Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145176 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Olivia Nauli Komala
"

Pendahuluan: Periodontitis berasal dari hasil interaksi antara biofilm bakteri dan respon imun pejamu. Treponema denticola merupakan salah satu bakteri yang paling banyak terdeteksi pada pasien dengan periodontitis kronis. Matrix metalloproteinase-8 merupakan faktor pejamu yang penting yang terlibat dalam patogenesis penyakit periodontal, yang merupakan MMP kolagenolitik. Tujuan: untuk mengevaluasi proporsi bakteri T. denticola, ekspresi mRNA MMP-8, dan parameter klinis pada pasien periodontitis sebelum dan setelah skeling dan penghalusan akar (SPA) serta korelasi antara perubahan bakteri T. denticola dan ekspresi mRNA MMP-8 dengan parameter klinis.  Metode: Cairan krevikular gingiva dari 6 pasien periodontitis kronis yang tidak dirawat dan 1 subjek sehat diambil untuk menganalisa bakteri T. denticola dan ekspresi mRNA MMP-8 dengan quantitative polymerase chain reaction. Treponema denticola, ekspresi mRNA MMP-8, dan parameter klinis (kedalaman poket, indeks perdarahan gingiva, dan kehilangan perlekatan klinis) diperiksa sebelum dan 1 bulan setelah SPA. Uji Wilcoxon digunakan untuk membandingkan transkripsi mRNA, proporsi bakteri, kedalaman poket, kehilangan perlekatan klinis, dan indeks perdarahan gingiva sebelum dan setelah SPA. Uji Spearman digunakan untuk mengetahui korelasi antara T. denticola dan ekspresi mRNA MMP-8 dengan parameter klinis. Hasil: Pengurangan yang signifikan terlihat pada parameter klinis (P<0,05), meskipun perbedaan T. denticola dan eskprsi mRNA MMP-8 tidak signifikan (P>0,05). Hubungan yang positif terlihat antara perubahan proporsi bakteri T. denticola dengan perubahan indeks perdarahan gingiva (r = 0,029; P>0,05) dan perubahan ekspresi mRNA MMP-8 dengan perubahan indeks perubahan gingiva (r = 0,023; P>0,05). Kesimpulan: Terapi non bedah menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam parameter klinis tetapi tidak pada jumlah bakteri T. denticola dan eskpresi mRNA MMP-8 serta korelasi yang tidak signifikan antara T. denticola dan mRNA MMP-8 dengan parameter klinis.  


Background: Periodontitis results from an outcome of interaction between bacterial biofilms and host immune response. Treponema denticola are one of the most common bacteria detected in patients with chronic periodontitis. Matrix metalloproteinase-8 (MMP-8) is an important host factor involved in the pathogenesis of periodontal diseases, which is the main collagenolytic MMP. Purpose: To evaluate the amount of Treponema denticola, MMP-8 mRNA expression and clinical parameters in periodontitis patient before after scaling and root planning (SRP) and correlation between clinical parameters and proportion of T. denticola and mRNA expression level of MMP-8. Methods: GCF from 6 untreated chronic periodontitis patients and 1 healthy subject were sampled and assessed for the T. denticola, MMP-8 mRNA expression by quantitative polymerase chain reaction (q-PCR). Treponema denticola, MMP-8 mRNA expression and clinical parameters which were pocket depth, papillary bleeding index, and clinical attachment loss were assessed 1 month before and after scaling. Wilcoxon test was used to compare the mRNA transcription level, amount of bacteria, pocket depth, clinical attachment loss and papillary bleeding index before and after SRP. Spearman test was used to correlate clinical parameter and change of proportion of T. denticola and mRNA expression level of MMP-8. Results: A significant reduction in the clinical parameters was noted after SRP than before it (P< 0.05), although the difference of T. denticola and MMP-8 mRNA expression was not significant (P> 0.05). A positive relationship was seen between changes in the proportion of T. denticola bacteria with changes in the gingival bleeding index (r = 0.029; P> 0.05) and changes in MMP-8 mRNA expression with changes in the gingival change index (r = 0.023; P> 0.05). Conclusion: Non-surgical therapy resulted in a significant improvement in clinical parameters but not the proportion of T. denticola and mRNA expression level of MMP-8 and insignificant correlation between T. denticola and MMP-8 mRNA with clinical parameters.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Spency Dolly
