Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78883 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyudi Rakib Apryarsah
"Penelitian ini membahas tentang dinamika politik dalam proses perumusan Rancangan Undang-Undang Perkoperasian di DPR RI periode 2014-2019. Teori Kebijakan Publik dari William Dunn digunakan untuk menganalisa masalah perumusan RUU Perkoperasian setelah UU Koperasi No. 17 tahun 2012 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi sehingga diperlukan undang-undang untuk mengatur tentang koperasi. Namun DPR 2014-2019 akhirnya tidak berhasil mengesahkan RUU Perkoperasian karena ada penolakan dari fraksi-fraksi DPR. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan penelusuran data sekunder. Temuan dari penelitian ini adalah pada tahapan perumusan RUU Perkoperasian 2014-2019, terdapat pertarungan kepentingan politik antar fraksi di Komisi VI DPR RI, khususnya oleh Fraksi Partai Golkar yang memperjuangkan substansi materi tentang Dekopin dan sumber pembiayaannya dan Fraksi PDIP yang menolak substansi tersebut dicantumkan di dalam RUU Perkoperasian. Penolakan RUU Perkoperasian selain berasal dari dalam fraksi, juga ada penolakan dari elemen non pemerintah seperti praktisi, pakar, akademisi koperasi dan organisasi masyarakat sipil. Kesimpulan pada penelitian ini adalah pada perumusan RUU Perkoperasian walau berupaya mengganti UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian karena sudah tidak dianggap sesuai dengan aktivitas perkoperasian saat ini, terdapat kepentingan secara pragmatis oleh Fraksi Partai Golkar yang memperjuangkan Dekopin beserta sumber pembiayaannya yang berasal dari negara. Namun, terdapat penolakan terkait substansi materi tersebut di dalam RUU Perkoperasian oleh Fraksi PDIP, pelaku perkoperasian dan organisasi masyarakat sipil sehingga RUU Perkoperasian batal disahkan pada periode 2014-2019.

This study discusses the political dynamics in the process of formulating the Cooperative Law in the DPR RI for the 2014-2019 period. Public Policy Theory from William Dunn is used to analyze the problem of the formulation of the Cooperative Bill after the Cooperative Law no. 17 of 2012 was canceled by the Constitutional Court so that a law is needed to regulate cooperatives. However, the 2014-2019 DPR finally failed to ratify the Cooperative Bill because there was a rejection from the DPR factions. This study uses qualitative methods with data collection techniques, namely in-depth interviews and secondary data searches. The findings of this study are that at the stage of formulating the 2014-2019 Cooperative Bill, there was a battle of political interests between factions in Commission VI DPR RI, especially by the Golkar Party faction who fought for the substance of the material regarding Dekopin and its funding sources and the PDIP faction which rejected the substance being included in the Cooperative Bill. The rejection of the Cooperative Bill, apart from coming from within the faction, was also rejected by non-government elements such as practitioners, experts, cooperative academics and civil society organizations. The conclusion of this research is in the formulation of the Cooperative Bill even though it seeks to replace Law no. 25 of 1992 concerning Cooperatives because they are no longer considered in accordance with current cooperative activities, there is a pragmatic interest by the Golkar Party faction that fights for Dekopin and its funding sources originating from the state. However, there was a rejection regarding the substance of the material in the Cooperative Bill by the PDIP faction, cooperative actors and civil society organizations so that the Cooperative Bill was canceled for the 2014-2019 period."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisah Putri
"Penelitian ini membahas mengenai Politik Kebijakan Publik di Tingkat Lokal dalam Kasus Analisis Interaksi Aktor dalam Kebijakan Bus Rapid Transit di DKI Jakarta Tahun 2004 – 2014. Kedudukan Jakarta sebagai ibukota negara menjadikan seluruh aktivitas pemerintahan, ekonomi dan politik negara terpusat, sehingga kemacetan lalu lintas tidak dapat dihindarkan. Salah satu inovasi dari kebijakan transportasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah DKI Jakarta adalah bus Transjakarta, yang merupakan sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara dan Asia Selatan, yang telah beroperasi sejak tahun 2004 silam. Transjakarta yang telah beroperasi sejak 2004 hingga saat ini ternyata masih belum menjadi solusi bagi kemacetan dan masalah tranportasi di DKI Jakarta. Perubahan status lembaga yang menaungi pengelolaan teknis Transjakarta ternyata tidak berbanding lurus dengan efektivitas pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat. Walaupun sudah tiga kali mengalami perubahan status hingga tahun 2017 belum ada perubahan signifikan yang terjadi. Penelitian ini juga akan membahas mengenai perubahan paradigma kebijakan transportasi di DKI Jakarta tahun 1960-1997, tahapan awal dalam perumusan kebijakan bus rapid transit di DKI Jakarta tahun 2004, dan analisis interaksi aktor dalam perubahan kebijakan bus rapid transit di DKI Jakarta tahun 2006-2014. Analisis interaksi aktor didalamnya, termasuk proses konsultasi, pelibatan dan akomodir kepentingan aktor yang mempengaruhi perubahan status BP menjadi BLU Transjakarta. Disamping itu analisa juga dilakukan pada interaksi aktor dalam proses formulasi dan evaluasi alternatif dalam kebijakan BUMD PT Transjakarta.

