Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141306 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sihombing, Erwan
"Berdasarkan data Pusdatin Kementerian Kesehatan tahun 2019, jumlah penderita baru HIV/AIDS di Indonesia yaitu sebanyak 50.282 kasus. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2019 merupakan tahun tertinggi kasus HIV di Indonesia dibandingkan dengan tahun 2015 sebanyak 30.935 kasus, tahun 2016 sebanyak 41.250 kasus, tahun 2017 sebanyak 48.3000 kasus, tahun 2018 sebanyak 46.650 kasus. Banyaknya jumlah orang yang positif HIV/AIDS tersebut diperlukan upaya rehabilitasi sosial bagi para penderita HIV/AIDS. Upaya rehabilitasi sosial tersebut dilakukan melalui program rehabilitasi sosial bagi Orang Dengan HIV/AIDS. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi program rehabilitasi sosial Orang Dengan HIV/AIDS dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pencapaian hasil (outcome) program tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahap bimbingan (terapi kesehatan) belum berhasil mengubah mindset klien YD. Klien YD masih memiliki kecenderungan melakukan hubungan seksual beresiko. Tahap bimbingan (terapi sosial) belum berhasil mengubah mindset klien YD. Klien YD belum mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Tahap bimbingan (terapi fisik) sudah berhasil mengubah mindset klien EPK. Klien EPK sudah melakukan pola hidup sehat yang ditunjukkan dengan makan makanan dengan gizi seimbang dan menerapkan pola hidup yang teratur. Tahap bimbingan (terapi sosial) sudah berhasil mengubah mindset klien IS dan ST. Hal tersebut ditunjukkan dengan klien IS dan ST yang sudah patuh/adherence dalam minum obat. Tahap bimbingan (terapi kesehatan) belum berhasil mengubah mindset klien IS. Hal tersebut ditunjukkan dengan klien IS yang belum berkomitmen untuk menjalani pola hidup sehat dengan masih melakukan aktivitas merokok. Faktor pendukung pencapaian hasil (outcome) dalam Program Rehabilitasi Sosial Orang Dengan HIV/AIDS yaitu motivasi yang ditunjukkan dengan adanya kesadaran klien untuk menambah pengetahuan tentang HIV/AIDS dan menambah keterampilan. Kemudian, dukungan keluarga juga sudah ditunjukkan dengan kunjungan orang tua klien ke loka dan faktor lingkungan ditunjukkan dengan lokasi tempat tinggal klien yang aman dari pergaulan bebas. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu kualitas sumber daya pendamping. Hal tersebut ditunjukkan dengan terbatasnya pegawai yang mengurusi administrasi sehingga para pekerja sosial harus menjalankan fungsi administrasi loka. Selain itu, para pekerja sosial belum bersertifikat pekerja sosial. Faktor penghambat lainnya yaitu kualitas bimbingan. Hal tersebut ditunjukkan dengan waktu layanan yang terbatas sehingga bimbingan tidak berjalan maksimal.

