Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161398 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deny Prasetyanto
"ABSTRAK
Hemiparesis pasca stroke merupakan kondisi yang memengaruhi gaya berjalan pada
penderita stroke. Akupresur merupakan metode noninvasif yang prinsip kerjanya
didasarkan pada prinsip akupunktur dan telah digunakan untuk terapi pada nyeri, mual
dan kekuatan pada otot ektermitas atas .Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui
pengaruh terapi akupresur terhadap kekuatan otot ektermitas atas dan bawah pasien post
stroke yang mengalami hemiparese. Desain penelitian ini menggunakan quasi
experiment, pretest-posttest with control, intervensi berupa akupresur yang dilakukan
dalam 14 hari dan diukur pada hari ke 10 dan hari ke 14. 30 responden berpartisipasi
dalam penelitian ini. Dan pengambilan sampel dengan teknik pengambilan sampel non
probability sampling. Uji statistik Perbedan kekuatan otot sesudah dilakukan intervensi
pada hari ke 10 dan 14 digunakan uji wilcoxon tes yang menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna pada kekuatan otot sesudah dilakukan intervensi
Akupresur.(p<0,003;0,005;α 0,05). Hasil selisih kekuatan otot antra kelompok kontrol
dan perlakukan dengan menggunakan uji Mann Whitney yang menunjukkan ada
perbedaan yang bermakna pada kekuatan otot antara kelompok intervensi dan kontrol
sesudah dilakukan intervensi akupresur (p<0,000; α 0,05). Rekomendasi dari hasil
penelitian ini menunjukkan terapi akupresur selama 14 hari lebih baik dibandingkan
pada terapi selama 10 hari, dan akupresur diharapkan bisa dijadikan terapi alternative
dalam peningkatan kekuatan otot pasien stroke yang mengalami hemiparese.

ABSTRACT
Post-stroke hemiparesis is a condition that affects gait in stroke patients. Acupressure is
a noninvasive method whose working principle is based on the principle of acupuncture
and has been used to treat pain, nausea and strength in the upper ecstatic muscles. This
study aims to determine the effect of acupressure therapy on muscle strength of upper
and lower ecstatic post-stroke patients who have hemiparese. The design of this study
used quasi experiment, pretest-posttest with control, intervention in the form of
acupressure performed in 14 days and measured on day 10 and day 14. 30 respondents
participated in this study. And sampling with non probability sampling techniques.
Statistical test of the difference in muscle strength after intervention on day 10 and day
14 was used Wilcoxon test which showed that there was a significant difference in
muscle strength after the acupressure intervention was performed (p <0.003; 0.005; α
0.05). The results of the difference in muscle strength between the control and treatment
groups using the Mann Whitney test showed that there was a significant difference in
muscle strength between the intervention and control groups after the acupressure
intervention (p <0,000; α 0,05). Recommendations from the results of this study show
that on 14 days acupressure therapy is better than 10-day therapy, and acupressure is
expected to be an alternative therapy in increasing the muscle strength of stroke patients
who experience hemiparese.

"
2019
T53236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Adam
"Penurunan fungsi ekstremitas atas merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien pasca stroke yang mengalami hemiplegia sebagai akibat dari kelemahan dan keterbatasan rentang gerak sendi pada bahu. Akupresur bermanfaat dalam memperbaiki fungsi ektremitas atas dengan melancarkan pergerakan aliran qi (energi vital) di dalam tubuh namun belum banyak penelitian yang mengkaji pengaruh akupresur untuk meningkatkan kekuatan otot dan rentang gerak ekstremitas atas pada pasien pasca stroke.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh akupresur terhadap kekuatan otot dan tentang gerak ekstremitas atas pada pasien stroke pasca rawat inap. Penelitian ini menggunakan quasi-experimental design dengan pendekatan pre-post test design pada 34 responden (n kontrol = n intervensi = 17). Kelompok intervensi diberi akupresur setiap hari 10 menit selama 7 hari.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada kekuatan otot dan rentang gerak ekstremitas atas antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p = 0,001 dan p=0,000; α = 0,05). Akupresur merupakan intervensi yang efekrif untuk meningkatkan kekuatan otot dan rentang gerak pada pasien pasca stroke yang mengalami hemiparesis.