This study discusses the Politics of Public Policy at Local Level, in the Case of Interaction Analysis of Actors in Bus Rapid Transit Policy in DKI Jakarta in 2004 - 2014. The position of Jakarta as the capital of the state makes Jakarta becomes main central government, economic and political activities, due to that reason congestion can not be avoided. One of the innovations of transportation policy issued by the Government of DKI Jakarta is Transjakarta bus, which is the first Bus Rapid Transit (BRT) transportation system in Southeast. This system has been operating since 2004 ago. Transjakarta, is still not a solution for traffic congestion and transportation problems in Jakarta. Changes in the status of institutions that overshadowed Transjakarta's technical management were not directly proportional to the effectiveness of services perceived by the community. Although it has undergone three status changes until 2017, there id no significant changes have occurred. This research will also discuss about the transportation policy paradigm change in DKI Jakarta in 1960-1997, the initial stage in the formulation of the bus rapid transit policy in DKI Jakarta in 2004, and the analysis of actors interaction in bus rapid transit policy change in DKI Jakarta in 2006-2014. Interaction analysis of actors therein, including consultation process, involvement and accomodation of actors interests that affect the change status of Transjakarta. Besides, the analysis of the interaction betweem the actors in the formulation process and alternative policy evaluation in Regional SOE’s PT Transjakarta.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hasnahwati
"Penelitian berfokus pada analisis proses perumusan kebijakan yang berbentuk undang-undang. UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan merupakan payung hukum atau dapat juga disebut kebijakan publik nasional yang menjadi acuan executive policy di bidang pangan di bawahnya. Metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perumusan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan telah sesuai dengan tahapan kebijakan publik yang membuka ruang bagi partisipasi masyarakat. Namun masih terdapat kelompok masyarakat yang mengkritik beberapa pasal UU Pangan tersebut. Hal itu terjadi karena kurangnya pemahaman dari kelompok masyarakat terkait dengan pemikiran-pemikiran yang terjadi dalam perumusan pembahasan Undang-Undang Pangan. Menyikapi hal tersebut perlunya keterbukaan informasi sehingga masyarakat memahami secara menyeluruh mengenai sebuah kebijakan.