According to the data of Ministry of Health’s Information and Data Centre of 2019, the number of new people with HIV/AIDS in Indonesia is 50.282 cases. That data shows that 2019 is the peak year of HIV case in Indonesia compared to 2015 which is 30.935 cases, in 2016 is 41.250 cases, in 2017 is 48.300 cases, in 2018 is 46.650 cases. The large number of people who are positive for HIV/AIDS needs an effort for social rehabilitation for those infected HIV/AIDS. That social rehabilitation treatment is conducted through social rehabilitation program for people with HIV/AIDS. The objective of this research is to evaluate the social rehabilitation program of People with HIV/AIDS and to identify the supporting and obstacle factors in achieving the outcome of the program. The result of the research shows that the counselling stage (health therapy) has not been successful to change the mindset of client YD. Client YD still has a trend to commit a risky sexual intercourse. The counselling stage (social therapy) has not been successful to change the mindset of client YD. Client YD has not been able to adapt with his environment. The counselling stage (physical therapy) has been successful to change the mindset of client EPK. Client EPK has conducted a healthy lifestyle which is indicated by consuming balanced nutrition foods and applying a healthy lifestyle. The counselling stage (social therapy) has been successful to change the mindset of client IS and ST. That matter is shown by the client IS and ST who have been obedient/adherence in taking the medicines. The counselling stage (health therapy) has not been successful to change the mindset. That matter is shown by client IS who has not been committed to conduct a healthy lifestyle by still smoking. The supporting factor of the successful achievement (outcome) in the Social Rehabilitation Program of People with HIV/AIDS that is motivation which is shown by the existance of the client's awareness to add their knowledge about HIV/AIDS and to add their skills. Further, the family support has also been shown by the client's parents visitation to the location and the environmental factor which is shown with a safe location for the client from promiscuity. Meanwhile the obstacle factor is the human resource quality of the assistant. That factor is shown by the limited number of employees who take care of the administration so that the social workers should do the institution’s administration function. Besides, the social workers have not been certified for their intended position. That is shown by limited time of service so that the counselling does not run maximally."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lila Fairuz Febriyanty
"Latar belakang: Saat ini Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) masih merasakan stigma
dan diskriminasi dari keluarga, masyarakat, dan tenaga kesehatan walaupun
perkembangan virus HIV dapat dikendalikan berkat kemajuan teknologi di bidang
kesehatan. Stigma pada pelayanan kesehatan dapat menghambat ODHA untuk
mengakses perawatan sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup. Peningkatan
pengetahuan dan paparan klinis pada mahasiswa kedokteran dapat meningkatkan sikap
positif pada ODHA. Belum pernah ada penelitian besar di Indonesia terkait stigma
mengenai ODHA pada tiga mahasiswa fakultas kesehatan.
Metode: Penelitian ini menggunakan deskriptif potong lintang pada 1400 mahasiswa
menggunakan kuesioner tentang stigma terhadap ODHA yang pernah dipakai
sebelumnya. Kuesioner ini telah diadaptasi lintas budaya ke dalam Bahasa Indonesia.
Hasil: Secara keseluruhan, mahasiswa mendapatkan skor yang tinggi pada skor
keyakinan pribadi/budaya tentang HIV (68,1%), skor pengetahuan mengenai HIV
(60,7%) dan skor interaksi klinis dengan pasien HIV-positif (80,9%). Terdapat perbedaan
bermakna antara usia, angkatan dan fakultas dengan masing-masing subskor. Terdapat
hubungan yang signifikan antara total subskor dengan keyakinan pribadi/budaya tentang
HIV, pengetahuan megenai HIV dan interaksi klinis dengan pasien HIV-positif.
Kesimpulan: Stigma mengenai ODHA pada mayoritas mahasiswa kesehatan di RIK UI
adalah rendah, namun masih ada sejumlah mahasiswa dengan stigma. Stigma mengenai
ODHA pada mahasiswa dalam penelitian ini dibedakan oleh usia, asal fakultas, dan tahun
masuk

Background: Despite advances in treatment and development of health technologies
related to HIV, People Living With HIV/AIDS (PLWHA) still experience stigma and
discrimination from family, community and health professionals. The presence of stigma
from health professionals would restrain PLWHA to gain access to treatment and
influence their quality of life. Study showed that positive attitude towards PLWHA in
medical students could be gained by improving knowledge and increasing clinical
exposure. A study on stigma towards PLWHA in health sciences students in Indonesia is
lacking. This study aims to know the stigma towards PLWHA in students in Faculties of
Medicine, Dentistry and Nursing of Universitas Indonesia.
Methods: A descriptive cross-sectional study was conduct on 1400 healthcare students using an adapted questionnaire that had been used in previous study. Results: In general, students have high score in personal/culture beliefs on HIV (68.1%), knowledge (60.7%), and clinical interaction with PLWHA (80.9%). Score of each domain is significantly differed by students' age, year of university entry and faculty. The
differences in total score of the questionnaire are significantly differed by level of stigma
in personal/culture beliefs on HIV, knowledge, and clinical interaction with PLWHA.
