Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 217017 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Kartika Sari
"Tujuan: Mengetahui konsentrasi dari virus Epstein-Barr pada saliva dengan teknik Real-Time PCR pada RS Kramat 128 Jakarta dan korelasinya dengan terapi antiretroviral, Limfosit T CD4 dan viral load HIV.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik deskriptif dengan metode potong lintang. Data didapatkan dari pasien HIV yang berkunjung ke RS Kramat 128 pada periode bulan September-Oktober 2019 dengan kelompok kontrol pegawai RS Kramat pada periode tersebut. Seluruh subjek penelitian (77 subjek, 53 HIV dan 24 non-HIV sebagai kelompok kontrol) yang bersedia berpartisipasi diminta untuk mengisi kuesioner, diperiksa rongga mulutnya, serta dikumpulkan salivanya dalam kondisi terstimulasi dan tidak terstimulasi. Saliva yang terkumpul kemudian diekstraksi DNA nya dan dilakukan pemeriksaan real-time PCR dengan menggunakan diagnostik kit untuk EBV pada Pusat Riset Virologi dan Kanker Patobiologi FKUI RSCM.
Hasil: Konsentrasi virus Epstein-Barr pada saliva pasien HIV di RS Kramat 128 Jakarta secara statistik lebih tinggi daripada kelompok kontrol dengan median (min-maks) pada pasien HIV 13.950 (0-38.550.000) dan 680 (0-733.000) pada kelompok kontrol. Tipe antiretroviral memiliki korelasi rendah dengan konsentrasi EBV, namun penggunaan ART jangka panjang memiliki korelasi sedang dalam menurunkan konsentrasi EBV (korelasi negatif dengan r=0,295). Kenaikan jumlah EBV saliva pada pasien HIV secara signifikan memiliki korelasi sedang (korelasi positif dengan r=0,295), namun memiliki korelasi rendah dengan jumlah Limfosit T CD4.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi EBV pada pasien HIV dan kelompok kontrol. Penggunaan ART jangka panjang dan viral load HIV secara signifikan memiliki korelasi sedang dengan konsentrasi EBV pada saliva.

Objective: To reveal concentration of salivary Epstein-Barr Virus with real-time PCR Technique in Kramat 128 General Hospital HIV patient and its correlation with antiretroviral therapy, CD4 and HIV viral load.
Method: This is an analytic descriptive cross-sectional study on HIV outpatient of Kramat 128 General Hospital in September-Oktober 2019 and employees of Kramat 128 as control group. All subjects (77 subject, with 53 HIV positive respondent and 24 non-HIVcontrol) willing to participate were asked to fill out a questionnare, followed by oral examination and saliva colection in stimulated and unstimulated method. The collected saliva then extracted and EBV concentration were count by real-time PCR using an EBV diagnostic kit at Center for Research on Institute of Human Virology and Cancer Biology Universitas Indonesia.
Result: The concentrations of salivary EBV were significantly higher in HIV patients than non-HIV controls, with median (min-max) values in HIV patient 13.950 (0-38.550.000) and 680 (0-733.000) in non-HIV controls. The type of ART has low correlation with EBV concentrations, but long-term ART has medium correlation in reducing EBV concentrations (negative correlation with r=0,279). Increase amount of EBV in HIV patient were significantly has medium correlation with HIV viral load (positive correlation with r=0,295) but has low correlation with CD4 cell count.
Conclusion: There are significant differences of salivary EBV concentrations in HIV patients and control group. Long term ART and HIV viral load significantly has medium correlation with EBV concentration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
LuLu Nafisah
"Kepatuhan terapi di Indonesia masih dibawah 80 dan dapat berdampak padapeningkatan kejadian infeksi protozoa usus, perkembangan AIDS yang lebih cepat,resistensi obat, kegagalan terapi, dan penularan virus kepada orang lain. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan terapiARV pada ODHA di Klinik Yayasan Angsamerah dan Angsamerah Clinic DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif meliputi pengisian kuesioner dan interview dengan pasien yang menerima ARV dan tenaga kesehatan.Sampel ditentukan dengan menggunakan purposive sampling dan diperoleh sampelsejumlah 51 orang. Tingkat pendidikan dilihat berdasarkan lama sekolah dan tingkat kepatuhan dinilai dengan metode laporan diri, hitung jumlah sisa obat, dan viral load. Berdasarkan laporan diri 66,66 ODHA memiliki kepatuhan sedang, berdasarkanhitung jumlah sisa obat 78,43 ODHA memiliki sisa obat kurang dari 3 dosis, dan90,20 ODHA memiliki viral load yang tidak terdeteksi. Sebagian besar ODHA menempuh pendidikan selama >12 tahun 72,55 dan tingkat pendidikan terakhir tamat sarjana 64,71. Hasil analisis menunjukkan proporsi kepatuhan yang lebihtinggi sebesar 4,63 pada ODHA yang menempuh pendidikan >12 tahun dibandingkan dengan ODHA yang menempuh pendidikan le;12 tahun. Pendidikan yang tinggi berperan memfasilitasi kepatuhan ODHA dalam terapi ARV melalui berbagai mekanisme yaitu ODHA akan memiliki pengetahuan yang lebih baik, mampu memahami informasi dan rekomendasi dari dokter, memiliki daya ingat yang lebih baik, memiliki lebih banyak sumber daya ekonomi termasuk pendapatan yang lebih tinggi, pekerjaan yang lebihaman dan lebih menjamin, dan sarana untuk tinggal di lingkungan yang lebih sehat yangmendukung kesehatan. Hambatan dalam terapi ARV diantaranya jadwal yang sibuk, sering berpergian, takut terungkap statusnya, informasi yang salah tentang ARV, dan penawaran obat selain ARV. Media KIE yang akurat, informatif, dan menarik, hubungan yang baik antara dokter dan pasien, dan sistem atau alat pengingat jadwal minum obat diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kepatuhan terapi ARV pada ODHA.