This research, by taking a study case on Law Number 18 Year 2012, is important as the law is set to address issues on food. The Law Number 18 Year 2012 on Food is a legal umbrella or a national public policy that serves as a reference for executive policy, which hierarchically is below the Law on food. The topic of the research covers the process of deliberation of a Law Number 18 Year 2012, which was initiated by the House of Representatives of the Republic of Indonesia, on food. This research applies descriptive method by using qualitative approach.
The research reveals that the House of Representatives and the government in the making of a policy on food is in accordance with stages of the making of a public policy which opens a room for the public to participate. However, some groups of people who are not satisfied with the outcomes express criticisms due to their lack of knowledge on views and argumentation that were raised during the deliberation and formulation process. In addressing this problem, openness of information on the process of formulation of a law is needed so that people can have an integrated and complete understanding on a policy."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T36121
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Javierra
"ABSTRAK
Penelitian dilatar belakangi oleh terjadinya dualisme kurikulum yang saat ini
digunakan dalam pendidikan Indonesia. Terdapat sebagian besar sekolah yang
menggunakan KTSP 2006 dan sebagian sekolah yang menggunakan Kurikulum
2013. Kurikulum 2013 disahkan di masa Mendikbud Moh.Nuh yang kemudian
diimplementasikan secara serentak pada tahun ajaran 2014/2015. Tiga bulan
setelah implemetasi serentak dilakukan, muncul hasil evaluasi Kurikulum 2013.
Kemudian terbitlah Permendikbud No.159/2014 Tentang Evaluasi Kurikulum
yang pada intinya menjelaskan bahwa evaluasi telah dilaksanakan sehingga
pedoman evaluasi pada Permendikbud No.81A/2013 tidak lagi berlaku. Pasca
peralihan jabatan, Mendikbud Anies Baswedan melihat keganjilan tersebut dan
menugaskan Tim Sebelas untuk meninjau Permendikbud No. 159/2014. Hasilnya
mengungkapkan bahwa evaluasi tersebut terburu-buru dan pelaksanaan
Kurikulum 2013 terkesan dipaksakan. Oleh sebab itulah diterbitkan
Permendikbud No.160/2014 tentang penundaan Kurikulum 2013.
Analisa kasus menggunakan konsep Evaluasi dalam Kebijakan Pendidikan Oleh
US Committee in Program Evaluation in Education Assembly yang menjelaskan
cara ideal melakukan evaluasi pada kebijakan yang menyangkut pendidikan.
Konsep Policy Development Framework oleh Meredith Edwards yang
memberikan pemaparan tahapan kebijakan publik yang detail dan pokok
pertanyaan dalam melakukan studi evaluasi. Penelitian berjenis eksplanatifanalisis
dan argumentative. Peneliti melakukan studi lapangan untuk
mengumpulkan informasi. Informasi diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak
terkait di lingkungan Kemendikbud, mencari dokumen terkait di Badan Penelitian
dan Pengembangan Kemendikbud, dan menambah informasi pendukung melalui
artikel berita di media massa.
Penelitian menemukan bahwa terdapat agenda politik yakni untuk membangun
warisan kinerja yang dilakukan baik oleh Mendikbud Moh. Nuh maupun
Mendikbud Anies Baswedan. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa dalam
proses kebijakan publik, tidak berlaku proses tahapan melainkan siklus. Sebab
masalah bisa jadi tidak dituliskan dalam hasil evaluasi tapi justru evaluasi itu
sendiri adalah awal masalah

