Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108153 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Sari Oethia Vathonati
"Latar belakang : Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang yang paling banyak ditemukan pada anak dan dewasa muda. Patogenesisnya melibatkan berbagai perubahan gen yang kompleks. Jalur utama yang berperan dalam patogenesis antara lain jalur protein Retinoblastoma (Rb). p16 bekerja sebagai tumor suppressor pada jalur Rb dalam menghambat pembelahan sel tumor. Salah satu faktor prognosis osteosarkoma adalah respon kemoterapi yang dinilai melalui pemeriksaan histopatologik berdasarkan luasnya nekrosis tumor. Obat kemoterapi dan p16 keduanya bekerja sama didalam menghambat pembelahan sel dan memicu apoptosis. Beberapa penelitian menyebutkan hilangnya fungsi p16 berkaitan dengan tingginya progresivitas sel tumor dan respon terapi yang buruk. Tujuan penelitian ini adalah mencari hubungan antara ekspresi p16 dengan respon histologik kemoterapi neoadjuvan pada penderita osteosarkoma konvensional.
Metode: Penelitian menggunakan metode potong lintang. Sampel terdiri atas 33 kasus di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM tahun 2013 sampai 2018, 8 kasus (24,2%) memiliki respon histologik baik (nekrosis >90%) dan 25 kasus (75,8%) memiliki respon buruk (nekrosis <90%). Dilakukan pulasan imunohistokimia p16 pada setiap kasus biopsi yang belum diberi kemoterapi neoadjuvan, dihitung persentase sel tumor yang positif. Ekspresi p16 positif ditentukan berdasarkan inti sel tumor terpulas sedang atau kuat pada > 30% sel tumor. Hasil perhitungan dikelompokkan menjadi ekspresi positif  dan negatif kemudian dikorelasikan dengan luas nekrosis dari reseksi tumor setelah kemoterapi neoadjuvan.
Hasil : Ekspresi positif ditemukan sebanyak 10 kasus (30,3%) dan ekspresi negatif 23 kasus (69,7%). Pada ekspresi positif, 6 dari 10 kasus memiliki respon kemoterapi baik dan pada ekspresi negatif, 21 dari 23 kasus memiliki respon kemoterapi buruk.  Hasil penelitian menunjukkan ekspresi imunohistokimia p16 berhubungan signifikan dengan respon histologik baik kemoterapi neoadjuvan (p=0,004) dengan prevalence ratio 6,90 (95% confidence interval, 1,672-28,480;  p = .004)
Kesimpulan : Ekspresi p16 positif berhubungan dengan respon histologik baik kemoterapi neoadjuvan pada osteosarkoma konvensional.

Background : Osteosarcoma is the most common primary malignant bone tumor in children and young adult. Its pathogenesis has been linked to alterations in several genes. The high percentage is found involving Retinoblatoma (RB) pathway.  p16 plays as a tumor suppressor in RB pathway to controll proliferation of the tumor cell. The degree of neoadjuvan chemotherapy histological necrosis response is related to prognosis of patients with osteosarcoma. Chemotherapy and p16 both synergic in inhibit the cell tumor proliferation and support apoptotic. Loss of p16 function is related to progressiveness of the tumor.
Methods : The aim of this study was to investigate the relationship of p16 expression in pretreatment osteosarcoma to pathologic necrotic histological response after neoadjuvan chomotherapy. This is a cross sectional study. p16 stainning was done  and count the positive expression tumor cell in percentage. Positive was defined as strong and medium nuclear stainning in 30% or greater. The samples is catagorized into positive and negative expression then it is correlated into tumor necrotic area based on grade of Huvos.