"Periodontitis adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh faktor multifaktorial. Toll-like receptor 4 (TLR-4) dan matrix metalloproteinase-8 (MMP-8) melakukan modifikasi pada keparahan dan progresivitas penyakit periodontal dengan cara menghancurkan jaringan kolagen di epitel gingiva. Tujuan: Mendapatkan hubungan tingkat ekspresi TLR-4 dan MMP-8 dalam cairan krevikular gingiva pada periodontitis stage IV grade C. Subjek penelitian berjumlah 21 subjek dengan umur diantara 28-61 tahun diukur dengan quantitative real-time polymerase chain reaction (qRT-PCR). Uji Mann Whitney menunjukkan terdapat kenaikan tingkat ekspresi TLR-4 dan MMP-8 pada periodontitis stage IV grade C (p<0,05). Uji Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan antara TLR-4 dengan progresivitas periodontitis stage IV grade C, sebaliknya terdapat hubungan antara tingkat ekspresi MMP-8 dengan progresivitas periodontitis stage IV grade C (p<0,05). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara tingkat ekspresi MMP-8 dengan progresivitas periodontitis stage IV grade C dan tidak terdapat hubungan ekspresi TLR-4 dengan progresivitas periodontitis stage IV grade C.

Periodontitis is an inflammatory disease caused by multifactorial factors. toll-like receptor 4 (TLR-4) and matrix metalloproteinase-8 (MMP-8) modify periodontal disease severity and progression by destroying collagen tissue in gingival epithelium. Objective: Determine the expression of TLR-4 and MMP-8 in gingival crevicular fluid (GCF)in patients with periodontitis stage IV grade C. Level of expression of TLR-4 and MMP-8 from 18 subject aged 28-61 years were measured by quantitative real-time polymerase chain reaction (qRT-PCR). Mann Whitney test of TLR-4 showed significantly higher expression level compared with control as well as MMP-8 (p<0.05). Expression of TLR-4 showed no correlation with the progression of Periodontitis stage IV grade C. Expression of MMP-8 have a moderate correlation to the progression of Periodontitis stage IV grade C. Conclusions: There are correlation between MMP-8 Expression with Periodontitis Stage IV grade C Progression, but not with TLR-4."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mikha Sundjojo
"Latar Belakang: Periodontitis kronis adalah penyakit multifaktorial yang dipengaruhi oleh plak bakteri dan respon inflamasi tubuh dengan matriks metalloproteinase sebagai salah satu molekul inflamasi yang ditemukan meningkat pada penyakit periodontal. Skeling dan penghalusan akar (SPA) telah umum digunakan sebagai pengobatan konvensional atau non-bedah dalam terapi periodontal. Tujuan: Untuk mengevaluasi ekspresi m-RNA matriks metalloproteinase-9 (MMP-9), jumlah Tannerella forsythia (T. forsythia), dan parameter klinis periodontal satu bulan setelah SPA. Metode: Lima puluh gigi dengan poket 4-6 mm dari enam pasien periodontitis kronis dan satu subjek periodontal sehat disertakan dalam penelitian ini. Data penelitian cairan sulkus gingiva diambil dari poket terdalam setiap gigi dengan poket periodontal 4-6 mm untuk mengukur tingkat ekspresi m-RNA MMP-9 dan T.forsythia menggunakan quantitative real time-PCR (qPCR). Kedalaman poket, indeks perdarahan gingiva, dan kehilangan perlekatan klinis diukur pada hari pertama sebagai baseline dan pada hari ke 30. SPA dilakukan pada hari ke-1. Data dianalisis menggunakan program perangkat lunak SPSS 22.0. Hasil: Dibandingkan dengan kontrol, parameter klinis periodontal dan T.forsythia secara signifikan berkurang sementara pengurangan ekspresi m-RNA ­MMP-9 ditemukan tidak signifikan pada hari ke-30 setelah SPA. Kesimpulan: Satu bulan setelah SPA pada periodontitis kronis dengan poket 4-6 mm didapatkan penurunan jumlah T.forsythia dan parameter klinis periodontal secara signifikan dengan ekspresi m-RNA MMP-9 menurun tidak signifikan. Penelitian lebih lanjut dengan periode pengamatan lebih lama diperlukan untuk mengkonfirmasi atau menolak temuan di atas.