ABSTRACT
The background research is the dualism curriculum which currently used in
Indonesian education. There is a majority of schools that use KTSP 2006 and
some schools use the Curriculum of 2013. Curriculum 2013 was ratified in the
Mendikbud Moh.Nuh period, then it is implemented simultaneously in the
academic year 2014/2015. Three months after the implementation is done
simultaneously, appeared evaluation results of Curriculum 2013. Then published
Permendikbud 159/2014 About the Curriculum Evaluation which basically
explains that the evaluation has been carried out so that the evaluation guidelines
on Permendikbud No.81A / 2013 are no longer valid. Post-transition office,
Education Minister Anies Baswedan identify those anomalies and assign Tim
Sebelas to review Permendikbud No. 159/2014. The results reveals that the
evaluation results on Permendikbud No.159/2014 was published in a rush and the
implementation of Curriculum 2013 somewhat forced to happened. That is why
Education Minister Anies Baswedan published Permendikbud 160/2014 about
the postponement of Curriculum 2013 implementation.
Analysis of this case are using the concept of Policy Evaluation in Education By
US Committee in Program Evaluation in Education Assembly which describes the
ideal way to evaluate the policies relating to education. The concept of Policy
Development Framework by Meredith Edwards which exposure stage of public
policy detail and basic questions within an evaluation study. The research is kind
of analytical-explanation and argumentative research. Researchers conducted a
field study to collect information. Information obtained from interviews with
stakeholders in Kemendikbud, seeking documents related Kemendikbud Research
and Development Agency, and add some supporting information through news
articles in the mass media. The study found that there is a political agenda which
is to build a legacy by both the Education Minister Moh. Noh and Education
Minister Anies Baswedan. The results of this study explains that in the process of
public policy, do not apply stages form but preferably use cycle form. Because the
problem may not be written in the results of the evaluation but rather be that
evaluation itself is the beginning of the problem"
2016
T46827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christoforus Agveriandika
"Penelitian ini menjelaskan bagaimana satuan perangkat kerja daerah SKPD Pemerintah Kota Bogor berkoordinasi secara internal terkait proses perumusan kebijakan lalu-lintas Sistem Satu Arah SSA di Kota Bogor yang mencakup kawasan jalan sekitar Istana Bogor. Untuk menjelaskan hal tersebut, penelitian kualitatif ini menggunakan teori pilihan rasional, rasionalitas yang terkungkung, serta inkremental, yang dapat menggambarkan proses pembuatan kebijakan. Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan SSA merupakan bagian dari paket kebijakan Bogor Transportation Program B-TOP yang bertujuan untuk meningkatkan kelancaran arus lalu-lintas di Istana Bogor, serta menjadi momentum bagi munculnya kebijakan transportasi lainnya dalam rangka usaha Pemkot Bogor untuk meningkatkan potensi penerimaan asli daerah PAD dari sektor pariwisata. Namun, kebijakan SSA disusun dengan data dan waktu yang terbatas. Sehingga di dalam proses pembuatan kebijakannya, tidak ada kebijakan alternatif yang disusun, serta adanya pihak yang tidak dilibatkan dalam perumusan teknis dalam kebijakan SSA turut membuat kebijakan ini tidak maksimal. Hal ini pun terlihat ketika terjadi kemacetan di sekeliling Istana Bogor selama tiga hari pertama uji coba kebijakan SSA yang dimulai pada 1 April 2016, sehingga SKPD terkait harus kembali melakukan koordinasi teknis secara detil yang notabene dapat dilakukan jauh pada saat kebijakan SSA sedang dirumuskan.