Rekomendasi pada penelitian ini adalah diperlukan adanya perawat yang menguasai akupresur dan memodifikasi standar asuhan keperawatan dengan memasukkan terapi komplementer akupresur dalam asuhan keperawatan pasien stroke yang mengalami kelemahan dan keterbatasan rentang gerak ekstremitas atas.

Decrease in upper extremity function is a frequent complication in patients who experience post-stroke hemiparesis as a result of the weaknesses and limitations of range of motion in the shoulder. Acupressure is useful in improving the function of upper extremity by launching a movement of the flow of qi (vital energy) in the body but not much research that examines the effect of acupressure to improve muscle strength and range of motion of upper extremity in post stroke patients.
This study aimed to identify the effect of acupressure on muscle strength and range of motion of upper extremity in stroke patients after hospitalization. This study is a quasi-experimental design with pre-post test approach in 34 respondents (n control = n intervention = 17). Acupressure group were given 10 minutes per time each day for 7 days.
There are significant differences in muscle strength and range of motion of upper extremity between the intervention group and control group (p = 0.001 and p = 0.000; α = 0.05). Acupressure is an effective intervention to improve muscle strength and range of motion in patients who experience post-stroke hemiparesis.
Recommendations from this finding that nurses need to competent to provide acupressure and modify the standard of nursing care by include acupressure therapy into nursing care of stroke patients who experience upper extremity weakness and range of motion limitations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vema Tiyas Puspita
"Fatigue post stroke (FPS) merupakan keluhan yang sering dialami pasien stroke. Pemijatan mampu menurunkan fatigue pada pasien dengan multiple sclerosis, gagal ginjal dan kanker. Penelitian yang menggunakan Pijat Tradisional Indonesia (PTI) pada pasien stroke belum pernah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh PTI terhadap penurunan fatigue pasien post stroke subakut dengan hemiparese. Desain penelitian menggunakan quasi experiment dengan 32 responden yang terbagi menjadi kelompok intervensi dan kontrol. Hasil analisa bivariat menunjukkan terdapat perbedaan fatigue yang bermakna sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok intervensi (p value 0,000) sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang bermakna (p value 0,39), terdapat perbedaan penurunan fatigue yang bermakna antara kelompok intervensi dan kontrol sesudah perlakuan (p value 0,000). Tidak ada hubungan yang bermakna antara karakteristik responden (usia, jenis kelamin, penyakit penyerta, kemampuan melakukan activity daily living, ansietas dan depresi) dengan penurunan fatigue kelompok intervensi (p value > 0,05). Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan kepada perawat sebagai tindakan mandiri keperawatan untuk mengatasi FPS.

Post stroke fatigue (PSF) is a complaint that stroke patients often experience. Massage can reduce fatigue in patients with multiple sclerosis, kidney failure and cancer. Studies using Pijat Tradisional Indonesia (PTI) have not been conducted. The aim of this study was to determine the effect of PTI on reducing fatigue in subacute post-stroke patients with hemiparese. The research design used a quasi experiment with 32 respondents who were divided into intervention and control groups. The results of bivariate analysis showed that there was a significant difference in fatigue before and after treatment in the intervention group (p value 0.000), while in the control group there was no significant difference (p value 0.39), there was a significant difference in decreased fatigue between the intervention and control groups after treatment (p value 0,000). There was no significant relationship between respondent characteristics (age, gender, comorbidities, ability to do activity daily living, anxiety and depression) and decreased fatigue in the intervention group (p value> 0.05). The results of this study can be recommended to nurses as an independent nursing action to overcome PSF."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nori Widiowati
"Pendahuluan: Kejadian fraktur menjadi urutan ketiga di dunia dan ekstremitas bawah sebagai angka tertinggi di Indonesia. Open Reduction Internal Fixation (ORIF) merupakan tindakan fraktur ekstremitas bawah yang sering digunakan. Salah satu latihan yang dapat mencegah komplikasi imobilisasi yaitu isometrik quadricep dengan pressure biofeedback. Dalam penelitian ini pressure biofeedback diberikan pada pasien post ORIF ekstremitas bawah hari I sampai III. Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi efektivitas pressure biofeedback terhadap kekuatan otot quadricep dan nyeri post ORIF ekstremitas bawah.