Background: Chronic periodontitis is a multifactorial disease influenced by both bacterial plaque and host inflammatory response with matrix metalloproteinase as one of inflammatory molecules found elevated in periodontal disease. Scaling and root planning (SRP) has been commonly used as conventional or non-surgery treatment in periodontal therapy. Aim: To evaluate m-RNA expression of matrix metalloproteinase-9 (MMP-9), Tannerella forsythia (T. forsythia), and clinical periodontal parameter one month after SRP. Methods: Fifty tooth with pocket 4-6 mm from six CP patients and one periodontally healthy subject was recuited in this study. Gingival crevicular fluid (GCF) were collected from deepest pocket of every tooth with pocket 4-6 mm, the expression level of MMP-9 m-RNA and T.forsythia was measured using quantitative real time-PCR(qPCR). Pocket depth (PD), papilla bleeding index (PBI), and clinical attachment loss (CAL) were measured on day 1 as baseline and on the 30th day. SRP were performed on day 1. Data were analyzed using SPSS 22.0 software program. Results: By comparing to control, the periodontal clinical parameters and T.forsythia were significantly reduced after SRP while the reduction of MMP-9 m-RNA expression was found no significantly after 30th day. Conclusion: Our study show that SRP was clinically effective for CP with 4-6 mm pocket although the expression of MMP-9 m-RNA was not significantly reduced following SRP for one month period. Further studies with longer observation period are needed to confirm or reject the above finding."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophia Rebecca Adventa
"Latar Belakang: Status kebersihan rongga mulut yang buruk ditandai dengan biofilm dalam jumlah banyak. Biofilm terbentuk dari perlekatan bakteri ke permukaan padat dan dengan bakteri lain. Bakteri later colonizers patogen periodontitis di biofilm seperti Treponema denticola bergantung pada early colonizers seperti Veillonella parvula. Protein VtaA dan Msp berperan dalam fungsi perlekatan Veillonella parvula dan Treponema denticola. Akumulasi biofilm dapat menyebabkan periodontitis. Akan tetapi periodontitis tidak umum dibahas pada anak. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan jumlah Veillonella parvula dan Treponema denticola, serta ekspresi gen VtaA dan Msp spesifik tiap bakteri dari saliva anak terhadap status rongga mulut. Metode: Penelitian ini menggunakan 40 sampel saliva anak yang dikelompokkan berdasarkan kategori OHI-S. Ekstraksi RNA untuk analisis ekspresi gen dan DNA untuk jumlah bakteri target dari sampel menggunakan GeneZol Kit. Konversi RNA menjadi cDNA menggunakan SensiFast cDNA Kit. Ekstrak DNA dan cDNA diuji dengan Real-time PCR. Analisis jumlah bakteri menggunakan kuantifikasi absolut dan tingkat ekspresi gen menggunakan kuantifikasi relatif. Hasil: Tidak ada perbedaan bermakna antara jumlah kedua bakteri maupun tingkat kedua ekspresi gen di antara kategori OHI-S. Jumlah Veillonella parvula cenderung menurun dan Treponema denticola cenderung meningkat seiring memburuknya skor OHI-S. Kesimpulan: Deteksi peningkatan jumlah Veillonella parvula tidak dapat menjadi bioindikator inisiasi penyakit periodontal. Ekspresi gen VtaA dan Msp tidak dapat digunakan sebagai bioindikator pembentukan biofilm dalam jumlah tinggi.