This thesis explains how the regional work unit SKPD of Bogor City Government coordinates internally related to the process of formulation of One Way Traffic Policy SSA in Bogor City, which covers the road area surrounding Bogor Presidential Palace. This qualitative researach applies the theory of rational choice, bounded rationality, and incremental, that leads to the policy making process. This research finds that SSA policy is a part of policy package called Bogor Transportation Program B TOP that aimed to improving the traffic flow surround Bogor Presidential Palace, as well as become the momentum for other transportation policies in order to increase the potential income for regional government PAD from the tourism. However, SSA policy formulated with limited data and time. Thus, in the process of policy making, no alternative policy is formulated, and work units who are not involved in the technical formulation in SSA policy also make this policy rsquo s outcome seems unsatisfied. The evidence show when there is congestion around the Bogor Presidential Palace during the first three days of SSA policy trial that begins on April 1st, 2016, causing the related SKPD must re do technical coordination in detail which in fact could be done far away when the SSA policy is being formulated. Keywords Bogor City, One Way traffic policy, traffic management, public policy formulation, rational choice, bounded rationality, incremental policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftah Faridi
"Fokus penelitian ini adalah pengusaha dalam dunia politik Studi Pada DPR RI Periode 2014-2019 . Penelitian ini dilatarbelakangi karena jumlah pengusaha yang menjadi anggota DPR RI Periode 2014-2019 meningkat signifikan sebesar 266 47,54 dibandingkan dengan periode sebelumnya dari tahun 2009-2014 yang hanya berjumlah 215 39,09 . Penelitian ini menggunakan teori Frederick 2006 dengan melihat 17 karekteristik yang melekat pada diri entrepreneur seorang pengusaha untuk menjadi anggota DPR RI Periode 2014-2019.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengambil informan dari lima orang anggota DPR RI Periode 2014-2019 dari partai Golkar, Demokrat, PAN dan PKB.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa karakteristik yang ada dalam diri anggota DPR RI periode 2014-2019 adalah komitmen, dorongan kuat untuk berprestasi, berorientasi pada kesempatan dan tujuan, Inisiatif dan tanggung jawab, pengambilan keputusan yang persisten, mencari umpan balik, Internal locus of control, toleransi terhadap ambiguitas, pengambilan resiko yang terkalkulasi, integritas dan reliabilitas, toleransi terhadap kegagalan, energi tingkat tinggi, kreatif dan inovatif, visi, independen, percaya diri dan optimis dan membangun tim. Dari semua karakteristik yang melekat dalam diri pengusaha ternyata faktor yang paling dominan adalah dorongan kuat untuk berprestasi.

The focus of this study is a entrepreneur in the politic case study of DPR RI in Period 2014 2019 . This research is motivated because the number of entrepreneurs who are members of the DPR RI 2014 2019 period increased significantly by 266 47.54 compared with the previous period of 2009 2014 which amounted to only 215 39.09. This study uses the theory of Frederick 2006 to see the 17 characteristics inherent in the entrepreneur an entrepreneur to become a member DPR RI from 2014 to 2019 period. This study used qualitative methods to take the informant of the five members of DPR RI 2014 2019 period of the Golkar party, the Demokrat, PAN and PKB.
Results of this study concluded that the characteristics that exist in the period 2014 2019 member of Parliament is a commitment, a strong urge for achievement, and goal oriented opportunities, initiative and responsibility, decision making persistent, seek feedback, internal locus of control, tolerance for ambiguity, taking calculated risks, integrity and reliability, tolerance to failure, high energy, creative and innovative, vision, independent, confident and optimistic and team building. The conclusion of this study describe that members of Parliament in DPR RI in period 2014 2019 the characteristics inherent in the entrepreneur turns the most dominant factor is the strong urge for achievement.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elva Sagita Cindra
"Tahun 2015 terjadi krisis di wilayah Eropa karena masuknya jutaan pengungsi dari Timur Tengah dan Afrika terutama dari Suriah. Uni Eropa sebagai institusi supranasional yang bertanggung jawab pada isu ini berusaha menyelesaikan krisis dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan. Salah satu institusi Uni Eropa yang berwenang dalam kebijakan adalah Parlemen Eropa. Kekuatan Parlemen Eropa meningkat sejak Perjanjian Maastricht hingga Lisbon. Anggota PE ketika berada di parlemen tidak lagi menjadi perwakilan partai politik nasional, melainkan perwakilan dari kelompok politik Eropa. Dengan teori pola perilaku dalam proses kebijakan publik dan jaringan aktor, skripsi ini akan berusaha membuktikan bahwa ada pengaruh partai politik nasional Prancis terhadap anggota PE dalam kebijakan pengungsi Suriah Uni Eropa tahun 2015-2016. Kelompok politik Eropa tidak menjadi satu-satunya penentu keputusan anggota PE asal Prancis karena kebijakan yang krusial. Pengaruh ini terlihat ketika partai politik nasional dan kelompok Eropa memiliki pandangan berbeda dalam suatu isu.