Conclusion: This study shows that the majority students had low stigma towards
PLWHA, although there were still some students with stigma. The stigma towards
PLWHA differed by students' age, year of university entry and faculty.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
I.G.N. Sri Wahyudi
"Penelitian ini berjudul ?Efektivitas Program Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril (LJASS) dari Sudut Pandang Stakeholder (Studi Kasus di Puskesmas Kecamatan Tebet)?. Penelitian ini dilandasi atas permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan kasus tindak pidana penyalahgunaan narkoba dan kasus penyebaran HIV/AIDS. Kendati telah dibentuk Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), dan KPAN pun telah merumuskan Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV/AIDS melalui Program Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkoba Suntik, tetapi penyebaran virus HIV/AIDS, berdasarkan data yang ada, menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari waktu ke waktu. Program LJASS ini telah berlangsung selama 2 tahun (dari akhir tahun 2006 - Desember 2008) di beberapa Puskesmas sebagai Pilot Project yang tersebar di 2 (dua) propinsi, yaitu propinsi Bali dan DKI Jakarta. Khusus Puskesmas yang beroperasi di DKI Jakarta berjumlah 33 Puskesmas dengan rincian 1 Puskesmas tingkat kelurahan dan 32 Puskesmas tingkat kecamatan termasuk Puskesmas Kecamatan Tebet.
Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimanakah efektifitas pelaksanaan Program LJASS yang berlangsung selama ini (mulai dari akhir tahun 2006 - Desember 2008) ?, bagaimanakah pemahaman para stakeholder terhadap penerapan program pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba suntik khususnya Program LJASS ?, bagaimanakah penguasaan, kemampuan dan ketrampilan kalangan stakeholder dalam menerapkan Program LJASS sesuai ketentuan yang berlaku ?, dan bagaimanakah pendapat stakeholder berkenaan dengan penerapan Program LJASS tersebut ?.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara, wawancara mendalam dan observasi. Responden penelitian ini sebanyak 21 orang yang mewakili dari berbagai stakeholder, yaitu: Depkes (Dokter, Paramedis, Kader Muda), KPA, Kepolisian, LSM, Masyarakat dan Pengguna Narkoba Suntik (Penasun).
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Program LJASS yang berlangsung selama ini dapat dikatakan tidak efektif. Hal ini ditunjukkan dengan beragamnya pemahaman para stakeholder. Mereka yang memiliki pemahaman kategori kurang adalah Kepolisian, Masyarakat dan Penasun. Mereka yang memiliki pemahaman kategori cukup adalah LSM dan Kader Muda. Sedangkan mereka yang memiliki pemahaman kategori baik adalah kalangan Puskesmas (Dokter dan Paramedis) dan KPA.
Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kemampuan, penguasaan dan ketrampilan stakeholder juga beragam. Mereka yang memiliki kemampuan, penguasaan dan ketrampilan kategori kurang adalah Kepolisian, Masyarakat dan Penasun. Mereka yang memiliki kemampuan, penguasaan dan ketrampilan kategori cukup adalah LSM dan Kader Muda. Sedangkan mereka yang memiliki kemampuan, penguasaan dan ketrampilan kategori baik adalah kalangan Puskesmas (Dokter dan Paramedis) dan KPA.