Results : Samples consist of 33 cases. Positive stainning was found in 10 cases (30,3%), 6 of 10 cases had good chemotherapy response. Negative stainning was found in 23 cases and 21 of 23 cases had poor chemotherapy response. A significant association was noted between p16 expression and histological necrotic response to neoadjuvan chemotherapy (p=0,004) with prevalence ratio 6,90 (95% confidence interval, 1,672-28,480; p = .004)
Conclusion : The result showed that p16 expression associate significantly with histological necrotic response to neoadjuvan chemotherapy in conventional osteosarcoma (p=0,004)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bangkit Primayudha
"Latar Belakang: Osteosarkoma, tumor ganas primer pada tulang, dikenal karena perilakunya yang agresif dan kecenderungan untuk metastasis ke paru-paru. Pengobatan standar untuk osteosarkoma meliputi operasi dikombinasikan dengan kemoterapi. Namun, perubahan genetik dan kromosom berkontribusi pada perilaku agresif tumor sehingga memengaruhi efektivitas kemoterapi menyebabkan  resistensi obat dan terjadinya metastasis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ekspresi P53 tipe mutan dan ekspresi GSTP1 terhadap respons kemoterapi yang buruk dan kejadian metastasis pada pasien osteosarkoma di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian ini adalah studi cross sectional dengan menggunakan blok paraffin dari Departemen Patologi Anatomi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dari pasien yang didiagnosis dengan osteosarkoma dan telah mendapatkan kemoterapi neoajuvan lini pertama sebanyak 3 siklus dari tahun 2019-2021, kemudian dilakukan pemeriksaan imunohistokimia GSTP1 dan P53 Mutan, untuk penilaian menggunakan immunoreactive scoring system dari Fedchenko dan Reifenrath. Hasil yang didapat setelah pemeriksaan dan penilaian imunohistokimia dari ekspresi GSTP1 dan ekspresi P53 Mutan dilakukan uji korelasi analisis bivariat dengan respons kemoterapi (Skor Huvos) dan kejadian Metastasis.
Hasil: Hasil Penelitian ini didapatkan jumlah sampel total 36 pasien. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-Square, didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan untuk ekspresi GSTP1 dan ekspresi P53 Mutan dengan kejadian metastasis (P=0,871). Sementara itu untuk ekspresi GSTP1 didapatkan hubungan yang signifikan dengan respons kemoterapi yang buruk pada pasien osteosarkoma (P=0,001), begitu juga terdapat hubungan yang signifikan antara ekspresi P53 Mutan dengan respons kemoterapi yang buruk (P=0,001).
Kesimpulan: Didapatkan hubungan yang bermakna antara ekspresi GSTP1 dan ekspresi P53 Mutan dengan respons kemoterapi yang buruk pada pasien osteosarkoma di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, dan tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara ekspresi GSTP1 dan ekspresi P53 Mutan dengan kejadian metastasis pada pasien osteosarkoma di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo.

Introduction: Osteosarcoma, a primary malignant tumor of the bone, is known for its aggressive behavior and tendency to metastasize to the lungs. The standard treatment for osteosarcoma includes surgery combined with chemotherapy. However, genetic changes and chromosomal contributions to the aggressive behaviors of the tumor affect the effectiveness of chemotherapy, often resulting in drug resistance and metastasis. This study aims to determine the relationship between expression P53 mutant and GSTP1 to poor chemotherapy response and the occurence of metastasis in osteosarcoma patients at RSCM.
Method: This study is a cross-sectional study using paraffin blocks from the Department of Anatomical Pathology at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from patients diagnosed with osteosarcoma who received first line drug of neoadjuvant chemotherapy for 3 cycles from 2019-2021. Immunohistochemical examinations of GSTP1 and Mutant P53 were conducted, using the immunoreactive scoring system from Fedchenko and Reifenrath. The results obtained after the immunohistochemical examination and evaluation of GSTP1 expression and Mutant P53 expression were subjected to bivariate correlation analysis with chemotherapy response (Huvos Score) and the occurence of metastasis.
Results: This study involved a total sample of 36 patients. Statistical analysis using the Chi-Square test revealed no ignificant relationship for increasing in GSTP1 expression and Mutant P53 expression with metastasis events (P=0,871). However, an increasing in GSTP1 expression has a significant relationship with poor chemotherapy response in osteosarcoma patients (P=0,001), as well as a significant relationship between increasing Mutant P53 Expression and poor chemotherapy response (P=0,001).