Therapeutic compliance in Indonesia was still below 80 and may resulted in increased incidence of protozoanal intestinal infection, faster AIDS progression, drug resistance, treatment failure, and transmission of the virus to others. This study was aimed toexplore the relationship between education levels with adherence to Antiretroviral Therapy ART in HIV positive people in the Angsamerah Foundation Clinic and Angsamerah Clinic, Jakarta. This study used quantitative and qualitative approachesincluding questionnaires and interviews with patients receiving ARVs and health workers. Sample was determined by using purposive sampling and obtained a sample of51 people. The level of education is categorized according to years of schooling and compliance rate is assessed by self report method, pill count, and viral load. Based onself report 66,66 of PLWHA have moderate adherence, based on drug counts 78.43 of PLWHA drugs have remaining less than 3 doses and 90.20 of PLWHA have undetectable viral load. Most of PLWHA are educated for 12 years 72.55 and the last education level is under graduate 64,71 . Results of the analysis showed a higher proportion of compliance by 4.63 among PLWHA who study 12 years comparedwith people with PLWHA who study le 12 years. Higher education played a role infacilitating PLWHA compliance in ART through various mechanisms ie PLWHA will have better knowledge, be able to understand information and recommendations fromdoctors, have better memory, have more economic resources including higher income,have safer and more secure work, and living in a healthier environment that supports health. Barriers in ART include busy schedules, frequent travel, fear of exposure,misinformation about ARVs, and offers of drugs other than ARVs. An accurate, informative, and interesting EIC media, a good relationships between physicians and patients, and reminder tools or systems to take medication are needed to maintain and improve ART adherence in people living with HIV."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T53833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurvika Widyaningrum
"Terapi antiretroviral mampu menekan replikasi HIV, mencegah morbilitas dan mortalitas. Kepatuhan pengobatan dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan terapi, mencegah resistensi obat antiretroviral dan risiko penularan HIVDR ditengah masyarakat. Efek samping obat antiretroviral umumnya terjadi pada 3 bulan pertama setelah inisiasi yang dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan pasien di tahun pertama pengobatan antiretroviral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efek samping obat antiretroviral lini pertama terhadap kepatuhan pengobatan pasien HIV/AIDS di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso tahun 2010-2015.
Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif berbasis rumah sakit dimana sebanyak 376 naïve-patient HIV/AIDS dipilih sebagai sampel dan diamati selama 12 bulan setelah inisiasi ART. Kepatuhan pengobatan diukur dengan dua metode yaitu berdasarkan self report dan ketepatan waktu ambil obat. Data dianalisa dengan menggunakan cox proportional hazard regression dengan perangkat lunak STATA12. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek samping obat ARV lini pertama berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat (RR12=1,45, 95% CI 1,009?2,021 dan RR34=0,85, 95% CI 0,564-1,273) namun tidak berpengaruh terhadap kepatuhan ambil obat (RR12=1,23, 95% CI 0,851-1,839 dan RR34=0,70, 95% CI 0,437-1,108).