Selain itu, hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa para stakeholder memiliki pendapat yang beragam. Sebagian mengatakan setuju Program LJASS ini terus dilaksanakan, sebagian lainnya mengatakan tidak setuju. Mereka yang mengatakan setuju dengan pelaksanaan program tersebut beralasan bahwa program tersebut sangat membantu Penasun untuk mendapatkan jarum suntik steril dan dapat mencegah penyebaran virus HIV/AIDS di kalangan sesama Penasun, keluarga dan masyarakat luas. Sedangkan mereka yang tidak setuju dengan program tersebut beralasan bahwa program tersebut tidak berjalan efektif dan sia-sia belaka. Hal ini ditandai dengan: Tidak tertibnya Penasun mengikuti program (tidak berkunjung dan berobat ke Puskesmas secara teratur, tidak selalu mengembalikan jumlah jarum suntik bekas ke Puskesmas sesuai dengan jumlah jarum suntik yang diterima, yang sudah beralih ke Program Substitusi Narkoba-Metadon ternyata masih kadang-kadang menggunakan narkoba suntik, tidak menggunakan kondom ketika berhubungan intim dengan pasangan seksualnya dengan alasan tidak enak kalau pakai kondom, masih bertukar jarum suntik meski sudah diberi Paket Perjasun); kurang paham dan menguasainya Stakeholder dalam menerapkan program ini sesuai dengan peran masing-masing; tidak terkoordinasinya pelaksanaan Program LJASS antara yang dilaksanakan oleh LSM dan Puskesmas, sehingga tidak tercipta keterpaduan pelaksanaan program dan pencapaian tujuan program sulit dikontrol atau diukur; tidak harmonisnya landasan hukum Permenkokesra No: 02/PER/MENKO/KESRA/I/2007 dengan UU No: 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan UU No: 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Ini semua akhirnya bermuara pada tidak tercapainya tujuan program atau dengan kata lain program tersebut tidak efektif.
Berkaitan dengan hal itu, peneliti berkesimpulan bahwa Program LJASS yang dilaksanakan di Puskesmas Tebet berjalan tidak efektif, dan oleh karenanya program tersebut harus dihentikan. Peneliti menyarankan agar program tersebut diganti dengan Program Substitusi Narkoba (Metadon).

This study entitled : ?EFFECTIVITY OF THE STERILE NEEDLE PROGRAM FROM THE STAKEHOLDER?S PERSPECTIVE (Case study at the Tebet Subdistrict Community Health Center (Puskesmas))?. The study is based on the problem related to the increase of drug criminal cases and the transmission of HIV/AIDS. Notwithstanding the establishment of the National AIDS Commission (KPAN) in formulating a National Policy in Dealing with HIV/AIDS thgrough the Harm Reduction Program, based on the available data the transmission of HIV/AIDS is constantly increasing from time to time. The Sterile Needle Program has been implemented as a Pilot Project for two (2) years (from late 2006 to December 2008) at several Community Health Centers in two provinces, Bali and Jakarta Metropolitan District (DKI). There are 33 Community Health Centers in Jakarta implementing this program,, 1 at the village level and 32 at the sub-district level, including the Tebet Sub-district Community Health Center.
The questions raised are as follows : how effective has the sterile needle program been so far (from late 2006 ? December 2008); do the stakeholders comprehend the application of the harm reduction program for Injection Drug Users IDUs), in particular the sterile needle program?; what is the level of mastery, capability and skill of the stakeholder in applying the sterile needle program according to the prevailing provisions?; and what is their opinion in respect of the application of the Sterile Needle Program?
The study is based on the qualitative approach and the instrument used is in depth interviews and observations. 21 respondents representing the related stakeholders were interviewed: from the Departement of Health (physicians, paramedics, young cadres), National AIDS Commission (KPA), Police, NGOs, Community elements and Injection Drug Users (IDUs).
The outcome of the study shows that the Sterile Needle Program that has been implemented till today is not effective, as this is shown by the different levels of comprehehension. Those who lack adequate understanding are the Police, Community and Injection Drug Users (IDUs). Those who have adequate understanding are the NGOs and Young Cadres, while the only group with good mastery are the physicians and paramedics at the Community Health Clinics and KPA.
Results of the study also show the variety in the levels of capability, mastery and skill possessed by stakeholders. Those with inadequate levels of capability, mastery and skill are the Police, Community and Injection Drug Users. Those showing a better level of capability, mastery and skill are the NGOs and Young Cadres, while those in the possession of good capabilities, mastery and skill are the group of physicians and paramedics at the Helath Centers and KPA.