Conclusion: A meaningful relationship was found between the increasing expression of GSTP1 and Mutant P53 with poor chemotherapy response in osteosarcoma patients at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, and no significant relationship was found between the increasing expression of GSTP1 and Mutant P53 with the occurence of metastasis in osteosarcoma patients at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ras Adiba Riza
"Osteosarcoma adalah keganasan tulang tersering yang ditemukan pada usia muda. Terdapat beberapa faktor prognosis yang mempengaruhi, antara lain, staging, jenis kelamin dan usia. Pada osteosarcoma sel ganas menghasilkan alkaline fosphatase dan laktat dehidrogenase yang dihasilkan dari metabolisme sel kanker. Serum alkalin fosphatase (SAP) dan laktat dehidrogenase (LDH) dapat digunakan sebagai salah satu faktor prediktor prognosis.
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui apakah SAP dan LDH dapat dijadikan faktor prediktor prognostik dan memperkirakan angka kesintasan pasien osteosarcoma. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode potong-lintang untuk melihat hubungan antara usia, jenis kelamin, dan angka kesintasan 1 tahun dengan SAP dan LDH pada pasien osteosarcoma.
Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Orthopedi dan Traumatologi dan Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSCM. Dari 303 pasien yang didiagnosis dengan osteosarcoma pada tahun 1995-2011, hanya 55 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri atas 39 pasien laki-laki, 16 pasien perempuan dan umumnya berusia 20 tahun. Analisis dari penelitian ini menggunakan chi-square dan korelasi spearman. Dari hasil studi ini, tidak ditemukan asosiasi antara SAP dan LDH sebelum terapi dengan usia, jenis kelamin dan angka kesintasan 1 tahun.

Osteosarcoma is a bone malignancy that most commonly occurs in the young age. In this disease, there are many prognosis factor, hence, stage of the disease, gender and age. Alkaline phosphatase enzyme is produced by osteosarcoma cells and thus, increase in this malignancy. Whereas, LDH involve in cancer cell metabolism. Currently, the use of both Serum alkaline phosphatase (SAP) and lactate dehydrogenase (LDH) can be used as a prognostic factor.
The research aims is to find out whether SAP and LDH, in addition to other prognostic factors, can be used to predict survivability of osteosarcoma patients. This research is a cross-sectional study and will discuss the association between age, gender, 1 year survival to the SAP and LDH in osteosarcoma patients.
This study was conducted in the Department of Orthopaedic and Traumatology and Department of Pathology Anatomy FMUI/RSCM. There were 303 patients who are admitted to this hospital between the year 1995 to 2011, there were only 55 subjects included in this study that suit to the inclusion criteria. The analyses of this research was done using chi-square and spearman correlation. The sample were predominated by male (n=39), female (n=16) and the majority was the age of 20. In the results of this study, there were no association between pretreatment SAP and LDH with age, gender, and 1 year survival.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irsan Abubakar
"Osteosarkoma merupakan salah satu tumor ganas tulang primer yang paling sering ditemukan. Kemoterapi neoadjuvan merupakan salah satu alternatif terapi yang dapat meningkatan luaran dan kesintasan pasien. Studi ini dilakukan untuk menilai luaran klinis, histopatologis, dan radiologis pada pasien osteosarkoma yang menjalani kemoterapi neoadjuvan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini merupakan suatu studi potong lintang yang menggunakan data pasien dengan diagnosis osteosarkoma yang telah menjalani kemoterapi neoadjuvan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Januari 2017 hinggal Juli 2019. Terdapat 58 subjek dalam penelitian ini. Sebanyak 38 (65,5%) subjek berjenis kelamin laki-laki dengan median usia seluruh subjek 16 (5 hingga 67) tahun. Sebanyak 10 (17,2%) subjek merupakan good responder kemoterapi neoadjuvan. Dari hasil analisis data didaapatkan perbedaan bermakna kadar laboratoris ALP (p=0,002), LED (p=0,002), dan NLR (p<0,001) sebelum dan sesudah kemoterapi. Derajat nekrosis berkorelasi negatif dengan perubahan nilai LDH sebelum dan sesudah kemoterapi (r=-0,354; p=0,006), namun tidak didapatkan hubungan yang bermakna dengan parameter lain seperti perubahan kadar ALP (r=-0,186; p=0,162) dan LED (r=-0,104;  p=0,437). Secara radiologis didapatkan peningkatan nilai ADC yang bermakna (p=0,028) setelah pemberian kemoterapi neoadjuvan, namun perubahannya tidak berhubungan dengan persentase nekrosis tumor (r=-0,300; p=0,433). Pada pasien osteosarkoma yang menjalani kemoterapi neoadjuvan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo bulan Januari 2017 hingga Juli 2019, didapatkan perbedaan bermakna kadar penanda inflamasi dan parameter radiologis berupa ADC sebelum dan sesudah pemberian kemoterapi adjuvan.