Backgrounds: Poor oral hygiene status is marked by large amount of biofilms. Biofilms are made from bacterial adhesion to solid surfaces and to other bacteria. Later colonizers periodontitis pathogenic bacteria in biofilms like Treponema denticola, depend on early colonizers such as Veillonella parvula. VtaA and Msp are proteins that function in adhesion of Veillonella parvula and Treponema denticola. Biofilms accumulation can cause periodontitis. However, periodontitis is not a common discussion on children. Objectives: This research aims to analyze the correlation between the quantity of Veillonella parvula and Treponema denticola, also VtaA and Msp gene expression with oral status from children’s saliva. Methods: This study uses 40 samples of children’s saliva which has been grouped according to OHI-S category. RNA extraction to analyze gene expression and DNA extraction to quantify target bacteria from samples using GeneZol Kit. RNA conversion to cDNA uses SensiFast cDNA Kit. DNA extract and cDNA are tested using Real-time PCR Analysis of bacteria quantity with absolute quantification dan gene expression levels with relative quantification. Results: There is no significant difference between target bacteria quantity also gene expression levels between the OHI-S categories. Veillonella parvula’s quantity tends to decrease and Treponema denticola tends to increase as OHI-S scores worsens. Conclusions: Detection of increasing quantity of Veillonella parvula cannot be used as a bioindicator of periodontal disease initiation. VtaA and Msp gene expression cannot be used as a bioindicator of high rates of biofilm’s formation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Cahyani Adiati
"Latar Belakang: Penyakit periodontal merupakan penyakit inflamasi yang memengaruhi jaringan penyangga gigi. Patogen memicu sistem imun bawaan ada jaringan periodontal untuk melepaskan mediator proinflamasi dan sitokin, salah satunya yaitu Prostaglandin E2 (PGE2). Periodontitis diketahui memiliki pengaruh dua arah dengan beberapa penyakit sistemik. salah satunya COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 yang berkaitan dengan sindrom badai sitokin. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk melihat korelasi respons imun individu penyintas COVID-19 dalam hal ini mediator inflamasi PGE2 dengan kondisi jaringan periodontal berdasarkan parameter klinis periodontal yaitu BOP, PD, dan CAL. Metode: Desain penelitian potong lintang pada 38 orang subjek dengan membagi dua kelompok subjek berdasarkan riwayat COVID-19. Dilakukan pemeriksaan parameter klinis periodontal BOP, PD, CAL dan pengambilan sampel GCF untuk mengukur kadar PGE2 menggunakan metode ELISA. Analisis data dilakukan dengan SPSS 25 dan GraphPad 10.0.0 Hasil: Terdapat perbedaan kadar PGE2 (p<0,05) antara penyintas dan bukan penyintas COVID-19. Tidak terdapat perbedaan parameter klinis periodontal (p>0,05) antara penyintas dan bukan penyintas COVID-19. Terdapat hubungan linear positif (p<0,05; r>0) antara kadar PGE2 dengan PD dan BOP. Kesimpulan: Kadar PGE2 pada subjek penyintas COVID-19 diindikasikan berkorelasi positif terhadap parameter klinis periodontal PD dan BOP.