In 2015 there was a crisis in Europe because the influx of millions refugees from the Middle East and Africa mainly from Syria. The EU as a supranational institution responsible for this issue seeks to resolve the crisis by making policies. One of the European Union institutions responsible in policy is the European Parliament EP. The strength of the EP has increased since the Treaty of Maastricht and Lisbon. Members of the EP MEPs while in EP are no longer representative of national party, but representatives of European political group. With the theory of behavioral patterns in the process of public policy and the actor network, this paper will attempt to prove that there is an influence of France 39 s national party on their MEPs in the EU Syrian refugee policy of 2015 2016. European political group are not the sole determinants of French MEPs decision because this policy is crucial. This influence is seen when national party and European political group have different stance on an issue.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riant Nugroho
"Keunggulan suatu negara semakin ditentukan oleh fakta, apakah ia memiliki kebijakan-kebijakan publik yang unggul atau sebaliknya. Masalahnya, tidak cukup banyak para Pimpinan Pemerintahan dan Negara yang mahfum bahwa kebijakan publik menjadi penentu kelangsungan hidup bangsanya. Kebijakan publik ibarat tuangan di hulu sungai. Jika para pemimpin negara menuang warna biru, birulah seluruh aliran sungai. Jika yang dituang merah, merahlah seluruh sungai. Jika dituang madu, manislah semuanya. Kebijakan publik adalah keputusan politik yang melembaga, keputusan yang dibuat oleh Negara sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan. KEBIJAKAN PUBLIK ADALAH MASALAH MEMBUAT KEPUTUSAN ATAS PILIHAN-PILIHAN MASA DEPAN. Kebijakan publik adalah menciptakan masa depan pada HARI INI. Masalahnya, sebagian besar kebijakan publik dibuat dengan asal-asalan, dengan analogi, bahkan intuisi. Kesembronoan berlanjut sampai dengan implementasi kebijakan. Kesembronoan juga terjadi pada tataran manajemennya, ketika kebijakan publik disusun atas rangkaian perumusan, implementasi, dan evaluasi. Kebijakan publik tidak cukup dievaluasi, tetapi dikendalikan. Tanpa pengendalian kebijakan, kebijakan publik mudah untuk gagal menjadi kebijakan yang direbut dan diselewengkan pihak lain (derailed policy implementation). Buku ini memberikan gambaran tentang mengapa kita perlu membangun suatu negara dengan kebijakan publik yang unggul dan bagaimana? Disusun dengan keyakinan, bahwa tidak ada satu negara pun di dunia, khususnya negara-negara berkembang, lebih khusus lagi Indonesia, yang tidak mampu membangun kebijakan publik yang unggul untuk menghebatkan bangsa. Indonesia, sebagaimana setiap negara berkembang di dunia, dapat dan pasti bisa melakukannya, dengan dua syarat memahami arti penting kebijakan publik dan menyepakati bahwa memang sungguh-sungguh penting, dan mengetahui secara pasti bagaimana membangunnya. Dan, buku ini hanya tentang kedua hal itu!"
Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2023
320.6 RIA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Audra Jovani
"Keberhasilan enam perempuan anggota DPRD Provinsi NTT hasil pemilu 2014 dalam mendorong lahirnya peraturan daerah (perda) responsif gender merupakan fenomena penting bagi representasi politik perempuan di wilayah kuatnya budaya patriarki. Maka dengan alat analisa representasi substantif dari Hanna Pitkin, dan modal sosial dari Robert Putnam, penelitian ini mengambil kasus enam perempuan dalam menjalankan aktivitas perwakilan, mulai dari pra pemilu, menjadi kandidat, kemudian terpilih, hingga terlibat dalam penyusunan tiga perda responsif gender pada tahun 2016.
Penelitian ini menggunakan teori representasi substantif “acting for” dari Hanna Pitkin dan teori modal sosial dari Robert Putnam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik wawancara mendalam terhadap enam perempuan anggota DPRD Provinsi NTT periode 2014-2019.
Temuan penelitian ini menunjukkan budaya patriarki – dalam bentuk latar belakang dan dukungan laki-laki (suami, ayah) yang merupakan tokoh masyarakat, tokoh adat, politisi, dan kepala daerah – berkontribusi pada pencalonan di partai dan keterpilihan enam perempuan tersebut. Modal sosial kandidat perempuan berupa hubungan kekerabatan dengan elite laki-laki, dalam kasus NTT, ternyata menghasilkan keterpilihan perempuan yang tertinggi di DPRD NTT (naik 100 persen dibanding pada pemilu 2009). Sementara itu, profesi, rekam jejak, dan pengalaman jejaring enam anggota perempuan yang telah memiliki kedekatan dengan isu perempuan sebelum mereka terpilih, berkontribusi pada dua hal: perspektif gender yang solid, dan aktivitas mewakili kepentingan perempuan dalam penyusunan perda responsif gender (Perda Kesehatan Ibu dan Anak, Perda Lingkungan Hidup, dan Perda Tenaga Kerja Indonesia).
Implikasi teoritis dari teori Hanna Pitkin tentang representasi substantif “acting for” dapat dilakukan oleh enam perempuan ini dengan perspektif gender yang diperolehnya dari pengalaman jejaring dan rekam jejak. Sedangkan dari teori modal sosial Robert Putnam menunjukkan proses masuk dan keberhasilan enam perempuan ini dalam kontestasi politik dipengaruhi oleh budaya patriarki melalui nama besar laki-laki (suami, ayah) yang memiliki pengaruh dalam masyarakat dan komunikasi mereka yang bersifat daily politics.