Osteosarcoma is one of the most prevalent primary tumors of the bone. Neoadjuvant chemotherapy has been administered in osteosarcoma cases to increase the survival rate and improve outcomes. This study is conducted to investigate the clinical, histopathological, and radiological outcome of osteosarcoma patients who underwent neoadjuvant chemotherapy, as well as the various factors that contributes to said outcome. This study is a cross-sectional study that involves the data of patients diagnosed with osteosarcoma who underwent neoadjuvant chemotherapy in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo from January 2017 up to July2019. A total of 58 subjects was admitted in this study. Thirty-eight (65,5%) subjects are male, with the median age of all subjects being 16 years old (5 to 67). We found that 10 subjects (17,2%) is a good responder to neoadjuvant chemotherapy. From the data analysis, significant differences were observed in ALP (p=0,002), ESR (p=0,002) and NLR (p=<0,001) levels before and after neoadjuvant chemotherapy. The degree of necrosis is inversely correlated with the change in LDH level before and after neoadjuvant chemotherapy (r=-0,354; p=0,006), however, no significant correlation was observed in ALP (r=-0,186; p=0,162) dan ESR (r=-0,104;  p=0,437). Radiologically, there is an increase in ADC value (p=0,028) after neoadjuvant chemotherapy. However, this is not correlated with the degree of necrosis (r=-0,300; p=0,433) observed pathologically. There is a significant difference in inflammatory markers and radiological parameter (ADC) pre and post neoadjuvant chemotherapy among osteosarcoma patients in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo from January 2017 up to July 2019."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Supartono
"DISAIN. Biopsi aspirasi jarum dilakukan pada 35 penderita Osteosarkoma antara Januari 1996 sampai dengan Juli 1999. Hasilnya dibandingkan dengan biopsi terbuka (BT) dan kesimpulan Konferensi Patologi Klinik (CPC). OBJEKTIF. Mengetahui ketepatan diagnosis biopsi aspirasi jarum dalam hal adekuasi dan akurasi, serta sensitifitas dan spesifisitasnya pada osteosarkoma. LATAR BELAKANG. Sampai saat lni biopsi terbuka menjadi standar dalam mendiagnosis suatu neoplasma pada umumnya dan Osteosarkoma khususnya. Biopsi terbuka memberikan material yang memadai namun mempunyai keterbatasan, risiko dan komplikasi. Biopsi tertutup dengan aspirasi memberikan beberapa keuntungan dengan hasil yang cukup akurat dan memungkinkan penegakan diagnosis secara dini sehingga meningkatkan kualitas penatalaksanaan.