Another outcome of the study is the various views shared by the stakeholder. Some of the stakeholders do not agree to continue the program of sterile needles against the other group. Those who are in favour of the program implementation say that the program certainly helps IDUs in obtaining sterile needles, and prevents the transmission of HIV/AIDS virus among IDUs, members of the family as well as the community as a whole. On the other hand, those who are not in favour of the program view that the program is not effective and useless, which is indicated by the indiscipline adherence of the program by IDUs (absence of regular visits to the Health Center, not returning used needles in accordance with the number of needles received, and those IDUs who have turned to the Methadone Substitution Program sometimes still share the needle, to not use condoms with their sexual partner because it is not comfortable); the inadequate comprehension and mastery by the stakeholders in applying the program is based on their respective role; lack of coordination between the NGOs and Community Health Centers in the implementation of the Sterile Needle Program. As a result there is no integration in the program implementation, while difficulties are encountered in controlling and measuring the achievement of the program; lack of harmony in the legal basic of the Minister Coordinator of People Welfare?s Regulation No. : 02/PER/MENKO/KESRA/I/2007, Law No. 22 of 1997 on Narcotic Drugs and Law No. 5 of 1997 on Psychotrophic Substances. All the issues virtually do not make the program achieved its aim, in the other word, the program is not effective.
Therefore, the performer of the study takes the conclusion that the sterile needle program implemented at Tebet Community Health Center is not effective, and should be terminated and suggests the program to be changed with the Metadon Substitution Program.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25576
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hubaybah
"Tesis ini membahas tentang PMTS (Program Pencegahan HIV-AIDS melalui Transmisi Seksual), merupakan program pencegahan HIV-AIDS yang dicetuskan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), bertujuan untuk melakukan pencegahan HIV secara komprehensif, integratif dan efektif pada populasi kunci yang salah satunya adalah WPS. Untuk mencapai tujuan tersebut kegiatan yang dilakukan adalah peningkatan peran positif pemangku kepentingan (pembentukan Pokja Lokasi, pembuatan peraturan lokal lokasi, penyusunan program kerja), komunikasi perubahan perilaku (pengelolaan pendidik sebaya, kader lokasi, pengadaan dan pendistribusian media KIE, penyuluhan, VCT mobile), manajemen pasokan kondom dan pelicin (perumusan rantai pasok kondom dan pelicin, pembentukan outlet kondom dan pelicin), penatalaksanaan IMS dan HIV-AIDS. Koordinasi yang belum maksimal, kurangnya dana, sarana dan prasarana menjadi penyebab utama belum tercapainya tujuan program PMTS ini, ditandai dengan tidak berjalannya Pokja Lokasi yang telah dibentuk. Pokja Lokasi merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam menjalankan seluruh kegiatan, sehingga saran dari peneltian ini adalah meningkatkan koordinasi dari KPAK dengan LSM, SKPD, Pokja Lokasi dalam bentuk pertemuan rutin, mengalokasikan dana rutin untuk Pokja Lokasi dan keseluruhan kegiatan, serta menyediakan sarana dana prasarana untuk menunjang kegiatan ini

The focus of this study is PMTS (HIV-AIDS Prevention Program through Sexual Transmission) is a program of HIV-AIDS prevention which was initiated by the National AIDS Commission (KPAN), its aim is to do HIV prevention comprehensively, interactively and effectively on the key population which is female sex workers. The activity that is being done to achieve these objectives is to increase the positive role of thepeople in charge (establishment of Location Working Unit, location rule making, preparation of working programs), behavior changes communication (management of peer educators, location cadres, procurement and distribution of KIE media, counseling, mobile VCT), management of the supply of condoms and lubricants (formulation of condoms and lubricants supply, formulation of condoms and lubricants outlets), treatment of STIs and HIV-AIDS. Lack of coordination, lack of funds, facilities and infrastructure have become the reason whythe goal PMTS program cannot be achieved yet, marked with dysfunctional Location Working Unit. Location Working Unit is one key to success that can run the entire activities, so the suggestions of this research are to improve the coordination of KPAK with LSM/NGO, SKPD, Location Working in a form of routine meetings, to allocate the routine funds for Location Working Unit and the entire activities, as well as providing facilities and infrastructure to support the activities"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Zafira
"Untuk menanggulangi masalah penyakit HIV & AIDS, upaya yang sering dilakukan adalah upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pemerintah, institusi kesehatan, maupun masyarakat kurang memperhatikan dampak sosial yang ditimbulkan dari HIV & AIDS. Salah satunya adalah stigma terhadap ODHA. Ditambah lagi dengan minimnya pengetahuan masyarakatmengenai HIV & AIDS.
