Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121764 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ezra Putranto Wahyudi
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh dari kerendahan hati relasional pada hubungan gaya supervisi dengan supervisory working alliance. Supervisory working alliance didefinisikan sebagai hubungan yang baik dan stabil antara supervisor dengan supervisee dalam hubungan supervisi yang mengindikasikan bagaimana supervisor dan supervisee memandang hubungan mereka satu sama lain (Bordin, 1983). Sementara itu, gaya supervisi didefinisikan sebagai cara seorang supervisor melakukan pendekatan, cara pemberian respon dan cara pemberian tugas dalam rangka memenuhi tujuan dari supervisi (Friedlander & Ward, 1984). Kerendahan hati relasional didefinisikan sebagai penilaian spesifik supervisee terhadap supervisor mengenai empat kualitas dari hubungan supervisi yang dijalani (Watkins, 2020). Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur Supervisory Working Alliance Inventory – Trainee Form (Efstation, Patton dan Kardash, 1990), alat ukur Supervisory Style Inventory - Trainee (SSI-
T) (Friedlander danWard, 1984) dan alat ukur Relational Humility Scale (Davis, 2010). Partisipan penelitian ini adalah 108 mahasiswa S2 profesi psikologi klinis di Indonesia. Pengolahan data menggunakan process makro (Hayes, 2013) dengan analisis mediasi memperlihatkan bahwa kerendahan hati relasional kerendahan hati relasional memiliki peranan mediasi parsial dalam hubungan gaya supervisi terhadap supervisory working alliance

The present study has the purpose of exploring the mediating role of relational humility in the relationship of supervisory style with supervisory working alliance. Supervisory working alliance is defined as good and reliable relationship between a supervisor and a supervisee in a supervision setting that indicates how the supervisor and the supervisee perceive their relationship with each other (Bordin, 1983). Meanwhile, supervisory style is defined as the supervisor distinct manner of approach and respond to supervisee and of implementing supervision (Friedlander &Ward, 1984). Whereas, relational humility in this study defined as the specific judgment of supervisee towards the supervisor in their supervisory relationship based upon four distinct qualities (Watkins, 2020). This following study used these instruments to measure the variables, Supervisory Working Alliance Inventory – Trainee Form (Efstation, Patton & Kardash, 1990), Supervisory Style Inventory - Trainee (SSI-T) (Friedlander & Ward, 1984) and Relational Humility Scale (Davis, 2010). 108 master degree students majoring in clinical psychology in Indonesia were chosen as participants of this study. Data analysis using process macro (Hayes, 2013) found relational humility partially mediate the relationship of supervisory style with supervisory working alliance"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonita Ariesti Putri
"Latar belakang: Aliansi kerja terapis dan pasien diketahui sebagai faktor penting dalam memrediksi keberhasilan terapi. Instrumen yang sering digunakan dalam penelitian adalah Working Alliance Inventory, yang didasarkan pada konsep pan-teoritis. WAI menilai tiga aspek aliansi kerja, yakni ikatan, tujuan, dan tugas, serta memiliki tiga versi penilai, yaitu terapis (WAI-T), pasien (WAI-C), dan pengamat (WAI-O). Terdapat studi yang melaporkan bahwa penilaian aliansi kerja oleh pengamat secara signifikan berkorelasi dengan hasil psikoterapi. Penilaian aliansi kerja dari perspektif pihak ketiga juga dapat memberikan pandangan yang lebih objektif. Saat ini telah tersedia instrumen WAI-T dan WAI-C versi Bahasa Indonesia yang memiliki nilai validitas isi dan konstruksi yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk memeroleh instrumen Working Alliance Inventory-Observer form (WAI-O) versi Bahasa Indonesia yang sahih dan andal dalam menilai aliansi kerja. Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik korelatif dengan desain longitudinal, bertujuan menguji validitas prediktif dan konstruksi, serta reliabilitas instrumen WAI-O versi Bahasa Indonesia. Pengambilan sampel menggunakan metode convenience sampling, melibatkan 15 pasang terapis- pasien di Poliklinik Jiwa Dewasa RSCM dan 3 pengamat ahli psikoterapi. Validitas prediktif dievaluasi dengan mengkorelasikan skor WAI-O pada sesi ketiga dengan perbaikan klinis global (CGI-I) pada sesi keenam yang dinilai oleh terapis. Uji validitas konstruksi yang dilakukan adalah validitas konvergen dengan mengorelasikan skor WAI- O dengan skor WAI-C dan WAI-T pada sesi ketiga. Reliabilitas dinilai melalui uji konsistensi internal dan inter-rater reliability. Hasil: WAI-O versi Bahasa Indonesia menunjukkan keeratan korelasi sedang dengan perbaikan klinis global secara umum (r = 0.394 - 0.430, p>0.05), khusunya menunjukkan korelasi positif yang kuat dan signifikan dalam kelompok psikoterapi psikodinamik (r= 0.725-0.728, p<0.05). Validitas konvergen tidak menunjukkan korelasi signifikan antara penilaian aliansi kerja oleh pengamat, terapis, dan pasien. Instrumen WAI-O memiliki reliabilitas yang sangat baik dengan Cronbach's alpha sebesar 0.994 dan ICC sebesar 0.628. Simpulan: WAI-O versi Bahasa Indonesia adalah alat yang sahih dan andal untuk menilai aliansi kerja dalam psikoterapi. Terdapat korelasi moderate antara aliansi kerja yang dinilai oleh pengamat dengan perbaikan klinis global secara umum. Penggunaan WAI-O dapat memberikan perspektif yang lebih netral dalam menilai aliansi kerja antara terapis dan pasien.