DESIGN. Needle aspiration biopsies were performed on 35 patients with osteosarcoma between January 1996 and July 1999. The results were compared with open biopsy (BT) and clinical pathology conference (CPC) conclusions. OBJECTIVE. To know the accuracy of the diagnosis of needle aspiration biopsy in terms of adequacy and accuracy, as well as its sensitivity and specificity in osteosarcoma. BACKGROUND. Until now, open biopsies have become the standard in diagnosing a neoplasm in general and osteosarcoma in particular. Open biopsy provides adequate material but has limitations, risks and complications. Aspirational closed biopsy provides several advantages with fairly accurate results and allows for early establishment of diagnosis so as to improve the quality of management."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Mikhael Dito
"Walaupun masih kontroversial, jenis kelamin dan umur diduga sebagai faktor prognostik yang mempengaruhi angka kesintasan osteosarkoma (suatu keganasan tulang yang umum terjadi pada anak-anak dan dewasa muda). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kesintasan pasien osteosarkoma di RSCM selama periode waktu enam tahun (2006-2011) dan mengaitkannya dengan umur dan jenis kelamin. Studi potong-lintang ini menggunakan rekam medis 167 pasien osteosarkoma di Departemen Ortopedi dan Traumatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Studi ini menunjukkan bahwa usia lebih muda saat didiagnosis berkaitan dengan respon yang lebih baik terhadap kemoterapi (p=0,028). Jenis kelamin perempuan berkaitan secara signifikan dengan stadium penyakit yang lebih rendah (p=0,04), respon yang lebih baik terhadap kemoterapi (p=0,016), dan berkurangnya risiko metastasis (p=0,008). Median waktu kesintasan pada studi ini adalah 12 bulan, yang disebabkan oleh pendeknya masa pemantauan pasien. Walaupun terdapat keterbatasan, angka kesintasan pasien perempuan lebih baik secara signifikan daripada pasien laki-laki. Angka kesintasan pada golongan usia yang lebih muda menunjukkan kecenderungan lebih baik, walau tidak signifikan secara statistik. Hasil uji multivariate tidak menunjukkan bukti tentang adanya keterkaitan stadium penyakit, respon kemoterapi, dan metastasis terhadap kesintasan. Sebagai kesimpulan, jenis kelamin perempuan berkaitan dengan tumor yang lebih favourable dan angka kesintasan yang lebih tinggi.

In order to improve the plateaued average 70% survival of osteosarcoma patients, prognostic factors has to be identified to improve adjustment according to patient's characteristics. Female gender and younger age at diagnosis have been suggested as good prognostic factors though inconclusive. Therefore, this study aims to determine the survival rate of osteosarcoma patients admitted to Cipto Mangunkusumo Hospital from 2006 to 2011 and correlate it with age and gender. This cross-sectional study used the medical records of osteosarcoma patients admitted in the department of Orthopedics and Traumatology Cipto Mangunkusumo Hospital. Records of 167 patients were retrieved for this study.
This study shown that younger age was associated with better chemotherapeutic response (p=0,028). Meanwhile, female gender was associated with less advanced disease at presentation (p=0,04), better chemotherapeutic response (p=0,016), and less risk for metastasis (p=0,008). The median survival in this study was 12 months, an underestimation due to short followup duration. Still, female patients survived longer than males. We showed a trend of better survival for younger patients, however the result was not significant. Multivariate analysis failed to show any correlation between various tumor-related variables with survival.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Goenawan Slamet
"PENDAHULUAN
Makalah ini dibuat untuk meninjau lebih jauh kepustakaan yang ada sampai saat ini, di mana dibicarakan mengenai terapi amputasi, limb salvage dan ajuvan terapi yang diberikan sebelum atau sesudah terapi bedah, di mana semua hal tersebut ditujukan untuk meningkatan survival rate pada penderita osteosarkoma. Seperti kita ketahui, amputasi sampai saat ini merupakan pilihan utama dalam terapi bedah. Beberapa penulis mengemukakan bahwa sejak dua dekade terakhir ini reseksi menjadi populer. Kemudian W. F. Enneking pada tahun 1980 mengajukan staging untuk neoplasms muskulo skeletal, di mana penyusunan staging tersebut mempunyai maksud untuk menggolongkan faktor-faktor prognosa yang berarti penyusunan implikasi spesifik untuk terapi pembedahan, dan petunjuk untuk melengkapi terapi tambahan. Makalah ini juga berisi ilustrasi penderita-penderita yang berobat di Bagian Bedah RSCM, periode Januari 1980 s/d Desember 1981, yang mempunyai masalah lain di samping masalah diatas.