Penelitian ini akan menjelaskan bagaimana hubungan antara pengetahuan mengenai HIV & AIDS dengan tingkat stigma terhadap ODHA. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan teknik survey 80 orang ibu di Jakarta Timur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan tingkat stigma terhadap ODHA yang tinggi, cenderung memiliki pengetahuan yang rendah mengenai HIV & AIDS. Stigma terhadap ODHA terangkum dalam empat dimensi stigma yang terukur secara empiris.

Coping with HIV & AIDS disease, people often use some promotive, preventive, curative, and rehabilitative approaches. Goverment, health institutions, and society usually ignore about social effects of HIV & AIDS. One major problem is PLWHA stigma. In many cases, people usually lack of proper knowledge about HIV & AIDS.
This study describes the relationship between HIV & AIDS knowledge and PLWHA stigma. Using quantitative approach, this study conduct a survey of 80 woman in East Jakarta.
The result found that woman with higher PLWHA stigma tends to have a lower knowledge of HIV & AIDS. The emerging of PLWHA stigma is constructed by a well measured four stigma domain.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56428
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Retno Wilujeng Wahyu Utami
"Penelitian ini difokuskan untuk mempelajari perilaku karyawan laki-laki di perusahaan besar di Indonesia berkaitan dengan risiko tertular HIVIAIDS. Karena di Indonesia kasus AIDS pada laki-laki jauh lebih besar dibandingkan pada perempuan dan sebagian besar kasus HIVIAIDS terjadi di kelompok usia yang sangat produktif (19-49 tahun).
Total data yang digunakan untuk analisis adalah sebesar 4117 karyawan yang merupakan hasil Baseline Survei di 5 Provinsi tahun 2005, hasil kerjasama Badan Pusat Statistik dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dengan dukungan GFATM (Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria). Model regresi logistik non hierarki digunakan untuk mengidentifikasi pengaruh faktor demografi dan faktor perilaku terhadap risiko terkena IMS. Model regresi logistik berganda juga digunakan untuk melihat perbedaan perilaku berisiko antar provinsi.
Dari basil analisis disimpulkan bahwa risiko karyawan berpendidikan rendah untuk terkena IMS adalah 13 kali dibandingkan karyawan berpendidikan tinggi khusus untuk karyawan yang berumur 15-24 tahun, berstatus kawin dan minuet alkohol. Karyawan berumur muda (15-24 tahun) lebih berisiko terkena IMS, dan karyawan berstatus kawin lebih berisiko terkena IMS.
Hasil penelitian ini menyarankan bahwa intervensi yang lebih intensif harus diberikan kepada pemilik perusahaan/manager perusahaan, serikat buruh dan Asosiasi Pengusaha Indonesia untuk mendorong pelaksanaan pencegahan HIV/AIDS di tempat kerja.

The focus of this study is to identify the behavior of male employee in big companies in Indonesia related to the risk of HIV/AIDS infections. Because in Indonesia, the reported AIDS cases in male are much higher than in female. The most infected people concentrated primarily among those productive aged (15-49 years).
Data for analysis came from 4117 male employee, who participated in 2005 Baseline Survey which conducted in 5 provinces. This survey is collaboration between BPS-Statistics Indonesia and Ministry of Manpower and Transmigration, supported by GFATM (Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria). Non hierarchy logistic regression analysis was performed to identify the influence of demographic factor and behavior factor of male employee STI (Sexually Transmitted Infections). Multiplied logistic regression analysis was performed to learn the differences of risk behavior between provinces.