Background: Periodontal disease is an inflammatory condition that affects the supporting tissues of the teeth. In periodontitis, pathogens trigger the innate immune system to release proinflammatory mediators and cytokines in the periodontal tissues, one of which is Prostaglandin E2 (PGE2). Periodontitis is known to have a bidirectional relationship with several systemic diseases, one of them is COVID-19 which caused by the SARS-CoV-2 and associated with a cytokine storm syndrome. Objective: This research is conducted to examine the correlation between the immune response of individuals who have survived COVID-19, specifically the inflammatory mediator PGE2, and the condition of periodontal tissues based on clinical periodontal parameters, namely BOP, PD, and CAL. Methods: The design of this study was cross-sectional on 38 subjects by dividing two groups of subjects based on history of COVID-19. Periodontal clinical parameters BOP, PD, CAL were examined and GCF samples were taken to measure PGE2 levels using the ELISA method. Data analysis was carried out with SPSS 25 and GraphPad 10.0.0. Results: There is a significant difference in PGE2 levels (p<0.05) between former COVID-19 patients and non-COVID-19. No significant differences in clinical periodontal parameters (p>0.05) were found between two groups. A positive linear relationship (p<0.05; r>0) was observed between PGE2 levels and PD, as well as BOP. Conclusions: PGE2 levels in subjects who survived COVID-19 were indicated to be positively correlated with the periodontal clinical parameters of PD and BOP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Fragrantia Theodorea
"Latar belakang: Interaksi fisik pada tahap adesi dan invasi sangat penting dalam patogenesis periodontitis Tujuan: Mengetahui hasil perbandingan level ekspresi mRNA GroEL Fusobacterium nucleatum dan level ekspresi mRNA HSP60 dan IL-6 sel epitel pada proses adesi dan invasi. Metode: Eksperimen laboratorik in vitro pada interaksi antara Fusobacterium nucleatum dan sel epitel, tahap adesi dan invasi. Analisis statistik menggunakan uji komparatif Kruskal-Wallis. Hasil: mRNA GroEL tidak terekspresi pada tahap adesi dan invasi. Hasil uji komparatif Kruskal-Wallis, perbandingan mRNA HSP60 dan IL-6 pada tahap adesi dan invasi berbeda bermakna p=0.02 (p<0.05) dan p=0.04 (p<0.05). Kesimpulan, terdapat hasil perbandingan yang signifikan antara ekspresi mRNA HSP60 dan IL-6 pada tahap adesi dan invasi, sedangkan mRNA GroEL tidak terekspresi pada kedua tahap tersebut.

Background: Interaction in adhesion and invasion stage is very important in the pathogenesis of periodontitis Objective: To Know the comparison of GroEL mRNA expression levels of Fusobacterium nucleatum and HSP60-IL-6 mRNA expression levels of epithelial cell in adhesion and invasion stage. Material and Methods: In vitro laboratory experiments of Fusobacterium nucleatum and epithelial cells interaction in adhesion and invasion stage. Statistical analysis using Kruskal-Wallis comparation test. Results: GroEL mRNA is not express at adhesion and invasion stage. The results of the Kruskal-Wallis comparation test comparison of HSP60 and IL-6 mRNA at adhesion and invasion stage is significantly different p = 0:02 (p <0.05) and p = 0:04 (p <0.05). Conclusion: there is a significant result of the comparison between the expression of HSP60 and IL-6 at adhesion and invasion stage, whereas GroEL is not express neither those stage."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisah Zahrah
"Latar Belakang: Endometriosis merupakan penyakit multifaktorial yang mempengaruhi 10% wanita usia subur. Diketahui bahwa gen EGFR dan MMP-2 mengalami peningkatan ekspresi pada endometriosis sehingga memiliki peran dalam perkembangan endometriosis, dan gen yang dapat meregulasi sitoskeleton. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hubungan antara tingkat metilasi gen EGFR dan MMP-2 dengan ekspresi mRNA-nya pada jaringan endometriosis peritoneum.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 20 wanita endometriosis dan 20 wanita bukan endometriosis yang usianya sekitar 20-45 tahun. Pada wanita endometriosis diambil jaringan endometriosis peritoneum dengan tindakan laparoskopi, sedangkan 20 wanita bukan endometriosis diambil jaringan endometrium normal dengan tindakan mikrokuretase. Tingkat metilasi DNA gen EGFR dan MMP-2 dianalisis dengan metode Methylation Specific PCR (MSP) dan Ekspresi mRNA gen EGFR dan MMP-2 dianalisis dengan metode qRT-PCR.