Antiretroviral therapy suppresses HIV replication, preventing morbidity and mortality. Adherence to antiretroviral therapy is needed to achieve successful treatment, prevent resistance to antiretroviral drugs and the risk of transmission of HIVDR in the community. The side effects of antiretroviral drugs generally occur in the first 3 months after initiation that could affect adherence in the first year of antiretroviral treatment. The aim of this study analyzed the effect of first-line antiretroviral side effect and adherence of HIV/AIDS patients in RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso period 2010 until 2015.
This study is hospital based retrospective cohort. A total of 376 HIV/AIDS naïve-patient had been selected as samples. Adherence was measured by two methods, based on self report and drug pick-up. Data was analyzed using cox proportional hazard regression with STATA12 software. Based on self report, HIV/AIDS patients who experience first-line ARV drugs side effect significantly associated with non-adherent (RR12=1.45, 95% CI 1.009 to 2.021 and RR34=0.85, 95% CI 0.564 to 1.273). Based on drug pick up, patients who experience first-line ARV drugs side effect not significantly associated with non-adherent (RR12=1.25, 95% CI 0.851 to 1.839 and RR34=0.70, 95% CI 0.437 to 1.108).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45807
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Nurul Hanifa
"

Latar Belakang. Kualitas tidur buruk merupakan salah satu komorbiditas yang sering terjadi pada pasien dengan HIV. Secara khusus, populasi pasien dengan HIV lebih rentan untuk memiliki kualitas tidur yang buruk yang diakibatkan oleh berbagai faktor yaitu efek samping terapi antiretroviral, psikososial,dan gangguan imunitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi kualitas tidur buruk pada pasien dengan HIV dalam terapi antiretroviral (ARV) dan faktor-faktor yang berhubungan.

Metode. Penelitian potong lintang ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta pada September 2016 sampai Februari 2017. Kriteria inklusi adalah pasien dengan HIV dewasa yang mengkonsumsi terapi antiretroviral selama minimal 12 bulan. Kualitas tidur ditentukan dengan kuesioner Pittsburgh sleep quality index (PSQI) yang terdiri dari 9 pertanyaan, dengan skor >5 menunjukkan kualitas tidur buruk. Risiko tinggi obstructive sleep apnea (OSA), excessive daytime sleepiness (EDS), dan depresi diperiksa dengan kuesioner Berlin, Epworth sleepiness scale (ESS) and Hamilton depression rating scale (HDRS).

Hasil. Sembilan puluh empat subjek dalam penelitian, berusia antara 20 hingga 59 tahun, sebagian besar subjek 72,3 % adalah laki-laki, 80,9% subjek memiliki viral load terakhir tidak terdeteksi dan 84,9% subjek hitung sel limfosit CD4+ terakhir >200 sel/m3. Didapatkan proporsi kualitas tidur buruk 53,2% subjek, risiko tinggi OSA 8,5% dan EDS 9,6%. Pada analisis univariat, risiko tinggi OSA dan depresi merupakan faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur buruk. Depresi merupakan faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur buruk pada analisis mulitavirat (OR 4.4; IK 95% 1.7-11.4). Sedangkan, faktor lain seperti demografi, status imunologi dan virologi tidak berhubungan secara signifikan dengan kualitas tidur.

