therefore, this study recommends improving coordination between relevant agencies, developing police intelligence capacity, and expanding cooperation networks with international parties to strengthen efforts to handle and prevent Rohingya refugees in Aceh."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Aprilyanti
"ABSTRAK

Tesis ini membahas pencitraan kelompok Rohingya melalui artikel berita pada laman media Reuters dan CNN Indonesia daring. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana citra kelompok Rohingya terbentuk melalui pemilihan kata, pemilihan informasi, dan penggunaan ilustrasi dalam bahasa Inggris sebagai teks sumber dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagai teks sasaran. Implikasi faktor ekstratekstual teks, intratekstual teks, dan penerapan strategi penerjemahan untuk mencapai skopos penerjemahan menyebabkan perbedaan antara teks sumber (TSu) dan teks sasaran (TSa). Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif menggunakan teori fungsional Nord dan model analisis wacana kritis dari Van Djik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CNN Indonesia menggunakan metode penerjemahan semantis dan komunikatif dalam menerjemahkan artikel berita dari Reuters. Hasil analisis data menunjukkan terdapat lima prosedur penerjemahan dalam teks berita yaitu reduksi, eksplitisasi, generalisasi, partikularisasi, dan modulasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa media seharusnya tidak hanya fokus memublikasikan artikel berita daring dalam waktu singkat, tetapi dapat ikut berpartisipasi dalam melindungi hak kelompok minoritas sesuai dengan prinsip dasar jurnalistik.


ABSTRACT


The focus of this study is the image of Rohingya people presented by Reuters and CNN Indonesia online news. The aim of this research is to study how Rohingya people are presented by word choices, information selection, and photos in English as the source text and their translations in Bahasa Indonesia as the target text. The implication of extratextual factors, intratextual factors and translation strategies to achieve the skopos of translation may cause differences in source and target texts. This research is qualitative descriptive and applied functional theory by Nord and Critical Discourse Analysis (CDA) by Van Djik. The result shows CNN Indonesia applies semantic and communicative methods to translate news articles from Reuters. The result of data analysis shows that there are five translation procedures found in the text which are  reduction, explication, generalization, particularization, and  modulation. In conclusion, media should not only focus on publishing news articles instantly, but also participate to protect minority rights through its news articles according to core values of journalism.

 

"
2016
T52638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Anoraga
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai skenario penanganan yang dilakukan oleh
pemerintah Republik Indonesia terhadap pengungsi Rohingya asal Myanmar dan
Bangaladesh. Dalam penelitian ini pula disajikan skenario pencegahan persoalan
pengungsi Rohingya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
campuran dengan pendekatan kuantitatif merujuk pada analisa ancaman, analisa
kerawanan dan analisa resiko. Sementara pendekatan kualitatif yang digunakan
adalah teknik deskriptif. Dalam penelitian ini menekankan bagaimana kondisi
penanganan pengungsi saat gelombang pengungsi pertama kali datang pada Mei
2015 hingga Mei tahun 2016. Lebih lanjut dijelaskan bagaimana saran tindak
pencegahan pengungsi Rohingya berdasarkan metode penarikan skenario dengan
menggunakan teknik SWOT. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan
dan rekomendasi mengenai skenario penanganan pengungsi yang ideal sesuai
dengan teknik penarikan skenario yang memperhatikan kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman dari negara Republik Indonesia