Hasil: Tingkat metilasi DNA pada gen EGFR dan MMP-2 mengalami hipermetilasi. Pada gen EGFR, tingkat metilasi DNA antara jaringan endometriosis peritoneum dibandingkan dengan jaringan endometrium normal terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,001), sedangkan pada gen MMP-2 tingkat metilasi DNA-nya tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,596) antara jaringan endometriosis peritoneum dibandingkan dengan jaringan endometrium normal. Nilai ekspresi relatif mRNA EGFR dan MMP-2 mengalami peningkatan ekspresi pada jaringan endometriosis peritoneum. Penelitian ini tidak menunjukkan korelasi yang bermakna antara tingkat metilasi dengan tingginya ekspresi mRNA baik gen EGFR maupun MMP-2. (gen EGFR (p=0,947 dan r=-0,016) dan gen MMP-2 (p=0.769 dan r=0.070)
Kesimpulan: Tingginya ekspresi mRNA EGFR dan gen MMP-2, kemungkinan bukan hanya disebabkan karena faktor metilasi DNA, melainkan faktor lainnya.

Background: Endometriosis is a multifactorial disease that affects 10% of women of childbearing age. It is known that the EGFR and MMP-2 genes have increased expression in endometriosis and thus have a role in the development of endometriosis, and genes that can regulate the cytoskeleton. The purpose of this study was to evaluate the relationship between the level of methylation of the EGFR and MMP-2 genes with their mRNA expression in peritoneal endometriosis tissue.
Method: The study used a cross sectional design. The sample used was 20 women with endometriosis and 20 women without endometriosis who were around 20-45 years old. In endometriosis women are taken to peritoneal endometriosis tissue by laparoscopic, while 20 women without endometriosis are taken to normal endometrial tissue by microcuretase. The levels of EGFR and MMP-2 gene methylation were analyzed by the Methylation Specific PCR (MSP) method and the mRNA expression of the EGFR and MMP-2 genes were analyzed by the qRT-PCR method.
Results: The level of DNA methylation in the EGFR and MMP-2 genes was hypermethylated. In the EGFR gene between peritoneal endometriosis tissue compared to normal endometrial tissue there were significant differences (p=0,001), whereas in the MMP-2 gene there was no significant difference (p=0.596) between peritoneal endometriosis tissue compared to normal endometrial tissue. The relative expression value of EGFR and MMP-2 mRNA has increased expression in peritoneal endometriosis tissue. This study did not show a significant correlation between the level of methylation and the high mRNA expression in both the EGFR and MMP-2 genes. (EGFR gene (p=0.947 and r=-0.016) and MMP-2 gene (p=0.769 and r=0.070)
Conclusion: The high expression of EGFR mRNA and MMP-2 gene, the possibility is not only due to hypermethylation factors, but other factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hj. Sofa Inayatullah
"Latar belakang: Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit yang kronik, ditandai oleh plak eritematosa dan skuama kasar berlapis, dengan fenomena Koebner dan tanda Auspitz. Salah satu faktor pemicu yang diduga berperan adalah infeksi. Periodontitis merupakan infeksi yang terjadi pada jaringan periodontal dan dapat menjadi fokus infeksi. Penelitian untuk mengetahui proporsi periodontitis pada pasien psoriasis belum pernah dilakukan di Indonesia dan belum ada penelitian yang melaporkan korelasi derajat keparahan psoriasis dengan kedalaman poket periodontal.
Tujuan: Mengetahui proporsi kasus periodontitis pada pasien psoriasis vulgaris dan korelasi antara derajat keparahan psoriasi dengan kedalaman poket periodontal.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada bulan Juli-November 2017 di poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan poliklinik Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo. Pemilihan sampel dilakukan secara consecutive sampling dengan jumlah sampel 34 pasien. Anamnesis dan pemeriksaan fisis lesi kulit dilakukan oleh peneliti, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan gigi dan mulut oleh dokter gigi spesialis Periodontologi.
Hasil : Didapatkan total 34 subjek dengan median usia 37,5 tahun 19-58 tahun . Subjek terdiri atas 20 pasien 58,8 dengan psoriasis derajat ringan dan 14 pasien 41,2 dengan psoriasis derajat sedang-berat. Hasil didapatkan 16 pasien 47,1 dengan periodontitis dan 18 pasien 52,9 tanpa periodontitis. Periodontitis didapatkan sebanyak 8 pasien 23,53 pada masing-masing kelompok psoriasis derajat ringan dan sedang-berat. Tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara derajat keparahan psoriasis dengan kedalaman poket periodontal r 0,126, p 0,478.