Kesimpulan. Kualitas tidur buruk sering terjadi pada pasien dengan HIV dalam terapi antiretroviral. OSA dan depresi merupakan faktor yang harus diwaspadai pada pasien HIV dengan kualitas tidur buruk. Oleh karena itu, skrining kualitas tidur, depresi dan OSAharus dilakukan secara rutin pada pasien dengan HIV.


Background: Poor quality of sleep is one of the common comorbidities in HIV patients. Patients with HIV are particularly vulnerable to poor sleep quality due to multiple factors, including antiretroviral side effects, psychosocial, and immune dysfunction. The aim of this study is to determine the proportion of poor quality of sleep in HIV patients on antiretroviral therapy (ART) and associated factors.

Materials and Method: This was a cross sectional study in Cipto Mangunkusumo Hospital during September 2016 to February 2017. Inclusion criteria were HIV adult patients on ART for minimum of 12 months. Quality of sleep was determine based on 9 items self-administered questionnaire Pittsburgh sleep quality index (PSQI), with score >5 represents poor sleep quality. High risk of obstructive sleep apnea (OSA), excessive daytime sleepiness (EDS) and depression were assessed by Berlin questionnaire, Epworth sleepiness scale (ESS) and Hamilton depression rating scale (HDRS), respectively.

Results: Among 94 subjects, age ranging from 20-59 years old, 72.3% were male, 80.9% had current viral load undetected and 84.9% had current CD4+ lymphocyte >200 cells/m3. Proportion of poor sleep quality, high risk of OSA and EDS were 53.2%, 8.5% and 9.6%, respectively. High risk of OSA and depression were associated with poor sleep quality on univariate analysis. However, depression was the only factor that associated with poor sleep quality (OR 4.4; 95% CI 1.7-11.4) on multivariate analysis. Other factors such as demographic, immunology and virology status were not significantly associated with sleep quality.

Conclusion: Poor sleep quality is common among HIV patients on ART. Obstructive Sleep Apnea and depression were factors that should be aware of in HIV patient with poor sleep quality. Therefore, screening of sleep quality, depression and OSA should be performed routinely on HIV patients.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Intan Qolbiyah
"Infeksi Virus Human Immunodeficiency mungkin memiliki dampak psikososial pada penderitanya. Penyakit ini menciptakan stigma, yang membuat orang dengan HIV / AIDS (ODHA) cenderung menutupi status HIV mereka di masyarakat. Ketakutan ditolak dan diperlakukan secara berbeda membuat ODHA menyembunyikan perlakuan mereka. Jenis perilaku dapat mengganggu pengobatan mereka, sehingga mereka tidak mendapatkan kepatuhan dengan obat yang seharusnya 95% -100% dari dosis obat yang diberikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengungkapan status HIV dan stigma dengan kepatuhan pengobatan antiretroviral. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional pada 112 Odha di RSKO Jakarta dan Puskesmas Pasar Rebo. Instrumen yang digunakan termasuk Skala Singkat Pengungkapan HIV untuk menilai pengungkapan status HIV, Skala Stigma HIV Berger untuk menilai stigma, dan Skala Kepatuhan Pengobatan Morisky (item MMAS 4) untuk menilai kepatuhan ARV.
Hasil penelitian ini dianalisis menggunakan chi-square dan menunjukkan tidak ada hubungan antara pengungkapan status HIV dengan kepatuhan menggunakan ARV, (nilai p = 1.000; α = 0,05) dan tidak ada hubungan antara stigma dan kepatuhan ARV (nilai p = 0,849 ; α = 0,05). Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk layanan perawatan kesehatan agar lebih memperhatikan kepatuhan pengobatan pasien mereka dan memberikan dukungan kepada mereka untuk meningkatkan pengobatan mereka. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan studi orientasi seksual terlebih dahulu.