Metode: Penelitian ini merupakan Randomized Controlled Trial dengan pre and posttest pada pengukuran skala nyeri dan posttest only pada skor kekuatan otot quadricep. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling dengan kriteria inklusi diantaranya post ORIF ekstremitas bawah hari pertama sampai ketiga dan berusia 18-64 tahun. Responden dengan multipel fraktur, fraktur bilateral, neglected, riwayat DM, kelainan neuromuskular, cacat fisik dan penurunan kesadaran dieksklusikan. Perhitungan sampel dengan menggunakan standar deviasi dan derajat kemaknaan diperoleh 30 responden di RSD Idaman Banjarbaru dan Ratu Zalecha Martapura yang terbagi menjadi 2 kelompok perlakuan. Double blind diterapkan pada responden dan pengambil data. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kecemasan (APAIS), nyeri (VAS), dan kekuatan otot quadricep (MMT).
Hasil: Penelitian ini melaporkan bahwa pressure biofeedback secara signifikan meningkatkan kekuatan otot quadricep (p value 0,01; α < 0,05). Namun, berdasarkan hasil uji statistik Paired T-test baik pada responden dengan latihan pressure biofeedback maupun tanpa pressure biofeedback, didapatkan hasil yang signifikan dalam penurunan nyeri (p value 0,00; α < 0,05). Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa pressure biofeedback tidak efektif dalam menurunkan nyeri pasien post ORIF ekstremitas bawah. Begitu pula hasil uji Mann Whitney pada selisih rerata skala nyeri yang menunjukkan bahwa penurunan nyeri yang terjadi tidak dipengaruhi oleh pressure biofeedback.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa latihan isometrik kombinasi pressure biofeedback secara signifikan dapat meningkatkan skor kekuatan otot quadricep pada pasien post ORIF ekstrimtas bawah.

Introduction: The incidence of fractures is third in the world and lower extremities are the highest in Indonesia. Open Reduction Internal Fixation (ORIF) is a frequently used procedure for lower extremity fractures. One exercise that can prevent immobilization complications is quadriceps isometrics with pressure biofeedback. In this study, pressure biofeedback was given to post ORIF lower extremity patients on days I to III.
Objective: The aim of this study was to identify the effectiveness of pressure biofeedback on quadricep muscle strength and post-ORIF lower extremity pain. Methods: This study was a Randomized Controlled Trial with pre and posttest on pain scale measurements and posttest only on quadricep muscle strength scores. The sampling technique used simple random sampling technique with inclusion criteria including post ORIF lower extremities first to third day and aged 18-64 years. Respondents with multiple fractures, bilateral fractures, neglected, history of DM, neuromuscular disorders, physical disabilities and decreased consciousness were excluded. Sample calculations using standard deviation and degree of significance obtained 30 respondents at RSD Idaman Banjarbaru and Ratu Zalecha Martapura who were divided into 2 treatment groups. Double blind is applied to respondents and data takers. Instruments used to measure anxiety (APAIS), pain (VAS), and quadricep muscle strength (MMT).