Background: The working alliance between therapists and patients is known as a crucial factor in predicting therapy outcome. The Working Alliance Inventory (WAI) is a commonly used research tool based on a pan-theoretical concept. WAI evaluates three aspects of the working alliance: bond, goals, and tasks, and has three versions for assessment: therapist (WAI-T), client (WAI-C), and observer (WAI-O). Some studies have reported that assessments of the working alliance by observers significantly correlate with psychotherapy outcomes. Additionally, assessments of the alliance from a third-party perspective can offer a more objective view. Currently, there are validated versions of WAI-T and WAI-C in the Indonesian language. This study aims to develop the Indonesian version of the Working Alliance Inventory-Observer form (WAI-O) that is valid and reliable for assessing the working alliance. Method: This study is an analytical correlational observational research with a longitudinal design, intending to test the predictive and convergent validity and the reliability of the Indonesian version of the WAI-O instrument. Convenience sampling was used, involving 15 therapist-patient dyads from the Adult Mental Health Clinic at RSCM, along with three observers who are psychotherapy experts. Predictive validity was evaluated by correlating WAI-O scores in the third session with global clinical improvement (CGI-I) in the sixth session, as assessed by the therapists. The conducted test of construct validity was convergent validity by correlating WAI-O scores with WAI-C and WAI-T scores in the third session. Reliability was assessed through internal consistency and inter-rater reliability test. Results: The Indonesian version of WAI-O showed moderate but statistically nonsignificant correlations with overall clinical improvement (ρ = 0.394 - 0.430, p>0.05). However, it demonstrated strong and significant positive correlations in the psychodynamic psychotherapy group (ρ= 0.725-0.728, p<0.05). Convergent validity did not reveal significant correlations between alliance assessments by observers, therapists, and patients. The WAI-O instrument displayed excellent reliability, with a Cronbach's alpha of 0.994 and an ICC of 0.628. Conclusion: The Indonesian version of WAI-O is a valid and reliable tool for assessing the working alliance in psychotherapy. Observer-rated working alliance moderately correlates with overall global clinical improvement. WAI- O can provide a more neutral perspective on assessing the working alliance between therapists and patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lenin, Vladimir I.
Moscow: Foreign Languages Publishing House, 1959
305.562 LEN a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Ghina Sakinah Safari
"Supervisi klinis merupakan salah satu kegiatan vital yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kompetensi seorang psikolog. Kegiatan supervisi klinis tercantum pada beberapa regulasi yang berkenaan dengan profesi psikolog sebagai salah satu kegiatan yang wajib dan disarankan untuk diikuti, baik oleh mahasiswa profesi psikologi hingga psikolog profesional. Oleh sebab itu, perhatian khusus pada faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan supervisi antara supervisor dan mahasiswa menjadi penting untuk dilakukan. Dengan demikian, tujuan utama dari penelitian ini berusaha untuk meneliti lebih jauh peran faktor internal supervisee, yakni counselling self-efficacy, dalam mempengaruhi hubungan antaran faktor relasional supervisor melalui gaya supervisi yang ditampilkan terhadap kepuasan supervisi atau supervisory working alliance. Terdapat 99 mahasiswa profesi psikologi yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan alat ukur Supervisory Working Alliance Inventory - Trainee Form, Supervisory Style Inventory – Trainee dan Counseling Self Estimate Inventory. Pengolahan data dengan analisis moderasi memperlihatkan bahwa counselling self-efficacy tidak ditemukan secara signifikan memoderasi hubungan antara gaya supervisi dan supervisory working alliance.