Bahan Dan Cara, Dikumpulkan status penderita osteo sarkoma yang berobat 1981 semuanya berjumlah delapan orang. Dikumpulkan kepustakaan yang ada, dan kemudian mencoba membandingkannya.
Kepustakaan, Osteosarkoma merupakan tumor tulang primer, menurut klasifikasi AEGERTER (1968) digolongkan dalam " True neoplasma of bone ", jenis " Osteogenic sarcoma ". Neoplasma ini berasal dari sel mesensimal primitif, serf osteoblastik, di daerah metafisis tulang panjang. Etiologi neoplasma ini belum dapat dijelaskan secara pasti, akan tetapi ditemukan oleh pengarang-pengarang, bahwa neoplasma ini dapat terjadi pada satu keluarga, setelah radiasi, bersama neoplasma lain, timbul dari neoplasma lain, setelah trauma , dan oleh virus. Neoplasma ini umumnya menyerang penderita usia antara deka de 1-2 pada metafisis tulang panjang, dan penderita lakilaki lebih banyak dari pada wanita. Insidens di Amerika Serikat 1 : 100.000, dan di Inggris 1: 75.000. Di dalam deretan tumor tulang primer, menempati urutan kedua setelah plasma sel yeloma. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, radiologis dan patologi anatomis.
"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Errol Untung
"Periosteal osteosarkoma merupakan tumor ganas tulang yang jarang didapat, dibentuk dari sarkoma tulang dengan didominasi komponen tulang rawan yang berdiferensiasi dan tumbuh pada permukaan tulang. Penelusuran kepustakaan tidak banyak menyebutkan mengenai kasus ini. Laporan kasus ini terakhir dilaporkan oleh Klinik Mayo tahun 1999. Kami laporkan satu kasus periosteal osteosarkoma pada penderita laki-laki berusia 17 tahun. Penderita menjalani tindakan pembedahan berupa prosedur ?limb salvage?, dengan pra dan pasca bedah penderita mendapat kemoterapi (neo-ajuvan dan ajuvan). Tidak ditemukan rekurensi lokal dan metastasis di paru, pada follow up sampai dengan 14 bulan pasca bedah. (Med J Indones 2003; 12: 166-70)

Periosteal osteosarcoma is a rare type of malignant bone neoplasm, with predominantly cartilaginous component and arising on the bone surface. Reports of the case in the literature were rare. Last case was reported by Mayo Clinic in 1999. We report a case of periosteal osteosarcoma in a 17-year-old male, who was treated surgically with a limb salvage procedure, neoadjuvant and adjuvant chemotherapy were also given to the patient. There was no local recurrence and lung metastases up to 14 months after surgery. (Med J Indones 2003; 12: 166-70)"
2003
MJIN-12-3-JulSep2003-166
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzi Kamal
"Latar belakang: Teknik radiasi ekstrakorporeal merupakan alternatif tindakan pembedahan penyelamatan ekstremitas pada kasus osteosarkoma khususnya di pusat layanan dengan keterbatasan endoprostesis dan alograf. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil tindakan pembedahan penyelamatan ekstremitas dengan otograf yang diradiasi secara ekstrakorporeal pada pasien-pasien osteosarkoma yang datang ke RSCM.