Results: This study reported that pressure biofeedback significantly increased quadricep muscle strength (p value 0.01; α < 0.05). However, based on the results of the Paired T-test statistical test for both respondents with pressure biofeedback training and without pressure biofeedback training, significant results were obtained in reducing pain (p value 0.00; α < 0.05). However, it can be said that pressure biofeedback is not effective in reducing pain in post-ORIF lower extremity patients. Likewise, the results of the Mann Whitney test on the mean difference on the pain scale showed that the reduction in pain that occurred was not influenced by pressure biofeedback.
Conclusion: This study shows that isometric training combined with pressure biofeedback can significantly increase quadricep muscle strength scores in lower extremity post ORIF patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wasisto Utomo
"ABSTRAK
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di banyak negara dan penyebab utama kecacatan pada usia dewasa. Dua pertiga pasien stroke mengalami kelemahan salah satu sisi anggota gerak. Perbaikan pasca stroke dapat dilakukan dengan memberikan stimulasi pada anggota gerak yang mengalami kelemahan, misalnya dengan latihan range of motion (ROM) dengan bola karet. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh ROM ekstremitas atas dengan bola karet terhadap kekuatan otot pasien stroke. Penelitian menggunakan disain quasi eksperimen dengan pendekatan control group pre-test and post-test. Intervensi yang dilakukan pada kelompok perlakuan adalah ROM ektremitas atas dengan bola karet dan latihan ROM standar untuk kelompok kontrol pada pasien stroke hemiparesis fase pasca akut. Latihan dilakukan 3 kali sehari selama 6 hari, dengan penilaian kekuatan otot pada hari pertama sebelum latihan dan hari keenam setelah latihan. Pasien yang dirawat di ruang perawatan nerurologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan jumlah 36 pasien digunakan sebagai sampel (18 pasien kelompok kontrol dan 18 pasien kelompok perlakuan). Hasil paired t test menunjukkan ada perbedaan yang signifikan rata-rata kekuatan otot sebelum dan sesudah latihan baik pada kelompok perlakuan (p=0.000) maupun kelompok kontrol (p=0.002). Hasil pooled t test membuktikan ada perbedaan yang signifikan rata-rata peningkatan kekuatan otot antara kelompok kontrol dan perlakuan (p=0.047). Dapat disimpulkan bahwa latihan ROM ekstremitas atas dengan bola karet lebih berpengaruh dari pada ROM standar dalam meningkatkan kekuatan otot pasien stroke. Rekomendasi hasil penelitian adalah latihan ini dapat dilanjutkan sebagai intervensi di rumah sakit dan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan upaya peningkatan kemampuan perawat terutama yang bekerja di ruang perawatan neurologi dalam memberikan latihan ROM pasien stroke.

ABSTRACT
Stroke is the third caused of death in many countries. It is the main cause of handicaps in adult age. Two-third of stroke patient suffer a weakness of one of extremities side. Post stroke recovery can be done by giving a stimulation on the affected side, for example by implementing range of motion (ROM) with rubber ball. This research aimed to identifying the effect of upper extremity ROM with rubber ball on the muscle strength of stroke patient. The design of the research was a quasi experiment with control group pre-test and post-test. The upper extremity ROM with rubber ball are provided for treatment group and the standard ROM for control group 3 times a day for 6 days. The assessment of muscle strength was at the first day before intervention and sixth day after intervention. The research was conducted at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta and 36 patients were participated as subjects for both the control and intervention groups. The result of the paired t test showed that there is a significant difference on the average of muscle strength before and after intervention for the treatment group (p=0.000) and the control group (p=0.002). The result of the pooled t test revealed that there is a significant difference on the average of increasing of muscle strength between control and treatment groups (p=0.047). Based on the result, it can be concluded that upper extremity ROM with rubber ball has more effect than the standard ROM in increasing muscle strength of stroke patients. Recommendation of this research is that the practice of ROM can be continued as an intervention in the hospital and considered to improve nurse ability especially for those who work in neurology department in giving ROM exercise to patients with stroke.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T24787