Clinical supervision is a vital activity that is necessary to enhance the competence of a psychologist. Clinical supervision is mandated and recommended in various regulations related to the psychology profession, and it is considered mandatory for both psychology professional students and practicing psychologists. Therefore, special attention to the factors influencing the supervisory relationship between supervisors and students is important. Thus, the main objective of this study is to further examine the role of internal factors of supervisees, specifically counseling self-efficacy, in influencing the relationship between relational supervisor factors and supervisory working alliance through supervisory style. A total of 99 psychology professional students participated in this study. Measurement tools used in this research included the Supervisory Working Alliance Inventory - Trainee Form, Supervisory Style Inventory - Trainee, and Counseling Self-Esteem Inventory. Data analysis was conducted with moderation analysis, which revealed that counseling self-efficacy did not significantly moderate the relationship between supervisory style and supervisory working alliance."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Annisa
"

Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan terapi pada anak. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa orang tua yang aktif terlibat dalam proses terapi anak cenderung memiliki anak yang menunjukkan perubahan signifikan dalam terapi. Sebagian besar orang tua memulai terapi untuk anak dengan ekspektasi tertentu yang dapat menghambat atau meningkatkan proses dan hasil terapi pada anak. Beberapa penelitian pada populasi dewasa menemukan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap hasil terapi diantaranya ekspektasi dan aliansi terapeutik. Akan tetapi, peneliti tidak menemukan banyak penelitian yang menguji hubungan antara ekspektasi orang tua dan aliansi terapeutik terhadap hasil terapi pada anak, terutama di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekspektasi orang tua terhadap hasil terapi pada anak melalui aliansi terapeutik sebagai mediator. Partisipan dalam penelitian ini adalah 83 orang tua dari anak yang berusia 1-16 tahun yang sedang menjalani terapi di klinik psikologi di wilayah Jabodetabek. Guna mengukur variabel yang diteliti, peneliti menggunakan instrumen penelitian meliputi Parent Expectancies for Therapy (PETS), Working Alliance Inventory-Short Revised (WAI-SR), dan Outcome Rating Scale (ORS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspektasi orang tua secara tidak langsung mempengaruhi hasil terapi pada anak melalui aliansi terapeutik.


Parents play a significant role in children's therapy outcomes. Many studies indicated that parents who engage actively in their children's therapy process tend to have children who make a significant improvement in their therapy. Most parents usually start therapy for their children with certain expectations that can either hinder or enhance the process and outcome of their children's therapy. Several studies on adults indicated factors contribute to the outcome of therapy: expectations and therapeutic alliance. Unfortunately, the researcher could not find many studies investigating the relationship between parental expectation and therapeutic alliance toward the outcome of children's therapy, especially in Indonesia. Thus, this study aims to investigate the effect of parental expectations toward therapeutic outcomes in children through a therapeutic alliance as a mediator. The participants were 83 parents of children between the ages of 1 to 16-year- old, who is undergoing therapy in Jabodetabek. In order to measure the variable being studied, the researcher used the following measuring tools: Parent Expectations for Therapy (PETS), Working Alliance Inventory-Short Revised (WAI-SR), and Outcome Rating Scale (ORS). The results of the study indicated that therapeutic alliance mediated parents' expectation toward children’s therapy outcomes.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Devany
"Latar Belakang: Supervisi klinis merupakan salah satu kegiatan vital yang perlu
dilakukan untuk meningkatkan kompetensi seorang psikolog. Pada kegiatan supervisi
klinis, relasi antara supervisor dan supervisee atau supervisory working alliance menjadi
kunci efektivitas kegiatan ini untuk mencapai tujuannya. Secara khusus, supervisor harus
memiliki kompetensi dalam membangun relasi dengan supervisee yang dibimbingnya.
Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk meninjau teknik-teknik komunikasi yang
dilakukan supervisor serta dampaknya dalam supervisi klinis. Supervisor self-disclosure
dan metacommunication menjadi dua teknik yang diuji dalam penelitian ini terhadap
kualitas relasi supervisi. Metode: Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner daring
lalu dianalisis menggunakan analisis multiple regression. Terdapat tiga alat ukur yang
digunakan, yaitu supervisory working alliance inventory – trainee form (SWAI-T),
supervisor self-disclosure index (SSDI) dan metacommunication in supervision
questionnaire (MSQ). Hasil: Terdapat 108 mahasiswa profesi psikologi klinis di
Indonesia yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil menunjukkan bahwa frekuensi
supervisor melakukan metacommunication dalam supervisi klinis dapat memprediksi
peningkatan kualitas supervisory working alliance. Pembahasan mengenai hasil
penelitian akan dibahas dalam diskusi beserta limitasi penelitian

Background: Clinical supervision is one of the vital activities for enhancing psychologist
competency. In clinical supervision, the relation between the dyads, supervisorsupervisee,
or supervisory working alliance is the key to the effectiveness in reaching the
objectives. In particular, supervisors need to be competent in building relations with their
supervisors. Therefore, this study aims to see particular communication techniques in
predicting the supervisory alliance, which are the supervisor self-disclosure and
metacommunication. Method: The data gathered by using online measurement and
analyzed with multiple regression analysis. This research utilized three questionnaires,
which are supervisory working alliance inventory – trainee form (SWAI-T), supervisor
self-disclosure index (SSDI) and metacommunication in supervision questionnaire
(MSQ). Result: A total of 108 psychologist trainees in Indonesia participated in this
study. The study illustrates that the supervisor’s frequency in using metacommunication
predicts the supervisory working alliance. The results were discussed with the study
limitation.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audi Nuraini Ramadhina
"Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui peran mentoring ebagai mediator dalam hubungan antara kepribadian proaktif dan kesuksesan karier subjektif ibu bekerja. Penelitian ini menggunakan alat ukur Career Satisfaction Scale untuk mengukur kesuksesan karier subjektif, Proactive Personality Scale untuk mengukur kepribadian proaktifPartisipan terdiri atas 124 ibu bekerja penuh waktu (40 jam/minggu) yang memiliki minimal satu orang anak. Hasil analisis korelasi dan mediasi sederhana (Hayes, 2019), menunjukkan: 1) terdapat hubungan antara kepribadian proaktif dan kesuksesan karier subjektif ibu bekerja (r = 0,40, = 0,00,< 0,01) dan 2) mentoring berperan sebagai mediator yang dapat memediasi hubungan antara kepribadian proaktif dengan kesuksesan karier subjektif ibu bekerja (CI = 95%). Penelitian ini menyediakan saran untuk penelitian lanjutan, serta saran praktis yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kepribadian proaktif dan mentoring untuk mencapai kesuksesan karier subjektif pada ibu bekerja.

This research is a correlational research which aim to investigate the role of mentoring as a mediator in the relationship between proactive personality and subjective career success among working mothers. This research uses measurements such as Career Satisfaction Scale to measure subjective career success, Proactive Personality Scale to measure proactive personality, and Mentoring Received Scale to measure mentoring. Participants in this study amounted to 124 full-time working mothers (40 hours/week) who had at least 1 child. The result of the correlational analysis and simple mediation model (Hayes, 2019), shows that : 1) there is a relationship between proactive personality on subjective career success among working mothers (r = 0,40, p = 0,00, p < 0,01) and 2) mentoring have a role as a mediator that can mediate the relationship between proactive personality and subjective career success among working mothers (CI = 95%). This research contributes to future studies and for practitioners to enhance their proactive personality and mentoring in order to achieve subjective career success."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R A Mulya Liansari
"ABSTRAK