Metode: Studi ini menggunakan desain kohort retrospektif yang dilakukan pada 20 pasien osteosarkoma stadium IIB yang diterapi dengan pembedahan penyelamatan ekstremitas dengan otograf yang diradiasi secara ektrakorporeal selama periode 1995-2008. Dilakukan evaluasi terhadap angka kesintasan, rekurensi lokal, metastasis, komplikasi, lamanya unifi kasi, dan skor fungsional menurut sistem skor Musculoskeletal Tumor Society Scoring System (MSTS). Metode Kaplan-Meier digunakan untuk mendeskripsikan kesintasan, angka rekurensi lokal, kesintasan bebas tumor, dan kesintasan bebas metastasis. Hubungan variabel-variabel seperti usia, jenis kelamin, lokasi tumor, ukuran tumor, tipe osteosarkoma, kadar alkali fosfatase serum, jenis biopsi, dan klasifi kasi Huvos dianalisis dengan uji log rank. Uji chi-square digunakan untuk menganalisis hubungan antara skor MSTS dan karakteristik pasien, angka rekurensi, metastasis, serta komplikasi.
Hasil: Kesintasan 5 tahun 54,97 ± 9,8%, kesintasan bebas rekurensi lokal 5 tahun 66,5 ± 7,6%, dan kesintasan bebas metastasis 5 tahun 57,13 ± 10,04%. Enam pasien meninggal dunia, lima disebabkan oleh metastasis ke paru dan satu karena toksisitas kemoterapi. Tiga pasien menjalani konversi amputasi karena rekurensi lokal. Kurva Kaplan-Meier menunjukkan Huvos (III,IV) selalu memberikan angka kesintasan, kesintasan bebas rekurensi lokal, dan kesintasan bebas metastasis yang lebih baik daripada Huvos (I, II). Kadar alkali fosfatase serum yang normal selalu memberikan kesintasan bebas rekurensi lokal yang lebih baik dibandingkan dengan kadar alkali fosfatase serum yang meningkat. Angka unifi kasi rata-rata 8,13 bulan. Skor MSTS dengan hasil baik (70,63%) dijumpai pada pasien yang bebas osteosarkoma pasca terapi, tetapi skor MSTS dengan hasil buruk dijumpai pada pasien dengan rekurensi lokal (p=0,025), metastasis (p=0,01), pasien dengan komplikasi (p=0,03), dan kombinasi ketiganya (p=0,001).
Kesimpulan: Luaran fungsional dengan skor MSTS baik (70,63%) didapatkan pada pasien yang bebas osteosarkoma pasca terapi, skor MSTS buruk dijumpai pada pasien dengan rekurensi lokal, metastasis, pasien dengan komplikasi, dan kombinasi ketiganya. (Med J Indones 2011; 20:131-7).

Background: Extracorporeally irradiated (ECI) technique is an alternative of limb salvage procedure in treating osteosarcoma regarding limitation of endoprosthesis and allograft. This study evaluated the outcomes of limb salvage surgery using extracorporeally irradiated (ECI) autograft and its correlation with patientâ??s characteristics.
Methods: Retrospective cohort design was performed to study 20 patients with stage IIB osteosarcoma treated by ECI autograft from 1995 to 2008. Survival, local recurrence, metastases, complications, union time and functional score based on Musculoskeletal Tumor Society scoring system-(MSTS) were evaluated. Kaplan-Meier method was used to describe survival, local recurrence free survival, and metastases free survival. The correlation among patientâ??s characteristics that were age, gender, duration, site of tumor size, type of osteosarcoma, SAP (serum alkaline phosphatase) level, type of biopsy, and type of Huvos were analyzed by Log rank test. Chi-square test was used to analyze the correlation between MSTS score and patientâ??s characteristics, local recurrence, metastases, complications.
Results: Five-year survival was 54.97 ± 9.8 %, fi ve-year local recurrence free survival was 66.5 ± 7.6%, and fi ve year metastasis-free survival was 57.13 ± 10.04%. Six patients died, fi ve were due to lung metastases and one due to complication of chemotherapy. Three underwent amputation after local recurrence. Kaplan-Meier curve showed that a good type of Huvos (III, IV) always gave better survival, local recurrence free survival, and metastases free survival than poor type of Huvos (I,II). Normal SAP level gave better local recurrence free survival compare to increased level of SAP. Mean of union rate was 8.13 months. MSTS mean score was good (70.63%) in patients with no evidence of disease. MSTS score was poor in patients with local recurrence (p=0.025), metastases (p=0.01), complications (p=0.03), and the combined of those three outcomes (p=0.001).