Human Immunodeficiency Virus Infection may have a psychosocial impact on the sufferer. This disease creates a stigma, which makes people with HIV / AIDS (PLWHA) tend to cover their HIV status in the community. Fear of being rejected and treated differently makes PLHIV conceal their treatment. This type of behavior can interfere with their treatment, so they do not get compliance with drugs that should be 95% -100% of the drug dose given.
This study aims to determine the relationship between disclosure of HIV status and stigma with adherence to antiretroviral treatment. This study used a cross-sectional design for 112 people living with HIV in RSKO Jakarta and Pasar Rebo Health Center. Instruments used included the HIV Disclosure Brief Scale to assess HIV status disclosure, the Berger HIV Stigma Scale to assess stigma, and the Morisky Treatment Compliance Scale (MMAS 4 item) to assess ARV compliance.
The results of this study were analyzed using chi-square and showed no relationship between disclosure of HIV status with adherence using ARVs (p value = 1,000; α = 0.05) and no relationship between stigma and ARV compliance (p value = 0.849; α = 0.05). This research is expected to be useful for health care services to pay more attention to the treatment compliance of their patients and provide support to them to improve their treatment. Suggestions for further research is to conduct a sexual orientation study first.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Febriani Putri
"Latar Belakang Walaupun mendapatkan terapi antiretroviral (ARV), inflamasi kronik akibat infeksi HIV dikombinasikan dengan faktor-faktor lain menyebabkan proses penuaan lebih dini pada pasien HIV/AIDS, salah satu tandanya risiko jatuh.
Tujuan Mengetahui proporsi kejadian jatuh dan risiko jatuh serta faktor faktor yang berhubungan pada pasien HIV/AIDS dalam terapi ARV.
Metode Studi potong lintang dilakukan pada pasien HIV/AIDS berusia > 40 tahun dalam terapi ARV minimal 6 bulan. Pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan pencatatan data demografis, pengukuran antropometri, faktor terkait HIV, terapi ARV, komorbid, obat, penilaian depresi dengan Indo-BDI-II, neuropati dengan kriteria Toronto, frailty dengan kriteria Fried, dan risiko jatuh dengan uji Timed Up and Go (TUG). Pasien menolak, tidak dapat berjalan dan memiliki gangguan motorik dieksklusi. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan pada faktor-faktor tersebut.
Hasil Dari 102 sampel didapatkan proporsi kejadian jatuh 24,5% dan risiko jatuh sebesar 51,96%. Subjek mayoritas laki-laki (83,3%), median usia (IQR) 45 (5) tahun, CD4 nadir median (IQR) 71,5 (220,25) sel/mm3, CD4 saat ini median (IQR) 495,5 (361) sel/mm3, komorbid terbanyak hepatitis C (31,3%), polifarmasi 21,6% subjek, dalam terapi lini 2 ARV (10.78%), depresi (14,71%), neuropati 38,2%) prefrail 53,9% dan frail 14,7%, penapisan demensia 14,7%. Faktor yang berhubungan dengan risiko jatuh adalah prefrail/frail (OR 6,395, IK95% 2,348-17,417 p<0,001) riwayat jatuh (OR 3,162 IK95% 1,085-9,212 p 0,035) dan penggunaan Efavirenz (OR 5,878 IK95% 1,083-31,906 p 0,040).
Kesimpulan Proporsi kejadian jatuh pada pasien HIV/AIDS dalam terapi ARV meyerupai populasi geriatri non HIV dengan risiko jatuh 52%. Faktor yang behubungan adalah status prefrail/frail, riwayat jatuh sebelumnya, dan penggunaan Efavire