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Pertambahan kasus stroke yang tidak diimbangi dengan perbaikan penatalaksanaan di rumah sakit
menyebabkan dalam dekade terakhir stroke merupakan penyebab kematian nomor 1 di R.S. di
Indonesia (Depkes RI, 1997). Oleh sebab itu pentingnya rehabilitasi khusunya pemulihan Range of
Motion pada klien post stroke yang mengalami hemiparese dapat ditingkatkan melalui program
rehabilitasi. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh Iatihan ROM
terhadap peningkatan kemampuan ROM. Penelitian kami dimulai tanggal 18 Desember 2004
sampai dengan 26 Desember 2004 di Ruang IRNA B RS Fatmawati. Tujuan penelitian untuk
memperoleh data tentang pengaruh latihan Range of Motion terhadap peningkatan kemampuan
Range of Motion pada klien post stroke yang mengalami herniparese. Metodologi penelitian yang
kami gunakan adaIah Quasi Eksperimen. Dari hasil penelitian kami didapatkan keputusan uji
statistik dimana nilai P < 0,001 yang lebih kurang dari nilai alpha (0.05) maka diputuskan Ho
ditolak sehingga dengan α 5 % dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada pengaruh
peningkatan kemampuan Range of Motion setelah diberikan latihan Range of Motion. Jadi teori
yang ada telah terbukti dalam penelitian kami. Sehingga peneliti berharap agar penelitian
berikutnya dapt berfokus pada klien post stroke hemoragik atau non hemoragik saja . Dan untuk
mencapai hasil yang lebih baik sebaiknya penelitian dilakukan lebih intensif dalam kurun waktu
yang lebih lama."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA5353
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wasisto Utomo
"ABSTRAK
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di banyak negara dan penyebab utama kecacatan pada usia dewasa. Dua pertiga pasien stroke mengalami kelemahan salah satu sisi anggota gerak. Perbaikan pasca stroke dapat dilakukan dengan memberikan stimulasi pada anggota gerak yang mengalami kelemahan, misalnya dengan latihan range of motion (ROM) dengan bola karet. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh ROM ekstremitas atas dengan bola karet terhadap kekuatan otot pasien stroke. Penelitian menggunakan disain quasi eksperimen dengan pendekatan control group pre-test and post-test. Intervensi yang dilakukan pada kelompok perlakuan adalah ROM ektremitas atas dengan bola karet dan latihan ROM standar untuk kelompok kontrol pada pasien stroke hemiparesis fase pasca akut. Latihan dilakukan 3 kali sehari selama 6 hari, dengan penilaian kekuatan otot pada hari pertama sebelum latihan dan hari keenam setelah latihan. Pasien yang dirawat di ruang perawatan nerurologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan jumlah 36 pasien digunakan sebagai sampel (18 pasien kelompok kontrol dan 18 pasien kelompok perlakuan). Hasil paired t test menunjukkan ada perbedaan yang signifikan rata-rata kekuatan otot sebelum dan sesudah latihan baik pada kelompok perlakuan (p=0.000) maupun kelompok kontrol (p=0.002). Hasil pooled t test membuktikan ada perbedaan yang signifikan rata-rata peningkatan kekuatan otot antara kelompok kontrol dan perlakuan (p=0.047). Dapat disimpulkan bahwa latihan ROM ekstremitas atas dengan bola karet lebih berpengaruh dari pada ROM standar dalam meningkatkan kekuatan otot pasien stroke. Rekomendasi hasil penelitian adalah latihan ini dapat dilanjutkan sebagai intervensi di rumah sakit dan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan upaya peningkatan kemampuan perawat terutama yang bekerja di ruang perawatan neurologi dalam memberikan latihan ROM pasien stroke.