Conclusions: Functional outcome was poor in patients with local recurrence, metastases, and complications. SAP level and type of Huvos could be studied further as predictive factors for the outcomes (survival, local recurrence, metastases). (Med J Indones 2011; 20:131-7).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Humala Prika Aditama
"Latar belakang: Osteosarkoma adalah tumor tulang ganas yang paling banyak terjadi pada anak dan remaja. Kemoterapi neoadjuvan dapat meningkatkan kesintasan 5 tahun hingga 60 – 80% pada pasien osteosarkoma. Baku emas evaluasi respon kemoterapi neoadjuvan adalah histological mapping untuk menilai persentase nekrosis tumor. Volumetri-Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan 3D Slicer dapat menilai nekrosis tumor, tumor viabel, dan volume tumor total secara kuantitatif. Tujuan: Menganalisa korelasi volume dan persentase tumor viabel berdasarkan volumetri-MRI dengan nilai persentase tumor viabel berdasarkan pemeriksaan histopatologi pada pasien osteosarkoma pasca kemoterapi neoadjuvan. Metode: Melakukan volumetri tumor pada MRI pasca kemoterapi neoadjuvan dengan menggunakan teknik segmentasi manual dan semiotomatis pada 3D Slicer untuk mendapatkan volume total tumor, area nekrosis, serta tumor viabel. Hasil pengukuran volumetri tumor viabel dan persentase tumor viabel pasca kemoterapi dikorelasikan dengan persentase tumor viabel berdasarkan histopatologi. Analisis dilakukan dengan uji Spearman. Hasil: Pada 31 subyek penelitian, nilai median persentase tumor viabel berdasarkan volumetri-MRI yaitu 65,9% (range 19,7 – 99,5%), sedangkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi didapatkan nilai median 53% (range 8 – 100%). Persentase tumor viabel berdasarkan volumetri-MRI tidak berkorelasi signifikan (p>0,05) dengan persentase tumor viabel berdasarkan histopatologi dengan nilai R: 0,333. Kesimpulan: Terdapat kecenderungan berbanding lurus antara persentase tumor viabel berdasarkan volumetri-MRI dan pemeriksaan histopatologi, walaupun tidak terdapat korelasi yang signifikan.

Background: Osteosarcoma is the most common malignant bone tumor in children and adolescents. Neoadjuvant chemotherapy can improve 5-year survival up to 60 - 80% in osteosarcoma patients. The gold standard of neoadjuvant chemotherapy response evaluation is histological mapping to determine the percentage value of tumor necrosis. 3D Slicer volumetry based on Magnetic Resonance Imaging (MRI) can quantitatively assess tumor necrosis, viable tumor, and total tumor volume. Objective: Analyze the correlation between volume and percentage of viable tumors based on MRI-volumetry and histopathological in osteosarcoma patients post neoadjuvant-chemotherapy. Methods: Perform tumor volumetry on MRI post neoadjuvant-chemotherapy using manual and semiautomatic segmentation techniques on 3D Slicer to obtain total tumor volume, necrosis area, and viable tumor. The results of volumetric measurement of viable tumor and the percentage of viable tumor post chemotherapy were correlated with the percentage of viable tumor from histopathological examination. Analysis was performed with Spearman's test. Results: Based on 31 study subjects, the median percentage of viable tumors based on MRI-volumetry was 65.9% (range: 19.7 - 99.5%), while based on histopathology, the median value was 53% (range: 8 - 100%). The percentage of viable tumors based on MRI-volumetry was not significantly correlated (p>0.05) with the percentage of viable tumors based on histopathology with an R value: 0.333. Conclusion: There is a directly proportional trend between the percentage of viable tumors based on MRI-volumetry and histopathological examination, although there was no significant correlation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>