Background Despite given Antiretroviral Therapy (ART), chronic inflammation due to HIV infection combined with other factors implicate in the early aging process. Fall risk is one of the aging symptoms that can be assessed objectively.
Aims To determine proportion of any fall and factors associated with risk of fall in PLWH undergoing antiretroviral therapy.
Methods cross sectional study in PLWH aged 40 years or older who has take ART at least for 6 months. Data were recorded in subjects fulfilled inclusion criteria, including demographic data, anthropometry measurements, HIV related factors, comorbidities, drugs prescribed, depression using Indo-BDI-II questionnaire, neuropathy assesment sing Toronto Scoring criteria, Fried criteria frailty, and fall risk assessed by Timed Up and Go Test. Patients denied to participate, unable to walk, or having motoric abnormality in upper extremity was excluded. Bivariat and multivariat analysis was carried out to these factors.
Results among 102 subjects, proportions of any falls was 24,5% subjects and proportions of fall risk was 52%. Most of subjects were male (83,3%), median of age (IQR) was 45 (5) years, with nadir CD4 (IQR) was 71,5 (220,25) cell/mm3 and current CD4 was 495,5 (361) cells/mm3. Hepatitis C was the most comorbid disease (31,3%), polypharmacy prescribed in 21,6%, and 10,8% were in LPV/r therapy. Factors included were depression found in 14,7%, neuropathy in 38,2%m prefrail 53,9%, frail 14,7%, and patients positive screened for dementia 14,7%. Significant factors associated with risk of fall were prefrail/frail status (OR 6,395, IK95% 2,348-17,417 p<0,001), history of fall (OR 3,162 IK95% 1,085-9,212 p 0,035), and under EFV prescription (OR 5,878 IK95% 1,083-31,906 p 0,040).
Conclusion proportion of any fall in PLWH undergoing antiretroviral therapy resembled those in geriatric population, with high rate of fall risk up to 52% of the patients. Factors associated with risk of fall were frail/prefrail status, history of previous fall, and current EFV use.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rizal
"Sampai saat ini, belum ada obat untuk menyembuhkan infeksi HIV tetapi ada pengobatan yang bisa memperlambat perkembangan HIV dalam tubuh yang disebut Antiretroviral Treatment. Perkembangan HIV secara in vivo dapat dimodelkan ke dalam sistem persamaan diferensial biasa menggunakan pendekatan deterministik. Pada tesis ini dibentuklah model matematika untuk dinamika virus HIV di dalam tubuh dengan adanya intervensi Antiretroviral Treatment dan memperhitungkan pengaruh Apoptosis pada sel-T. Analisis sistem dinamik pada model untuk menentukan kestabilan dari titik keseimbangan bebas infeksi dan titik keseimbangan endemik menggunakan kriteria Routh-Hurwitz. Simulasi numerik menunjukkan bahwa penurunan jumlah sel-T sehat (T) dan perkembangan jumlah virus HIV (V) di dalam tubuh dapat dihambat dengan signifikan jika pengobatan ART diberikan setiap hari secara teratur dan pemilihan nilai parameter Apoptosis (A) berada pada interval [0,1 ; 0,5].

Until now, there is no medicine to cure HIV infection, but there is a treatment that can slow the progression of HIV in the body called Antiretroviral Treatment. The development of HIV, when evaluated in vivo can be modeled into a system of ordinary differential equations using a deterministic approach. In this paper, be formed a mathematical model for the dynamics of HIV in the body with the intervention of Antiretroviral Treatment and take into account the influence of Apoptosis on T-cells. The dynamic system analysis of the model to determine the stability of the infectious free equilibrium point and the endemic equilibrium point uses the Routh-Hurwitz criterion. Numerical simulations show that a decrease in the number of healthy T-cells (T) and the proliferation of HIV virus (V) in the body can be significantly impeded if ART treatment is administered daily on a regular basis and the selection of Apoptosis (A) parameter values is at interval [0.1 ; 0.5]."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T49943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feny Ditya Hanifah
"Latar Belakang: HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga penderita yang terpapar akan lebih rentan mengalami infeksi. Sesuai dengan strategi global yang sejalan dengan target Sustainable Development Global (SDG) 3.3 pada tahun 2025 di Indonesia baru 81% orang dengan HIV sudah terdiagnosis atau mengetahui status, 41% ODHIV sudah menjalani pengobatan ARV, dan sebanyak 19% ODHIV yang menjalani pengobatan ARV virusnya sudah tersupresi. Penekanan viral load tergantung berdasarkan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi ARV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan terapi ARV dengan viral load non-suppression pada ODHIV di RSUD Khidmat Sehat Afiat Kota Depok Tahun 2021-2024. Metode: sampel yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 365 di RSUD KiSA Kota Depok setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis multivariat menggunakan multiple cox regression untuk mengetahui hubungan kepatuhan terapi ARV dengan viral load non-suppression. Hasil: hasil studi ini menunjukkan bahwa proporsi seluruh pasien ODHIV sebagian besar berusia £ 35 tahun (53.42%), laki-laki (76.16%), bekerja (69.32%), lajang/cerai hidup/cerai mati (64.38%), memiliki jaminan kesehatan (76.16%), berstatus stadium klinis 1 (54.25%), dan telah menjalani pengobatan ART selama £ 2 tahun (47.95%). Proporsi viral load non-suppression pada ODHIV di RSUD KiSA Kota Depok tahun 2021-2024 adalah sebesar 54 (14.79%). Terdapat hubungan antara kepatuhan terapi ARV dengan viral load non-suppression pada ODHIV di RSUD KiSA Kota Depok tahun 2021-2024 setelah dikontrol oleh variabel stadium klinis dan usia dengan hasil kepatuhan rendah memiliki risiko 9.97 kali (95% CI 4.07-24.39) untuk terjadinya viral load non-suppression yang dibuktikan dengan hasil berhubungan bermakna secara statistik dengan nilai p-value < 0.05. Kesimpulan: terdapat hubungan antara kepatuhan terapi ARV dengan kejadian viral load non-suppression di RSUD KiSA Kota Depok dengan kepatuhan rendah memiliki risiko 9.97 kali lebih tinggi untuk mengalami viral load non-suppression. Penguatan peran pendamping serta penguatan program penting dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan.