The conclusion of this analysis is the risk of male employee of low educated employee to infected STI is 13 times higher than those from high educated, especially for employee aged 15-24 years, married, and used alcohol. Employee aged 15-24 years is more risky to infected STI than those aged 25 years and over and married employee more risky to infected STI than those unmarried.
This research suggests that more intensive intervention should address to the company owner/manager, labor union, and The Indonesian Business Association (APINDO) to motivate the implementation of prevention HIV/AIDS in workplace.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Indiarto
"Penelitian ini dilakukan karena adanya tingkat kematian narapidana dan tahanan di Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang pada awal tahun 2007 yang tinggi sekali yang disebabkan penyakit HIV/AIDS, sehingga menarik perhatian peneliti untuk mengadakan penelitian terhadap Implementasi Kebijakan Strategi Penanggulangan H1V AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas II Pemuda Tangerang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tentang Strategi Penanggulangan HIVIAIDS dan Penyalahgunaan Narkoba Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Tangerang dan 3 (tiga) variabel pendukung dan variabel penghambat Implementasi Kebijakan Direktorat Jendereal Pemasyarakatan Nomor: E.55.PK04.10. Tabun 2005 tentang Starategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang.
Penelitian ini dilakukan dengan Cara observasi ke lapangan dengan membuat dan menyebarkan kuisioner kepada 40 orang Pegawai yang diambil secara acak sebagai perwakilan dari 193 pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang, dan mengadakan wawancara mendalam kepada pegawai yang dianggap dapat mewakili pegawai keseluruhan, seperti wawancara kepada Kepala, Kepala seksi Pembinaan, Kepala sub seksi Bimbingan dan perawatan, Dokter, Kepala Poliklinik, dan narapidana pasien HIV/AIDS.
Teori yang digunakan untuk melakukan analisis George C. Edwar IIl.yang terdiri dari atas variable yaitu. Variabel Komunikasi, variabei sumber-sumber, variabei kecenderungan-kecendeiungan (sikap), dan varabel struktur birokrasi.
Kesimpulannya bahwa kebijakan Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba telah dikornunikasikan dengan balk kepada pelaksana/petugas, sikap dan birokrasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas HA Pemuda Tangerang sangat balk dan mendukung sekali atas kebijakan tersebut. Hanya faktor variabel sumber-sumber ( suber daya, dan sumber dana) belum mendukung.
Oleh sebab itu peneliti perlu memberikan rekomendasi kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan KlasIiA Pemuda dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan agar : merekuitmen petugas Dokter dan Perawat sesuai dengan kebutuhan Lembaga Pemasyarakatan, mengusulkan/menambah anggaran kesehatan untuk di Lembaga Pemasyarakatan dan membuat kerja sama dengan Departemen Kesehatan.

This research is done caused by storey level death of prisoner and convict in Institute serve a sentence Klas IIA Young man of Tangerang in the early year 2007 high once which is caused by disease of HIV 1 aids, so that draw attention researcher to perform a research to Implementation Policy Of Strategy Deviation of HIV AIDS and Deviation of drugs in Institute Serve A Sentence Klas II Young man of Tangerang.
Target of this research is to know Implementation Policy Directorate General Pemasyarakatan about Strategy Deviation of HIV 1 aids and deviation of drugs In Institute Serve A Sentence Klas IIA Tangerang and 3 supporter variable t and variable resistor of Implementation Policy Of Directorate of Jendereal Pemasyarakatan Number: E.55.Pk.04.I0. Year 2005 about Strategy Deviation of HIV I aids and Deviation of drugs in Institute Serve A Sentence Klas ILA Young man of Tangerang.
This research is done by observation to field by making and propagating questioner to 40 taken Officer people at random as delegation from 193 officer of Institute Serve A Sentence Klas IIA Young man of Tangerang, and perform a circumstantial interview to assumed officer can deputize officer of entirety, like interview to Head prison, chief Head of Construction, chief Head Sub of Tuition and treatment, Doctor, Head Polyclinic, and malefactor of patient of HIV 1 aids.