ABSTRACT
This thesis discusses the scenanrio of treatment and prevention of rohingya
refugee in North Aceh District that was held by the government of Republic of
Indonesia. In this study also presented the Rohingya refugee problem handling
scenarios. The method used in this study is a mixed methods with quantitative
approach refers to the analysis of threat vulnerability analysis and risk analysis.
While the qualitative approach used is descriptive technique. In this study
emphasize how the handling conditions of refugees displaced when the first wave
came in May 2015 until May 2016. This study aims to provide feedback and
recommendations regarding the handling of refugees ideal scenario in accordance
with the sampling technique scenario of strenghts weaknesses opportunities and
threats of the republic of Indonesia."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriela Ekklesia
"ABSTRAK
Tindak kekerasan yang terjadi terhadap etnis Rohingya di Myanmar telah terjadi
sejak tahun 1970-an dan masih terjadi di tahun 2017. Perdana Menteri Malaysia
Najib Razak menyatakan bahwa tindak kekerasan terhadap etnis Rohingya harus
dihentikan. Malaysia juga mengajak anggota ASEAN untuk mengabaikan prinsip
non-interferensi terhadap isu Rohingya ini. Hal ini menarik untuk ditelaah
mengingat Malaysia merupakan salah satu negara pendiri ASEAN dan pertanyaan
kemudian muncul apakah tanggapan Malaysia terhadap isu Rohingya
menampakkan pergeseran dari norma yang disepakati. Dengan demikian,
pertanyaan penelitian pada tesis ini adalah: Mengapa Perdana Menteri Malaysia
Najib Razak mengabaikan prinsip non-interferensi ASEAN dalam isu Rohingya?
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, tesis ini menggunakan teori kebijakan
luar negeri Valerie M. Hudson sebagai dasar dalam menjelaskan penyebab
tindakan dan perkataan seorang pemimpin (agen-oriented) sebagai decision maker
yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negerinya. Untuk menjelaskan faktor
penyebab tindakan dan perkataan agen oriented tersebut, maka tesis ini
menggunakan operasionalisasi teori dari Evi Fitriani, yang dijelaskan dalam tiga
faktor; yaitu: motivasi, emosi dan representasi masalah.
Hasil analisis, menunjukkan bahwa Najib Razak memiliki kepentingan pribadi
melalui sikapnya sebagai Perdana Menteri Malaysia terhadap isu Rohingya.
Najib Razak berusaha menjaga eksistensi posisinya sebagai Perdana Menteri yang
sempat tergoyahkan karena tuduhan keterlibatan dirinya dalam kasus 1MDB.
Najib Razak mengkhawatirkan masalah keamanan dengan adanya kasus ini,
karena dengan bertambahnya jumlah pengungsi Rohingya, dapat mengganggu
stabilitas regional keamanan di Asia Tenggara. Selain itu, Najib Razak juga
mengusung tema kemanusiaan dan HAM dalam isu Rohingya ini.
Dengan demikian, Perdana Menteri Najib Razak menunjukkan sikap yang telah
mengabaikan prinsip non-interferensi ASEAN. Hal ini dapat menimbulkan
keretakan dalam tubuh ASEAN dan dapat mengganggu stabilitasnya kawasan,
karena nilai yang diabaikan yaitu prinsip non-interferensi adalah nilai yang
diharapkan dapat menjaga stabilitas institusi ASEAN.

ABSTRACT
Violent acts against Rohingyas in Myanmar have occurred since the 1970s and
still occured in 2017. Malaysian Prime Minister Najib Razak stated that violence
against Rohingyas must be stopped. Malaysia also invites ASEAN members to
ignore the ASEAN non-interference principle on Rohingya issue. This is
interesting to be reviewed as Malaysia is one of the founding countries of ASEAN
not the less the question has arisen whether Malaysia's response to the Rohingya
issue reveals a shift from the agreement.
Thus, this thesis aim at reviewing why Malaysian Prime Minister Najib Razak
neglects the ASEAN non-interference principle in the Rohingyas issue. To do so,
this thesis applies Valerie M. Hudson's foreign policy theory as the basis for
explaining the cause of action and the words of a leader (agent-oriented) as a
decision maker that can influence its foreign policy. In order to explain the cause
and action factor of the oriented agent, this thesis using the theory
operationalization from Evi Fitriani, described in three factors; namely:
motivation, emotion and problem representation.
The results of the thesis analysis indicate that Najib has a personal interest
through his attitude as Prime Minister of Malaysia against Rohingya case. Najib
tried to maintain the existence of his position as Prime Minister who had been
shaken because of his alleged involvement in the case of 1MDB. Najib is
concerned about security issues in this case, as the growing number of Rohingya
refugees can disrupt regional security stability in Southeast Asia. In addition,
Najib also carries the theme of humanity and human rights in Rohingya issue.
Thus, Prime Minister Najib Razak shows an attitude of being an ignorance to the
ASEAN principle of non- interference. This can create problem within ASEAN
institution and can disrupt their stability, because ASEAN non-interference
principles has been neglected which it was the value to maintain the stability of
ASEAN the negligible value of ASEAN non-interference principles is the value
that expected to maintain the stability southeast regional."
2018
T49044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>