ABSTRACT
Stroke is the third caused of death in many countries. It is the main cause of handicaps in adult age. Two-third of stroke patient suffer a weakness of one of extremities side. Post stroke recovery can be done by giving a stimulation on the affected side, for example by implementing range of motion (ROM) with rubber ball. This research aimed to identifying the effect of upper extremity ROM with rubber ball on the muscle strength of stroke patient. The design of the research was a quasi experiment with control group pre-test and post-test. The upper extremity ROM with rubber ball are provided for treatment group and the standard ROM for control group 3 times a day for 6 days. The assessment of muscle strength was at the first day before intervention and sixth day after intervention. The research was conducted at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta and 36 patients were participated as subjects for both the control and intervention groups. The result of the paired t test showed that there is a significant difference on the average of muscle strength before and after intervention for the treatment group (p=0.000) and the control group (p=0.002). The result of the pooled t test revealed that there is a significant difference on the average of increasing of muscle strength between control and treatment groups (p=0.047). Based on the result, it can be concluded that upper extremity ROM with rubber ball has more effect than the standard ROM in increasing muscle strength of stroke patients. Recommendation of this research is that the practice of ROM can be continued as an intervention in the hospital and considered to improve nurse ability especially for those who work in neurology department in giving ROM exercise to patients with stroke.
"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yenni Malkis
"Pasien post-stroke dipersiapkan menjalani fase rehabilitasi untuk memperoleh kualitas hidup yang baik. Namun masih banyak pasien yang mengalami fatigue dan ini mempengaruhi proses rehabilitasi. Salah satu peran perawat adalah meningkatkan derajat kesehatan dengan cara mempertahankan perilaku adaptif pada pasien, sehingga dibutuhkan sebuah intervensi keperawaatan dalam menurunkan fatigue. Kombinasi intervensi tarik napas dalam dan progressive muscle relaxation (PMR) merupakan salah satu intervensi mandiri keperawatan yang murah dan mudah diterapkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi intervensi tarik napas dalam dan PMR terhadap fatigue pada pasien post-stroke. Desain penelitian menggunakan quasi eksperimen pre-post test without control. Sampel dalam penelitian ini berjumah 42 pasien post-stroke dengan teknik pengambilan sampel consecutive sampling. Analisis data menggunakan uji independent t-test dan menunjukkan penurunan tingkat keparahan fatigue yang bermakna pada kelompok intervensi 2 setelah diberikan kombinasi intervensi tarik napas dalam dan PMR  (p value < 0,05). Penelitian ini merekomendasikan kombinasi intervensi tarik napas dalam dan PMR sebagai bentuk intervensi rehabilitatif di unit pelayanan neurorestorasi sebagai aktivitas yang dapat menstimulasi penurunan tingkat keparahan fatiguepada pasien post-stroke dengan stroke murni pada fase rehabilitasi lebih dari 14 hari tanpa underlying disease.