Simpulan: Ditemukan proporsi periodontitis yang cukup tinggi pada pasien psoriasis vulgaris yaitu sebesar 47,1 dan tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara derajat keparahan psoriasis dengan kedalaman poket periodontal. Hasil ini mungkin dikarenakan faktor perancu yang dapat memengaruhi derajat keparahan psoriasis maupun kedalaman poket. Kata kunci: Psoriasis, periodontitis, infeksi.

Background: Psoriasis is a chronic inflammatory skin disease, characterized by erythematous plaques and coarse grained scales, with the Koebner phenomenon and the Auspitz sign. One of the trigger factors that contributes is infection. Periodontitis is an infection that occurs in periodontal tissue and can be focus of infection. A study to determine the proportion of periodontitis in psoriasis patients has never been done in Indonesia and no studies have reported a correlation between psoriasis severity and periodontal pocket depth.
Objective: To determine the proportion of periodontitis in patients with psoriasis vulgaris and the correlation between psoriasis severity and periodontal pocket depth.
Methods: This cross sectional study was conducted in July November 2017 in Dermatovenereology clinics of dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. The sample selection was done consecutive sampling with total sample of 34 patients. Anamnesis and physical examination of skin lesions were done by investigator, then dental and oral examination were done by periodontist.
Results: Total of 34 subjects were enrolled with median age of 37.5 years 19 58 years old. The subjects consisted of 20 patients 58.8 with mild psoriasis and 14 patients 41.2 with moderate severe psoriasis. The results showed that 16 patients 47.1 with periodontitis and 18 patients 52.9 without periodontitis. Periodontitis was found in 8 patients 23.53 in each group of mild and moderate severe psoriasis. There was no statistically significant correlation between psoriasis severity and periodontal pocket depth r 0.126, p 0.478 .
Conclusion: The high proportion of periodontitis was found in patients with psoriasis vulgaris 47.1 and there was no statistically significant correlation between psoriasis severity and periodontal pocket depth. The results may be due to counfounding factors that affect both psoriasis severity and pocket depth. Keywords Psoriasis, periodontitis, infection
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58968
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beeleonie
"Pendahuluan: Sindrom Ovarium Polikistik SOPK merupakan gangguan endokrin tersering penyebab infertifilitas pada wanita usia reproduktif. Wanita-wanita dengan SOPK diketahui memiliki tingkat apoptosis yang rendah dibandingkan dengan wanita tanpa SOPK dan memiliki kadar Anti-Muellerian Hormone AMH yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tanpa SOPK. Akan tetapi, belum ada penelitian yang menghubungkan kadar AMH dengan apoptosis yaitu adanya atresia folikel pada ovarium wanita penderita SOPKTujuan: Untuk mengetahui hubungan antara kadar AMH yang tinggi dengan tingkat apoptosis sel granulosa yang terjadi pada pasien SOPK sehingga dapat diketahui salah satu patogenesis kelainan folikulogenesis pada pasien SOPKMetodologi: Studi cross sectional dengan mengambil sampel sel granulosa wanita SOPK dan tanpa SOPK atau kelainan ovarium yang mengikuti program Fertiisasi In Vitro FIV di Yasmin dan SMART-IVF, klinik dr. Sander B Jakarta. Jumlah sampel yaitu 40 sampel yang terdiri dari 20 wanita dengan SOPK dan 20 wanita tanpa SOPK. Tingkat apoptosis dievaluasi dengan mengukur ekspresi mRNA dari gen pengkode protein keluarga apoptotic Bcl2 Bax dan Bcl2 menggunakan metode kuantitatif absolut qPCR. Pengukuran kadar AMH di serum dilakukan dengan metode ELISA.Hasil: Terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kadar AMH wanita SOPK dan kontrol pABSTRACT