Background: HIV (Human Immunodeficiency Virus) is a virus that attacks the human immune system, so people who are exposed to it will be more susceptible to infection. In accordance with the global strategy in line with the Sustainable Development Global (SDG) target 3.3 by 2025 in Indonesia only 81% of people with HIV have been diagnosed or know their status, 41% of ODHIV have undergone ARV treatment, and as many as 19% of ODHIV who are undergoing ARV treatment have their virus suppressed. Viral load suppression depends on the patient's adherence to ARV therapy. This study aims to determine the relationship between ARV therapy adherence and non-suppression viral load in ODHIV at Khidmat Sehat Afiat Hospital in Depok City in 2021-2024. Methods: There were 365 samples analyzed in this study at KiSA Hospital in Depok City after meeting the inclusion and exclusion criteria. Multivariate analysis used multiple cox regression to determine the relationship between ARV therapy compliance and non-suppression viral load. Results: The results of this study showed that the proportion of all ODHIV patients were mostly aged £ 35 years (53.42%), male (76.16%), employed (69.32%), single/living divorced/dead divorced (64.38%), had health insurance (76.16%), clinical stage 1 status (54.25%), and had undergone ART treatment for £ 2 years (47.95%). The proportion of non-suppression viral load in ODHIV at KiSA Depok City Hospital in 2021-2024 was 54 (14.79%). There is an association between ARV therapy non-adherence and non-suppression viral load in ODHIV at KiSA Depok City Hospital in 2021-2024 after being controlled by clinical stage and age variables with the results of low adherence having a risk of 9.97 times (95% CI 4.07 - 24.39) for non-suppression viral load as evidenced by the results of a statistically significant association with a p-value <0.05. Conclusion: There is an association between adherence to ARV therapy and the incidence of viral load non-suppression at KiSA Hospital in Depok City with low adherence having a 9.97 times higher risk of experiencing viral load non-suppression. Strengthening the role of facilitators as well as strengthening the program is important to improve compliance."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arvianda Kevin Kurnia
"Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan masalah global yang menyerang setidaknya 4.000 anak di Indonesia. Tingkat kematian telah menurun drastis sejak era highly active antiretroviral therapy (HAART), tetapi belum ada data kesintasan di Indonesia. Studi ini memaparkan tingkat kesintasan anak dengan HIV di rumah sakit rujukan tersier. Data anak dengan HIV yang telah mendapatkan ART dikumpulkan sejak 2003 dan diikuti secara kohort retrospektif. Uji log-rank dan regresi Cox digunakan untuk menganalisis faktor prediktor kesintasan. Dari 468 subjek, terdapat 54,7% pasien menyintas dalam median pemantauan 62,5 (0 – 194) bulan. Insidens rate kematian sebesar 7,6 per 100-person years. Faktor prediktor kematian adalah stadium IV HIV (hazard ratio (HR) 1,5; interval kepercayaan (IK) 95% 1,1 – 2,1, p = 0,014), infeksi tuberkulosis (HR 1,5; IK 95% 1,1 – 2,1, p = 0,012) dan kadar CD4 awal kurang dari 750 sel/mm3 (HR 1,5; IK 95% 1,0 – 2,2, p = 0,033). Tidak ada faktor prediktor bermakna dalam analisis multivariat. Hasil tersebut menunjukkan angka kematian di rumah sakit tersier Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara lain