Latar Belakang: Psikoterapi merupakan salah modalitas dalam tatalaksana gangguan jiwa yang banyak memberikan luaran positif. Studi-studi dalam bidang psikoterapi umumnya menilai luaran dan proses psikoterapi, salah satu luaran yang dinilai adalah aliansi terapeutik dan dianggap sebagai faktor prediksi yang konsisten terhadap luaran terapi selama 30 tahun penelitian di bidang psikoterapi. Pengukuran aliansi terapeutik merupakan hal penting karena dapat menjamin proses psikoterapi yang efektif sehingga dapat meningkatkan kualitas layanan psikoterapi. Dalam bidang pendidikan pengukuran aliansi terapeutik dapat digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik dalam membangun dan memelihara aliansi terapeutik selama menjalankan praktik psikoterapi. Saat ini belum ada instrumen versi bahasa Indonesia yang sahih dan handal untuk mengukur aliansi terapeutik. Instrumen Working Alliance Inventory WAI yang umum digunakan dalam mengukur aliansi terapeutik dipilih untuk dilakukan uji validitas dan reliabilitas dalam studi ini.Metode: Studi dilakukan di Poliklinik Jiwa Dewasa Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terhadap 100 pertemuan psikoterapi yang dilakukan selama bulan Desember 2016 hingga Mei 2017. Sesi psikoterapi yang dinilai adalah minimal pertemuan ketiga pasien dengan terapis yang sama. Sebelum diterapkan, telah dilakukan uji coba instrumen WAI Bahasa Indonesia pada 10 pertemuan psikoterapi. Uji validitas yang digunakan adalah validitas isi oleh 4 orang pakar psikoterapi dan validitas konstruksi dengan uji korelasi Pearson. Uji reliabilitas menggunakan reliabilitas konsistensi internal dengan mencari nilai Cronbach rsquo;s Alpha. Analisis uji validitas konstruksi dan reliabilitas menggunakan perangkat Statistical Package for the Social Sciences SPSS versi 20.Hasil: Partisipan studi terdiri dari 99 orang pasien dan 18 orang terapis. Pendekatan psikoterapi yang dilakukan pada 100 pertemuan berupa psikoterapi suportif 54 sesi, Cognitive Behavior Therapy CBT 20 sesi, dan psikoterapi psikodinamik 26 sesi. Uji validitas isi WAI versi Bahasa Indonesia untuk terapis dan pasien menghasilkan koefisien relevansi sebesar 1 yang berarti semua poin pernyataan relevan dengan konsep aliansi terapeutik. Uji validitas konstruksi menghasilkan instrumen WAI terapis adalah valid untuk setiap poin namun pada WAI pasien terdapat satu poin pernyataan nomor 9 yang tidak valid. Uji reliabilitas WAI Bahasa Indonesia menghasilkan nilai Cronbach rsquo;s Alpha sebesar 0,898 untuk kuesioner pasien dan 0,929 untuk kuesioner terapis.Kesimpulan: Uji validitas WAI Bahasa Indonesia dinilai valid untuk validitas isi. Berdasarkan validitas konstruksi, WAI Bahasa Indonesia versi terapis valid untuk mengukur aliansi terapeutik, dan versi pasien didapatkan 1 dari 36 poin pernyataan yang memiliki nilai p>0,05. Uji reliabilitas WAI Bahasa Indonesia menyimpulkan bahwa instrumen ini reliabel dalam mengukur aliansi terapeutik dengan Cronbach rsquo;s alpha 0,898 versi pasien dan 0,929 versi terapis .Kata Kunci: aliansi terapeutik, validitas, reliabilitas, Working Alliance Inventory

ABSTRACT
Background Psychotherapy is one of many therapeutic modalities in psychiatry that have been proven to produce positive outcomes. Studies in the field of psychotherapy commonly measure the process of psychotherapy and its outcome, therapeutic alliance is one of the measured aspects, as 30 years of research has shown that it consistently predicts the outcome of therapy. Measurement of therapeutic alliance is needed to assure the effectiveness of psychotherapeutic services in order to improve its quality. For educational purposes, the measurement of therapeutic alliance could assess the ability to build and to maintain alliance in psychiatric training. Currently, there is no valid and reliable instrument to measure therapeutic alliance. The Working Alliance Inventory WAI has been commonly used for such purpose and this study aims to evaluate its validity and reliability.Methods This study was conducted in the Adult Psychiatric Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital on 100 psychotherapy sessions from December 2016 to May 2017. Only psychotherapy with at least 3 sessions with the same therapist was included in this study. WAI Bahasa Indonesia underwent pilot trial in 10 psychotherapy sessions prior to testing. Content validity was assessed by 4 experts in psychotherapy, while construct validity was tested using Pearson correlation test. Cronbach rsquo s alpha was used to assess internal consistency as a measure of reliability. Analysis was performed using Statistical Package for the Social Sciences SPSS version 20.Results There were 99 patients and 18 therapists included in this study. Among the 100 psychotherapy sessions, 54 sessions were supportive psychotherapy, 20 sessions cognitive behavioral therapy, and 26 sessions psychodynamic