Background Polycystic Ovary Syndrome PCOS is a common endocrine abnormality in causing infertility in reproductive aged women. Women with PCOS were reported have lower apoptosis rate compared to women without PCOS and have higher level Anti Muellerian Hormone compared to women without PCOS. However, there are no reported studies which directly study to know correlation between AMH level in serum and apoptosis result in follicle atresia in ovarium of PCOS patients.Objective To analysis correlation between serum AMH level and apoptosis in granulosa cell in PCOS pasien that may underlie the folliculogenesis abnormality in PCOS.Methods Cross sectional study of sample from granulose cells women with PCOS and without PCOS or with ovarian abnormalities that following Fertility In Vitro FIV program in Yasmine and SMART ndash IVF, dr. Sander B clinic, Jakarta. Sample number were 40 consisting 20 women with PCOS and 20 women without PCOS. Apoptosis level were evaluated with measuring mRNA expression from gene that of coding apoptotic Bcl2 family Bax and Bcl2 using quantitave absolute method qPCR. AMH level in serum were measured using ELISA method.Results There was a statistical significance difference AMH level between PCOS group and control group p"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hilwah Nora
"Pengantar: Dalam siklus teknologi reproduksi berbantu TRB , sebanyak 30 oosit ditemukan dalam keadaan immatur, oosit immatur ini akan yang memiliki kapasitas maturasi dan fertilisasi yang rendah, dan jarang sampai ketahap embrio transfer, namun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hal in belum diketahui secara luas.
Tujuan: Untuk melihat hubungan antara maturitas oosit dengan kadar hCG serum 12 jam pasca penuntikan dan ekspresi mRNA LHR sel granulosa pada siklus TRB. Untuk menilai apakah kadar hCG serum dan ekspresi LHR ini bisa memprediksi laju maturasi oosit pada siklus TRB.
Material dan Metode: total 30 sampel normoresponder yang mengikuti TRB dengan protocol antagonis dianalisa secra prospektif. Dua belas jam setelah penyuntikan hCG, kadar hCG serum diukur dan petik oosit melalui USG transvaginal dilakukan 35-36 jam kemudian. Sel granulosa oosit diperoleh saat denudasi oosit untuk proses intracytoplasmic sperm injection ICSI dan sel granulosa ini kemudian diproses RNA prufikasi, reverse transcription dan quantitative real-time polymerase chain reaction PCR . Oosit yang diperoleh saat itu langsung dinilai maturasinya. Test korelasi Pearson dilakukan untuk menilai korelasi laju maturasi oosit dengan kadar hCG dan ekspresi mRNA LHR. Analisa Receiver Operating Characteristic ROC dilakukan untuk menentukan nilai cut-off.
Hasil: Kadar hCG seum memiliki korelasi positif dengan maturitas oosit r 0.467, p

Introduction: During stimulated in vitro fertilization IVF cycle, up to 30 of the recovered oocytes are immatur ones which have lower maturation capacity, poor fertilization capacity and seldom yield transferable embryos however, the precise influencing factors are largely unknown.
Aim: To investigate the association of oocyte maturation with serum hCG levels measured 12 hours after trigger and LHr mRNA expression of granulosa cell in IVF cycles. To find out whether this serum hCG levels and expression of mRNA LHr granulosa cell can predict oocyte maturation rate in IVF cycles.
Material and Method A total of 30 normoresponder IVF cycles stimulated by antagonist protocol were analyzed prospectively. Twelve hours after triggering by exogenous hCG, level of hCG serum was measured and an ultrasound guided retrieval of oocytes was performed 35 36 hours later. Granulosa cells were obtained during oocyte denudation for intracytoplasmic sperm injection ICSI procedures and subjected to total RNA purification, reverse transcription and quantitative real time polymerase chain reaction PCR. Oocytes were stripped immediately after retrieval and maturation was assessed at this time. Pearson 39 s correlation test performed to analyze the correlation of oocyte maturation rate with serum hCG level and expression mRNA LHR. Receiver operating characteristic ROC analysis was performed to determine cut off value.
Result: Serum hCG have positive correlation with oocyte maturation r 0.467, p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>