Human Immunodeficiency Virus (HIV) infection causes global problem, with at least 4.000 children living with HIV in Indonesia. While the mortality has significantly decreased after highly active antiretroviral therapy (HAART), but no survival data available from Indonesia. This study reports the survival rates of HIV children in a third-level referral hospital. Data of HIV children were retrospectively collected from 2003 and were followed as a cohort. Log-rank and Cox regression analysis were calculated to identify survival predictors. Of 468 subjects, 54,7% survived over median 62,5 (0 – 194) months of observation. Death incidence rate was 7,6 per 100-person years. Death predictors were stadium IV HIV (hazard ratio (HR) 1,5; 95% confidence interval (CI) 1,1 – 2,1, p = 0,014), tuberculosis (HR 1,5; 95% CI 1,1 – 2,1, p = 0,012) and CD4 level below 750 cells/mm3 (HR 1,5; IK 95% 1,0 – 2,2, p = 0,033). Multivariate analysis found no significant predictors. This result shows that survival rates of this center is lower than other countries"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziyah Hasani
"Terapi Antiretroviral (ARV) merupakan revolusi dalam pengobatan pasien HIV/AIDS. Beberapa faktor prognosis yang diketahui mempengaruhi kesintasan hidup pasien terapi ARV adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, stadium klinis, status fungsional, kadar CD4 awal, cara penularan HIV, infeksi oportunistik, jenis ARV yang digunakan, dan kepatuhan minum obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor prognosis yang mempengaruhi kesintasan hidup pasien terapi ARV di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta tahun 2007-2017. Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif menggunakan data rekam medis pasien terapi ARV di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Sampel penelitian adalah pasien terapi ARV berusia dewasa yang naïve ARV di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta pada tahun 2007-2017 sebanyak 812 pasien. Penelitian ini menemukan probabilitas kesintasan pasien terapi ARV selama 11 tahun pengamatan adalah sebesar 66,5%. Hasil analisis dengan Extended Cox menunjukkan bahwa faktor prognosis yang paling signifikan mempengaruhi kesintasan pasien terapi ARV adalah infeksi oportunistik, dimana pasien yang mempunyai infeksi oportunistik memiliki risiko kematian 9,5 kali dibandingkan yang tidak memiliki infeksi oportunistik.

Antiretroviral therapy (ARV) is a revolution in the treatment of HIV/AIDS patients. Some prognosis factors that are known to affect the survival of ARV patients are age, gender, education level, marital status, clinical stage, functional status, initial CD4 level, transmission of HIV, opportunistic infections, type of ARV used, and adherence. This study aims to determine prognosis factors that influence the survival of ARV therapy patients at the Central Army Hospital (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta in 2007-2017. The design of this study was a retrospective cohort using medical record data on ARV therapy patients at Gatot Soebroto Hospital in Jakarta. The study sample was a naive ARV patient at the Gatot Soebroto Hospital in Jakarta in 2007-2017 as much as 812 patients. This study found the probability of survival of antiretroviral therapy patients during the 10 years of observation was 66.5%. The results of the analysis with Extended Cox show that the most significant prognosis factor affecting the survival of ARV therapy patients is opportunistic infections, where patients who have opportunistic infections have a risk of death 9.5 times compared to those who do not have opportunistic infections."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>