The election of six female representatives in East Nusa Tenggara's regional legislative body in the 2014 elections have propelled the birth of gender-responsive regional policies. This marks a monumental moment in women's political representation, specifically in geographical areas that are deeply-rooted in patriarchy. This study follows these women's activities, starting from before the election, during the candidacy, when they were elected, and their involvement in the formulation of three gender-responsive policies in 2016 through the lenses of Hanna Pitkin's substantive representative analysis tool and Robert Putnam's social capital theory.
This study uses Hanna Pitkin's "acting for" substantive representation and Robert Putnam's social capital theory. The method used in this research is qualitative in nature and involves an in-depth interview with the six women who were incumbent during the 2014-2019 period.
The principal findings of this study reveals that having originated from a culture that is patriarchal, support from men (husbands and fathers) who are public and cultural figures, as well as politicians is a contributing factor towards the candidacy and election of these women.Social capital, which comes in the form of these women's connection with male elites have also resulted in their election (a 100 percent increase compared to the previous 2009 election). Meanwhile, the profession, track record, and networking experience of these six women before the election are closely related to women's issues and contributed towards a solidified perspective on gender and an active participation in fighting for gender-responsive policies that would cater the interests of women. (Local Regulation on Mother and Child Health, Local Regulation on the Environment, and Local Regulation on Indonesian Migrant Workers).
The theoretical implication of Hanna Pitkin's theory on "acting for" substantive representation is that these women were enabled to act for their constituents because of their perspective on gender that was obtained through their track record and networking experience. On the other hand, Robert Putnam's social capital theory shows that the entry process and the success of these women in political contestation is affected by the patriarchal culture, namely the fame of men (their fathers and/or husbands) that had influence amongst the people and their 'daily politics' communication style.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audra Jovani
"Keberhasilan enam perempuan anggota DPRD Provinsi NTT hasil pemilu 2014 dalam mendorong lahirnya peraturan daerah (perda) responsif gender merupakan fenomena penting bagi representasi politik perempuan di wilayah kuatnya budaya patriarki. Maka dengan alat analisa representasi substantif dari Hanna Pitkin, dan modal sosial dari Robert Putnam, penelitian ini mengambil kasus enam perempuan dalam menjalankan aktivitas perwakilan, mulai dari pra pemilu, menjadi kandidat, kemudian terpilih, hingga terlibat dalam penyusunan tiga perda responsif gender pada tahun 2016.