psychotherapy. For content validity, relevance coefficient of WAI Bahasa Indonesia for therapist and for patient is 1, signifying that all items are relevant with the concept of therapeutic alliance. For construct validity, all items in WAI Bahasa Indonesia for therapist are valid, but one item in WAI Bahasa Indonesia for patient is not valid. Testing for internal consistency produced Cronbach rsquo s alpha of 0,898 and 0,929 for patient and therapist, respectively.Conclusion WAI Bahasa Indonesia achieved good content validity in measuring therapeutic alliance. WAI Bahasa Indonesia for therapist also achieved construct validity, but 1 out of 36 items in WAI Bahasa Indonesia for patient is not sufficiently valid with p value 0,05. For reliability, WAI Bahasa Indonesia achieved good internal consistency values with Cronbach rsquo s alpha 0,898 and 0,929 for patient and therapist, respectively.Keywords reliability, therapeutic alliance, validity, Working Alliance Inventory "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fahwan Azumi
"Latar Belakang: Salah satu strategi dalam pengelolaan kasus skizofrenia yaitu dengan meningkatkan aliansi terapeutik antara terapis dan pasien. Terjalinnya aliansi terapeutik yang baik diketahui dapat memperbaiki gejala maupun fungsi pasien skizofrenia. Namun ternyata kepatuhan minum obat masih menjadi masalah dalam pengelolaan pasien Skizorenia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara aliansi terapeutik dengan kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia.
Metode: Penelitian potong lintang pada 32 pasien skizofrenia dengan luaran kuesioner Working Alliance Inventory (WAI) versi bahasa Indonesia dan Medication Adherence Rating Scale (MARS) versi bahasa Indonesia di Poliklinik Jiwa Dewasa RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Analisis bivariat yang digunakan yaitu spearman test.
Hasil: Rerata usia ialah 35,97 tahun, laki-laki (65,6%), tingkat pendidikan terbesar SMA (59,4%), dan status pekerjaan terbesar yaitu bekerja (62,5%). Persentase jenis psikoterapi terbesar yaitu psikoterapi suportif (68,75%). Skor WAI total dengan rerata 192,8 ± 32,9, skor WAI T 85,6 ±17.25, dan skor WAI C 114,06 ± 21,40 yang berarti aliansi terapeutik telah terjalin baik. Skor MARS median 9,00 (6,00 - 10,00), subskala perilaku terhadap pengobatan median 4,00 (1,00-4,00), subskala sikap terhadap pengobatan 3 (2,00-4,00) dan subskala efek samping obat 2,00 (0,00-2,00) yang menunjukkan kepatuhan minum obat baik. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang kuat dan signifikan antara aliansi terapeutik dengan kepatuhan minum obat (r= 0,558, p=0,001).
Simpulan: Terdapat hubungan positif antara aliansi terapeutik dengan kepatuhan minum obat.

Background: One strategy in the management of schizophrenia cases is to make the therapeutic alliance between the therapist and patient. A good therapeutic alliance is known to improve symptoms and function of schizophrenic patients. However, it turns out that medication adherence is still a problem in the management of schizophrenia patients. The purpose of this study is to determine whether there is a relationship between therapeutic alliances and medication adherence in schizophrenic patients.
Methods: A cross sectional study was done on 32 schizophrenic patients at Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, with the Indonesian version of Working Alliance Inventory (WAI) and Medication Adherence Rating Scale (MARS) as the outcome. Bivariate analysis Spearman test were employed to assess the relationship between therapeutic alliance and medication adherence.
Results: The patients enrolled have the mean age of 35.97 years, male (65.6%), the highest education level is high school (59.4%), and the highest occupational status is working (62.5%). The largest percentage of types of psychotherapy is supportive psychotherapy (68.75%). The mean total WAI score was 192.8 ± 32.9, the mean WAI T score was 85.6 ± 17.25, and the mean WAI C score was 114.06 ± 21.40 which means the therapeutic alliance has been well established. The median MARS score was 9.00 (6.00-10.00), the median medication adherence behavior 4.00 (1.00-4.00), attitude to treatment subscale 3 (2.00-4.00) and subscale drug side effects 2.00 (0.00-2.00) which indicates good medication adherence. The results of statistical tests showed that there was a strong and significant relationship between therapeutic alliances and medication adherence (r = 0.558, p = 0.001).
Conclusion: There is a positive relationship between therapeutic alliance and medication adherence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>