Theory used to analyse George C. Edwar III.YANG consist of of variable that is. Variable Communications, variable of is source of, tendencies variable (attitude), and bureaucracy structure variable.
Its conclusion that policy of Strategy Deviation of HIV / aids and Abuse of drugs have been communicated better to executor I officer, bureaucracy and attitude in Institute Serve A Sentence Klas IIA Young man of Tangerang very good and support once of policy. Only variable factor of is source of energy sober, and fund source not yet supported.
On that account researcher require to give recommendation to Head prison Klasiia Young man and Director-General of Pemasyarakatan [so that/ to be] : recruitment officer of Doctor and Nurse as according to requirement [in] prison, proposing I adding health budget to in prison and make job/activity is equal to Department Health."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanitya Dwi Ratnasari author
"Pengetahuan pencegahan dan penularan HIV/AIDS merupakan pengetahuan mengenai penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang dikompositkan berdasarkan 5 hal: HIV dapat dicegah dengan berhubungan seksual dengan suami/istri saja, menggunakan kondom saat berhubungan seksual dengan pasangan berisiko, tidak menggunakan jarum suntik bersama, HIV tidak dapat ditularkan melalui makan sepiring dengan orang yang terkena HIV, dan melalui gigitan nyamuk. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan pencegahan dan penularan HIV/AIDS penduduk umur ≥ 15 tahun menurut karakteristik kelompok umur, jenis kelamin, status kawin, tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran rumah tangga per kapita, berdasarkan data Riskesdas 2010. Desain studi penelitian ini adalah potong lintang. Populasi studi penelitian ini adalah seluruh responden Riskesdas 2010 dan diambil 101.604 responden sebagai sampel secara total sampling, yang memenuhi kriteria inklusi.
Hasil uji regresi logistik penelitian ini menunjukkan karakteristik kelompok umur, status kawin, pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran rumah tangga per kapita, memiliki hubungan yang bermakna dengan pengetahuan komprehensif HIV/AIDS (nilai p ≤ 0,05). Sedangkan karakteristik jenis kelamin dan tempat tinggal tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan pengetahuan komprehensif HIV/AIDS (nilai p > 0,05). Berdasarkan analisis multivariat didapat faktor yang paling berpengaruh yaitu umur, status kawin, pekerjaan, dan pengeluaran. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan komprehensif HIV/AIDS, intervensi peningkatan pengetahuan HIV/AIDS dapat ditujukan pada karakteristik yang paling memerlukan informasi.

Comprehensive knowledge of HIV/AIDS is a knowledge about transmission and prevention of HIV/AIDS which composed based on 5 things: HIV can be prevented by having sex only with husband/wife, using condom when having sex with risky partner, do not needles sharing, HIV can?t spread by eating within one plate with the people affected by HIV, and through mosquito bites. This study was conducted to determine factors associated comprehensive knowledge of HIV/AIDS at population aged ≥ 15 years old according to the characteristics of age group, gender, marital status, residence place, education, employment, and household expenditure per capita, based on Riskesdas 2010 data. Study design was cross-sectional. Study population of this research is all respondents of Riskesdas 2010 and taken as a sample of 101,604 respondents by total sampling methods, which appropriate with inclusion criteria.
Chi-squared test results of this study demonstrate the characteristics of the age group, marital status, education, employment, and household expenditure per capita, have significant value with comprehensive knowledge of HIV/AIDS (p value ≤ 0.05). While the characteristics of gender and residence place doesn?t have significant value with comprehensive knowledge of HIV/AIDS (p value > 0.05). Based on multivariate analysis obtained the most influential factors are age, marital status, occupation, and expenditure. By knowing factors associated comprehensive knowledge of HIV/AIDS, intervention programs to increase HIV/AIDS knowledge can be addressed on the most information needed of the characteristics.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>