Penelitian ini menggunakan teori representasi substantif “acting for” dari Hanna Pitkin dan teori modal sosial dari Robert Putnam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik wawancara mendalam terhadap enam perempuan anggota DPRD Provinsi NTT periode 2014-2019.

Temuan penelitian ini menunjukkan budaya patriarki – dalam bentuk latar belakang dan dukungan laki-laki (suami, ayah) yang merupakan tokoh masyarakat, tokoh adat, politisi, dan kepala daerah – berkontribusi pada pencalonan di partai dan keterpilihan enam perempuan tersebut. Modal sosial kandidat perempuan berupa hubungan kekerabatan dengan elite laki-laki, dalam kasus NTT, ternyata menghasilkan keterpilihan perempuan yang tertinggi di DPRD NTT (naik 100 persen dibanding pada pemilu 2009). Sementara itu, profesi, rekam jejak, dan pengalaman jejaring enam anggota perempuan yang telah memiliki kedekatan dengan isu perempuan sebelum mereka terpilih, berkontribusi pada dua hal: perspektif gender yang solid, dan aktivitas mewakili kepentingan perempuan dalam penyusunan perda responsif gender (Perda Kesehatan Ibu dan Anak, Perda Lingkungan Hidup, dan Perda Tenaga Kerja Indonesia). 

Implikasi teoritis dari teori Hanna Pitkin tentang representasi substantif “acting for” dapat dilakukan oleh enam perempuan ini dengan perspektif gender yang diperolehnya dari pengalaman jejaring dan rekam jejak. Sedangkan dari teori modal sosial Robert Putnam menunjukkan proses masuk dan keberhasilan enam perempuan ini dalam kontestasi politik dipengaruhi oleh budaya patriarki melalui nama besar laki-laki (suami, ayah) yang memiliki pengaruh dalam masyarakat dan komunikasi mereka yang bersifat daily politics


The election of six female representatives in East Nusa Tenggara's regional legislative body in the 2014 elections have propelled the birth of gender-responsive regional policies. This marks a monumental moment in women's political representation, specifically in geographical areas that are deeply-rooted in patriarchy. This study follows these women's activities, starting from before the election, during the candidacy, when they were elected, and their involvement in the formulation of three gender-responsive policies in 2016 through the lenses of Hanna Pitkin's substantive representative analysis tool and Robert Putnam's social capital theory.

This study uses Hanna Pitkin's "acting for" substantive representation and Robert Putnam's social capital theory. The method used in this research is qualitative in nature and involves an in-depth interview with the six women who were incumbent during the 2014-2019 period.

The principal findings of this study reveals that having originated from a culture that is patriarchal, support from men (husbands and fathers) who are public and cultural figures, as well as politicians is a contributing factor towards the candidacy and election of these women. Social capital, which comes in the form of these women's connection with male elites have also resulted in their election (a 100 percent increase compared to the previous 2009 election). Meanwhile, the profession, track record, and networking experience of these six women before the election are closely related to women's issues and contributed towards a solidified perspective on gender and an active participation in fighting for gender-responsive policies that would cater the interests of women. (Local Regulation on Mother and Child Health, Local Regulation on the Environment, and Local Regulation on Indonesian Migrant Workers).

The theoretical implication of Hanna Pitkin's theory on "acting for" substantive representation is that these women were enabled to act for their constituents because of their perspective on gender that was obtained through their track record and networking experience. On the other hand, Robert Putnam's social capital theory shows that the entry process and the success of these women in political contestation is affected by the patriarchal culture, namely the fame of men (their fathers and/or husbands) that had influence amongst the people and their 'daily politics' communication style.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>