Post-stroke patients are prepared to undergo a rehabilitation phase to obtain a good quality of life. But there are still many patients who experience fatigue, and this affects the rehabilitation process. One of the roles of nurses is to improve health status by maintaining adaptive behavior in patients so that nursing interventions are needed to reduce fatigue. The combination of deep breathing and progressive muscle relaxation (PMR) interventions is an independent nursing intervention that is cheap and easy to implement. The purpose of this study was to determine the effect of a combination of deep breathing and PMR interventions on fatigue in post-stroke patients. The research design uses a quasi-experimental pre-post test without control. The sample in this study was 42 post-stroke patients using the consecutive sampling technique. An independent t-test was used to analyze the data, which revealed a significant reduction in the severity of fatigue in the intervention group 2 after receiving a combination of deep breathing and PMR intervention, with a p value of 0.001 (p value 0.05). This study recommends a combination of deep breathing and PMR intervention as a form of rehabilitative intervention in the neurorestoration service unit as an activity that can stimulate a decrease in the severity of fatigue in post-stroke patients with pure stroke in the rehabilitation phase of more than 14 days without underlying disease."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Cahyati
"Hemiparese merupakan masalah umum pada pasien stroke yang dapat menimbulkan disability. Latihan ROM merupakan salah satu bentuk latihan yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya disability. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbandingan latihan ROM unilateral dan latihan ROM bilateral terhadap kekuatan otot pasien hemiparese akibat stroke iskemik di RSUD Kota Tasikmalaya dan RSUD Kab. Ciamis. Penelitian menggunakan desain Quasi Experiment pre dan post test design. Jumlah sampel 30 responden yang dibagi menjadi kelompok intervensi I dan intervensi II. Evaluasi penelitian ini dilakukan pada hari pertama dan ketujuh untuk kedua kelompok tersebut. Tehnik pengambilan sampel adalah consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan kekuatan otot meningkat pada kedua kelompok intervensi dan terdapat perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok intervensi (p = 0.018). Penelitian ini merekomendasikan perlunya penelitian lebih lanjut dan penggunaan latihan ini secara terprogram dalam menangani pasien stroke dengan hemiparese.

Hemiparese is a common problem that can caused disability. ROM exercise is still considered effective to prevent disability. This study is aimed to identify the comparison between unilateral ROM exercise and bilateral ROM Exercise on hemiparese patient's muscle strength caused by ischemic stroke in RSUD Kota Tasikmalaya and RSUD Kab. Ciamis. This study used Quasi Experiment pre and post test research designs. Number of samples were 30 respondents who were divided into intervention group I and group II. Evaluation research was done on the first day and seventh day for the two groups. Sampling technique used is a consecutive sampling.
Study results showed an increased in muscle strength (p = 0.001) in both the intervention groups and there are significant differences between the two intervention groups (p = 0018). This results suggested that bilateral ROM exercises increase muscle strength compare to unilateral ROM exercises. This study recommended the need for further research and the use of these exercises programmed in dealing with stroke patients with hemiparese.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Youanita Gunawan
"Stroke merupakan salah satu penyebab penyebab utama disabilitas di seluruh dunia. Salah satu gangguan utama sekaligus manifestasi klinis yang paling sering terjadi pasca stroke yakni hemiparesis. Analisis dilakukan pada pasien seorang laki-laki berusia 45 tahun yang mengalami stroke iskemik dengan hemiparesis. Masalah keperawatan yang muncul setelah dilakukannya pengkajian antara lain risiko perfusi serebral tidak efektif, gangguan mobilitas fisik, dan risiko aspirasi. Penulisan ini dibuat untuk memaparkan hasil analisis asuhan keperawatan menggunakan intervensi mirror therapy. Intervensi mirror therapy yang terdiri dari latihan adaptasi, latihan gerak dasar, latihan variasi, dan latihan kombinasi dilakukan dengan repetisi delapan kali selama lima hari. Intervensi mirror therapy terbukti efektif meningkatkan kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke iskemik dengan hemiparesis. Selain itu, intervensi mirror therapy cenderung sederhana dan tidak menimbulkan penurunan toleransi fisik maupun cedera.

Stroke is one of the leading causes of disability worldwide. One of the main disorders as well as the most frequent clinical manifestations after stroke is hemiparesis. The analysis was conducted on a 45-year-old male patient who had an ischemic stroke with hemiparesis. Nursing problems that arise after the assessment include the risk of ineffective cerebral perfusion, impaired physical mobility, and the risk of aspiration. This writing is made to explain the results of nursing care analysis using mirror therapy interventions. Mirror therapy interventions consisting of adaptation exercises, basic movement exercises, variation exercises, and combination exercises were performed with eight repetitions for five days. The mirror therapy intervention proved effective in increasing upper limb muscle strength in ischemic stroke patients with hemiparesis. In addition, mirror therapy interventions tend to be simple and do not cause a decrease in physical tolerance or injury."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>